BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
B. Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar:
1. dilakukan penelitian sejenis dengan tingkat populasi yang lebih luas yaitu se-Jawa Tengah atau se-Indonesia.
2. dilakukan penelitian sejenis dengan responden yang berbeda misalnya pada dokter spesialis atau perawat.
3. dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan pelayanan kefarmasian untuk terlibat dalam proses terapi dan terlibat langsung di ruang perawatan.
4. dilakukan penelitian dengan berfokus pada jenis pelayanan farmasi klinik yang telah dilakukan di rumah sakit yang akan diteliti.
5. dilakukan seminar bersama antara dokter dan farmasis secara berkala agar dokter dapat lebih mengetahui peran farmasis klinik di rumah sakit dan dapat membuka diri untuk bekerja sama dengan farmasis agar dapat mengoptimalkan proses terapi di rumah sakit.
6. farmasis perlu segera memulai pelayanan kefarmasian yang berdasar atas pelayanan farmasi klinik dan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
7. farmasis hendaknya terus mengembangkan ilmu sesuai dengan kemajuan zaman dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran.
8. dapat dilakukan pengembangan dalam pendidikan kefarmasian di Indonesia dengan membuka pendidikan spesialisasi dalam kefarmasian agar dapat bekerjasama dengan dokter spesialis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1992, Undang-Undang Kesehatan No. 23, 3-75, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1998, The Role of The Pharmacist, Int pharm. J., vol 12, No. 3, 82-83 Anonim, 2004a, Aktualisasi Ditjen Yanfar dan Alkes, http://www.yanfar.go.id/
diakses tanggal 07 Maret 2006
Anonim, 2004b, Keputusan Menteri Kesehatan No.1197/MENKES/SK/X/2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,1102-1140, DepKes
RI, Jakarta
Anonim, 2004c, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, 14-16, ISFI, Yogyakarta ASHP, 1995, ASHP Statement on Pharmaceutical Care, 5, American Society of
Hospital Pharmacist Inc., USA
Aslam M., Tan C. K., Prayitno A., 2003, Farmasi Klinis, Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 3-25, PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Azwar, D., 2004, Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010, http://www.yanfar.go.id/ diakses tanggal 07 Maret 2006
Azwar, S., 2003a, Penyusunan Skala Psikologi, 5-7, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Azwar, S., 2003a, Reliabilitas dan Validitas, 4-8, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Board of Pharmaceutical Specialties, 2007, Board of Pharmaceutical Specialties Announces New Board and Specialty Council Member and Officers for 2007, www.activemater.com, diakses tanggal 11 Maret 2007
Cipolle R.J., Strand I.M., Morley P.C., 1992, Pharmaceutical Care: an Introduction
Kalamazoo, MI: Upjohn Company
Cipolle R.J., Strand I.M., Morley P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, Mc Craw-Hill, New York.
Clinical Resource and Audit Group, 1996, Clinical Pharmacy in the Hospital
Pharmaceutical Service: A Framework for Practice, Scottish Office
Depatment of Helath, Edinburgh
Hadi, Sutrisno, 1991, Analisis Butir untuk Instrumen, 21-23, Andi Offset, Yogyakarta
Hepler CD, Strand LM., 1990, Opportunities and responsibilities in pharmaceutical care. Am J Hosp Pharm.
Matsumoto, Shimizu, and Fukuoka, 2003, What Doctors Expect Of A Pharmacist,s Work-How Pharmacist Is Evaluated By Doctors, Yakugaku Zasshi, Mar; 123(3); 173-178
Moberly Tom, 2005, Will Community Pharmacist Really be Able to Prescribe Independently?, Pharmecutical Jurnal, http://www.pharmj.org.uk/ diakses tanggal 07 Maret 2006
Muijrers, (2003), Changing relationships: attitudes and opinions of general practitioners and pharmacists regarding the role of the community pharmacist, Pharmecutical Jurnal, http://www.pharmj.org.uk/ diakses tanggal 07 Maret 2006
Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, 31, 117, 141, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Nurdiati, T., 2005, Profesi Farmasis di Rumah Sakit dalam Perspektif Dokter Spesialis di Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Nurgiantoro, 2002, Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, 316, 319, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Pratiknya A. W., 2003, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dalam Kancah Penelitian, 13, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta
Roy M.D., 1998, Basic Skills In Clinical Pharmacy Practice, 1-19, ASHP Inc., USA Savitri, R., 2005, Persepsi Dokter Umum Terhadap Profesi Farmasis Terkait Konsep
farmasi Klinik di Rumah Sakit Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi,
Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Sevilla, C. G., Ochave, J. A., Punsalon, T. E., Regala, B. P., and Uriartc, G. G., 1993,
An Introduction to Research Methods, diterjemahkan oleh Tuwu, A., Edisi 1, 72, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Siregar, Carles J.P., 2005, Farmasi Klinik: Teori dan Penerapan, 17, EGC, Jakarta Smith, W.E., Max D.R. and David M.S., 2002, Physician’s Expectation of
Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, cetakan ke lima, CV Alfa Beta, Bandung
Wijayanti, (2005), Persepsi Dokter tentang Peran Apoteker di Apotek di Kota Magelang, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Yusmainita, 2002a, Pemberdayaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit, http://www.farmasinet.com/ diakses tanggal 07 maret 2006
Yusmainita, 2002b, Perlindungan Pasien Melalui Pelayanan Asuhan Kefarmasian di Rumah Sakit Pemerintah, http://www.farmasinet.com/ diakses tanggal 07 Maret 2006
Lampiran 4. Kuisioner LEMBAR KUISIONER Identitas responden Nama : ………. Alamat : ………. Usia : ……….
Rumah sakit tempat praktek : ……….
Masa kerja di rumah sakit : ……….
Petunjuk :
Berilah tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan pendapat dan keyakinan Anda.
Keterangan :
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Respon
No Pertanyaan
SS S TS STS 1. Farmasis adalah sebuah profesi yang
menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan.
2. Farmasis pada perkembangannya harus mulai berorientasi pada pasien lebih dari berorientasi pada produk.
3. Farmasis harus memberikan perhatian pertama dan utama kepada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya.
4. Farmasis bertanggung jawab dalam
memantau penggunaan obat baik pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan.
5. Farmasis bertanggung jawab dalam menganalisis efektivitas biaya.
6. Farmasis tidak harus ikut bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat.
7. Farmasis harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien.
8. Farmasis harus mendokumentasi setiap kegiatan untuk dilakukan evaluasi terhadap pelayanan kefarmasian.
9. Farmasis harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.
10. Farmasis bertanggung jawab dalam
memberikan informasi mengenai obat kepada dokter dan perawat.
11. Farmasis harus bertanggung jawab mengenai masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (drugs related problem).
12. Farmasis tidak bertanggung jawab dalam pemantauan kadar obat dalam darah (terapeutic drugs monitoring).
13. Farmasis tidak harus menangani pencampuran obat suntik.
14. Farmasis tidak harus menangani nutrisi parenteral.
15. Farmasis harus menangani obat kanker atau sitostatika.
16. Farmasis dapat mengakses penyakit dan riwayat pengobatan pasien dalam rekam medis untuk memantau penggunaan obat yang rasional.
17. Farmasis dapat membantu menentukan terapi yang tepat bagi pasien dan memberikan masukan pada dokter dalam peresepan.
18. Farmasis tidak perlu memberikan konseling obat baik pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan
19. Keterlibatan farmasis seperti yang telah disebutkan di atas sangat membantu dokter dan tenaga kesehatan lain dalam memaksimalkan proses terapi.
20. Pada perkembangan farmasi di masa mendatang, farmasis dapat mendampingi dokter dalam pemeriksaan serta memberikan saran dalam peresepan obat.
21. Pada perkembangan farmasi di masa mendatang farmasis dapat ikut mendiskusikan hasil pemeriksaan baik fisik maupun laboratorium bersama dengan dokter untuk memutuskan diagnosis dan menentukan terapi yang tepat bagi pasien.
22. Pada perkembangan farmasi di masa mendatang, farmasis dapat menentukan obat sesuai dengan diagnosis dokter seperti yang telah dipraktekkan oleh beberapa negara maju.
23. Pada perkembangan farmasi di masa mendatang, farmasis dapat ikut dalam visitasi, siap memberikan saran tentang terapi pasien dan dapat menuliskan hasil assessment-nya di
medical record.
24. Pada perkembangan farmasi di masa mendatang, farmasis dapat dispesialisasikan agar dapat bekerja sesuai bidang spesialisasinya, dan dapat bekerjasama dengan dokter spesialis.
25. Keterlibatan farmasis secara langsung pada pasien bersama-sama dengan dokter sangat membantu dokter dalam menjamin terlaksananya proses terapi yang tepat bagi pasien.
Lampiran 5. Frekuensi jawaban kuisioner oleh responden No SS S TS STS TM K 1. 62% 38% 0% 0% 0% S 2. 42% 58% 0% 0% 0% S 3. 31% 65 % 0% 0% 4 % S 4. 42% 54 % 4 % 0% 0% S 5. 19% 66% 15% 0% 0% S 6. 0% 4% 69% 27% 0% TS 7. 42% 58% 0% 0% 0% S 8. 42% 58% 0% 0% 0% S 9. 23% 73% 4% 0% 0% S 10. 46% 46% 8% 0% 0% S 11. 23% 62% 15% 0% 0% S 12. 0% 46% 35% 15% 4% TS 13. 4% 35% 50 % 11% 0% TS 14. 4% 65% 19% 4% 8% S 15. 11% 73% 8% 4% 4% S 16. 19% 27% 50 % 0% 4% TS 17. 15% 73% 12% 0% 0% S 18. 0% 8% 65% 27% 0% TS 19. 23% 77% 0% 0% 0% S 20. 8% 42% 50% 0% 0% S&TS 21. 4% 27% 65% 4% 0% TS 22. 8% 46% 46% 0% 0% S 23. 12% 69% 19% 0% 0% S 24. 8% 81% 11% 0% 0% S 25. 12% 88% 0% 0% 0% S
Keterangan :
1. Farmasis adalah sebuah profesi yang menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan.
2. Farmasis pada perkembangannya harus mulai berorientasi pada pasien lebih dari berorientasi pada produk.
3. Farmasis harus memberikan perhatian pertama dan utama kepada
kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya.
4. Farmasis bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat baik pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan.
5. Farmasis bertanggung jawab dalam menganalisis efektivitas biaya. 6. Farmasis tidak harus ikut bertanggung jawab dalam formularium obat.
7. Farmasis harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien.
8. Farmasis harus mendokumentasi setiap kegiatan untuk dilakukan evaluasi terhadap pelayanan kefarmasian.
9. Farmasis harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.
10.Farmasis bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada dokter dan perawat.
11.Farmasis harus bertanggung jawab mengenai masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (drugs related problem).
12.Farmasis tidak bertanggung jawab dalam pemantauan kadar obat dalam darah (terapeutic drugs monitoring).
13.Farmasis tidak harus menangani pencampuran obat suntik. 14.Farmasis tidak harus menangani nutrisi parenteral.
15.Farmasis harus menangani obat kanker atau sitostatistika.
16.Farmasis dapat mengakses penyakit dan riwayat pengobatan pasien dalam rekam medis untuk memantau penggunaan obat yang rasional.
17.Farmasis dapat membantu menentukan terapi yang tepat bagi pasien dan memberikan masukan pada dokter dalam peresepan.
18.Farmasis tidak perlu memberikan konseling obat baik pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan
19.Keterlibatan farmasis seperti yang telah disebutkan di atas sangat membantu dokter dan tenaga kesehatan lain dalam memaksimalkan proses terapi.
20.Pada perkembangan farmasi di masa mendatang, farmasis dapat
mendampingi dokter dalam pemeriksaan serta memberikan saran dalam peresepan obat.
21.Pada perkembangan farmasi di masa mendatang farmasis dapat ikut mendiskusikan hasil pemeriksaan baik fisik maupun laboratorium bersama dengan dokter untuk memutuskan diagnosis dan menentukan terapi yang tepat bagi pasien.
22.Pada perkembangan farmasi di masa mendatang, farmasis dapat menentukan obat sesuai dengan diagnosis dokter seperti yang telah dipraktekkan oleh beberapa negara maju.
23.Pada perkembangan farmasi di masa mendatang, farmasis dapat ikut dalam visitasi, siap memberikan saran tentang terapi pasien dan dapat menuliskan hasil assassment-nya di medical record.
24.Pada perkembangan farmasi di masa mendatang, farmasis dapat
dispesialisasikan agar dapat bekerja sesuai bidang spesialisasinya, dan dapat bekerjasama dengan dokter spesialis.
25.Keterlibatan farmasis secara langsung pada pasien bersama-sama dengan dokter sangat membantu dokter dalam menjamin terlaksananya proses terapi yang tepat bagi pasien.
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju TM = Tidak Mengisis
BIOGRAFI PENULIS
Eunike, lahir di Kota Magelang pada tanggal 29 Januari 1985. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Hendy Sugianto dan Lily Lydiawati. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Pius X Magelang, SD Tarakanita Magelang, SLTP Tarakanita Magelang, SMUN 1 Magelang, dan melanjutkan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Padat dan panitia pelaksanan PIMFI pada bulan September 2006 sebagai sie Acara.