• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL, PAROKI ROH KUDUS KEBONARUM, KLATEN, JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL, PAROKI ROH KUDUS KEBONARUM, KLATEN, JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Exnasius Indriyanto NIM : 031124016

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

Skripsi ini kupersembahkan kepada para orang tua

di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten

(5)

v

Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKu; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya

Kerajaan Sorga”

(6)
(7)

LINGKUNGAN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL, PAROKI ROH KUDUS KEBONARUM, KLATEN, JAWA TENGAH. Dengan menulis skripsi ini penulis berharap bisa mengetahui bagaimanakah pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua, seberapa besarkah pengaruhnya dan bagaimanakan atau seperti apa perkembangan iman anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus sampai saat ini.

Secara sempit pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak. Dilihat dari bentuknya dan penerapannya pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi tiga, yakni otoriter, demokratis dan permisivitas. Sedangkan pengertian iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam manusia dengan Tuhan Yesus Kristus serta mengatur hidup sesuai dengan perintah-Nya. Perkembangan hidup beriman pada umumnya melalui tahapan yang teratur dan mendalam, proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan perubahan yang terus menerus. Karena keluarga adalah pendidik yang pertama dan utama, maka perkembangan iman anak dipengaruhi oleh pola asuh orangtua. Ini karena hampir seluruh hidup anak dihabiskan dengan orang tua dan keluarga

Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho: r² = 0 (Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak – anak )

H1: r² ≠ 0 (Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap

penghayatan iman anak – anak )

Untuk menguji kebenaran hipotesis secara empirik, maka peneliti mengadakan penelitian dengan metode kuantitatif. Penelitian ini mengambil sempel seluruh populasi sebagai responden, oleh sebab itu disebut penelitian populatif. Dengan jumlah keseluruhan responden adalah sebanyak 63 anak.

Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa, persamaan regresi tunggal yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil kriteria (least square criterion) adalah: Y = - 1.665 + 1.030X1. Hal ini menunjukkan bahwa Ho

ditolak dan H1 diterima, yakni bahwa pola asuh memiliki pengaruh terhadap iman

anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel. Sedangkan nilai R² (R square)

dari tabel Summary menunjukkan sumbangan pola asuh terhadap iman anak

adalah sebesar 74.5%. Ini menunjukkan bahwa pola asuh memiliki pengaruh yang besar terhadap iman anak. Dengan melihat hasil penelitian yang telah dijalankan ini, maka perlu adanya penanganan masalah – masalah yang ada dengan katekese. Katekese ini bukan hanya untuk anak, namun terlebih lagi katekese untuk para orang tua.

(8)

viii

YAKOBUS ALFEUS TEMPEL COMMUNITY, OF THE PARISH OF HOLY SPIRIT KEBONARUM, KLATEN, CENTRAL JAVA. This thesis was conducted to know how the rearing patterns implemented by the parents is, how great the influence is and what the development of children’s faith in Santo Yakobus Alfeus environment is like up to now.

Narrowly, parental rearing patterns can be defined as the methods and the parental behavior in fulfilling their children’s needs which then will influence the children’s ability and development. Seen from the form and its implementation parental rearing patterns can be divided info three, i.e. authoritarian, democratic, permissiveness. Meanwhile the meaning of faith is the private meeting between the faithful and Jesus Christ. The development of faith life take place generally is conducted through the regular and deeper steps. This process is a dynamic one which merges the conveying and acceptance of word of God. Because of its function as the first and primary educator, thus the development of children’s faith is affected by parental rearing pattern. It is because by almost all of children’s life is spent with their parent and family.

In this research the author proposed hypothesis as follow:

H0: r² = 0 (There is not influence on the implementation of parental rearing patterns on the children faith)

H1: r² ≠ 0 (There is any influence on the implementation of parental rearing patterns on the children faith)

To test the truth of this hypothesis empirically, thus the author conducted this research by using a quantitative method. This research took sample of all of population as respondents. Thus it was called as populative research. Totally, the amount of respondents were 63 children.

Meanwhile the result of this research showed that, the simple regression equation which was gained by using method of least square criterion was Y = -1.665 + 1.030X1. It shows that H0 was rejected and H1 was accepted, i.e. that

(9)
(10)

kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai walaupun menempuh waktu yang lama melalui jalan berkelok – kelok dan terjal.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk membantu memberi gambaran kepada pengurus lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel umumnya dan para orang tua khususnya dalam penyadaran peran anak serta pengembangan iman anak – anaknya, sehingga berguna bagi gereja dan orang disekitarnya.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan segala upaya membantu penulis. Untuk itu patutlah penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada mereka semua, teristimewa kepada:

1. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd, selaku pembimbing utama, yang dengan hati tulus memberikan seluruh perhatiannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, selaku penguji II sekaligus sebagai pembimbing akademik yang selalu memberi support kepada penulis.

3. Drs. H.J. Suhardiyanto. S.J, sebagai penguji III yang dengan hati tulus memberi dukungan dan mendampingi penulis dari awal sampai akhir. 4. Para Dosen dan Karyawan IPPAK dengan fungsinya masing-masing

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ketua lingkungan Bpk. Sriyatno, yang mengijinkan saya melakukan penelitian untuk pemenuhan tugas akhir saya.

(11)
(12)

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN... iii

PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penulisan Skripsi... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Batasan Permasalahan... 6

D. Rumusan Permasalahan ... 7

E. Tujuan Penulisan ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. KAJIAN TEORITIK DAN HIPOTESIS ... 9

A. Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga Kristiani ... 9

1. Keluarga ... 9

a. Pengertian Keluarga Kristiani ... 9

b. Peranan Keluarga Kristiani ... 10

2. Peran Orang Tua ... 14

a. Mendidik ... 15

b. Mengasuh ... 18

3. Pola Asuh ... 19

a. Pola Asuh Otoriter ... 21

(13)

1. Iman ... 27

2. Tahap – tahap Perkembangan Anak ... 28

a. Tahap Anak Usia 0 – 3 Tahun ... 29

b. Tahap Anak Usia 3 – 7 Tahun ... 30

c. Tahap Anak Usia 7 – 12 Tahun ... 32

3. Konteks Perkembangan Iman anak ... 34

a. Teladan Tokoh – tokoh Identifikasi ... 34

b. Suasana ... 35

c. Pengajaran ... 35

d. Komunikasi ... 36

e. Pola Asuh ... 36

C. Penelitian yang Relevan ... 37

D. Kerangka Pikir ... 38

E. Hipotesis ... 39

BAB III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

C. Populasi dan Sampel ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Identitas Variabel ... 41

2. Definisi Operasional Variabel ... 41

E. Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data ... 42

1. Jenis Data ... 42

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 42

3. Kisi – kisi Penelitian ... 43

F. Teknik Analisis Data ... 45

1. Analisis Instrumen ... 45

a. Uji Coba Terpakai ... 45

(14)

a. Uji Prasyarat Analisis ... 48

b. Uji Normalitas ... 48

c. Uji Linieritas ... 49

d. Uji Kehomogenan ... 49

e. Analisis ... 50

BAB IV. LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Hasil Penelitian ... 51

1. Deskripsi Data Responden ... 51

2. Uji Prasyarataan ... 52

a. Uji Normalitas ... 52

b. Uji Linieritas ... 54

c. Uji Homogenitas ... 55

d. Korelasi ... 56

3. Deskripsi Data ... 57

a. Pemahaman Iman Anak ... 57

b. Penghayatan Iman Anak ... 59

c. Pola Asuh Orang Tua ... 61

B. Pengujian Hipotesis ... 62

C. Pembahasan ... 67

D. Keterbatasan Penelitian ... 73

E. Bentuk Usaha Pembinaan untuk Meningkatkan Pemahaman dan Pengetahuan Orang Tua dalam Usaha Pengembangan Pola Asuh yang Cocok Untuk Usia PIA dan PIR Lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Pluneng, Kebonarum, Klaten ………..……... 73

1. Beberapa Bentuk Alternatif ... 74

a. Rekoleksi ... 74

b. Retret ... 75

(15)

3) Isi Katekese ... 80

4) Model Katekese ... 81

2. Bentuk yang Dipilih ... 82

a. Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) ... 82

b. Langkah – langkah Shared Christian Praxis ……….. 84

c. Program Katekese ... 92

1.) Pengertian Program ... 92

2.) Pemikiran Dasar Program ... 92

3.) Usulan Tema ... 97

4.) Penjabaran Program ... 99

5.) Contoh Persiapan Katekese ... 101

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN ... 115

(16)

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dikutip dari ALKITAB DEUTEROKANONIKA 1976. Diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia Jakarta 2002)

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Ajuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

FC : Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Pastoral Keluarga, 22 Novembar 1981.

GE : Gravissimun Educationis, Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani, 28 Oktober 1965

C. Singkatan Lain Art : Artikel

KWI : Komisi Waligereja Indonesia SCP : Shared Christian Praxis

(17)

xvi

Tabel 1 : Daftar jumlah anak – anak PIA dan PIR Tabel 2 : Kisi – kisi Koesioner

Tabel 3 : Hasil pengukuran reliabilitas Tabel 4 : Data responden

Tabel 5 : Hasil uji normalitas Tabel 6 : Hasil uji linieritas Tabel 7 : Hasil uji homogenitas Tabel 8 : Hasil korelasi

Tabel 9 : Tabel pengelompokan pemahaman iman anak Tabel 10 : Tabel pengelompokan penghayatan iman anak Tabel 11 : Tabel pengelompokan pola asuh orang tua Tabel 12 : Statistik

Tabel 13 : Diskriptiv statistik

Tabel 14 : Removed

(18)

A. Latar Belakang

Perubahan jaman sekarang ini banyak ditandai oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan di bidang IPTEK juga membawa perubahan pada bidang lainnya, bidang sosial, ekonomi, budaya. Demikian pula muncul berbagai pola hidup orang jaman ini. Situasi tersebut membawa dampak positif maupun negatif.

Dampak positif yang ditimbulkan antara lain : beraneka ragam sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sudah tersedia, mudah diperoleh dan dapat memperlancar serta mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen. Begitu pula sarana komunikasi dan hiburan seperti TV, Video, handphone dan sebagainya, yang pada umumnya sudah dimiliki banyak orang, terutama televisi dan handphone yang sudah banyak dimiliki oleh banyak orang dan keluarga.

(19)

Sejauh pengamatan yang dilakukan, banyak diantara orang tua di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel ini tidak terlalu memperhatikan prilaku anaknya di rumah maupun di luar rumah. Banyak diantara orang tua memanjakan anaknya, dengan mencukupi kebutuhan mereka tanpa tahu sebab dan akibat yang akan ditimbulkan. Ada juga orang tua yang terlalu memaksa dan melindungi anak mereka, sehingga anak tidak terlalu mengenal masyarakat sekitarnya. Dan ketika terjun ke masyarakat, mereka mengalami suatu keterkejutan karena suasana dan kehidupan bermasyarakat tidak sesuai dengan apa yang mereka bayangkan. Dari keterkejutan itu anak dituntut untuk mengambil suatu sikap akan keadaan yang dialami tersebut. Jika mereka mengambil sikap yang benar maka mereka akan dapat melalui semua keterkejutan itu dengan mencapai hasil yang baik dan maksimal, namun jika sebaliknya maka mereka akan terseret ke dalam kehidupan yang bisa dibilang kurang baik. Sejauh ini jalan nomor dua inilah yang sering diambil orang atau anak-anak khususnya umat katolik sejauh pengamatan saya. Serta banyak diantara mereka ketika sudah besar dengan seenaknya pindah agama.

(20)

Kristiani juga dipengaruhi oleh pola hidup seperti tersebut di atas. Kalau demikian Keluarga Kristiani tidak berbeda dari pada keluarga pada umumnya yang hanya memperhatikan kebutuhan jasmani saja. Cukup banyak orang tua yang keseharian sibuk bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Kesibukan mereka itu sering menyebabkan kurangnya perhatian dan cinta kepada anak-anak mereka. Memang orang tua perlu memperhatikan kebutuhan materi bagi anak-anak mereka, tetapi itu belum menjadi jaminan untuk mencapai tujuan keberhasilan bagi pendidikan anak. Meskipun banyak orang tua berpendapat atau beranggapan bahwa sudah memenuhi semua kebutuhan anak berarti itu sudah mencintai mereka. Padahal dalam kenyataannya terpenuhi kebutuhan materi belum lengkap daan tidak cukup bagi anak, karena anak juga membutuhkan perhatian dan cinta dalam bentuk lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai pribadi.

Oleh karena itu keluarga kristiani sebagai keluarga beriman hendaknya mampu mencintai anak tidak hanya sebatas pemberian dalam segi materi saja, melainkan juga memberikan perhatian dan cinta yang berasal dari Allah sendiri kepada anak-anak. Perhatian dan cinta orang tua mencakup segala usaha dalam memperhatikan kebutuhan rohani anak. Dimana-mana masih banyak dijumpai anak-anak, remaja, kaum muda yang hidupnya hanya mencari kepuasan diri sendiri, mabuk-mabukan, perkelahian, pencurian perampokan, lari dari rumah dan sebagainya. Hal ini terjadi karena mereka kurang bahkan kering akan cinta dan tidak mendapatkan pembinaan iman dalam keluarga serta kadang kala pola asuh orang tua yang salah yang dapat mengakibatkan semuanya itu.

(21)

tanggung jawab untuk mendidik anak. Pendidikan anak-anak tidak hanya menyangkut pendidikan jasmani tapi juga pendidikan iman. Dalam karya tulis ini penulis mempergunakan kata pembinaan iman sebagai bagian dari pendidikan iman. Pembinaan iman dimaksudkan sebagai suatu proses dari usaha orang tua untuk menumbuhkan dan memperkembangkan iman anak melalui kegiatan-kegiatan yang berpola hidup kristiani sehingga dapat menghayati imannya dalam kehidupan sehari-hari dan pada akhirnya menjadi manusia yang beriman dewasa.

Dari pengalaman kami nampak gejala-gejala bahwa banyak orang tua yang kurang menyadari peranannya dalam membina iman anak. Walaupun mereka mengetahui tugas mereka membina iman anak, tetapi banyak perhatian mereka tersita oleh kesibukan mereka berkerja sehingga kurang dapat meluangkan waktu untuk memperhatikan pembinaan iman anak. Selain kesulitan dan hambatan yang dihadapi orang tua untuk membina iman anak, masih dirasakan adanya sikap orang tua yang otoriter, terlalu menguasai anak, kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya. Relasi antara orang tua dan anak kuang baik. Di antara mereka tidak ada saling keterbukaan sehingga tidak ada saling mengerti dan tidak mengetahui apa yang dirasakan, yang di alami oleh anak maupun orang tua.

Oleh karena itu penulis prihatin kepada anak yang tidak mendapatkan pembinaan iman anak dari orang tuanya. Pembinaan iman anak menjadi penting dalam keluarga karena iman merupakan daya kekuatan yang mampu mendorong dan menguatkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.

(22)

pembina iman anak. Dengan demikian penulis mengharapkan para orang tua agar dapat menyadari dan mampu menghayati peranan mereka yang utama dan terutama dalam mendidik iman anak (FC, art. 36) khususnya dalam membina iman anak dalam keluarga (FC, art.39).

Pembinaan di sini berarti penekanannya bukan terlebih terletak pada mengajarkan aturan-aturan dalam agama atau ajaran-ajaran Kristiani, melainkan lebih memperioritaskan upaya dalam menumbuhkan sikap hidup beriman, menciptakan suasana hidup beriman Kristiani melalui kegiatan-kegiatan yang menjadi tradisi dalam keluarga misalnya; doa keluarga, membaca dan merenungkan Kitab Suci bersama. Allah memberikan tugas ini kepada orang tua karena orang tualah yang sangat berperan utama dan terutama dalam membina iman anak. Di samping itu keluarga merupakan tempat yang paling efektif bagi persemaian, pertumbuhan dan penghayatan serta perkembangan iman anak sejak dini, karena anak lebih lama melewatkan waktu berada dalam kehidupan keluarga bersama orang tua mereka. Orang tua di sini bertindak selaku pendidik pertama dan utama (GE)

(23)

B. Identifikasi Masalah

Dari paparan mengenai latar belakang masalah dapatlah penulis merumuskan secara singkat gambaran sementara tentang bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak dalam keluarga di wilayah di mana penulis tinggal:

1. Bagaimana cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak?

2. Kendala apa yang dihadapi orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak? 3. Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dalam pembinaan iman anaknya? 4. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi orang tua berkaitan dengan pembinaan

iman dalam keluarga?

Melihat situasi tersebut penulis merasa prihatin dan ingin mengetahui seberapa besar sumbangan pola asuh orang tua terhadap pembinaan iman anak mereka. Permasalahan tersebut dibahas dalam karya tulis ini dengan metode studi pustaka dan diperkuat dengan data penelitian lapangan melalui kuesioner.

C. Pembatasan Masalah

(24)

D. Rumusan Masalah

Dari paparan mengenai latarbelakang masalah dapatlah penulis merumuskan secara singkat gambaran sementara tentang pelaksanaan pola asuh anak dalam keluarga di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel di mana penulis tinggal:

1. Bagaimanakah pola asuh orang tua di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel sejauh ini?

2. Bagaimanakah perkembangan iman anak di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel?

3. Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan iman anak?

Melihat situasi tersebut penulis merasa prihatin dan ingin mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan iman. Permasalahan tersebut dibahas dalam karya tulis ini dengan metode studi pustaka dan diperkuat dengan data penelitian lapangan melalui kuesioner.

E. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pola asuh yang diterapkan orang tua selama ini.

2. Mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dalam perkembangan iman anak.

(25)

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi saya pribadi penelitian ini membantu untuk mengetahui pola asuh yang benar dan sesuai dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan anak.

2. Bagi orang tua:

a. Membantu menyadarkan dan meyakinkan orang tua akan pentingnya pembinaan iman anak mereka masing-masing sehingga keluarga dapat harmonis dan sesuai dengan kehendak Allah.

(26)

Pada bagian ini, penulis hendak memaparkan bagaimana pola asuh orang tua dapat berpengaruh pada iman anak-anak mereka. Sebelum itu akan dipaparkan bagaimana orang tua dipandang dari sudut keluarga kristiani dan bagaimana peranan keluarga kristiani itu sendiri. Kemudian setelah melihat berbagai peranan orang tua dalam keluarga kristiani, penulis mengajak untuk melihat bagaimana pola asuh yang hendaknya diterapkan pada anak mereka. Dan melihat bagaimana pola asuh dapat mempengaruhi iman anak, serta bagaimana tahap-tahap perkembangan iman anak.

A. Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga Kristiani 1. Keluarga

a. Pengertian Keluarga Kristiani

Keluarga pada umumnya dimengerti sebagai persekutuan hidup antara individu yang mempunyai ikatan darah. Kemudian masih dibedakan adanya keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan keluarga dalam arti yang luas terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, nenek, sanak saudara. Bahkan saat ini pembantu rumah tangga dan anak kost yang hidup serumah juga termasuk dalam pengertian keluarga. (Caroline: 4)

(27)

merupakan suatu persekutuan hidup dan cinta. (GS Art. 48) Hidup dan cintakasih keluarga berdasar dan bersumber pada cintakasih kristus. Cintakasih Kristus yang mewarnai hidup keluarga inilah yang menjadi kekhasan keluarga kristiani. Maka keluarga kristiani dimengerti sebagai persekutuan hidup pribadi-pribadi yang sedarah dan terikat yang berdasarkan cintakasih Allah yang berpola hidup Yesus Kristus. Dengan demikian hidup perkawinan dan keluarga mengandung nilai luhur. Nilai luhur itu terkandung dalam panggilan hidup perkawinan dan keluarga itu sendiri

Sebagai Gereja kecil yang dipanggil untuk ikut serta mewartakan Injil, mengembangkan hidup secara manusiawi dan kristiani dalam keluarga demi pembaharuan masyarakat dan umat Allah.

b. Peranan Keluarga Kristiani

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting, karena keluarga sebagai tempat pertama dibentuknya kepribadian. Maka faktor keluarga memiliki peranan yang penting dan sentral dalam perkembangan kepribadian anak. (Djamaludin Ancok, Dkk: 78-80)

(28)

keluarga kristiani yang terdiri dari empat peranan menurut Anjuran Aspostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang keluarga dalam Dokumentasi Femiliaris Consortio, akan kami jelaskan berikut ini. (FC. Art: 17-64)

1) Membentuk Persekutuan Pribadi-Pribadi

Keluarga mempunyai peranan membentuk persekutuan pribadi-pribadi. Membentuk persekutuan pribadi berarti membangun persekutuan pribadi-pribadi dalam suatu komunitas yang berdasarkan pada cintakasih. Pribadi yang bersekutu atau bersatu adalah pertama-tama suami dan isteri, kemudian orang tua dan anak-anak serta sanak-anak saudara. Pribadi-pribadi yang hidup dalam keluarga memerlukan dasar untuk mempersatukan mereka. Dasar yang mengikat persatuan mereka adalah cintakasih. Cintakasih merupakan dasar kekuatan dan tujuan akhir hidup keluarga. Tanpa dilandasi dan diperkokoh dengan cintakasih, keluarga tidak dapat hidup berkembang atau menyempurnakan diri sendiri persekutan pribadi-pribadi.(FC. Art: 18)

Terbentuknya persekutuan itu pertama kali dijalin dan berkembang oleh persekutuan suami-isteri melalui janji perkawinan. Mereka ini “bukan lagi dua melainkan satu” (Mat 19: 6).

(29)

Wanita dan pria mempunyai martabat yang sama. Wanita dalam keluarga berperanan sebagai isteri dan ibu. Peranan seorang ibu dalam keluarga perlu dijunjung tinggi martabatnya. Peranannya dalam keluarga ikut menentukan terutama dalam pendidikan iman anaknya. Anak pertama kali dalam hidupnya mengenal ibunya sejak dalam rahim. Maka anak pertama kali mengerti apa itu iman juga dari ibunya yang sejak bayi menyusui, mengasuh, dengan penuh kasih sayang dan menyediakan keperluan rumah tangga. Di samping berperan sebagai ibu juga seorang isteri yang mempunyai kewajiban untuk selalu taat dan setia kepada suaminya. Seorang ”isteri hendaklah menghormati suaminya.” (Ef 5: 33)

2) Mengabdi Kehidupan

Peranan keluarga menyalurkan kehidupan diwujudkan melalui pengadaan keturunan. Kesuburan cintakasih suami isteri terbuka bagi adanya keturunan. Hubungan suami isteri tidak hanya berpusat pada hubungan seks saja. Seksualitas harus semakin mengarahkan diri masing-masing pribadi dengan cintakasih yang mendalam dan penuh syukur atas rahmat kasih Allah yang telah memanggil mereka untuk hidup berkeluarga. Maka peranan prokreasi keluarga harus semakin mempersatukan ikatan mereka yang tak terceraikan. Oleh karena itu segala usaha yang menghalangi terjadinya prokreasi dengan tujuan dan cara apa pun yang melanggar hakekat perkawinan dan melanggar nilai moral harus ditolak. (FC. Art:32)

(30)

cintakasih kepada Allah dan sesama, sehingga menunjang pendidikan pribadi termasuk pembinaan iman anak. Maka keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama yang dibutuhkan bagi keluarga itu sendiri, Gereja dan masyarakat. (FC. Art:36)

3) Ikut serta Dalam Pengembangan Masyarakat

Keluarga sebagai sel masyarakat mempunyai peranan yang pertama dan amat penting dalam mengembangkan masyarakat yang sehat. Masyarakat yang sehat dapat terwujud oleh faktor adanya keluarga yang sehat pula.

Ada tiga syarat menentukan kesehatan keluarga: kesatuan keluarga (monogami), kokohnya keluarga (tak terceraikan), dan pendidikan yang dilaksanakan oleh orang tua sebagai pendidikan pertama dan utama denan penuh tanggung jawab. (Sekertariat Nasional K.M./CLC, Hal:12)

(31)

4) Berperan Serta dalam Kehidupan dan Misi Gereja

Keluarga Kriustiani mempunyai peranan untuk ikut serta dalam kehidupan dan misi Gereja. Keluarga dan Gereja mempunyai ikatan yang mendalam yaitu menjadikan keluarga suatu “Gereja kecil” (“Ecclesia Domestica” = Gereja rumah tangga) sedemikian rupa sehingga dengan caranya sendiri keluarga menjadi lambang yang hidup dan penampilan historis bagi misteri Gereja. (FC. Art: 49) Oleh karena itu keluarga tidak hanya menerima cintakasih kristus dan menjadi rukun hidup yang diselamatkan, melainkan mereka diharapkan juga dapat menyalurkan cinta kasih Kristus kepada saudara-saudara mereka. Hanya dengan demikian keluarga mampu menjadi persekutuan yang menyelamatkan.

Keluarga menjalankan tugas kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi berkenaan dengan kehendak Allah dengan menyambut dan mewartakan Sabda, yang terjadi dalam iman Kristiani yang harus tampak dalam persiapan, peresmian dan penghayatan hidup berkeluarga. (FC. Art:51)

2. Peran Orang Tua

(32)

sebagai orang tua, seperti yang telah dikatakan oleh Evi bahwa orang tua berperan dalam mengasuh dan mendidik anak mereka.

a. Mendidik

Mendidik memiliki arti yang cukup luas, terutama dalam hal mendidik anak. Mendidik anak dapat diartikan; sebagai usaha untuk membekali anak dalam hal bertutur kata, bertindak dan cara hidup yang baik menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. (Hurlock, 1989: 82) Dalam usaha mendidik anak, para orang tua berusaha untuk menciptakan suatu suasana dalam keluarga sehingga tercipta suasana yang mendukung dalam proses pendidikan bagi anak-anak mereka. Menurut Anton dkk (1990: 67) peranan orang tua dalam keluarga adalah bagian utama yang harus dilakukan orang tua dalam usaha menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak dalam upaya menciptakan prestasi yang optimal. Pada umumnya orang tua memiliki peranan yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan oleh Ngalim Purwanto mengenai peranan ibu dan ayah terhadap pendidikan anak-anak. (Ngalim Purwanto: 90-92)

Peranan ibu dalam hal ini tidak dapat disangkal dan dipungkiri lagi. Ibu adalah pendidik yang pertama, didikan ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar dan tidak dapat diabaikan. Untuk itu seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai dalam mendidik anak-anak. Secara naluri seorang ibu adalah bersifat menjaga, melindungi, menyayangi, dan memberikan pengetahuan-pengetahuan dasar bagi anak.

(33)

kasih sayang, pengasuh dan pemelihara, tempat untuk mencurahkan segala isi hati, pengatur kehidupan dalam rumah tangga, pembimbing hubungan pribadi, dan pendidik dalam segi-segi emosioanal. (Ngalim Purwanto: 93)

Peranan ayah sebenarnya tidak berbeda jauh dengan peranan seorang ibu sendiri; memberikan kasih sayang, mengasuh dan memelihara serta mencurahkan segala isi hati. Namun yang paling utama sebagai seorang ayah adalah memberikan nafkah bagi anak dan istri serta memberikan kehidupan yang layak bagi anak dan istri. Jika ditinjau lebih dalam lagi dari segi fungsi dan tugasnya sebagai ayah, yaitu sebagai pemberi rasa aman bagi keluarga, pelindung dan pendidik dari segi rasional juga sangat dibutuhkan bagi seorang anak.

Orang tua bukanlah satu-satunya faktor penentu bagi perkembangan anak, masih ada faktor individu dan faktor lingkungan lain disekitar anak yang dapat pula mempengaruhi perkembangan anak. Namun demikian orang tua dapat mengarahkan perkembangan anak sejauh mungkin, dengan menyadari akan peranannya yang besar dalam kehidupan anak.

Selain berbagai pengertian dan pengetahuan yang harus diperoleh orang tua, hendaknya sikap-sikap orang tua juga harus diperhatikan, guna perkembangan anaknya. Sikap tersebut antara lain: Adiwardhana (dalam Gunarsa,1985: 61-64)) 1) Antara ayah dan ibu harus ada kesesuaian serta konsistensi dalam hal mendidik

(34)

mengaburkan pengertian anak tentang apa yang baik dilakukan dan yang tidak baik untuk dilakukan.

2) Berbagai sikap yang dilakukan oleh orang tua. Sikap ayah terhadap ibu atau sikap ibu terhadap ayah, bagaimana sikap terhadap saudara-saudaranya dan kepada yang lain. Sikap-sikap tersebut dapat berpengaruh pula dalam perkembangan anak, walaupun tidak secara langsung, yakni melalui proses peniruan. Proses peniruan oleh anak ini biasanya dipengaruhi oleh sikap atau tingkahlaku orang-orang yang dekat dengannya dan yang anak temui setiap harinya.

3) Penghayatan yang sungguh-sungguh dari orangtua akan agama atau kepercayaan yang dianutnya, akan berpengaruh pada sikap dan tindakan mereka setiap harinya. Penghayatan dan kepercayaan orangtua berpengaruh pula pada pola atau cara para orangtua dalam mengasuh, mendidik, memelihara, dan mengajar anak-anak mereka. Semuanya ini dapat menjadi dasar yang kuat untuk perkembangan anak, jika anak banyak dibekali dengan ajaran-ajaran agama, dan hidup dalam kepercayaan dan kesetiaan kepada Allah yang cukup.

(35)

anaknya, hendaknya orangtua konsekuen dengan pola hidup kesehariannya. Jika tidak sesuai ajaran dengan kenyataan, dapat menimbulkan konflik dalam diri anak dan menjadikan alasan tersebut sebagai senjata untuk tidak melakukan apa yang diajarkan orangtuanya. (Gunarsa, dkk 1985:62)

b. Mengasuh

Tidak hanya mendidik saja, melainkan juga bagaimana cara orang tua dalam mengasuh anak-anak mereka. Orang tua perlu menciptakan suasana lingkungan yang ramah atau keluarga yang serasi. (Conny.S :64) Sedangkan Elizabeth (1990: 201) menambahkan:

“Anak mengharapkan bimbingan dan pengembangan model pola perilaku yang disetujui secara sosial dari orang tua, anak mengharapkan orang tua sebagai rekan yang dapat diminta bantuan dalam memecahkan masalah yang dihadapi atau sebagai teman berdiskusi da bertukar pikiran.”

Di atas telah dijelaskan bagaimana orang tua hendaknya memenuhi kebutuhan anak-anaknya baik secara jasmani maupun rohani. Karena pada hakekatnya demikianlah peran orang tua. Jika semua itu tidak dapat terpenuhi maka akan berdampak buruk bagi anaknya. Russen (1983:11) menyatakan:

“Anak yang tidak memperoleh apa yang diinginkan dan tidak memperoleh kasih sayang dari orang tua akan dapat menyebabkan keterbelakangan kerohaniannya dan mengacaukan emosi, ... karena ketiadaan ikatan dengan orang tua maka terdapat kemungkinan anak akan tumbuh kurang mempunyai kesungguhan dan berperasaan dingin, juga ada kemungkinan anak akan tumbuh menjadi anak yang bengal, lekas berubah-ubah dan tumbuh ke arah penyakit jiwa.”

(36)

contoh atau teladan kepada anak-anaknya. Dalam perkembangannya, anak perlu dibimbing untuk mengetahui, mengenal, dan mengerti kemudian menerapkannya kepada kehidupannya sehari-hari. Maka dari itu orang tua hendaknya memiliki kecakapan dalam mengasuh anak mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam perkembangan anak, baik secara jasmani ataupun rohani.

3. Pola Asuh

Menjadi orang tua bisa dan dapat terjadi dengan sengaja maupun tanpa disengaja, tetapi bagi bagaimanapun kejadiannya, mengasuh anak merupakan suatu panggilan yang harus kita jalankan. Mengasuh anak merupakan salah satu pekerjaan yang bisa dikatakan menantang, menuntut dan menegangkan dari semua pekerjaan yang telah dilalui atau bahkan di muka bumi ini. Mengasuh seorang anak merupakan pekerjaan yang paling penting, sebab sebagaimana pekerjaan itu dilakukan akan dapat berpengaruh pada hati, jiwa dan kesadaran generasi berikutnya, terhadap pengalaman mereka, persediaan ketrampilan mereka dan pada perasaan mereka yang mendalam tentang diri mereka sendiri serta kemungkinan tempat mereka dalam dunia yang cepat berubah. Dalam mengasuh anak diperlukan kesadaran dan keterlibatan batin atas diri sendiri dan juga dalam memelihara dan membesarkan anak-anak. Ketrampilan dalam mengasuh dan penguasaan batin dalam diri kita, hanya dapat kita atau orang tua pupuk dan tumbuh kembangkan melalui pengalaman-pengalaman pribadi, serta dari berbagai buku yang menyajikan berbagai macam cara dalam mengasuh anak.

(37)

kepada kemampuan dan perkembangan anak. (Syamsudin, Dkk:11)Perhatian paling vital dari orang tua terhadap anak-anaknya adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani mereka. Namun demikian, sangatlah mengherankan bahwa sebenarnya betapa sedikit yang melakukan hal itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Makanan, tempat perlindungan, dan pakaian adalah bahan-bahan pokok untuk melanjutkan hidup yang oleh keluarga-keluarga termiskin pun di sepanjang sejarah sebagian besar telah berhasil terpenuhi.

Perhatian utama yang kedua dari kebanyakan orang tua adalah membesarkan anak-anaknya agar kelak menyadari bagaimana dapat mengembangkan kemampuan mereka dan dapat hidup dengan lebih baik lagi. Dengan membantu anak untuk tumbuh dan menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab merupakan suatu kepuasan dan kegembiraan yang tak dapat disamai oleh keberhasilan dalam usaha manapun juga (Anak: 16).Bahkan, di luar masalah kepuasan dan kegembiraan yang dirasakan secara pribadi itu, anak merupakan penghubung antara orang tua dengan masa yang akan datang.

(38)

pikiran tersebut memiliki beberapa kekeliruan dan dapat merugikan bagi perkembangan anak. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai orang tua secara baik, orang tua hendaknya membuang segala anggapan-anggapan yang salah dan menggantinya dengan suatu gagasan baru yang lebih baik dan masuk akal.

Pola pengasuhan orang tua berdasar pada kedisiplinan, memiliki tiga kecenderungan. Ketiga kecenderungan pola asuh orang tua yaitu:

a. Pola asuh Otoriter

(39)

Harlock (1989) berpendapat bahwa sikap otoriter adalah suatu kegiatan dalam mengasuh anak dengan cara membatasi setiap tingkah laku anak dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Dalam menjalankan aturan-aturannya orang tua yang memakai pola ini sering sekali terlalu kaku dan terlalu memaksakan kehendaknya kepada anak mereka. Ketika anak tidak dapat mencapai apa yang diinginkan atau menolak perintah yang diberikan, maka hukuman secara fisik maupun psikologis sering mereka dapatkan. Kondisi tersebut cenderung memacu anak untuk selalu gelisah, penakut, menarik diri, sehingga canggung dalam interaksi dan sulit menghadapi pengalaman-pengalaman baru, serta memiliki sikap ketergantungan baik pada orang tua maupun pada orang lain, kurang rasa percaya diri dan frustasi.

Seperti halnya Harlock, Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa juga mengatakan hal yang senada tentang bagaimana sikap atau cara mengasuh yang benar, serta akibat-akibat yang akan ditimbulkan jika dalam melakukan pola asuh yang salah. Menurut Gunarsa ada beberapa dimensi yang muncul dari proses pola asuh yang dilakukan orang tua, di antaranya adalah:

Gunarsa mengemukakan bahwa sikap atau pola asuh yang otoriter atau sikap penolakan yang dilakukan orang tua membawa akibat buruk pada anak. Menurut Darji Darmodiharjo (1980: 54) sikap otoriter adalah

(40)

Efek akibat buruk tersebut terutama pada perkembangan dan proses tingkah laku anak, sikap tersebut berakibat juga sebagai berikut: (Gunarsa, Dkk: 122)

1) Anak akan merasa diri tak aman dalam keseharian mereka.

2) Penolakan secara terang-terangan menyebabkan anak menjadi pribadi yang agresif.

3) Penolakan yang diselubungai sikap perlindungan yang luar biasa ketat menyebabkan anak memiliki kepribadian yang sukar untuk bergaul, pemalu, dsb.

Sikap penolakan mendorong orangtua cenderung membuat orangtua untuk tidak mempedulikan anak dan bersikap kasar pada anak. Penolakan terhadap anak dapat mengakibatkan anak mengalami problem dalam tingkah laku mereka dikemudian hari.

b. Pola asuh Demokratik

(41)

Dengan menempatkan anak di tempat sebagai mana mestinya dapat membantu anak untuk semakin berkembang dan mampu untuk bersikap dewasa dalam menghadapi tantangan yang akan dihadapi. Dengan cara ini pada umumnya dapat bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, secara emosional dalam keadaan setabil, dan tentunya bahagia. (Harlock)

Pola asuh yang dapat membantu anak dapat berkembang dengan baik adalah dengan menjalin hubungan yang hangat dan erat antara orang tua dan anak. Dengan mengkomunikasikan segala masalah dalam keluarga dan dengan memberikan tugas-tugas yang praktis kepada anak, merupakan kegiatan instruktif yang dapat membantu memacu perkembangan serta kemampuan anak.(Gunarsa., Dkk: 35) Dengan kehangatan dalam mengasuh anak, serta memberikan kesempatan pada anak dapat membantu mereka untuk berkembang dan semakin mampu dalam menjalani dinamika hidup sehari-hari. Darji Darmodiharjo (1980: 56) menyatakan:

“Keluarga demokratis bersikap menghargai anak yang dipimpinnya secara tepat dalam hal ini orang tua memperlakukan anak secara tepat sesuai dengan perkembangan umur anak. orang tua memperhatikan keinginan anak dan selalu mempertimbangkan usulan atau masukan dari anak-anaknya.”

(42)

c. Pola asuh Permisivitas

Pola asuh permisif ditandai oleh karakteristik yang jelas terlihat perbedaannya. Sikap permisif justru menimbulkan kesan hangat dan ramah. Meskipun demikian, sikap tersebut justru tidak dimanfaatkan untuk menciptakan dan mengkomunikasikan disiplin-disiplin yang diharapkan. Stewart dan Koch (1983: 225) menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. Anak dituntut atau sedikit sekali dituntut untuk suatu tanggung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberikan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri atau orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Sementara itu, Bowerman, Elder dan Elder (dalam Conger, 1975: 113) mengatakan, ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang tuanya. Anak akan merasa bahwa orang tuanya tidak peduli karena selalu mengarahkan pada tuntutan atau permintaan yang diajukan.

(43)

Mereka selalu ingin diperhatikan dan menuntut orang lain untuk selalu melayani mereka. Dengan sikap demikian menyebabkan penyesuaian sosial menjadi buruk baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Situasi tersebut cenderung ,emdorong anak untuk bersikap dominan, mudah marah, namun lekas pula berubah sikap menjadi menyenangkan. (Steinberg dkk, Hetherington dan Parke dalam Listiara., 1996: 27)

Sikap permissif atau sikap memanjakan anak membawa dampak yang tidak kalah buruk bagi perkembangan kepribadian anak. Sikap permissif atau sikap memanjakan anak yang dilakukan para orang tua ini dapat mengakibatkan gangguan laju pertumbuhan menuju kedewasaan. Menurut Gunarsa, Dkk (1985: 106) sikap ini mengakibatkan:

1) Perkembangan emosi anak terhambat, sehingga anak tetap bersikap kekanak-kanakan.

2) Anak selalu menuntut agar kebutuhannya dapat terpenuhi.

3) Mudah menangis (cengeng) dan marah kalau permintaannya tidak segera dipenuhi.

4) Mengalami kesulitan dalam bergaul dengan anak yang sebaya, karena meminta perhatian terus menerus serta sulit untuk dapat berkerja sama.

B. Perkembangan Iman Anak

(44)

usia ini anak mudah mendapat rangsangan ataupun input dari dalam maupun dari luar lingkup keluarga selain orang tua.

1. Iman

Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam Tuhan Yesus Kristus yang hidup, suatu penerimaan yang menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan diri dan memberikan diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh cinta, suatu penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur hidup sesuai dengan perintah-Nya. Bila sabda Allah adalah wahyu, maka sabda manusia adalah iman.

Sabda Allah mengundang kesediaan manusia, kesediaan Allah mengundang kesediaan manusia untuk membuka diri, tindakan Allah mendesak tindakan manusia dan pemberian diri Allah mengharapkan penyerahan diri manusia. Maka wahyu itu menuntun iman. Proses penerimaan wahyu, dalam iman itu sendiri tidak sekali jadi sebagai satu langkah jawaban akan wahyu Allah yang diwartakan. Pada umumnya perkembangan hidup beriman melalui tahap-tahap yang teratur dan mendalam. Proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan perkembangan yang terus menerus. (Amalorpavadass, D.S., 1972: 11)

(45)

Iman merupakan jawaban pribadi manusia atas wahyu yang diberikan pada manusia dan firman yang telah Dia nubuatkan kepada pendahulu kita. Dalam menanggapi wahyu dan firman Allah, orang yang beriman harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada kuasa Tuhan.

2. Tahap-tahap Perkembangan Iman Anak

Telah banyak usaha yang dilakukan oleh orang tua dan pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan perkembangan anak. Adalah harapan dan cita-cita dari setiap orang tua untuk dapat memperkembangkan anak-anaknya semaksimal mungkin agar anak tersebut dapat berhasil dan mampu dalam memenuhi tugas-tugas dalam setiap fase-fase perkembangan yang harus seorang anak lalui. Pada prinsipnya perkembangan anak tidak terbatas dalam artian tumbuh menjadi besar. Namun lebih bersifat teratur dan berkesinambungan, antara tahap satu dengan tahap yang lain.

(46)

adalah metode dalam pengasuhan yang diterapkan di rumah. Biasanya suatu cara pengasuhan yang diterapkan di rumah merefleksikan harapan-harapan dan sikap tertentu dari setiap orang tua.

Seperti segi-segi lain dari kepribadian anak, iman anak juga berkembang dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam perkembangan iman anak adalah sebagai berikut:

a. Tahapan anak usia 0-3 tahun

Menurut Gunarsa, dkk (1985: 8) dalam masa ini lebih penting mengetahui bagaimana seorang bayi itu lahir dari pada mengetahui kapan atau jam berapa bayi tersebut lahir. Karena proses kelahiran adalah proses di mana pertama kali seseorang itu melakukan penyesuaian diri terhadap suhu, pernafasan, terhadap makanan, sirkulasi darah dan pencernaan. Walaupun bayi yang baru lahir nampak lemah dan seakan-akan pasif saja karena sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat tidur, namun bayi mungil itu sebenarnya sudah memiliki sejumlah kesanggupan untuk melajar melakukan pilihan dan kesanggupan untuk membeda-bedakan. Di bawah ini beberapa ciri proses perkembangan pada bayi:

1) Secara fisik, perkembangan anak baru nampak dari semakin bertambah ukuran panjang dan berat badan anak.

(47)

3) Perkembangan kognitif pada anak seusia ini ditandai oleh perasaan rasa ingin tahu yang besar.

4) Pada masa ini pulalah permulaan dari perkembangan bicara anak.

5) Dalam hal emosi dan sosial, masa bayi dipandang sebagai fase di mana bayi pertama kali menjalin suatu relasi dengan orang lain. Jika kebutuhan keterikatan terpenuhi, maka akan terpupuk rasa aman dan percaya. Kedua hal ini merupakan salah satu dasar penting bagi perkembangan emosi dan sosial seseorang. Pengalaman penting di masa ini adalah hubungan kerja dengan orang dewasa, terutama orangtua. Namun jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan timbul ketegangan dan perasaan gagal pada diri anak, di mana memupuk timbulnya rasa ragu dan malu.

Dalam hal iman tahapan ini disebut juga “tahapan primal”. Benih iman dalam kurun hidup paling dini ini terbentuk oleh “rasa percaya si anak pada orang-orang yang mengasuhnya” dan juga oleh “rasa aman yang dialami di tengah-tengah lingkungannya”. Seluruh interaksi timbal-balik antara si anak dan orang-orang di sekitarnya merupakan titik tolak dari perkembangan imannya. Interaksi yang mendukung perkembangan imannya adalah interaksi yang dapat menumbuhkan keyakinan dirinya, bahwa ia adalah insan yang dicintai dan dihargai. ( Soerjano, 2006: 12-13 )

b. Tahapan anak usia 3-7 tahun

(48)

1) Dilihat dari segi motorik, anak pada masa ini lebih lincah dan aktif dalam bergerak. Ini dikarenakan semakin matangnya perkembangan otak yang mengatur sistem syaraf pada otot. Dengan semakin aktif bergeraknya anak pada usia ini, nampak terlihat perubahan gerakan dari gerakan yang masih kasar, kegerakan yang lebih halus. Dan ini memerlukan kontrol otot, kecermatan dan koordinasi yang baik. Maka ini harus dilatih dengan permainan yang sederhana dan alat main yang sederhana untuk membantu merangsang dan memperkembangkan aspek motorik anak.

2) Perkembangan pikiran dan bahasa, akan berkembang dengan sendirinya sejalan dengan pematangan organ-organ bicara dan fungsi berfikir, lingkungan juga membantu mengembangkannya. Dilihat dari bahasa, anak pada tahap ini bisa dibilang “haus nama”, di mana segala macam hal mereka akan tanyakan. Sedang segi perkembangan berpikir, anak berada pada tahapan pra-operasional dan egosentris.

(49)

Dalam tahapan ini disebut juga “tahapan intuitif proyektif”. Unsur yang paling penting pada tahapan ini ialah intuisi anak itu sendiri, yang sifatnya belum rasional. Intuisi tersebut dipakai si anak untuk memahami dunia di sekitarnya. Dengan memakai intuisi tersebut anak menangkap nilai-nilai religius yang dipantulkan oleh para tokoh kunci (ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster dan sebagainya). Maka dari itu, pada tahapan ini anak memahami atau membayangkan Tuhan sebagai Sang Tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster atau tokoh-tokoh yang berpengaruh lainnya. Pada tahapan ini, iman seorang anak diwarnai oleh rasa takut dan rasa horma pada tokoh-tokoh kunci tersebut. Dalam usaha-usaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada tahapan usia ini sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang sederhana, tidak terlalu mengandalkan penalaran, dan menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang nyata. Keteladanan hendaknya lebih diandalkan dalam usaha-usaha pendidikan iman dalam tahapan ini, serta melalui prilaku yang nyata dari para tokoh-tokoh kunci. ( Soerjano, 2006: 12-13 )

c. Tahapan anak usia 7-12 tahun

(50)

harapan-harapan atas dirinya. Di bawah ini adalah berbagai keterampilan yang perlu dimiliki oleh anak pada usia ini meliputi: (Gunarsa, dkk.,1985:14)

1) Keterampilan untuk menolong dirinya sendiri (self-help skills).

2) Keterampilan bantuan sosial (social-help skills): di mana anak mampu untuk membantu segala pekerjaan rumah tangga. Ini dapat memupuk sikap kerjasama dan perasaan diri bahwa dirinya berguna bagi orang lain.

3) Ketrampilan sekolah (school skills): keterampilan ini meliputi dua aspek yakni ketrampilan dalam hal akademik dan non akademik.

4) Ketrampilan dalam bermain (play skills): ini berhubungan dengan ketrampilan dalam memainkan berbagai macam bentuk permainan.

Jika dilihat dari segi emosi, anak usia ini mulai belajar untuk mengendalikan emosi mereka dengan berbagai macam cara yang dapat diterima di lingkungan sekitarnya. Di akhir masa sekolah, karena tujuan utama mereka hanya agar diakui oleh kelompoknya, maka mereka cenderung memainkan aturan-aturan yang diterapkan oleh kelompok, dari pada aturan yang dibuat oleh para orangtua. Anak belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain dan menemukan identitas dirinya melalui pola pengasuhan orangtua di rumah dan dalam pergaulan sosial sehari-hari.

(51)

rekaan. Tuntunan pengajaran lewat kisah rekaan cenderung dapat diterima oleh mereka secara harafiah. Sama dengan usaha-usaha pengembangan iman anak pada tahap sebelumnya, dalam tahapan ini usaha pengembangan iman hendaknya dilaksanakan dengan cara yang sederhana dan tidak terlalu mementingkan atau mengandalkan pada penalaran. ( Soerjano, 2006: 12-13 )

3. Konteks Perkembangan Iman Anak

Soerjanto (2006: 13) dalam bukunya tentang pendidikan iman anak menyebutkan bahwa, perkembangan iman anak biasanya berlangsung dalam konteks atau ruang lingkup yang diwarnai oleh beberapa hal berikut:

a. Teladan tokoh-tokoh identifikasi

Iman biasanya tumbuh pada anak pada saat ia mengamti dan mengikuti tokoh-tokoh identifikasinya, secara spontan dan belum terlalu disadari. Tokoh-tokoh identifikasi tersebut adalah orang-orang dewasa yang terpenting dan terdekat baginya, yakni orang tuanya. Sikap dan prilakunya mengacu pada sikap dan prilaku dari orang-orang dewasa yang dihormatinya, tokoh-tokoh panutanya.

(52)

b. Suasana

Yang dimaksudkan dengan suasana adalah keadaan di suatu tempat. Suasana itu sulit untuk dirumuskan, tetapi lebih mudah untuk dirasakan dan dialami. Bagi seorang anak, suasana merupakan keadaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, membuatnya kerasan atau tidak kerasan. Pengaruh suasana rumah terhadapnya sangatlah besar, apalagi bila hal itu dialaminya selama bertahun-tahun. Karena itulah pimpinan gereja katolik menegaslan bahwa suasana keluarga yang diresapi kasih dan hormat mempengaruhi anak seumur hidupnya. (CT Art:68)

Suasana memang dapat terjadi karena kebetulan saja. Mengingat pengaruhnya yang besar pada perkembangan iman anak, suasana dirumah sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan saja, melainkan karena “diciptakan” atau “direkayasa” (dalam artian yang positif) sedemikian rupa sehingga anak dapat berkembang imannya dalam keluarga. Suasana demikian dapat diciptakan dengan cara: dengan sikap dan prilaku semua anggota keluarga yang penuh kasih sayang dan keakraban, kemudian acara dan irama hidup sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan semua anggota keluarga dan sekaligus memungkinkan terciptanya selingan yang menyegarkan; rumah baik ruangan-ruangan dan kebun sebaiknya ditata sedemikain rupa sehingga menciptakan suasana yang manusiawi dan kristianni, dan tersedianya fasilitas yang memadahi, terutama bagi anak.

c. Pengajaran

(53)

dengan kebutuhan serta daya tangkap anak dan sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan iman serta perkembangan kepribadian anak.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan iman anak antara lain sebagai berikut: pertama-tama pengajarah harus sesuai dengan keadaan anak, serta kepekaan dalam emosionalnya; dan berbagai kesulitan dan masalah-masalah yang dialaminya, demikian pula pengajaran hendaknya membantu anak untuk mengolah pengalaman dan perasaannya; dalam pengajaran hendaknya bersifat komunikatif, tidak terlalu mendoktrin anak, dan mampu merangsang anak untuk dapat berpikir secara aktif.

d. Komunikasi

Komunikasi antar semua anggota keluarga merupakan salah satu faktor pendukung terpenting dalam perkembangan iman anak yang takkan dapat tergantikan. Memang hal-hal yang dikomunikasikan tidak selalu atau tidak harus menyangkut atau mengenai iman. Sementara itu, dalam berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, misalnya: kebiasaan untuk berterus-terang atau bersembunyi-sembunyi, kebebasan untuk berpikir ataukah ketaatan yang buta. Dalam masa globalisasi sekarang ini, dimungkinkan munculnya bentuk-bentuk baru dalam hal komunikasi.

e. Pola Asuh

(54)

bukan karena pengaplikasian tindakan – tindakan yang dialami orang tua dimasa kecil. Tidaklah bagi bahwa anak diberikan makanan, minuman, dan pakaian yang memadahi. Mereka ingin dekat dengan orang tua. Mereka ingn dilindungi dan disayangi oleh kedua orang tua mereka. Selain itu anak ingin agar mereka diajak untuk bertukar pikiran oleh orang tua mereka. Janganlah mereka dianggap atau diperlakukan seolah-olah mereka itu tidak mampu berpikir. Tidak jarang para orang tua memaksakan kehendak mereka, karena merasa lebih tua dan berpengalaman. Padahal, sebagai pribadi yang berkehendak bebas, setiap anak punya kehendak dan kemauan sendiri, dan dia tidak berbahagia bila orang lain memaksakan kehendaknya atas dirinya. Maka dari itulah pola asuh orang tua diperlukan untuk mengajarkan mereka untuk berkehendak bebas, tetapi diterangi oleh ajaran kristiani

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan untuk skripsi ini, adalah:

(55)

2. “Hubungan Pola Pengasuhan Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II SLTP pangudi Luhur Tuntang Tahun ajaran 2003/2004”. Penelitian ini mengambil sampel siswa sebanyak 79 orang. Dengan hasil penelitian sebagai berikut; a. Tidak ada hubungan positif antara pola pengasuhan orang tua demokratis dengan prestasi belajar. b. Tidak ada hubungan negatif antara pola pengasuhan orang tua otoriter dengan prestasi belajar. c. Ada hubungan negatif yang signifikan antara pola pengasuhan orang tua permisif dengan prestasi belajar.

D. Kerangka Pikir

Hubungan pola asuh orang tua dengan iman anak.

Keterangan:

X : Pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak. Pola Asuh yang diterapkan orang tua memberikan pengaruh yang besar terhadap anak disaat pertumbuhannya. Dilihat dari bentuknya dan penerapannya pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi tiga, yakni Otoriter, Demokratis dan permisivitas. Y : Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam Tuhan Yesus Kristus yang

hidup, suatu penerimaan yang menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan diri dan memberikan diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh

(56)

cinta, suatu penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur hidup sesuai dengan perintah-Nya. Pada umumnya perkembangan hidup beriman melalui tahap-tahap yang teratur dan mendalam. Proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan perubahan yang terus menerus.

Dengan melihat situasi demikian maka antara variabel satu mempengaruhi variabel yang lain dalam perkembangannya.

E. Hipotesis

Ho: r² = 0 (Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak – anak )

H1: r² ≠ 0 (Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap

(57)

Pada bagian ini akan dijelaskan jenis penelitian, tempat dan waktu, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, jenis dan instrumen pengumpulan data, kisi-kisi instrumen penelitian, dan teknik analisa data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif model regresi. Regresi antar pola asuh orang tua dengan iman anak. Prinsip penelitian regresi ini adalah menguji variabel tak bebas dengan variabel bebas. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui, memperkirakan dan menafsirkan besarnya efek kuantitatif dari suatu kejadian terhadap kejadian lain, (Sulaiman, 2004: 2).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek atau pengaruh dari pola asuh orang tua terhadap iman anak mereka di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel di paroki Roh Kudus, Kebonarum, Klaten.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(58)

merupakan paroki yang baru berdiri, baru berdiri sekitar ± 10 tahun. Penelitian direncanakan dilaksanakan berlangsung pada bulan September - Oktober 2007.

C. Populasi dan Sampel

Penelitian ini mengambil sempel seluruh populasi sebagai responden, oleh sebab itu disebut penelitian populatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak/ remaja katolik di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel Paroki Roh Kudus Kebonarum Klaten. Kriteria dalam penelitian populatif ini adalah anak berusia sekolah antara 6 sampai 12 tahun dan bertempat tinggal di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel, karena tempat penelitian tersebut mudah dijangkau oleh peneliti.

Tabel 1: Jumlah anak PIA/ PIR

Responden Jumlah

Laki-laki 29 anak

Perempuan 34 anak

Jumlah 63 anak

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Identitas Variabel

(59)

Pola asuh adalah interaksi orang tua dengan anak-anaknya termasuk ekspresi, sikap, nilai, perhatian dalam mengurus dan mendidik anak mereka. Adapun bentuknya meliputi: otoriter, permisivitas, dan demokratis.

b. Iman Anak.

Iman anak adalah pengetahuan dalam hal ekaristi, doa serta sikap dan keteladanan moral yang diajarkan Yesus dan sikap hidup anak akan Yesus Kristus berserta ajaran – ajarannya.

E. Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta atau angka. Dalam hal ini data yang digunakan dalam penelitian adalah data interval berupa tingkatan angka atau nilai. Jenis data yang akan dipakai adalah dalam bentuk tes dan skala sikap dengan sejumlah soal.

2. Instrumen Pengumpulan Data

(60)

kuesioner sudah disediakan sehingga subyek cukup memberi tanda centang (√) pada salah satu alternatif pilihan yang dianggap sesuai dengan keadaan dirinya. Adapun kategori masalah-masalah siswa adalah selalu (SL), sering (S), kadang-kadang (K), dan tidak pernah (TP).

3. Kisi-kisi Penelitian

Tabel 2:

 Menyebutkan para petugas liturgi

 Menjelaskan urutan tata perayaan Ekaristi siapa sepuluh perintah Allah diturunkan

 Hari kelahiran Yesus

 Hari kematian Yesus

 Kota kelahiran Yesus

 Mukjizat pertama Yesus

 Inti pewartaan Yesus

8

(61)

 Allah maha kuasa

 Kebangkitan Yesus

 Sakramen yang paling dasar

 Sakramen yang

diterima sekali seumur hidup

5

Penghayatan  Ekaristi  Kebiasaan mengikuti misa

 Melakukan perbuatan baik

 Mengasihi sesama

manusia

Demokratis  Diberikan tugas-tugas yang praktis dalam keluarga

 Didampingi dalam belajar

 Bercengkrama dengan orangtua

(62)

keluarga

 Kurang dipercaya orang tua

 Cita-cita ditentukan oleh orang tua

 Orang tua

menentukan pola pergaulan

 Sering mendapatkan hukuman

8

Permisivitas  Keinginan selalu dipenuhi

 Orang tua memberi tanggung jawab penuh

 Menuntut perhatian dan pelayanan orang lain

7

F. Teknik analisis data

1. Analisis Instrumen a. Uji coba terpakai

Pengembangan instrumen terhadap-masalah-masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji coba terpakai. Artinya data yang diperoleh dari hasil uji coba yang dilaksanakan terhadap responden melalui kuesioner yang diedarkan diolah untuk mendapatkan validitas dan realibilitas alat untuk selanjutnya dipakai untuk uji hipotesis. Untuk alat yang tidak valid akan didrop/ dihilangkan berikut datanya, kemudian data dan alat yang valid diolah untuk dianalisis lebih lanjut dalam penelitian.

(63)

b. Validitas

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan suatu instrumen. Untuk mengukur tingkat keabsahan suatu instrumen dapat mengunakan program exel dalam komputer

Uji Validitas dilakukan dengan, melakukan uji validitas konstruk, yakni dengan melalui analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap kisi – kisi terhadap variabel-variabel penelitian dengan yang dilakukan dengan bantuan komputer program exel. Untuk mencapai syarat validitas dengan taraf signifikansi 5%. Maka jika korelasi antara kisi - kisi dengan skor total kurang dari 0,5 maka kisi – kisi dalam instrumen tersebut dianggap tidak valid (Sugiono, 1999).

1) Hasil uji coba validitas butir skala pemahaman dan penghayatan iman dengan jumlah soal 35 dari 60 butir soal yang telah diujikan dengan mengunakan koefisien product moment pada taraf signifikansi 5% dan dengan melihat N jumlah responden yang ada yaitu sebanyak 63 orang. Maka dapat disimpulkan bahwa, dengan jumlah N = 63 dan taraf signifikansi 5% maka nilai kritis yang diambil adalah sebesar 0,254. Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa, data yang telah dikumpulkan sejumlah 35 soal dari 60 soal yang ada terdiri dari soal pemahaman iman sebanyak 20 butir dan soal penghayatan iman sebanyak 15 butir yang telah berhasil dikumpulkan dapat dinyatakan valit dikarenakan memiliki nilai kritis berkisar antara 0,254 – 0,6. (Lihat tabel dilampiran)

(64)

jumlah soal sebanyak 25 butir. Dengan mengambil koefisien product moment

pada taraf signifikansi 5% dan dengan nilai kritis 0,254 serta jumlah N = 63 orang. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh soal dinyatakan valit dengan nilai kritis yang dicapai berkisar antara 0,28 – 0,6 . (Lihat tabel dilampiran)

c. Reliabilitas

Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan formula koefisien Alpha dari Cronbach dengan menghitung koefisien reliabilitas setiap faktor, kemudian menghitung koefisien gabungan dari seluruh faktor pada tiap variabel. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu skala ukur suatu faktor atau variabel tertentu berjalan secara konsisten. Uji reliabilitas dalam penelitian ini mengukur konsistensi internal yaitu, apakah item-item dari skala yang dipakai berhubungan satu dengan yang lainnya. Besar koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00 dan tidak ada patokan yang pasti. Tetapi jika koefisien reliabilitas semakin mendekati 1,00 itu berarti hasil ukur mendekati taraf sempurna. Dalam penelitian ini uji reliabilitas menggunakan program SPSS.13 seperti yang terdapat dalam tabel berikut:

Tabel 3:

Hasil Pengukuran Reliabilitas

Variabel r i (Alfa) r tabel Keterangan

Penghayatan Iman 0,71 0,254 Reliabel

(65)

2. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis a. Uji Prasyarat Analisis

Data diambil dari seluruh populasi anak atau remaja di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, dan dilakukan secara acak. Mereka dari berbagai latar belakang keluarga yang berbeda, serta dari latar belakang pendidikan yang berbeda pula. Anak-anak dan remaja tersebut diminta bantuannya untuk mengisi sejumlah pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Data yang ingin diambil adalah tentang iman mereka serta bagaimana pola asuh orang tua mereka. Sehingga dapat dilihat apakah pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perkembangan iman anak.

Uji normalitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkkan berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Apabila data yang terjaring berdistribusi normal, maka analisis untuk menguji hipotesis dapat dilakukan.

b. Uji Normalitas

Uji Normalitas berdasarkan pada kemiringan (skewness). Jika nilai skewness

berada pada nilai antara – 0.5 sampai dengan 0.5 maka dapat disimpulkan bahwa sampel berdistribusi normal. Selain itu untuk menentukan normal tidaknya distribusi skor juga dilakukan uji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (Nutosis, 1988). Hipotesis yang diuji ialah:

(66)

Dengan demikian, kenormalan dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk

suatu taraf signifikansi antara skor 0.05. sebaliknya, jika hasil uji signifikansi maka

kenormalan tidak terpenuhi. Untuk mengetahui signifikan atau tidak signifikan suatu

hasil uji kenormalan, dapat menetapkan taraf signifikansi uji p = 0.05. kemudian

hasil yang telah diperoleh dibandingkan dengan p yang telah ditentukan. Jika hasil

signifikansi yang diperoleh > p, maka sampel berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. Namun jika hasil signifikansi yang diperoleh < p, maka sampel

berasal bukan dari populasi yang berdistribusi normal.

c. Uji Linieritas

Linieritas hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dapat dilakukan melalui uji F dengan taraf signifikansi 0.05. Jadi jika hasil uji signifikansi maka kelinieran terpenuhi. Dan sebaliknya jika hasil uji tidak signifikansi maka kelinieran tidak terpenuhi.

d. Uji Kehomogenan

(67)

e. Analisis data

(68)

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan secara detail hasil penelitian, deskripsi data penelitian, pengujian hipotesis, pembahasan dan usulan program pastoral pendampingan.

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Responden

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap penghayatan iman anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah.

Subyek dalam penelitian ini terdiri dari anak – anak PIA – PIR di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah. seperti tertera dalam tabel berikut:

Tabel 4: Data Responden

Responden Jumlah Persen (%)

Laki – laki 29 46.0317

Perempuan 34 53.9682

Jumlah 63 100

(69)

Dari kuesioner yang diedarkan sebanyak 63 buah dengan jumlah responden 63 orang semuanya dikembalikan dengan baik. Ke 63 kuesioner ini memenuhi syarat dan kemudian diolah lebih lanjut dalam penelitian ini.

2. Uji Prasyaratan a. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan nilai kolmogorov- smirnov. Pengambilan kesimpulan apakah suatu variabel dikatakan mempunyai data yang berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat nilai kolmogorov-smirnov dan tingkat signifikansinya. Apabila nilai kolmogorov-smirnov mempunyai tingkat signifikansi lebih besar daripada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Sebaliknya apabila nilai kolmogorov-smirnov mempunyai tingkat signifikansi lebih kecil daripada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.

Adapun hasil pengujian normalitas pada masing-masing variabel dan subvariabel (indikator) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 5:

Tests of Normality

.161 29 .054 .902 29 .011

.157 34 .033 .935 34 .043

jenis kelamin pria

wanita penghayatan

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correction a.

(70)

Tests of Normality

.137 29 .172 .942 29 .111 .146 34 .063 .891 34 .003 jenis kelamin

pria wanita pola asuh

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correction a.

Data yang diambil adalah dari Kolmogorov-Smirnov. Untuk mengetahui kenormalan dari data yang telah ada, digunakan atau ditetapkan taraf signifikansi uji adalah p = 0.05. Untuk data nilai tentang pola asuh dapat dilihat bahwa dari kelompok laki-laki taraf signifikansinya = 0.054 dan untuk kelompok perempuan juga memiliki taraf signifikansi = 0.033 Dengan demikian, data nilai pola asuh pada kelompok laki-laki berasal dari populasi berdistribusi normal, sedangkan pada perempuan berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, pada taraf signifikansi 0.05.

(71)

b. Uji Linieritas

Tabel 6: LINIERITAS

ANOVA Table

3874.103 29 133.590 7.551 .000 3323.054 1 3323.05 187.829 .000

551.049 28 19.680 1.112 .382

583.833 33 17.692

(72)

dibandingkan dengan p yang ada, taraf signifikansi yang diperoleh < P yakni hanya 0.000. maka dapat disimpulkan bahwa linieritas dalam kuesioner yang disebarkan telah dipenuhi dengan baik.

c. Uji Homogenitas

Uji Kehomogenan dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih suatu kelompok data sampel berasal dari populasi-populasi yang memiliki variansi yang sama. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan program SPSS

sehingga muncul data yang menunjukkan hasil uji kehomogenan data iman anak (Y). Dan serta data nilai yang menunjukkan hasl uji kehomogenan data pola asuh (X).

Tabel 7:

Test of Homogeneity of Variance

1.619 1 61 .208

Test of Homogeneity of Variance

Gambar

Tabel 1: Jumlah anak PIA/ PIR
Tabel 2: Kisi-kisi Kuesioner
Tabel 4:
Tabel 5: NORMALITAS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumus korelasi product moment dapat diketahui pengaruh antara kompensasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan adalah terdapat hubungan yang positif

penyertaan modal ke dalam modal saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pindad yang statusnya sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) ditetapkan berdasarkan Peraturan

14 Rizka Putri Adriani SMAN 34 JKT JAKARTA SELATAN. 15 Mujahidin Yusuf SMAN 47 JKT

Bab ini berisikan tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah paritas pada responden yang melakukan pemeriksaan pap smear di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten sebagian besar

Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) SOIna adalah satu-satunya organisasi di Indonesia yang menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga bagi

Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora

 Bagaimana Penting Media Massa yang berkaitan dengan UU Keterbukaan Memperoleh Informasi Publik ini,dapat dikaitkan dengan fungsi media