• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Manajemen Pengetahuan

2.2.3 Pengolahan Grey Literature

Kegiatan pengolahan dilakukan dimulai dari bahan pustaka masuk ke perpustakaan sampai siap untuk digunakan oleh pengguna. Adapun kegiatan pengolahan koleksi meliputi: pengadaan, inventarisasi, pengorganisasian dan penyimpanan koleksi, pengolahan dokumen elektronik serta pengaksesan dan temu kembali dokumen tersebut. Kegiatan pengolahan bertujuan agar semua koleksi dapat ditemukan atau ditelusur dan dipergunakan dengan mudah oleh pemakai.

34 Menurut Sutarno (2005: 104) “kegiatan pengolahan bahan pustaka meliputi pekerjaan membuat identifikasi informasi, katalogisasi, klasifikasi, pembuatan kelengkapan koleksi, penyusunan koleksi, dan pengolahan dengan komputer”. Sedangkan menurut Qalyubi yang dikutip oleh Iskandar (2011) yaitu “yang dimaksud dengan kegiatan pemrosesan atau pengolahan bahan pustaka adalah suatu kegiatan yang meliputi kegiatan-kegiatan: inevntarisasi, klasifikasi, pembuatan catalog, penyelasaian dan penyusunan buku di rak”.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kegiatan pengolahan bahan pustaka meliputi inventarisasi, katalogisasi,

klasifikasi pembuatan kelengkapan koleksi dan penyusunan koleksi ke rak. Hal ini

sama halnya dengan pengolahan koleksi grey literature.

2.2.3.1 Pengadaan Koleksi Grey Literature

Pada prinsipnya pengadaan bahan pustaka di setiap perpustakaan merupakan salah satu bagian dari pekerjaan perpustakaan yang mempunyai tugas mengadakan dan mengembangkan koleksi-koleksi yang menghimpun informasi dalam segala macam bentuk, seperti buku, majalah, brosur, tukar menukar maupun pembelian. Dengan demikian pengadaan bahan pustaka baru bisa dikatakan suatu proses kerja untuk mengindentifikasi dan menghimpun bahan-bahan yang sesuai untuk dijadikan koleksi di setiap perpustakaan.

Menurut Sulistyo-Basuki (2001, 27) menyatakan bahwa:

Pengadaan bahan pustaka merupakan konsep yang mengacu kepada prosedur sesudah kegiatan pemilihan untuk memperoleh dokumen, yang digunakan untuk menggembangkan dan membina koleksi atau himpunan dokemun yang diperukan untuk memenuhi kebutuhan informasi serta mencapai sasaran unit informasi.

35 Menurut Darmono (2001, 43), Ada beberapa metode dalam pengadaan bahan pustaka adalah sebagai berikut :

1. Pembelian, untuk meringankan biaya pembelian, kita bisa melakukan pembelian di bursa buku-buku bekas atau menelusuri pameran-pameran buku karena pameran-pameran buku biasanya memberikan diskon besar-besaran, kesempatan seperti ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pengelola perpustakaan.

2. Tukar-menukar, kita bisa melakukan kerja sama dengan perpustakaan yang lain dengan tukar-menukar koleksi dengan cara peminjaman jangka panjang. Sehingga pemustaka bisa memanfaatkan koleksi dari perpustakaan yang lain.

3. Hadiah, untuk mendapatkan buku secara cuma-cuma/ hadiah, maka perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif bekerja sama dalam mencari unit kerja atau instansi atau LSM mana yang dapat menghadiahkan buku-bukunya bagi keperluan perpustakaan. Pendekatan ini sangat diperlukan, karena dengan adanya permohonan yang resmi dari pejabat perpustakaan akan memudahkan proses pustakawan dalam memperoleh buku-buku yang di perlukan perpustakaan secara cuma-cuma.

4. Sumbangan, perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif mencari perpustakaan yang akan mengadakan penyiangan koleksi, sehingga bisa membuat permohonan buku-buku hasil penyiangan tersebut bisa disumbangkan dan dimanfaatkan oleh perpustakaan kita.

5. Kerjasama, kita bisa mendapatkan bahan pustaka dengan melakukan kerjasama, misalnya dengan penerbit dan penulis dengan mendapatkan harga buku-buku yang serendah-rendahnya dengan kualitas yang sama dengan buku yang bagus dan mahal.

6. Terbitan Sendiri, metode pengadaan koleksi yang terakhir adalah dengan memproduksi sendiri koleksi perpustakaan. Contoh kongkrit dari metode pengadaan ini antara lain adalah kliping atau karya tulis yang dihasilkan oleh pustakawan, siswa dan guru yang kemudian dihimpun menjadi koleksi perpustakaan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan koleksi bahan pustaka dapat dilakukan dengan cara pembelian, hadiah/sumbangan, tukar menukar, kerjasama dan wajib simpan terbitan perpustakaan itu sendiri.

36 Sebagai pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh suatu perguruan tinggi, setiap publikasi di lingkungan perguruan tinggi wajib diserahkan ke perpustakaan. Melalui pusat deposit ini, perpustakaan memungkinkan untuk mendapat tambahan bahan pustaka yang bersifat grey

literature. Dalam perpustakaan perguruan tinggi, kegiatan pengumpulan atau

pengadaan koleksi grey literature dilakukan melalui wajib simpan terbitan perguruan tinggi sesuai keputusan rektor. (Siagian 2009, 48)

2.2.3.2 Pengorganisasian dan Penyimpanan Koleksi Grey Literature

Kegiatan pengorganisasian dilakukan sejak koleksi Grey literature masuk ke perpustakaan sampai siap untuk dilayankan dan dimanfaatkan oleh pengguna. Kegiatan ini bertujuan agar semua koleksi dapat ditemukan dan dipergunakan dengan mudah oleh pengguna. Dalam organisasi perpustakaan, pengorganisasian lebih dikenal dengan proses klasifikasi, katalogisasi serta pembuatan metadata koleksi. Klasifikasi yaitu kegiatan penomoran koleksi dengan menggunakan standar klasifikasi seperti DDC, UDC, LC dan penentuan subjek menggunakan LCSH. Sedangkan untuk koleksi elektronik/digital digunakan standar metadata

Dublin Core.

Kegiatan pengorganisasian diikuti dengan kegiatan penyimpanan koleksi. Koleksi yang sudah selesai diolah, disimpan dan ditempatkan ke rak penyimpanan koleksi yang biasa disebut dengan shelving. Sedangkan koleksi digital/elektronik disimpan dalam repository melalui website perpustakaan.

37 2.2.3.3 Pengaksesan dan Temu Kembali

Kecepatan perubahan dan penambahan informasi menyebabkan dibutuhkannya suatu sistem yang dapat mengakses dan menyediakan berbagai informasi tersebut. Dengan munculnya keragaman kebutuhan manusia dan keterbatasan komputer yang hanya bisa bekerja jika langkah-langkah kerja itu teratur atau terpola sebelumnya. Maka persoalan keragaman kebutuhan ini menimbulkan persoalan relevansi. Sistem temu kembali hanya bisa bekerja dengan efektif jika pemakai melakukan tindakan-tindakan yang terpola juga. Jika pemakai sistem bertingkah laku serampangan, sistem komputer akan bingung juga akhirnya.

Dalam konteks ini, temu kembali informasi berkaitan dengan representasi, penyimpanan, dan akses terhadap dokumen representasi dokumen. Dokumen yang ditemukan tidak dapat dipastikan apakah relevan dengan kebutuhan informasi pengguna yang dinyatakan dalam query. Pengguna Sistem Temu Kembali informasi sangat bervariasi dengan kebutuhan informasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu strategi penelusuran sangat penting dirumuskan bagi seorang penelusur sebelum melakukan penelusuran, terutama agar penelusuran berjalan efektif. Hasil dari penelusuran informasi itu tidak selamanya cocok dengan kebutuhan pemakai, ada kalanya menyimpang dikarenakan kurang tepatnya dalam merumuskan pertanyaan penelusuran (search statement).

38 Hasugian (2003) menjelaskan bahwa sistem temu kembali informasi pada dasarnya adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, kemudian memanggil (retrieval) suatu dokumen dari suatu simpanan (file), sebagai jawaban atas permintaan informasi.

Sedangkan Salton yang dikutip oleh Janusaptari (2006, 2) menyatakan bahwa temu kembali informasi merupakan:

Suatu sistem yang menyimpan informasi dan menemukan kembali informasi tersebut. Secara konsep bahwa ada beberapa dokumen atau kumpulan record yang berisi informasi yang diorganisasikan ke dalam sebuah media penyimpanan untuk tujuan mempermudah ditemukan kembali. Dokumen yang tersimpan tersebut dapat berupa kumpulan

record informasi bibliografi maupun data lainnya.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa temu kembali informasi adalah proses pencarian dokumen dengan mengguanakan istilah (query) yang berhubungan agar dokumen yang muncul sesuai dengan subjek yang dibutuhkan pengguna.

Dokumen terkait