• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Kepada pihak Sekolah diharapkan dapat memberdayakan siswa untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik dan PSN secara rutin sebagai kegiatan pencegahan dan pemberantasan DBD dilingkungan sekolah. Kepada siswa yang telah mendapatkan penyuluhan diharapkan dapat melanjutkan praktik pemantauan jentik dan PSN di lingkungan rumah masing-masing. 2. Kepada Dinas Kesehatan khususnya, petugas kesehatan untuk dapat

melakukan penyuluhan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan metode ceramah dan media leaflet kepada anak SD sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan siswa dalam menerapkan kegiatan pemantauan jentik dan PSN dilingkungan sekolah dan rumah sebagai salah satu program dalam pencegahan dan pemberantasan DBD.

3. Diharapkan adanya penelitian yang lebih mendalam mengenai metode dan media penyuluhan yang lainnya dan dapat dikembangkan dengan menggunakan kontrol pada subjek penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas dan merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak (Widyono, 2008).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti yang sering menimbulkan wabah dan kematian (Depkes RI, 2004).

Demam dengue (DF) dan Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi disertai dengan leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Suhendro dkk, 2006).

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, genus Flavivirus yang termasuk Arbovirus (Arthopod borne virus) grup B yang secara serologis terdapat 4 tipe, yaitu virus dengue tipe 1, tipe 2, tipe 3, dan tipe 4 (Soedarto, 2009). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi pada serotipe tersebut, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan memadai terhadap serotipe yang

Indonesia (Depkes RI, 2004).

2.1.2 Epidemiologi

Sejak Abad ke-18, insfeksi virus dengue telah ada di Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh seorang dokter berkebangsaan belanda, David Bylon. Pada tahun 1968, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dilaporkan terjadi sebanyak 58 kasus dan dengan kematian yang sangat tinggi yaitu sebanyak 24 orang (case fatality rate = 41,3%) di Surabaya dan Jakarta. (Depkes RI, 2004)

Menurut Depkes RI (2004), ada beberapa faktor yang sangat kompleks yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), antara lain adalah (1) Terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang terjadi tidak terencana dan juga tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis (banyak kasus), dan (4) Terjadi peningkatan sarana transportasi.

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit virus yang tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis dengan penderita utamanya adalah anak - anak berusia di bawah 15 tahun, namun saat ini banyak orang dewasa yang juga terserang penyakit ini. Sumber penularan utama adalah manusia dan primata, sedang penularnya adalah nyamuk Aedes aegypti . Penyakit DBD bersifat endemis di Indonesia baik di daerah perkotaan/urban maupun di daerah pedesaan/rural (Soedarto, 2009).

11

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Menurut World Health Organization (2004), patogenesis Demam Berdarah

Dengue tidak begitu dipahami, tetapi terjadi dua perubahan patofisiologik,yaitu :

a. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia dan syok. Demam Berdarah Dengue mempunyai ciri unik karena kebocoran plasma yang khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum dengan periode cukup singkat (24-48 jam)

b. Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia, sehingga

terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan.

2.1.4 Gejala/Tanda dan Pertolongan Penderita DBD

Menurut Kemenkes RI (2014), gejala/tanda demam berdarah dengue antara lain adalah :

1. Gejala/Tanda Awal

− Hari pertama sakit : Panas mendadak terus menerus, badan lemah atau lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.

− Hari kedua atau ketiga: Ulu hati seringkali terasa nyeri, karena terjadi perdarahan di lambung. Tampak bintik-bintik merah pada kulit (petekie) seperti bekas gigitan nyamuk, yang disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit.

2. Gejala/Tanda Lanjutan

− Kadang-kadang terjadi pendarahan di hidung (mimisan) dan atau di gusi Mungkin terjadi muntah dan atau buang air kecil/besar bercampur darah. Bila

tidak segera ditolong dapat meniggal dunia

− Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba, kemungkinan yang terjadi selanjutnya penderita bisa sembuh atau memburuk. Pertolongan yang dapat dilakukan kepada penderita DBD antara lain adalah :

a. Pertolongan Pertama DBD dengan Gejala/Tanda Awal

− Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak seperti air putih, susu, teh/air minum lainnya, atau larutan oralit.

− Berikan kompres air hangat

− Berikan obat penurun panas (parasetamol) kepada penderita b. Tindakan apabila ada penderita dengan gejala/tanda lanjut

− Anjurkan segera untuk periksa ke dokter, poliklinik, Puskesmas atau rumah sakit untuk dapat memastikan penyakitnya dan mendapat pertolongan yang tepat.

2.1.5 Penularan

Menurut Depkes RI (2005), penularan Demam Berdarah Dengue dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya, tempat yang potensial untuk terjadi penularan antara lain:

1. Wilayah yang banyak kasus atau endemis DBD,

2. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya

13

pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar, seperti sekolah, rumah sakit, dan tempat umum lainnya

3. Pemukiman baru di pinggir kota. Karena di daerah ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing daerah asal.

Demam Berdarah Dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus betina. Nyamuk ini mendapatkan virus dengue

sewaktu menggigit/menghisap darah orang yang di dalamnya terdapat virus

dengue, baik yang sakit maupun tidak menunjukkan gejala sakit. Virus dengue

akan berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk kelenjar air liur. Virus ini akan dipindahkan melalui air liur nyamuk saat menggigit/menghisap darah orang lain dan virus ini akan menyerang sel pembeku darah dan merusak dinding pembuluh darah kecil (kapiler), sehingga terjadi pendarahan dan kekurangan cairan bahkan bisa sampai mengakibatkan renjatan (syok) (Kemenkes RI, 2014).

Gambar 2.1 Penularan DBD

Vektor utama penyakit Demam Berdarah Dengue adalah nyamuk Aedes

aegypti dan nyamuk Aedes albopictus sebagai vektor potensialnya. Aedes aegypty

tersebar luas di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Nyamuk Aedes

aegypti dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran nyamuk

rumah, berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan terutama kakinya. Morfologi yang khas adalah gambaran lira (lyre-form) pada punggungnya. Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, nyamuk betina meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur pada tempat perindukannya. Tempat perindukan nyamuk ini adalah tempat-tempat berisi air jernih yang dekat dengan rumah penduduk biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah, berupa tempat perindukan buatan manusia seperti tempayan atau gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, jambangan atau pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan, serta tempat perindukan alamiah seperti kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, lubang pada pohon yang berisi air hujan (Djakaria, 2000).

2.2.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Richard dan Davis yang dikutip oleh Seogijanto (2006), klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta

15

Bangsa : Diptera Suku : Culicidae Marga : Aedes

Jenis : Aedes aegypti L.

2.2.2 Siklus Hidup dan Morfologi Nyamuk Aedesaegypti

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorphosis sempurna, yaitu : telur, jentik, kepompong, nyamuk. Stadium telur, jentik, dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6 - 8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2 - 4 hari. Pertumbuhan dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu selama 9 - 10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2 sampai 3 bulan (Depkes RI, 2008).

Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Telur berberbentuk ellips/oval memanjang, berwarna hitam dengan ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung dan diletakkan satu persatu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan air. (Soegijanto, 2006).

Gambar 2.3 Telur Nyamuk Aedes aegypti

(Sumber : Kemenkes RI, 2011)

b. Larva (Jentik)

Gambar 2.4 Larva Nyamuk Aedes aegypti

(Sumber : Kemenkes RI, 2011)

Telur menetas menjadi larva atau sering disebut jentik. Stadium ini berlangsung 5 – 7 hari, perkembangan larva tergantung pada temperatur air, kepadatan larva, dan tersedianya makanan, larva nyamuk hidup dengan memakan

17

organisme – organisme kecil serta akan mati pada suhu dibawah 10 diatas suhu 36 . Larva nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang cukup jelas. Larva nyamuk. biasanya menggantungkan tubuhnya agak tegak lurus pada permukaan air, untuk mendapatkan oksigen di udara. (Sembel, 2009)

Jentik mengalami 4 tingkatan yang disebut instar, yaitu instar I, II, III dan IV dengan waktu pertumbuhan jentik instar I selama 1 hari, jentik instar II selama 1 – 2 hari, jentik instar III selama 2 hari, jentik instar IV selama 2 - 3 hari. (Kemenkes RI, 2014).

c. Pupa (Kepompong)

Pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca „koma‟. Tahap pupa umumnya berlangsung selama 2 - 4 hari (Achmadi, 2011).

Gambar 2.5 Pupa Nyamuk Aedesaegypti

Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk waktu/periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering serta menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1 (Achmadi, 2011).

Tubuh nyamuk Aedes aegypti tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk penghisap dan termasuk lebih menyukai darah manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytopagus) karena bagian mulut lebih lemah dan tidak mampu menembus kulit manusia. Nyamuk betina mempunyai antenna tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose (Sogiejanto, 2006).

2.2.3 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti. a. Tempat Perkembangbiakan

Tempat perkembangbiakan utama Aedes aegypti ialah tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau wadah yang tidak beralaskan tanah di dalam atau di sekitar rumah atau tempat-tempat umum yang biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung behubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti dapat dikelompokkan menjadi (Depkes RI, 2008) :

1. Tempat penampungan air (TPA) yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti : drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan juga ember.

19

2. Tempat penampungan air tetapi bukan digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas seperti ban, kaleng, botol, plastik dan lain sebagainya.

3. Tempat penampungan air alamiah seperti : lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu dan lain-lain.

Menurut Kemenkes RI (2014), tempat perkembangbiakan nyamuk terdapat di dalam rumah misalnya tatakan pot bunga, tatakan dispenser, tatakan kulkas, bak mandi/WC, vas bunga, tempat minum burung, dan lain-lain, dan di luar rumah misalnya tempayan, drum, talang air, tempat penampungan air hujan/air AC, kaleng bekas, botol plastik, ban bekas, pelepah pisang, potongan bambu, plastik, dan lain-lain.

Gambar 2.6. Tempat-tempat potensial perkembangbiakan nyamuk di dalam rumah

Gambar 2.7 Tempat-tempat potensial perkembangbiakan nyamuk di luar rumah

(Sumber : Kemenkes RI, 2014)

b. Perilaku Makan

Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia daripada binatang (antrophilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai dikeluarkannya telur biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Nyamuk betina biasanya mencari mangsanya pada siang hari dengan aktivitas menggigit mulai pagi sampai sore hari dengan 2 puncak aktifitas antara jam 09.00 - 10.00 dan 16.00 - 17.00 WIB. Nyamuk Aedes aegypti tidak seperti nyamuk lain, nyamuk ini bersifat

multiple bites atau menghisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik

untuk memenuhi lambungnya dengan darah, oleh karena itu, nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit (Depkes RI, 2008).

21

c. Perilaku Istirahat

Menurut WHO (2004), nyamuk Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembap, dan tersembunyi di dalam rumah/bangunan termasuk di kamar tidur, kamar mandi, maupun dapur. Nyamuk Aedes aegypti jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan atau tempat terlindung lainnya.. Di dalam ruangan permukaan yang disukai nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat adalah di bawah furniture, benda yang tergantung, seperti baju, gorden serta dinding. d. Jarak Terbang

Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi sejumlah faktor diantaranya adalah ketersediaan tempat bertelur dan darah, namun tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan. (WHO, 2004). Meskipun jangkauan terbang (flight range) rata-rata Aedes aegypti sekitar 100 meter namun nyamuk Aedes aegypti dapat terbang hingga beberapa kilometer pada keadaan tertentu dalam usaha mencari tempat perindukan untuk meletakkan telur (Soegijanto, 2006).

2.3Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue

Menurut Sogiejanto (2006), untuk mengatasi penyakit Demam Berdarah

Dengue masih belum ada cara yang efektif karena sampai saat ini belum

ditemukan obat anti virus Dengue yang efektif maupun vaksin untuk melindungi diri terhadap infeksi virus tersebut. Oleh karena itu cara penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue dapat dilakukan melalui pengendalian vektornya yaitu nyamuk Aedes Aegypti.

dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu : 1) Pengendalian Kimiawi

Pengendalian kiwiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida yang ditujukan terhadap nyamuk dewasa Aedes aegypti menggunakan insektisida dari golongan organochlorine, organophospor, carbamate dan pyrethroid yang diaplikasikan dalam bentuk semprot, juga terhadap larva atau jentik Aedes aegypti menggunakan insektisida dari golongan organophospor (Temephos) dalam bentuk

sand granules yang dilarutkan dalam air tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti/abatisasi (Soegijanto, 2006).

2) Pengendalian Biologis

Pengendalian hayati atau pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan pemangsa. Ikan kepala timah dan ikan gabus adalah contoh beberapa ikan pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa golongan cacing Nematoda merupakan parasit pada larva nyamuk, dan sebagai patogen seperti golongan virus, bakteri, jamur atau protozoa yang dapat dikembangkan sebagai pengendalian hayati larva nyamuk ditempat perindukannya (Soegijanto, 2006).

3) Pengendalian Cara Radiasi

Pengendalian jenis ini dilakukan pada nyamuk dewasa jantan yang diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga nyamuk menjadi

23

mandul, meskipun nyamuk jantan akan berkopulasi dengan nyamuk betina namun tidak akan dihasilkan telur yang fertil (Soegijanto, 2006).

4) Pengendalian Lingkungan

Pengendalian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, jendela dan pintu dan pada saat ini kegiatan yang digalakkan oleh pemerintah yaitu gerakan 3M (Soegijanto, 2006).

2.4Pemantauan Jentik dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Kegiatan pemantauan jentik merupakan bagian penting dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dalam hal untuk mengetahui keberadaan jentik (Kemenkes RI, 2014).

Menurut Depkes RI (2008), pemeriksaan jentik oleh Jumantik dilakukan dengan cara :

1. Memeriksa bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya. 


2. Jika tidak tampak jentik saat diperiksa, tunggu kurang lebih 0,5-1 menit, jika terdapat jentik ia akan muncul ke permukaan air untuk bernapas/mengambil oksigen. 


3. Kemudian diperiksa tempat-tempat lain yang dapat menampung air seperti vas bunga, tempat minum burung, kaleng - kaleng, plastik, ban bekas, dan lain lain yang menjadi tempat potensial berkembangbiaknya nyamuk Aedes

melakukan pemantauan jentik yaitu talang atau saluran air yang rusak/tidak lancar, lubanglubang yang terdapat pada potongan bambu, pohon, dan tempat -tempat lain yang memungkinkan air tergenang. Tujuan umum pemeriksaan jentik adalah untuk menurunkan populasi nyamuk penular demam berdarah dengue serta jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD melalui juru pemantau jentik (Depkes RI, 2008).

Pengendalian Vektor DBD yang paling efektif dan efisien adalah dengan memutus rantai penularan penyakit DBD dengan pemberantasan jentik yang pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya - upaya pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan-kegiatan 3 M plus (Kemenkes RI, 2011). Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) adalah kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya (Depkes RI, 2005).

Tujuan PSN DBD adalah mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah maupun dikurangi. Sasaran dari kegiatan PSN yaitu semua tempat perkembangbiakan nyamuk, seperti tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, non - TPA atau tempat yang digunakan untuk penampungan air yang bukan untuk keperluan sehari – hari serta tempat penampungan air alamiah (Kemenkes RI, 2011).

25

Menurut Kemenkes RI (2011), pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah Dengue dilakukan dengan cara „3M-Plus‟, 3M dalam hal ini adalah : 1. Menguras, dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak

mandi/wc, drum, dan tempat penampungan air lainnya seminggu sekali (M1). Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk terjadi selama 7 - 10 ( Chahaya, 2003).

2. Menutup rapat - rapat tempat penampungan air, seperti gentong air atau tempayan, dan tempat penampungan air lainnya (M2).

3. Memanfaatkan/mendaur ulang, menyingkirkan/mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk (M3).

Menurut Kemenkes RI (2011), selain kegiatan tersebut diatas juga ditambah (plus) dengan cara atau kegiatan lainnya, yatu :

a. Mengganti atau menukar air yang terdapat pada vas bunga, tempat minum burung atau tempat lain yang sejenis dalam waktu seminggu sekali.

b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar maupun yang rusak c. Menutup lubang - lubang yang terdapat pada potongan bambu/pohon, dan

lainnya dengan menggunakan tanah dan lain sebagainya

d. Membubuhkan bubuk larvasida, seperti pada tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.

e. Memelihara ikan pemakan jentik di dalam kolam atau bak-bak penampungan air. Ikan pemakan jentik seperti ikan gufi, ikan kepala timah dan lain-lain (Soegijanto, 2006).

lubang di atas jendela dan pintu rumah atau ventilasi dapat menghalangi nyamuk dewasa masuk ke dalam rumah (Anggraeni, 2010).

g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian-pakaian dalam kamar. Di dalam ruangan, salah satu permukaan istirahat yang disukai nyamuk Aedes aegypti adalah benda yang tergantung seperti baju/pakaian (WHO, 2004).

h. Mengupayakan agar terdapat pencahayaan dan ventilasi yang memadai di dalam ruangan.

i. Menggunakan kelambu pada saat tidur.

j. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, dan cara lain-lain untuk mengurangi kontak nyamuk dengan manusia.

Kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara luas dan berkesinambungan untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini. Oleh karena itu sosialisasi kepada masyarakat/individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta pemberian penghargaan (reward) bagi yang berhasil melaksanakannya (Kemenkes RI, 2011).

27

Gambar 2.8 3M Plus

(Sumber : Kemenkes RI, 2010)

2.5Survei Jentik

Menurut Depkes RI (2008), untuk mengetahui keberadaan jentik Aedes

aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan survei jentik sebagai berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang–biakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan (pengelihatan) pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik ada.

c. Untuk memeriksa tempat–tempat perkembangan yang kecil, seperti vas bunga/ pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya yang keruh, biasanya digunakan senter.

a. Single larva : Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. b. Visual : Cara ini dilakukan cukup dengan melihat ada atau tidaknya jentik di

setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Cara Visual biasanya digunakan dalam program DBD.

Menurut Depkes RI (2008), ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti:

a. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah

yang diperiksa.

umlah rumah bangunan yang ditemukan jentik umlah rumah bangunan yang diperiksa 1 b. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan jentik dari

seluruh kontainer yang diperiksa.

umlah kontainer yang ditemukan jentik umlah kontainer yang diperiksa 1

c. Breteau Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan jentik dalam 100

rumah/bangunan.

umlah kontainer yang ditemukan jentik1 rumah yang diperiksa 1 d. Angka Bebas Jentik (ABJ)

A umlah rumah bangunan yang ditemukan jentik umlah rumah bangunan yang diperiksa 1 Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk pada suatu wilayah (Depkes RI, 2008). Menurut Sari (2012)

29

yang mengutip dari WHO, kepadatan nyamuk dikatakan tinggi dan berisiko tinggi untuk penularan D D jika dan ≥ 5 serta nilai ≥ 2 . Sedangkan ABJ

Dokumen terkait