• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

1. Notaris yang melakukan legalisasi terhadap akta dibawah-tangan yang dibawa para pihak ke hadapannya disarankan memberikan saran hukum mengenai syarat sahnya suatu kesepakatan dan memberikan saran-saran tentang kelengkapan bukti-bukti yang diperlukan untuk sempurnanya suatu kesepakatan. Dengan demikian kesepakatan yang dibuat menjadi berimbang dan tidak akan merugikan salah satu pihak kelak ketika kesepakatan itu dilaksanakan.

2. Notaris hendaknya terlebih dahulu menerangkan apa arti legalisasi notaris, bagaimana dampak hukumnya terhadap akta yang dilegalisasinya serta bagaimana bentuk pertanggung jawaban yang diakibatkan perbuatan itu kepada para penghadap. Dengan demikian para pihak dapat memahami/mengetahui pengertian legalisasi secara benar, bagaimana bentuk pertanggung jawaban masing-masing pihak termasuk Notaris apabila dikemudian hari terjadi permasalahan hukum terhadap akta dibawah-tangan yang dilegalisasi itu.

3. Para pihak dan Notaris, hendaknya lebih mementingkan untuk membuat akta otentik. Dengan demikian syarat-syarat formal dari akta yang dibuat akan terpenuhi. Ada jaminan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta sebagaimana tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak yang menghadap. Serta adanya jaminan kepastian bahwa apa yang tersebut dalam akta itu merupakan alat bukti yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta maupun terhadap mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum kecuali ada pembuktian sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Adjie, Habib., Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, 2008.

Algra,N.E. Gokkel, H.R.W., Saleh Adwinata, Kamus Istilah Hukum, Bina Cipta, Bandung, 1983.

Ali, Achmad., Mengenal Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofi dan Sosiologi),

Prenada Media, Jakarta, hal 2005.

Andasasmita, Komar.,Notaris I, Sumur Bandung, Bandung 1981.

_____________, Komar.,Notaris Selayang Pandang,Alumni Bandung, 1994, hal 24. Anshori Abdul Ghofur, Lembaga kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan

Etika,UII Press, Yogyakarta, 2009.

Azed, Abdul Bari.,Profesi Notaris sebagai Profesi Muda,Media Ilmu, Jakarta, 2005. Badrulzaman, Mariam Darus., Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni

Bandung, 1986.

Bambang Sunggono, Bambang.,Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Hadiwinata, Rudi., Aspek Hukum Kenotariatan Dalam Perjanjian, Citra Ilmu, Jakarta, 2012.

Harahap, M. Yahya.,Hukum Acara Perdata,Sinar Grafik, Bandung, 2005.

_____________, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, 2000, Jakarta.

Hatta, Ahmad., Tafsir Qur’an Perkata, Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul dan Terjemah, Magfirah Pustaka, Jakarta, 2009.

Ihsanudin, Mohammad Najib, Sri Hidayati (eds), Panduan pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantren,Yogyakarta: YKF dan Ford Foundation, 2002.

Kamelo,Tan.,Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan. Alumni Bandung.

Kelsen, Hans., Teori Hukum Murni dengan buku asli General Theory of Law and State, alih bahasa Somardi, Rimdi Press, Jakarta, 2001.

Kie, Tan Thong.,Serba-Serbi Praktek Kenotariatan,Van Hoeve, Jakarta, 2000. _____________, Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku I, Ichtiar Baru

Van Hoeve, Jakarta, 2000.

Kohar, A.,Notaris Dalam Praktek Hukum,Alumni Bandung, 1984. _____________,Notariat Berkomunikasi,Alumni, Bandung, 1984.

Lumban, Tobing G.H.S.,Peraturan Jabatan Notaris,Erlangga, Jakarta, 1999. _____________,Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta, 1990.

Manan, Bagir.,Hukum Positif Indonesia, UII Press, Yokjakarta, 2004.

Mertokusumo, Sudikno.,Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1979.

Muhammad, Abdulkadir., Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta 2003.

Mujieb, M. Abdul, dkk., (eds), Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT.Pustaka Firdaus, 1994.

Nawawi, Mohammad Affandi., Notaris sebagai Pejabat Umum Berdasarkan UUJN Nomor 30 tahun 2004,Mitra Media, Jakarta, 2006.

Notodisoerdjo, R. Soegondo., Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan,

Rajawali, Jakarta, 1982.

_____________,Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, 1993, Jakarta.

_____________,Hukum Notariat di Indonesia,Rajawali, Jakarta, 2003.

Nurman.,Implementasi UUJN Kaitannya dengan Pengawasan,Renvoi 30 November 2005.

Pitlo,Pembuktian dan Daluwarsa,Internusa, Jakarta, 1986.

Putri, AR.Perlindungan Hukum terhadap Notaris, Sofmedia, Jakarta, 2011. Sabiq, Sayyid.,Fikih Sunnah-14, , Cet. ke-1,Alma’arif, Bandung,1987,

Sammi, Hendry.,Legalisasi dan Akibat Hukumnya Bagi Notaris, Citra Ilmu, Jakarta, 2009.

Sasangka, Hari., Penyidikan, Penahanan dan Praperadilan dalam Teori dan Prakatek,Bandar Maju, Bandung, 2002.

Sembiring, M.U., Teknik Pembuatan Akta, (Program Pendidikan Spesialis Notaris, Fakultas Hukum,Universitas Sumatera Utara, 1997.

Singarimbun, Masri, dkk.,Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES. Soekanto, Soerjono.,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1984. _____________,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986. Soeroso, R.,Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Suryabrata, Sumadi.,Metodologi Penelitian,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. Tedjosaputro, Liliana., Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang,

2003.

Ter Marjenne, Shui Mar Zen., Kamus Hukum Belanda, Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999.

Widiastuti, Endang.,Notaris dan Kode Etik Profesi,Sumber Ilmu, Jakarta, 2008 Winanto, Nico., Tanggung-Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Centre for

Documentation and Studies of Busines Law (CDSBL),Yogyakarta, 2003. Wiratha, Made., Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis,

Yokyakarta, Andi, 2006.

Wuisman, J.J.J.M.,dengan menyunting M.Hisyam. Penelitian ilmu-ilmu Sosial,

B. Undang-Undang :

Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian NKRI. Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 1985 Jo. 476/KMK.03/2002Tentang Pelunasan Bea Materai Dengan Cara Pemateraian Kemudian Menteri Keuangan Republik Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perd.)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor : 8 Tahun 1981 HIR / RBg

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

C. Makalah :

Koeswadji, Hermien Hadiati., Hak Ingkar (Verschoningsrecht) dari Notaris dan Hubungannya dengan KUHP, Makalah, Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, 1998.

Mertokusumo, Sudikno.,“Pembatalan Isi Akta Notaris Dengan Putusan Hakim”,

Makalah Dalam Seminar Kenotariatan Nasional, “Memantapkan Profesionalisme di Bidang Kenotariatan Menjelang Tahun 2000”. Semarang, 1991.

D. Sumber Lain : 1.Internet :

Sukotjo, Rahmadi Utomo.,Kasubdit Perijinan Penerbangan dan Perkapalan Serta Legalisasi, Situs Akses DEPLU.go.Id.

Lampiran 1

Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

Pasal 1867 berbunyi, Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.

Pasal 1868 berbunyi : Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.

Pasal 1869 berbunyi : Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenangnya atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.

Pasal 1870 berbunyi : Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.

Pasal 1871 berbunyi : Akan tetapi suatu akta otentik tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai penuturan belaka, kecuali bila yang dituturkan itu mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta. Jika apa yang termuat dalam akta itu hanya merupakan suatu penuturan belaka yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka hal itu hanya dapat digunakan sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.

Pasal 1872 berbunyi : Jika suatu akta otentik, dalam bentuk apa pun, diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.

Pasal 1873 berbunyi: Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan-dengan akta asli, hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut-serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga.

Pasal 1874 berbunyi : Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum. Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang, yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol tersebut dikenalnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan. Pegawai ini harus membukukan tulisan tersebut. Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.

Pasal 1874a.berbunyi : Jika pihak yang berkepentingan menghendaki, di luar hal termaksud dalam alinea kedua pasal yang lalu, pada tulisan-tulisan di bawah tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi suatu pernyataan dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang, yang menyatakan bahwa si penandatangan tersebut dikenalnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si penandatangan, dan, bahwa setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan pejabat tersebut. Dalam hal ini berlaku ketentuan alinea ketiga dan keempat dari pasal yang lalu.

Pasal 1875 berbunyi : Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu. Pasal 1876 berbunyi: Barangsiapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah tangan

oleh orang yang mengajukan tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas; tetapi bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripadanya, cukuplah mereka menerangkan bahwa

mereka tidak mengakui tulisan atau tanda-tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili.

Pasal 1877 berbunyi: Jika seseorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari padanya tidak mengakuinya, maka hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka pengadilan.

Pasal 1878 berbunyi : Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditulis seluruhnya dengan tangan si penandatangan sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan si penandatangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang. Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku terhadap surat-surat andil dalam suatu utang obligasi, terhadap perikatan-perikatan utang yang dibuat oleh debitur dalam menjalankan perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang dibubuhi keterangan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan pasal 1874a.

Pasal 1879 berbunyi : Jika jumlah yang disebutkan dalam akta berbeda dari jumlah yang dinyatakan dalam tanda setuju, maka perikatan itu dianggap telah dibuat untuk jumlah yang paling kecil, walaupun akta beserta tanda setuju itu ditulis sendiri dengan tangan orang yang mengikatkan diri, kecuali, bila dapat dibuktikan, dalam bagian mana dari keduanya telah terjadi kekeliruan.

Pasal 1880 berbunyi : Akta di bawah tangan, sejauh tidak dibubuhi pernyataan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan dalam pasal 1874a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga, kecuali sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang; atau sejak hari meninggalnya si penandatangan atau salah seorang penandatangan; atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu

dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapi dengan akta itu.

Pasal 1881 berbunyi : Daftar dan surat-surat urusan rumah tangga tidak memberikan bukti untuk keuntungan pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan bukti terhadap pembuatnya: 1?. dalam hal surat itu menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran yang telah diterima; 2?. bila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan dalam suatu alas-hak untuk kepentingan orang yang disebutkan dalam perikatan. Dalam segala hal lainnya, hakim akan memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.

Pasal 1883 berbunyi : Selama di tangan seorang kreditur, catatan-catatan yang dibubuhkan pada suatu tanda alas-hak harus dipercayai, walaupun catatan- catatan itu tidak ditandatangani dan tidak diberi tanggal, bila apa yang tertulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap debitur. Demikian pula catatan- catatan yang oleh seorang kreditur dibubuhkan pada salinan suatu tanda alas- hak atau suatu tanda pembayaran, asalkan salinan atau tanda pembayaran ini masih di tangan kreditur.

Pasal 1884 berbunyi : Atas biaya sendiri, pemilik suatu tanda alas-hak dapat mengajukan permintaan agar tanda alas-hak itu diperbaharui bila karena lamanya atau suatu alasan lain tulisannya tidak dapat dibaca lagi.

Pasal 1885 berbunyi : Jika suatu tanda alas-hak menjadi kepunyaan bersama beberapa orang, maka masing-masing berhak menuntut supaya tanda alas-hak itu disimpan di suatu tempat netral, dan berhak menyuruh membuat suatu salinan atau ikhtisar atas biayanya.

Pasal 1886 berbunyi : Pada setiap tingkat perkara, masing-masing pihak dapat meminta kepada hakim, supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat-surat kepunyaan kedua belah pihak, yang menyangkut hal yang sedang dipersengketakan dan berada di tangan pihak lawan.

Pasal 1887 berbunyi Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan pasangannya, jika digunakan di antara orang-orang yang biasa menggunakannya untuk membuktikan penyerahan atau penerimaan barang dalam jual-beli secara kecil-kecilan, harus dipercaya.

Pasal 1888 berbunyi Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.

Pasal 1889 berbunyi Bila tanda alas-hak yang asli sudah tidak ada lagi, maka salinannya memberikan bukti, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1?. salinan pertama (grosse) memberikan bukti yang sama dengan akta asli; demikian pula halnya salinan yang dibuat atas perintah hakim di hadapan kedua belah pihak atau setelah kedua pihak ini dipanggil secara sah, sebagaimana juga salinan yang dibuat di hadapan kedua belah pihak dengan persetujuan mereka; 2?. salinan yang dibuat sesudah pengeluaran salinan pertama tanpa perantaraan hakim atau tanpa persetujuan kedua belah pihak, entah oleh notaris yang di hadapannya akta itu dibuat, atau oleh seorang penggantinya ataupun oleh pegawai yang karena jabatannya menyimpan akta asli (minut) dan berwenang untuk memberikan salinan-salinan, dapat diterima hakim sebagai bukti sempurna bila akta asli telah hilang; 3?. bila salinan yang dibuat menurut akta asli itu tidak dibuat oleh notaris yang di hadapannya akta itu telah dibuat, atau oleh seorang penggantinya, atau oleh pegawai umum yang karena jabatannya menyimpan akta asli, maka salinan itu sama sekali tidak dapat dipakai sebagai bukti, melainkan hanya sebagai bukti permulaan tertulis; 4?. salinan otentik dari salinan otentik atau dari akta di bawah tangan, menurut keadaan, dapat memberikan suatu bukti permulaan tertulis.

Pasal 1890 berbunyi : Penyalinan suatu akta dalam daftar umum hanya-dapat memberikan bukti permulaan tertulis.

Pasal 1891 berbunyi : Akta pengakuan membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menunjukkan tanda alas-hak yang asli, asal dari akta itu cukup jelas isi alas-hak tersebut.

Pasal 1892 berbunyi : Suatu akta yang menetapkan atau menguatkan suatu perikatan yang terhadapnya dapat diajukan tuntutan untuk pembatalan atau penghapusan berdasarkan undang-undang, hanya mempunyai kekuatan hukum bila akta itu memuat isi pokok perikatan tersebut, alasan-alasan yang menyebabkan dapat dituntut pembatalannya, dan maksud untuk memperbaiki cacat-cacat yang sedianya dapat menjadi dasar tuntutan tersebut. Jika tidak ada akta penetapan atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara sukarela, setelah saat perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau dikuatkan secara sah. Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan suatu perikatan secara sukarela dalam bentuk dan pada saat yang diharuskan oleh undang-undang, dianggap sebagai suatu pelepasan upaya pembuktian serta tangkisan-tangkisan (eksepsi) yang sedianya dapat diajukan terhadap akta itu; namun hal itu tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga.

Pasal 1893 berbunyi : Seorang pemberi hibah tidak dapat menghapuskan cacat-cacat bentuk penghibahan itu dengan membuat suatu akta pembenaran; penghibahan itu, agar sah, harus diulangi dalam bentuk yang ditentukan undang-undang.

Pasal 1894 berbunyi Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara suka rela suatu penghibahan oleh ahli waris atau oleh mereka yang mendapat hak dari pemberi hibah setelah pemberi hibah ini meninggal, menghapuskan hak mereka untuk mengajukan tuntutan berdasarkan cacat dari bentuk penghibahan itu.

Dokumen terkait