• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengalaman pasien luka kaki diabetik dalam menjalani perawatan luka dengan metode moisture balance, peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut:

2.1 Pendidikan Keperawatan

Sebagai wadah pendidikan, instansi pendidikan keperawatan diharapkan dapat memberikan bimbingan dansumber pengetahuan agar mahasiswa keperawatan di tahap akademik termotivasi dan menambah wawasannya mengenai perawatan luka kaki diabetik dengan metode moisture balance sehingga dapat menerapkan metode moisture balance dalam merawat luka kaki diabetik.

2.2Pelayanan Keperawatan

Pelayanan keperawatan diharapkan dapat mengembangkan pelayanan keperawatan luka di fasilitas pelayanan kesehatan yang lain sehingga perawat dapat lebih terampil dan profesional dalammenerapkan metode moisture balance pada pasien luka kaki diabetik untuk meningkatkan kualitas hidup pasien luka kaki diabetik.

2.3Penelitian Keperawatan

Kemampuan wawancara peneliti yang masih pemula, terbatas, bersifat umum, dan sangat perlu dikembangkan ke arah penelitian yang lebih spesifik lagi. Oleh karena itu, diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti mengenai pengalaman pasien luka dalam menjalani perawatan luka dengan metode moisture

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Luka Kaki Diabetik

Konsep luka kaki diabetik meliputi definisi luka kaki diabetik, etiologi luka kaki diabetik, patofisiologi luka kaki diabetik, klasifikasi luka kaki diabetik, dan pengkajian luka kaki diabetik,faktor intrinsik dan ekstrinsik penyembuhan luka kaki diabetik.

1.1 Definisi Luka Kaki Diabetik

Luka kaki diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf periferal dan autonomik (Maryunani, 2013)

Luka kaki diabetik adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis yang terjadi pada telapak kaki (Ekaputra, 2013).

1.2 Etiologi Luka Kaki Diabetik

Mengetahui penyebab dari luka kaki diabetes adalah yang sangat pentingkarena akan berpengaruh terhadap manajemen luka. Setiap tipe dari luka kaki diabetes memiliki penanganan yang berbeda, berikut diantaranya adalah luka neuropati yang disebabkan oleh neuropati perifer, luka iskemik yang disebabkan oleh penyakit vaskular perifer, dan tipe campuran/luka neuro-iskemik yang disebabkan karena campuran neuropati perifer dan penyakit vaskular perifer.

Neuropati perifer adalah penyebab yang paling umum dari luka kaki diabetik, sedangkan penyakit vaskular perifer adalah faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan kesembuhan dari luka (Sari, 2015).

11

1.2.1 Luka Neuropati

Pasien luka kaki diabetik sering mengalami luka neuropati dikarenakan gula darah yang tidak terkontrol yang akan menyebabkan gejala klinis luka neuropati Katsilambros et.al (2010 dalam Sari, 2015), yaitu: (a) terjadi pada daerah yang memiliki tekanan plantar yang tinggi (kepala metatarsal, bagian plantar dari jempol, tumit); (b) penderita tidak merasakan sakit; kecuali bisa ada komplikasi infeksi; (c) ada formasi kapalan/kalus pada pinggir luka; (d) biasanya dasarnya merah dengan penampangan jaringan granulasi yang merah; (e) ada neuropati perifer; (f) temperatur kaki biasanya normal atau hangat; dan (g) nadi perifer teraba, dan APBI normal atau diatas 1,3.

1.2.2 Luka Iskemik

Luka pada daerah yang memiliki aliran darah yang buruk jarang terjadi karena penyakit vaskular itu sendiri. Luka biasanya diawali karena adanya trauma, seperti kaki terkena benda keras, sepatu yang terlalu sempit, atau pecah-pecah pada daerah tumit. Luka ini biasanya sulit sembuh dan seringkali sakit. Karakteristik dari luka iskemik adalah: (a) terjadidi tepi-tepi atau bagian dorsal dari kaki dan jari-jari kaki atau diantara jari-jari kaki; (b) biasanya terasa sakit; (c) dasar luka biasanya kuning atau hita; (d) adanya riwayat intermitten claudication; dan (e) pada pengkajian terdapat tanda-tanda penyakit vaskular perifer (kulitnya dingin, pucat atau sianosis, tipis, rambut kulit banyak hilang, nadi perifer lemah atau hilang, dan APBI kurang dari 0,9).

12

1.2.3 Luka Neuroiskemik

Luka neuroiskemik memiliki etiologi campuran, yaitu neuropati dan iskemik. Gambaran visual dari luka ini juga merupakan campuran dari tanda- tanda luka neuropati dan iskemik.

1.3 Patofisiologi Luka Kaki Diabetik

Terjadinya masalah luka kaki diabetik diawali adanya hiperglikemia pada pasien yang menyebabkan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik, motorik ,dan otonom akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya luka. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan luka kaki diabetik.

1.4 Klasifikasi Luka Kaki Diabetik

Klasifikasi yang sering dipakai untuk mengklasifikasikan luka kaki diabetik adalah klasifikasi Megit-Wagner, dan klasifikasi PEDIS.

1.4.1 Klasifikasi Megit-Wagner

Klasifikasi Meggit-Wagner adalah klasifikasi yang paling terkenal dan sudah tervalidasi dengan baik, berikut adalah tabel penjabaran mengenai klasifikasi Megit-Wagner:

Grade Deskripsi

0 Belum ada luka pada kaki yang berisiko tinggi, kulit dalam keadaan baiktetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charchot arthropathies)

13

2 Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih dalam, namun tidak sampai tulang

3 Luka yang dalam dengan selulitis atau formasi abses

4 Gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau bagian depan kaki/forefoot)

5 Gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada daerah lengkung kaki/midfoot dan belakang kaki/hindfoot)

1.4.2 Klasifikasi PEDIS

Klasifikasi PEDIS dikembangkan oleh Internatinal Working Group of Diabetic Ulcer (IWGDU) pada tahun 2003 untuk kepentingan penelitian. Klasifikasi ini menggunakan deskripsi yang lebih rinci, serta menggunakan batasan-batasan yang jelas dengan kategori yang lebih sedikit dibandingkan dengan klasifikasi-klasifikasi lain, sehingga banyak digunakan oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman klinis. PEDIS ada singkatan dari Perfusion (perfusi), Extent (luas atau ukuran luka), Depth (kedalaman), Infection (infeksi), dan Sensation (sensasi). Tabel penjabaran mengenai klasifikasi PEDIS.

Grade Keparahan Infeksi

Manifestasi Klinis 1 Tidak

terinfeksi

Luka tanpa nanah atau inflamasi

2 Ringan Adanya 2 atau lebih dari tanda-tanda berikut: bernanah, kemerahan, nyeri, nyeri ketika disentuh, atau indurasi (menjadi lebih keras), selulitis pada sekitar luka ≤ dari 2 cm, dan kerusakan terbatas pada epidermis, dermis, atau lapisan atas dari subkutan, tidak ada tanda komplikasi

3 Berat Infeksi lokal, terjadi pada pasien yang secara iskemik dan metabolik stabil, namun memiliki ≥ dari 1 tanda berikut ini: selulitis >dari 2 cm, lymphangitic streaking (garis kemerahan di bawah kulit), abses pada jaringan dalam, gangren, kerusakan sudah mengenai otot, tendon, sendi atau tulang. Tidak ada tanda-tanda inflamasi sistemik

14

4 Parah Infeksi pada pasien dengan toksisitas sistemik dan kondisi metabolik yang tidak stabil, suhu > 39̊C atau < 36̊, denyut nadi > 90 per menit, hipotensi, muntah, leukositosis, pernafasan > 20 per menit, PaCO2 < 32 mmHg, sel darah putih 12.000 mm3 atau < 4.000 mm3, atau 10% leukosit imatur.

1.5 Manajemen Pengkajian Luka Kaki Diabetik

Pengkajian luka yang baik merupakan bagian penting dalam perawatan luka. Pengkajian yang dilakukan tidak hanya dilakukan pada luka saja, tetapi juga faktor lain yang menghambat penyembuhan luka, ada pun pengkajian yang dilakukan diantaranya:

1.5.1 Keluhan Utama

Keluhan utama pasien merupakan kemudahan petugas dalam mengidentifikasi masalah yang terjadi pada pasien. Hindari keluhan utama yang datangnya dari keluarga, namun berikan kesempatan pada pasien untuk mengidentifikasi sendiri keluhannya.

Pada kasus luka kaki diabetik, hampir sebagian besar pasien datang dengan keluhan ada luka yang tiba-tiba membengkak dan mereka tidak sadar kapan kejadian terluka pada awalnya.

1.5.2 Riwayat Kesehatan

Perlu diperhatikan riwayat kesehatan klien yang lalu dan berkaitan dengan penyakit sekarang. Selain riwayat kesehatan klien dan keluarga perlu dikaji juga kebiasaan sehari-hari yang merupakan faktor pencetus terjadinya luka kaki diabetik dan bagaimana penanganannya selama ini atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan.

15

1.5.3 Pengkajian Luka Kaki Diabetik

Pengkajian luka kaki diabetik meliputi lokasi dan letak luka, ukuran luka, gambaran klinis, eksudat, kulit sekitar luka, tepi luka, nyeri, bau, status vaskular, status neurologik, dan infeksi.

a. Lokasi dan letak luka

Letak luka pada pasien luka kaki diabetik juga bisa menggambarkan penyebab luka tersebut. Adanya perlukaan di plantar pedis kemungkinan besar pasien mengalami neuropatui, luka kehitaman di ujung-ujung jari kaki bisa mengindikasikan kemungkinan iskemik.

b. Ukuran Luka

Menentukan ukuran luka dapat ditentukan dengan beberapa metode yaitu pengukuran linier, menjiplak luka, dan pengukuran area melalui foto. Ada 2 cara yang paling sering digunakan untuk pengukuran linier (Sussman & Bates Jensen, 2012), yaitu : (a) pengukuran sisi terpanjang dan terlebar; dan (b) Pengukuran dengan metode jam.

Pengukuran dengan cara menjiplak luka dengan menggunakan plastik yang bergambar kotak-kotak dengan luas 0.5 cm. Jumlah kotak didalam jiplakan kemudian dihitung untuk memperkirakan area.

Pengukuran dengan menggunakan foto sebaiknya diambil pada saat penggantian balutan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pencahayaan yang baik, posisi penggaris dibawah luka, dan ditulis ID

16

pasien, tanggal pengambilan foto, dan mengambil foto dalam jarak yang sama setiap saat.

c. Gambaran Klinis Luka

Saat ingin melihat gambaran klinis luka pasien luka kaki diabetik digunakan sistem RYB, yaitu R (Red) untuk luka kemerahan atau granulasi, Y (Yellow) untuk luka berslough, dan B (Black) untuk luka nekrotik.

d. Eksudat

Cairan eksudat adalah cairan yang diproduksi oleh luka, normalnya adalah warna kuning pucat. Adanya kontaminasi seperti bakteri dapat mengakibatkan perubahan warna eksudat. Inilah hal yang berkaitan dengan moisture balance dan menjadi penting untuk mengetahui jumlah dan tipe eksudat pada pasien luka kaki diabetik.

e. Kulit sekitar Luka

Melindungi kulit sekitar luka sangatlah penting, terutama untuk luka-luka yang bereksudat, dengan hal ini diharapkan kulit disekitar luka tidak mengalami maserasi atau denudasi.

f. Tepi Luka

Tepi luka bisa menjadi informasi penting mengenaipenyebab dan status proses penyembuhan. Misalnya; tepi luka yang irriguler dan tajam mengkarakteristikan luka dengan gangguan arteri. Bila terlihat epitalisasi pada tepi luka menunjukkan bahwa luka mengalami proses penyembuhan.

17

g. Nyeri

Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji waktu munculnya nyeri, durasi, faktor pemicu terjadinya nyeri. Pengkajian nyeri yang dilakukan pada pasien neuropati kan sulit untuk didpatkan karena pasien sudah kehilangan sensasi rasa.

h. Bau

Bau luka yang menyengat biasanya mengindikasikan jumlah bakteri yang tinggi. Luka dengan jaringan nekrotik dan bauyang busuk mengindikasikan infeksi oleh bakteri anaerob. Bila memungkinkan bakteri sebaiknya diidentifikasikan dengan mikroskop dan kultur. Infeksi kemudian dilakukan pengobatan dengan antibiotik sistemik, antibiotik mikrobal, dan debridemen luka.

i. Status Vaskular

Menilai status vaskular berhubungan dengan pengangkutan atau penyebaran oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang merupakan unsur penting dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskular meliputi: (a) palpasi/meraba denyut nadi di dorsal pedis atau tibialis untuk melihat ada tidaknya denyut nad; (b) mengukur pengisian pembuluh darah (Capilary Reffill Time); (c) pengukuran Ankle Brachial Index (APBI); (d) edema; dan (e) temperatur kulit.

j. Status Neurologik

Pengkajian status neurologik terbagi dalam pengkajian status fungsi motorik yang berhubungan dengan adanya kelemahan otot secara

18

umum, fungsi sensorik yang berhubungan dengan penilaian terhadap adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas, dan funngsi autonom yang berhubungan dengan tingkat kelembaban kulit.

k. Infeksi

Kejadian infeksi dapat diidentifikasian dengan adanya tanda infeksi secara klinis, seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit yang meningkat.

1.6 Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan pengembalian komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya.

Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada pross regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Dengan mengenal kedua faktor penghambat tersebut diharapkan agar dapat mengevaluasi proses penyembuhan luka.

Faktor intrinsik adalah faktor dari pasien yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, yang cukup berpengaruh pada luka kaki diabetik meliputi; usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, arteriosklerosis).

19

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar pasien yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi: pengobatan, radiasi, stres psikologi, infeksi, iskemia, dan trauma jaringan.

2. Konsep Perawatan Luka Moisture Balance

Konsep perawatan luka moisture balance meliputi evolusi manajemen luka, konsep moisturebalance dalam perawatan, dan memilih balutan luka berdasarkan konsep moisture balance.

2.1 Evolusi Manajemen Luka

Perawatan luka dari zaman ke zaman telah mengalami perubahan dalam penatalaksanaannya, dalam hal ini bisa dikatakan adanya evolusi dalam manajemen luka. Dalam evolusi manajemen luka, bisa disebutkan mulai dari perawatan luka secara tradisional, konvensional, maupun modern. Perkembangan manajemen luka dapat diperlihatkan sebagai berikut:

Tahun Sebelum tahun 1980 Antara tahun 1980- 2000 Setelah tahun 2000 Metode manajemen luka Tradisional/ Konvensional Advance/MODERN Advance/super modern Contoh Pemakaian kassa,

povidone-iodine, rivanol, H2O2, dan lain-lain

Penerapan konsep moist wound healing untuk luka akut dan kronik

Adjust therapy, untuk menssuport penyembuhan luka disamping upaya utama dalam perawatan luka, seperti: -Growth hormon -Jaringan -Antimikrobal -Enzimatik -Hiperbarik -Enginering/ rekayasa

20

Ada pun perbandingan konsep penyembuhan luka dengan konsep lama dan baru adalah:

a. Perbedaan konsep lama dan konsep baru. Konsep lama, luka dijaga tetap kering karena luka yang basah dikhawatirkan akan rawan infeksi, sedangkan konsep baru, luka dijaga tetap lembab dan dilindungi dari kontaminasi agar proses penyembuhan berjalan lancar.

b. Diperbandingkan antara konsep lama dan kaonsep baru. Konsep lama, luka dijaga tetap kering dan dibalut dengan kassa, sedangkan konsep baru, luka dijaga tetap lembab dan dibalut dengan transparan film polyurethnae.

c. Sifat balutan lama (kassa) dan balutan baru (transparant film polyurethane). Sifat kassa, yaitu: menyerap eksudat, eksudat bisa menembus ke permukaan sehingga memberi jalan pada bakteri, eksudat bisa menguap sehingga temperatur luka dingin, melekat pada luka, bisa meninggalkan serabut, tidak kedap air, tidak kedap bakteri, dan luka menjadi kering membentuk keropeng. Sifat transparant film polyurethane, yaitu: tembus pandang, elastis, mengikuti lekuk tubuh, menjaga kelembaban luka, kedap air, kedap bakteri, tembus uap air dan udara, dan menjaga temperatur luka.

2.2 Moisture balance dalam Perawatan

Konsep lembab (moisture balance) dalam perawatan luka saat ini menjadi paradigma baru dalam konteks perawatan luka. Konsep ini baru dimulai pada tahun 1962 setelah penelitian Winter yang menunjukkan bahwa penggunaan

21

occlusive dressing meningkatkan proses penyembuhan dua kali lipat dibandingkan dengan membiarkan luka tetap terbuka. Selain Winter ada beberapa ahli juga yang menyatakan bahwa lingkungan lembab juga lebih baik dari lingkungan kering, Rovee et al pada tahun 1972 menyatakan bahwa lingkungan lembab dilalui tanpa proses perpanjangan inflamasi, Moden et al pada tahun 1989 dan Kats et al pada tahun 1991 menyatakan bahwa lingkungan lembab mempercepat kreatinosit proliferasi. Leipziger et al pada tahun 1985 menyatakan lingkungan lembab dapat meningkatkan collagen gats, dan Holloway menyatakan bahwa lingkungan lembab dapat mengurangi nyeri

Menurut Haimowitz, Julia.E., 1997, ada beberapa keuntungan prinsip moisture balance dalam perawatan luka, yaitu: (a) mencegah luka menjadi kering dan keras; (b) meningkatkan laju epitalisasi; (c) menjaga pembentukan jaringan eskar; (d) meningkatkan pembentukan jaringan dermis; (e) mengontrol inflamasi dan memberikan tampilan yang lebih kosmetis; (f) mempercepat proses autolisi dan debridement; (g) dapat menurunkan kejadian infeksi; (h) Cost effective; (i) mempertahankan gradient voltase normal; (j) mempertahankan aktifitas neutrofil; (k) menurunkan nyeri; (l) memberikan keuntungan psikologis; dan (m) mudah digunakan.

2.3 Memilih Balutan Luka berdasarkan Konsep Moisture Balance

Ada pun hal yang dibahas pada meliputi hal yang diperhatikan dalam memilih balutan, tujuan pemilihan balutan, serta jenis dan kegunaan balutan.

22

2.3.1 Hal yang diperhatikan dalam Memilih Balutan

Memilih balutan luka pada perawatan luka dengan metode moisturebalancemerupakan sesuatu yang penting, adahal yang harus diperhatikan, yaitu: (a) tujuan dari balutan luka; (b) karakteristik yang spesifik dari balutan lika, terutama didalamnya adalah kemampuan balutan untuk menyerap eksudat; (c) aplikasi yang benar dari balutan luka; (d) apakah balutan sekunder dibutuhkan; dan (e) kapan balutan akan diganti, ini bervariasi tergantung dari jumlah eksudat, namun biasanya ada ketentuan waktu untuk tiap balutan luka.

2.3.2 Tujuan Pemilihan Balutan Luka

Dalam pemilihan balutan luka yang dipaparkan oleh Kerlyn, yaitu tujuan jangka pendek yang dicapai setiap kali mengganti balutan dan dapat menjadi bahan evaluasi keberhasilan dalam menggunakan satu atau beberapa jenis balutan, yaitu: (a) menciptakan lingkungan yang kondusif dalam penyembuhan luka; (b) meningkatkan kenyamanan pasien; (c) melindungi luka dan sekitar luka; (d) mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung saraf; (e) mempertahankan suhu luka; (f) mengontrol dan mencegah perdarahan; (g) menampung eksudat; (h) imobilisasi bagian tubuh yang luka, (i) aplikasi penekanan pada area perdarahan atau vena yang statis; (j) mencegah dan menangani infeksi pada luka; dan (k) mengurangi stres yang ditimbulkan oleh luka dengan menutup secara tepat.

23

2.3.3 Jenis dan Kegunaan Balutan pada Metode Moisture Balance Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menciptakan kondisi lembab pada luka. Berikut beberapa jenis balutan yang dapat menjadi pilihan beserta kegunaannya:

a. Transparant Film.

Balutan ini juga dengan istilah semipermiable film dressing, balutan ini memenuhi seluruh kriteria balutan luka advance. Balutan transparant film adalah balutan yang terdiri atas lapisan elastik semipermiabel dari poliuteran dilapisi dengan lapisan akrilik hipoalergik yang lengket pada satu sisi. Balutan luka menempel pada daerah sekelilin luka, namun tidak pada dasar luka. Balutan ini biasanya dipakai untuk luka superfisial yang memiliki eksudat sedikit, untuk proteksi luka operasi, dan memfiksasi balutan yang lain, namun balutan ini tidak boleh digunakan untuk luka yang memiliki eksudat sedang atau banyak karena dapat mengakibatkan terjadinya maserasi.

b. Hidrogel

Balutan hidrogel juga memiliki seluruh kriteria balutan luka advance. Balutan ini merupakan polimer dengan kandungan air 90-95% dan memiliki sifat semi transparan dan nonadherent. Balutan ini digunakan untuk luka nekrotik atau lembab untuk rehidrasi dan mengangkat jaringan mati, karena sifatnya yang tidak lengket maka tidak menimbulkan nyeri pada saat pergantian balutan.

24

c. Hidrokoloid

Beberapa wound expert menyatakan bahwa hidrokoloid merupakan balutan hampir memenuhi semua kriteria balutan ideal. Balutan hidrokoloid ini memiliki sifat impermiable terhadap cairan dan oksigen, kemampuannya dalam menyerap kelembaban yang berlebih membuatnya menjadi dressing favorit.

d. Alginate

Balutan ini terbuat dari polisakarida rumput laut, dapat menghentikan perdarahan minor pada luka, tidak lengket, menyerap eksudat, dan berubah menjadi gel bila kontak dengan cairan tubuh.

e. Hidrofiber

Balutan ini terbuat dari carboxymethylcellulose (CMC) yang mampu menyerap banyak eksudat dan berubah menjadi gel sehingga tidak menimbulkan trauma jaringan saat pergantian balutan. Dalam hal ini hidrofiber juga mendukung proses autoliti debridement, dan meningkatkan kenyamanan pasien.

f. Foam

Balutan foam terdiri dari poliuteran atau silikon. Tergantung dari jenis komposisinya, balutan ini menyerap eksudat dalam jumlah sedang sampai banyak. Balutan foam dapat menjadi insulasi panas yang baik dan dapat juga digunakan untuk bantalan luka. Balutan ini tidak cocok untuk luka yang kering. Lapisan silikon mencegah lengketnya luka dengan

25

balutan sehingga meminimalkan kerusakan terhadap jaringan, dan mengurangi nyeri pada saat pergantian balutan.

g. Silver Dressing

Silver dressing merupakan balutan luka antimikroba yang digunakan untuk luka kronis yang lama sembuh karena memiliki kemampuan dalam mengendalikan kolonisasi bakteri pada permukaan luka sehingga mempercepat re-epitalisasi hingga 40% dibandingkan dengan penggunaan cairan antibiotik.

h. Kolagen

Balutan kolagen merupakan balutan yang berasal dari pad, gel atau partikel. Balutan ini merangsang deposit baru kolagen pada dasar luka, selain itu balutan ini juga mengabsorpsi eksudat dan menciptakan suasana lembab.

3. Studi Fenomenologi

Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata. Dalam pandangan fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Hal yang akan dikaji adalah deskripsi mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi mereka. Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan, perkawinan, pekerjaan, dan sebagainya. Penelitian fenomenologis mencoba menjelaskan makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang

26

dikaji. Menurut Creswell (1998, dalam Saryono & Anggraeni, 2011) , Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut apoche (jangka waktu). Konsep apoche adalah membedakan wilayah data dengan interpretasi peneliti. Konsep apoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan responden.

Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup. Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali fenomena yang ada secara sistematis. Metode ini memahami individu dengan segala kompleksitasnya sebagai makhluk subyektif, melihat manusia sebagai sistem yang berpola dan berkembang. Pada pendekatan fenomenologi yang diteliti adalah pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan. (Saryono & Anggraeni, 2011).

Dalam studi fenomenologis, jumlah partisipan yang terlibat tidak banyak. Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012).

Hasil penelitian dalam studi fenomenologis diperoleh melalui proses analisa data Colaizzi (1978, dalam Polit & Beck, 2012) salah seorang

27

fenomenologistmenyatakan bahwa ada tujuh langkah dalam menganalisa data. Proses analisa tersebut meliputi (a) membaca semua transkrip wawancara untuk

Dokumen terkait