• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Bisa simbol, keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara, film, telenovela atau sarana lain yang menunjang peserta menemukan salah satu aspek yang bisa menjadi topik dasar untuk pertemuan tersebut.

c) Pemusatan Aktivitas mengungkapkan apa?

Mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa aktif mewahyukan diri dan kehendak-Nya di tengah kehidupan manusia. Melalui refleksi , sejarah manusia dapat menjadi medan perjumpaan antara pewahyuan Allah dan tanggapan manusia terhadap-Nya.

d) Petunjuk pemilihan tema dasar

Pertama, tema dasar hendaknya sungguh-sungguh mendorong peserta untuk terlibat aktif dalam pertemuan; kedua, pemilihan tema dasar konsisten dengan model “Shared Christian Praxis” yang menekankan partisipasi dan dialog; Ketiga, tema dasar tidak bertentangan dengan iman kristiani.

e) Tanggungjawab pembimbing

Pertama, menciptakan lingkungan psikososial dan fisik yang mendukung (kondusif); kedua, memilih sarana yang tepat; Ketiga, membantu peserta merumuskan prioritas tema yang tepat.

2) Langkah I (Pertama)

Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual a) Tujuan

Berdasarkan tema dasar, langkah ini membantu peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup faktual (fakta).

b) Isi

Bisa pengalaman peserta sendiri, atau kehidupan dan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, atau gabungan keduanya.

c) Cara yang dipakai

“Sharing”. Peserta membangikan (to share) pengalaman hidup yang sungguh-sungguh dialami dan tidak boleh ditanggapi sebagai suatu laporan. Dalam dialog ini peserta boleh diam, karena “diam” pun merupakan salah satu cara berdialog. “Diam tidak sama dengan “tidak terlibat”.

d) Bentuk

Lambang, tarian, nyanyian, puisi, pantomim, dan sebagainya. Yang penting, bentuk itu bisa dimengerti oleh peserta lain dan betul-betul mengungkapkan pengalaman hidup faktual.

e) Peran dan tanggungjawab Pembimbing

Pertama, berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya berkaitan dengan tema dasar. Kalau peserta banyak, sebaiknya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil; kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang (1) jelas, (2) terarah, (3) tidak menyinggung harga diri seseorang, (4) sesuai dengan latar belakang peserta, dan (5) bersifat terbuka dan obyektif (misalnya: Gambarkan, lukiskan, atau ceritakan apa yang Anda temui, lihat, dengar, dan lakukan?).

f) Sikap Pembimbing

Ramah, sabar, hormat, bersahabat, peka pada latar belakang keadaan dan permasalahan peserta, katakan pada peserta bahwa mereka boleh memilih pertanyaan yang cocok.

3) Langkah II (Kedua)

Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Faktual (mendalami pengalaman hidup peserta)

a) Tujuan

Memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya.

b) Tanggungjawab Pembimbing

Pertama, menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap gagasan serta sumbang saran peserta; Kedua, mengundang refleksi kritis setiap peserta; Ketiga, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan, dan imajinasi peserta; Keempat, mengajak setiap peserta untuk berbicara tapi tidak memaksa; Kelima, menggunakan pertanyaan yang menggali tidak menginterogasi dan mengganggu harga diri dan apa yang dirahasiakan peserta; Keenam, menyadari kondisi peserta, lebih-lebih mereka yang tidak biasa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya.

4) Langkah III (Ketiga)

Mengusahakan Supaya tradisi Dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani)

a) Tujuan

Mengkomunikasikan nilai-nilai tradisi dan Visi kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaannya berlainan.

b) Tradisi dan Visi

Tradisi dan Visi kristiani mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah yang memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus Kristus serta mengungkapkan tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut. Sifat pewahyuan ilahi: dialogal dan menyejarah, dan normatif, seperti terungkap dalam Kitab Suci, dogma, pengajaran Gereja, liturgi, spiritualitas, devosi, seni dalam Gereja, kepemimpinan, dan kehidupan jemaat beriman.

c) Peranan Pembimbing

Untuk menafsirkan, pembimbing perlu: Pertama, menghormati Tradisi dan Visi kristiani sebagai yang otentik dan normatif; Kedua, cara dan isi tafsiran bertujuan memberi informasi dan membantu peserta agar nilai-nilai Tradisi dan Visi kristiani menjadi miliknya. Ketiga, menggunakan metode yang tepat. Pembimbing bisa menggunakan metode kuliah, diskusi kelompok, memanfaatkan produk-produk audio visual atau media murah. Keempat bersifat tidak mendikte tetapi mengantar peserta ke tingkat kesadaran, tidak mengulang-ulang rumusan; tidak bersikap sebagai “guru”, adakalanya bersikap sebagai”murid” yang siap belajar. Kelima, tafsiran dari pembimbing

mengikutsertakan kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri. Keenam, harus membuat persiapan yang matang dan studi sendiri.

5) Langkah IV (Keempat)

Interpretasi/ Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi Peserta konkret) a) Tujuan

Mengajak peserta, berdasarkan nilai Tradisi dan Visi kristiani, menemukan bagi dirinya sendiri nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang picik yang hendak dihilangkan, dan nilai-nilai baru yang hendak diperkembangkan. Di satu pihak peserta mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam Tradisi dan Visi kristiani, di lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika Tradisi dan Visi kristiani.

b) Apa yang terjadi?

Peserta mendialogkan hasil pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok langkah ketiga. Mereka bertanya, bagaiman nilai-nilai Tradisi dan Visi kristiani meneguhkan, mengkritik atau mempertanyakan, dan mengundang mereka untuk melangkah pada kehidupan yang lebih baik dengan semangat, nilai, dan iman yang baru demi terwujudnya Kerajaan Allah?

c) Apa yang didialogkan?

Perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi, dan penegasannya yang menyatakan kebenaran, nilai, serta kesadaran yang diyakini.

d) Cara

e) Yang perlu dihindari

Subyetivisme dan Obyektivisme: bahwa pendapat peserta yang paling benar; Obyektivisme: bahwa tafsiran pembimbing sebagai kebenaran satu-satunya. f) Peranan Pembimbing

Pertama, menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing; Kedua, meyakinkan peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan Visi kristiani; Ketiga, mendorong peserta untuk merubah sikap dari pendengar pasif menjadi pihak yang aktif; Keempat, menyadari bahwa tafsiran pembimbing bukan kata mati; Kelima, mendengar dengan hati tanggapan, pendapat, dan pemikiran peserta.

6) Langkah V (Kelima)

Keterlibatan Baru Demi Makin terwujudnya Kerajaan Allah Di dunia Ini (Mengusahakan Suatu aksi Konkret)

a) Tujuan

Mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja sepanjang sejarah dan Visi kristiani. Keprihatiannya adalah praktis, yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia: pertobatan pribadi dan sosial yang kontinyu.

b) Bentuk, sifat, subyek dan arah keputusan

Karena dipengaruhi oleh topik dasar, maka keputusan dapat beraneka ragam bentuk dan sifatnya; subyek dan arahnya. Bentuknya, ada yang menekankan aspek kognitif (pemahaman), aspek afektif (perasaan), dan tingkah laku (praktis-politis). Sifatnya, bisa lebih menyangkut tingkat personal, interpersonal, atau sosial politis. Subyeknya, dapat bersifat aktivitas pribadi atau tindakan bersama. Arahnya, dapat lebih intern untuk kepentingan kelompok atau ekstern untuk kepentingan di luar kelompok (keterlibatan kepada sesama).

c) Tanggungjawab Pembimbing

Pertama, menyadari hakikat praktis, inovatif, dan transformatif dari langkah ini; Kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan operasional (tidak perlu muluk-muluk) yang membantu peserta; Ketiga, menekankan sikap optimis yang realistis pada peserta; keempat, pembimbing dapat merangkum hasil langkah pertama sampai ke empat, supaya dapat lebih membantu peserta; Kelima, mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan pribadi dan bersama; Keenam, sebagai penutup peserta diajak merayakan liturgi sederhana untuk mendoakan keputusan.

Dari apa yang telah dijabarkan tadi, dengan menimbang kelemahan dan kekuatan masing – masing kegiatan maka kiranya katekeselah yang cukup dapat diandalkan untuk dapat menjalankan program ingin saya laksanakan. Karena program satu dengan yang lain saling berhubungan dan hendaknya dileksanakan secara kontinyu, agar mendapatkan hasil yang memuaskan bagi semua pihak.

e. Program Katekese 1.) Pengertian Program

Menurut Kamus besar bahasa Indonesia, program dimengerti sebagai rancangan mengenai asas-asas (hukum dasar) serta usaha-usaha (dalam perekonomian, ketatanegaraan, dan sebagainya) yang akan dijalankan (Moeliono, 1988:702). Dengan demikian program dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dirumuskan untuk mencapai suatu tujuan yang jelas dan terarah.

Program juga dapat membantu dan memudahkan seluruh proses pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar, karena semua telah dipersiapkan dengan baik. Penyusunan program selalu meliputi, tema, tujuan, sub tema, tujuan sub tema, uraian materi, metode, sarana, sumber bahan.

Untuk itu diharapkan pendamping keluarga di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Pluneng, Kebonarum perlu mengetahui dan memiliki pedoman program katekese yang jelas dan terarah sehingga dapat membantu umat untuk mengetahui bagaimana membina anak baik dalam hal moral maupun imannya, serta menyadarkan mereka akan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga.

2.) Pemikiran Dasar Program

Dengan melihat pola asuh yang diterapkan para orang tua dalam kehidupan kesehariannya kepada anak mereka, ternyata mempengaruhi iman anak mereka seperti yang telah dipaparkan dalam penelitian ini. Maka mencari dan menerapkan model pendampingan yang sesuai harus dilakukan untuk mencari dan mengembangakan pola asuh yang sesuai bagi anak.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis data diketahui bahwa koefisien korelasi antara variabel Pola Asuh Orang tua dengan Penghayatan Iman Anak adalah 0.863 menunjukkan bahwa ada hubungan dengan arah positif antara pola asuh dan penghayatan iman anak. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi korelasi sebesar 0.000 pada taraf signifikan 0,05. Arah korelasi yang positif dan signifikan ini menunjukan bahwa semakin baik pola asuh yang diterapkan maka semakin tinggi penghayatan iman anak. Sebaliknya, semakin buruk atau kurang baiknya pola asuh yang diterapkan orang tua, maka semakin rendah pula penghayatan iman anak kehidupan sehari – hari.

Dengan hasil penemuan ini sejalan dengan hipotesis yang dilontarkan pada awal dilaksanakannya penelitian ini. Dari hasil yang telah diketemukan bahwa iman anak menyumbang atau memiliki kontribusi untuk pola asuh sebesar 74.5 %.

Dalam hal iman, anak di lingkungan ini memiliki pemahaman yang baik, ini dapat terlihat dari skor dari kuesioner untuk aspek pemahaman mereka dengan rata 11.49 dari sekitar 20 soal pemahaman yang ada. Dari data yang didapat dari 63 responden yang diminta untuk mengisi kuesioner, sebanyak 2 anak memiliki kisaran nilai 1 – 5, 24 anak memiliki nilai antara 6 – 10, 24 anak memiliki nilai antara 11 – 15 dan sebanyak 13 anak memiliki nilai antara 16 – 20. maka dari hasil tersebut dapat diambil prosentase sebagai berikut; sebanyak 3.17 % anak sangat kurang memahami iman mereka, sebanyak 38.31 % anak kurang memahami, sebanyak 38.31 % persen anak juga dapat memahami tentang iman dan sebanyak 20.63 % anak sangat memahaminya. Dari semua hasil yang telah di dapat kita ambil nilai rata – rata dalam sub variabel ini untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Nilai rata – rata yang kita dapat dalam sub variabel ini adalah 11.49 maka, dapat disimpulkan

bahwa anak – anak di lingkungan Santo Yakubus Alfeus Tempel Kebonarum rata – rata mereka paham akan iman anak.

Namun tidak demikian halnya dengan soal dalam aspek penghayatan iman mereka. Dan hasil prosentase dari kesemuanya itu adalah sebesar 22.22 % atau sekitar 4 anak sangat kurang menghayati imannya, sebesar 57.14 % atau sekitar 36 anak kurang menghayati imannya, sebesar 19.05 % atau sebanyak 12 anak dapat menghayati iman mereka dan sisanya sebesar 1.59 % atau 1 anak yang dapat menghayati iman mereka dengan sangat. Sama dengan yang sebelumnya data diolah untuk mendapat kan hasil rata – ratanya, dan skor/ hasil yang didapat adalah sebanyak 32.44. Ini berarti anak – anak di lingkungan tempat penelitian kebanyakan anak kurang menghayati iman mereka.

Ini terlihat bahwa mereka kurang menghayati atau kurang dalam melaksanakan ajaran yang sudah mereka ketahui dalam kehidupan keseharuian mereka. Pengetahuan yang baik dengan tidak dibarengi dengan penghayatan iman yang baik pula adalah sia-sia . Dalam hal cara atau pola asuh yang diterapkan ada tiga pola yang dapat terangkan yaitu pola asuh Otoriter, Demokratis, dan Permisivitas. Perolehan skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut; sebanyak 43 anak memiliki skor antara 25 – 50 atau sebesar 68.25% orang tua mengasuh dengan cara otoriter, sebanyak 20 anak memiliki skor antara 51-75 atau 31.75% orang tua mengasuh anak dengan demokratis dan sebanyak 0 anak memiliki skor 75 – 100 atau 0%, ini karena menurut penelitian tidak ada orang tua yang mengasuih anaknya secara permisivitas. Hasil skor secara keseluruhan setelah dirata – rata adalah sebesar 44.1. Menurut interval nilai yang ditentukan maka nilai rata – rata ini masuk pada inteval pola asuh yang otoriter, dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa pola

asuh yang diterapkan para orang tua di lingkungan penelitian adalah Otoriter, disamping pola asuh lainnya yaitu demokratis dan permisivitas. Menurut penelitian yang telah dijalankan, terlihat jelas bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan iman anak. Maka dari itu, pola asuh yang diterapkan dapat berbahaya jika pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tidak disertai atau kurang menyertakan ajaran – ajaran yang dapat memperkuat iman mereka, ini untuk mendasari tingkah laku dan moral mereka ketika bergaul dengan teman – teman mereka nantinya. Jika tidak maka mereka dengan mudahnya menyepelekan ajaran – ajaran iman, bahkan dapat meninggalkan iman kepercayaan mereka dengan mudahnya.

Dari penelitian yang telah dilakukan nampak gejala-gejala bahwa banyak orang tua yang kurang menyadari peranannya dalam membina iman anak. Walaupun mereka mengetahui tugas mereka membina iman anak, tetapi banyak perhatian mereka tersita oleh kesibukan mereka berkerja sehingga kurang dapat meluangkan waktu untuk memperhatikan pembinaan iman anak. Selain kesulitan dan hambatan yang dihadapi orang tua untuk membina iman anak, masih dirasakan adanya sikap orang tua yang otoriter, terlalu menguasai anak, kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya. Relasi antara orang tua dan anak kuang baik. Di antara mereka tidak ada saling keterbukaan sehingga tidak ada saling mengerti dan tidak mengetahui apa yang dirasakan, yang di alami oleh anak maupun orang tua.

Oleh karena itu penulis prihatin kepada anak yang diasuh dengan tidak baik dan kurang mendapat perhatian dalam hal iman oleh orang tua mereka. Pola asuh yang diterapkan kepada anak mempengaruhi kepribadian anak, maka dari itu

hendaknya pola asuh yang diterapkan dimasukkan unsur – unsur ajaran kristiani. Iman merupakan daya kekuatan yang mampu mendorong dan menguatkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.

Berdasarkan keprihatinan itu penulis mempunyai keinginan untuk membantu orang tua agar dapat menyadari kembali tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pembina iman anak. Dengan demikian penulis mengharapkan para orang tua agar dapat menyadari dan mampu menghayati peranan mereka yang utama dan terutama dalam mendidik iman anak (FC, art. 36) khususnya dalam membina iman anak alam keluarga (FC, art.39).

Pembinaan di sini berarti penekanannya bukan terlebih terletak pada mengajarkan aturan-aturan dalam agama atau ajaran-ajaran Kristiani, melainkan lebih memperioritakan pada upaya penyadaran kembali tugas dan tanggung jawab mereka para orang tua sebagai pendidik iman yang pertama dan utama. Selain itu juga dengan upaya menumbuhkan sikap hidup beriman, menciptakan suasana hidup beriman Kristiani melalui kegiatan-kegiatan yang menjadi tradisi dalam keluarga misalnya; doa keluarga, membaca dan merenungkan Kitab Suci bersama. Allah memberikan tugas ini kepada orang tua karena orang tualah yang sangat berperan utama dan terutama dalam membina iman anak. Di samping itu keluarga merupakan tempat yang paling efektif bagi persemaian, pertumbuhan dan penghayatan serta perkembangan iman anak sejak dini, karena anak lebih lama melewatkan waktu berada dalam kehidupan keluarga bersama orang tua mereka. Orang tua di sini bertindak selaku pendidik pertama dan utama (GE)

Selanjutnya yang dimaksud dengan anak yaitu status anak selama dia tinggal bersama orang tua atau sebelum ia meninggalkan keluarganya untuk

membentuk keluarga sendiri atau status hidup yang lain. Maka pembinaan iman hendaknya dapat dilaksanakan sejak dini yaitu sejak anak dalam kandungan, kemudian pada masa anak, dewasa sampai sebelum memisahkan diri dari keluarga.

3.) Usulan Tema

Usulan tema secara umum yang penulis sajikan dalam program katekese umat ini adalah: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan Mendidik Iman Anak, dengan tujuan Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga. Tema ini akan dijabarkan dalam tiga sub tema yaitu: Pertama, Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga. Kedua, mengasuh dengan kasih. Ketiga, menjadi orang tua dan sahabat terbaik bagi anak. Ketiga sub tema tersebut, akan dijabarkan lagi menjadi lima pertemuan dengan tema dan tujuannnya masing-masing yakni:

Tema Umum : Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan Mendidik Iman Anak.

Tujuan Umum : Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga.

Tujuan : Membantu peserta semakin menyadari akan pentingnya tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga.

Sub Tema II : Mengasuh dengan kasih

Tujuan : Membantu orang tua untuk mengasuh buah hatinya dengan kasih dan dapat memilih pola asuh yang baik bagi anak .

Pertemuan I : Bagaimana orang tua/ keluarga menyumbang pada perkembangan anak.

Tujuan : Membantu peserta menyadari berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan berkeluarga dan pengaruhnya pada perkembangan anak.

Pertemuan II : Menanamkan kedisiplinan pada anak, siapa takut !!!

Tujuan : Membantu orang tua untuk mengajarkan pada anak bertingkah laku dan bersikap dengan tatacara yang ada.

Pertemuan III : Kasih orang tua sepanjang jalan !!!

Tujuan : Membantu peserta untuk dapat menerapkan prinsip–prinsip dalam mengasuh anak, dan serta bagaimana menghukum anak dengan kasih

Sub Tema III : Menjadi Orang tua dan Sahabat Terbaik bagi Anak.

Tujuan : Membantu peserta untuk berusaha menjadi sahabat baik bagi anak dalam keluarga.

Pertemuan I : Anak sebagai anugerah Tuhan.

Tujuan : Membantu peserta untuk selalu mensyukuri kehadiran anak

sebagai anugerah Tuhan dalam keluarga.

Pertemuan II : Orang tua sebagai contoh dan teladan iman bagi anak dalam keluarga.

Tujuan : Membantu peserta agar mampu memberikan teladan iman

bagi anak melalui kesaksian hidup setiap hari dalam keluarga.

4) Penjabaran Program

Tema Umum : Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan

Mendidik Iman Anak.

Tujuan Umum : Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas

dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga.

Tabel 20: No. Sub Tema Tujuan Judul

Pertemuan

Tujuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan 1. Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Keluarga Membantu peserta semakin menyadari akan pentingnya tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga. - Keluaga sebagai tempat pendidikan iman anak - Orang tua sebagai guru pertama dalam keluarga -Sharing -Tanya jawab -Informasi -Refleksi -Puji Syukur -Cerita -Film “ A Gift of Hope” - FC art No 36 - Panduan Rekoleksi Kelurga (Wignyasuma rta, 2000, 148-169) - Habitus Baru dalam liturgi ( KAS, 2006: 41) 2. Mengasuh dengan kasih Membantu orang tua untuk mengasuh buah hatinya 1.Bagaimana orang tua/ keluarga menyumbang pada Membantu peserta menyadari berbagai faktor yang -Berbagai macan bentuk pola asuh yang sering digunakan para -Sharing -Tanya jawab -Informasi -Refleksi - Kitab Suci - Puji syukur - Cergam -Perkembang an anak jilid 2 (Elizabeth B. Harlock,1989,

dengan kasih dan dapat memilih pola asuh yang baik bagi anak . perkembangan anak. mempengaruhi kehidupan berkeluarga dan pengaruhnya pada perkembangan anak orang tua. -Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. - Spidol - Ketas Fleb 197-229) - FC art No 36 -Habitus Baru dalam liturgi ( KAS, 2006: 41) 2. Menanamkan kedisiplinan pada anak, siapa takut !!! Membantu orang tua untuk mengajarkan pada anak bertingkah laku dan bersikap dengan tatacara yang ada. -Berbagai macam cara menanamkan disiplin kepada anak. -Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha penanaman disiplin kepada anak -Sharing -Tanya jawab -Informasi -Refleksi - Kitab Suci - Puji syukur - Cergam - Spidol - Ketas Fleb -Perkembang an anak jilid 2 (Elizabeth B. Harlock,1989, 197-229) - FC art No 36 - Psikologi perkembanga n anak dan remaja (Singgih D. Gunarsa, 1985, 80-91) 3. Kasih orang tua sepanjang jalan !!! Membantu peserta untuk dapat menerapkan prinsip–prinsip dalam mengasuh anak, dan serta bagaimana menghukum anak dengan kasih -Bentuk penerapan hukuman emas secara praktis agar dapat mempertinggi rasa kasih. - Anak adalah

bank kasih yang dapat di isi dengan kasih sayang mereka. -Sharing -Tanya jawab -Informasi -Refleksi - Kitab Suci - Puji syukur - Cergam - Spidol - Ketas Fleb -Perkembang an anak jilid 2 (Elizabeth B. Harlock,1989, 197-229) - FC art No 36 - Psikologi perkembanga n anak dan remaja (Singgih D. Gunarsa, 1985, 80-91) -Mendidik dengan kasih (Sidney D. Craig 1990) 3. Menjadi orang tua dan sahabat terbaik bagi anak. Membantu peserta untuk berusaha menjadi sahabat baik bagi anak dalam keluarga 1. Anak sebagai anugerah Tuhan. Membantu peserta untuk selalu mensyukuri kehadiran anak sebagai anugerah Tuhan dalam keluarga - Anak sebagai anugerah Tuhan

Dokumen terkait