• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.2. Saran

Penelitian lebih lanjut disarankan :

1. Mengkaji keterkaitan yang lebih erat antara pengolah dengan penyedia bahan baku melaui sistem manajemen yang lebih baik, ditinjau dari aspek sumber daya manusia, metode kerja, infrastruktur dan alat dan mesin yang dipergunakan. 2. Sosialisasi yang berkelanjutan serta pemantauan diseluruh titik kritis agar mutu

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mashari et al. 2005. Key Enablers for The Effective Implementation of QFD: A

Critical Analysis.

Arnold, J. R dan Stephen N. Chapman. 2004. Introduction to Materials Management.

Upper Saddle River. New Jersey.

Badan Ketahanan Pangan. 2007. Kinerja Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2006. Laporan Kinerja Tahun 2006. Badan KetahananPangan.

Badan Pusat Statistika. 2010. Volume dan Nilai ekspor Komoditi Kelapa Sawit. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional (BSN). 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI)

01-4852-1998: Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard

Analysis Critical Control Points - HACCP) serta Pedoman Penerapannya. BSN, Jakarta.

Besterfield, D.H., C.Besterfield, G.H. Besterfield, dan M. Besterfield. 1999. Total Quality Management. Prentice-Hall International, New Jersey.

Codex Alimentarius Commision. 2003. General Priciples Of Food Hygiene

-CAC/RCP 1-1969 (rev 4. – 2003) Rome- Italy.

Chen, L.H. and Ming, C. W. 2003. A Fuzzy Model for Exploiting Quality Fucntion

Deployment. Elsevier, Taiwan.

Chopra, S dan P. Meindl. 2007. Supply Chain Management : Strategy, Planning and

Operation. Pearson Prentice Hall.

Djohar, S., Hendri T., dan Eko R.C. 2004. Membangun Keunggulan Kompetitif CPO Melalui Supply Chain Management : Studi kasus di PT Eka Dura Indonesia, Astra Agro Lestari, Riau. Jurnal Manajemen dan Agribisnis, Vol. 1 No. 1 p.20-32.

Farisi. 2007. Sistem Manajemen Mutu Terpadu di PT. X.

Hadiguna, R.A. 2010. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok dan Penilaian Resiko Mutu pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar. Desertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indrajit, R. Eko dan R. Djokopranoto. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain Cara

Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang.Grasindo. Jakarta.

Keijiro, M., Tomohiko S., Mitsuru K., and Atsushi I. 2003. Applying Quality

Function Deployment to Environmentally Conscious Design. The International Journal of Qualtiy and Reliability Management. Volume 20, No. 1, pp 90. Emerald Group.

Killen, C.P., M. Walker, and R.A. Hunt. 2005. Strategic Planning Using QFD. The

International Journal of Qualtiy and Reliability Management. Volume 22, No. 1, pp 17. Emerald Group.

Lund, B., T.C. Bair-Parker, dan G.W. Gould. (Eds.). 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Vol. I. Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg, Maryland.

Marimin. 2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo, Jakarta.

Marimin dan Maghfiroh. 2007. Preliminary Country Report, Supply Chains for

Perishables Agricultural Products in Indonesia.Fateta, IPB. Bogor.

Marimin dan Muspitawati, H. 2002. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Produk Industri Sayuran segar (Studi Kasus di Sebuah Agroindustri Sayuran Segar). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XII No. 3. P 224-233.

Mellysa. 2006. Penerapan Fuzzy Quality Function Deployment dan Metode taguchi untuk Pengembangan Produk Biskuit Berlapis Krim Vanila di PT. Bumi Tangerang Coklat Utama. Skripsi pada Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti, Jakarta.

Mortimore, S. dan C. Wallace. 1995. HACCP : A practical approach. Chapman

and Hall, London.

Pierson, M.D. dan D.A. Corlett, Jr. (Eds.). 1992. HACCP : Principles and Applications. Capman and Hall, London.

Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Managemebt. Guna Widya. Surabaya.

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia, Jakarta.

Rustiani, F. dan Maspiyati. 1996. Usaha Rakyat dalam Pola Desentralisasi Produksi Subkontrak. AKATIGA. Bandung.

Simangunsong. 2005. Pengembangan Produk Pintu bagian Pengemudi Mobil Xenia Pada PT. Astra Daihatsu Motor Dengan Menggunakan Fuzzy Quality Deployment (QFD). Skripsi pada Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti, Jakarta.

Supply Chain Council. 2006. SCOR. Available : [http://www.supply-chain.org/index.ww](2006).

Suprihatini, Rohayati. 2009. Application Of Quality Function Deployment In

Orthodox Black Tea Industry In Indonesia. Indonesian Tea and Cinchona Research Institut. Bandung.

Susila, R. W. 2005. Peluang Pengembangan kelapa sawit di Indonesia : Perspektif Jangka Panjang 2025. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Bogor. [http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(6) Soca-roda susila-kelapa sawit (1).pdf] [diunduh tanggal 10 Oktober 2009]

Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP, 1th edition. Bumiaksara.

Jakarta.

Van der Vorst, J.G.A.J., and A.J.M. Beulans. 2002. Performance Measurement In

Agri Food Supply Chain Networks. International Journal of Agro-food Chains and networks for Development 13-24. Netherlands.

ABSTRACT

MUHARAMIA NASUTION. Product Quality Improvement Design in Palm Based Commodity Supply Chain. Under direction of MARIMIN and INDAH YULIASIH

Supply Chain Management (SCM) becomes one of technique to achieve a competitive advantage. The objective of study is mapping of SCM problems, expecially about Controlling on quality product PT ASL Jambi and Palm Oil at PT PKB Bekasi.. This study examines the supply chain of palm oil-based commodities, identifying and analyzing the dominant factors affecting the quality. Next determine how to improve quality and establish quality improvement plans based on palm oil commodities.

The structure of commodity-based supply chain starts from the oil palm main plantations and Plasma - Cooperative - Processing Plant Palm Oil - CPO Processing Plant (Refinery) - cooking oil consumer. The dominant factors affecting the quality of the Fishbone diagram analysis (1) palm fruit bunches; (2) palm oil; (3) cooking oil; (4) the process of harvesting; (5) palm oil processing; and (6) cooking oil processing.

Quality control is done from incoming materials to the product at PT ASL and PT PKB was developed with the approach of food safety management system (HACCP). Control is done by closely monitoring at any point that is considered critical and can affect the quality of oil and commodity derivatives. In the post-harvest control performed on the area where the collection of palm. At the refinery plant, the observation point on the filling process by controlling the sources of physical hazards that may exist from plastic packaging used.

Planning to improve the quality of palm oil-based commodity approach which is interpreted through the QFD House of Quality. From the integrated analysis of the results obtained, factors affecting commodities and product quality improvement which is a technique of harvesting, the process of pressing and distribution process of CPO.

RINGKASAN

MUHARAMIA NASUTION. Perencanaan Peningkatan Mutu Produk dalam Rantai Pasok Komoditi Berbasis Kelapa Sawit. Dibimbing oleh MARIMIN dan INDAH YULIASIH.

Sawit merupakan salah satu komoditi pada sektor perkebunan yang mempunyai pertumbuhan paling pesat pada dua dekade terakhir. Kompetisi produk sawit di pasar dunia semakin ketat, sejumlah negara, khususnya negara konsumen secara nyata mempengaruhi terhadap kualitas sawit. Persyaratan mutu sawit yang sesuai dengan standar menjadi peranan penting bagi industri yang menggunakan dan mengolah agar produk yang dihasilkan bermutu tinggi dan seragam. Keseragaman mutu sawit ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kegiatan panen, transportasi, pengolahan dan penyimpanan.

Penelitian ini mengkaji rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit, mengidentifikasikan dan menganalisis faktor-faktor yang dominan mempengaruhi mutu. Selanjutnya menentukan cara peningkatan mutu dan menetapkan perencanaan peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit.

Rantai pasok yang terdapat dalam komoditas kelapa sawit dan turunannya mengikuti pola sourcemake deliver. Struktur rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit diawali dari kebun Inti dan Plasma – Koperasi – Pabrik Pengolah Kelapa Sawit – Pabrik Pengolah CPO (Refinery) – konsumen minyak goreng.

Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi mutu berdasarkan analisis diagram Fishbone yaitu (1) tandan buah sawit, meliputi persyaratan pemanenan, kematangan buah, berat TBS, brondolan, panjang tangkai dan pengumpulan TBS di tempat penampungan; (2) minyak sawit, meliputi kadar asam lemak, kadar air, kadar pengotor, harga dan ketepatan pengiriman; (3) minyak goreng, meliputi warna minyak cerah, produk sesuai dengan SNI minyak goreng, informasi produk dan kemasan produk; (4) proses pemanenan, meliputi teknik pemanenan, pengukuran kematangan buah, pengutipan brondolan, perlakuan TBS di TPH, pengumpulan TBS di TPH dan transportasi TBS ke pabrik minyak kelapa sawit; (5) proses pengolahan minyak sawit, meliputi penerimaan TBS dan sortir, pembongkaran TBS, perebusan, pelumatan, pengepresan, penyaringan, penyimpanan sementara, dan pendistribusian

CPO; (6) proses pengolahan minyak goreng , meliputi penerimaan CPO, degumming, bleaching/deodorizing, fractination/crystalizationdan pengemasan.

Pengendalian mutu yang dilakukan sejak bahan masuk hingga menjadi produk di PT ASL dan PT PKB dikembangkan dengan pendekatan sistem manajemen keamanan pangan (HACCP). Pengendalian dilakukan dengan memantau secara ketat di setiap titik yang dianggap kritis dan dapat mempengaruhi mutu komoditas sawit dan turunannya. Pada pasca panen pengendalian dilakukan pada area tempat pengumpulan hasil (TPH). Titik kritis yang diamati adalah areal TPH harus selalu bersih serta pencegahan kotoran fisik yang mungkin terikut saat pengambilan brondolan, sehingga sebaiknya pengambilan brondolan dilakukan secara manual. Pada pabrik pengolah kelapa sawit, titik kritis yang diamati adalah kemungkinan kontaminasi solar saat tandan buah sawit (TBS) diangkut menggunakan truk yang digunakan juga untuk mengangkut solar. Selain solar, kontaminasi pupuk juga dikhawatirkan mencemari TBS, dengan sumber kontaminan berasal dari truk yang dipergunakan bersamaan dengan pengangkutan pupuk. Pada pabrik refinery, pengamatan titik kritis pada proses filling dengan mengendalikan sumber bahaya fisik yang mungkin ada dari kemasan plastik yang dipergunakan.

Perencanaan peningkatan mutu komiditi berbasis kelapa sawit dengan pendekatan QFD yang diinterpretasikan melalui House of Quality. Dari analisa terintegrasi diperoleh hasil, faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu komoditas dan produk yaitu teknik pemanenan, proses pengepresan dan proses pendistribusian CPO. Dari faktor yang mempengaruhi tersebut, perencanaan peningkatan mutu dapat dilakukan melalui perbaikan teknik pemanenan dengan melakukan sosialisasi kepada petani secara konsisten mengenai prosedur kerja. Dalam proses pengepresan perencanaan peningkatan mutu dapat dilakukan dengan mengendalikan seluruh aspek dimulai dari sumber daya manusia di bagian pengepresan dan mesin press agar mutu yang diinginkan yang dilihat dari kandungan asam lemak bebas dapat terpenuhi. Dalam proses pendistribusian CPO, perencanaan dilakukan dengan mengendalikan kegiatan pendistribusian dengan tujuan mempertahankan kandungan asam lemak bebas pada CPO selama pendistribusian dan pengendalian agar tidak terjadi kontaminasi selama pendistribusian.

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi pada sektor perkebunan yang mempunyai pertumbuhan paling pesat pada dua dekade terakhir. Pertumbuhan kelapa sawit memberikan manfaat yang besar bagi industri hilir pengolah minyak sawit dan berperan dalam menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar kawasan industri (pabrik). Selain itu, beberapa faktor yang melandasi perkembangan produk berbasis sawit yaitu tingkat efisiensi yang tinggi dari minyak sawit dimulai dari produktivitas lahan dan produksi minyak sawit (Crude Palm Oil = CPO). Faktor lain yaitu sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak. Faktor berikutnya adalah terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO.

Kompetisi sawit dan produk hasil olahannya di pasar dunia semakin ketat, sejumlah negara, khususnya negara konsumen secara nyata mempengaruhi terhadap kualitas sawit dan produk hasil olahannya. Persyaratan mutu sawit dan produk olahannya sesuai dengan standar menjadi peranan penting bagi industri yang menggunakan dan mengolah agar produk yang dihasilkan bermutu tinggi dan seragam. Keseragaman mutu sawit dan produk olahannya ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kegiatan panen, transportasi, pengolahan hulu dan hilir dan penyimpanan, yang merupakan satu rangkaian kegiatan bersinambung dan terkoordinasi. Namun dalam pelaksanaan, keseragaman mutu sepanjang rantai kegiatan sulit untuk diperoleh. Selain faktor bahan baku yang tidak memenuhi spesifikasi standar, juga tahapan proses yang tidak mampu menghasilkan produk sesuai standar.

Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti yang sangat penting yaitu :

Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Kedua: pengertian mutu minyak sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu yang diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu nasional dan Internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam tembaga, peroksida dan ukuran pemucatan.

Manajemen rantai pasok (supply chain management) produk pertanian/perkebunan mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Manajemen rantai pasok produk pertanian/perkebunan berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur lainnya karena: (1) produk pertanian/perkebunan bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk sulit untuk ditangani (Austin, 1992; Brown, 1994). Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks daripada rantai pasok pada umumnya.

Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindel, 2007). Rantai pasok lebih ditekankan pada beberapa aliran dan transformasi produk, aliran informasi dan keuangan dari tahapan bahan baku sampai pada pengguna akhir (Handfield, 2002). Sementara, manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan responsifitas sistem rantai pasok tersebut (Van der Vorst, 2004).

Ketentuan mutu sawit di Indonesia, mulai dari penanaman sampai dengan penanganan pasca panen, sesungguhnya telah mengacu pada aturan yang terdapat di dalam standar mutu secara umum, seperti SNI (Standar Nasional Indonesia) dan beberapa persyaratan mutu, seperti GAP (Good Agriculture Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices), SPS (Sanitary and Phytosanitary Measures), serta MRLs (Maximum Residu Limits). Dalam penerapan yang ditemui di PT ASL, standar mutu dan syarat mutu buah tersebut belum

sempurna atau sering salah. Penyebabnya ada beberapa hambatan, seperti inkonsistensi petani di hulu dalam perawatan, pemanenan, dan pengolahan, infrastruktur dan laboratorium penguji belum siap, keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia) bermutu, dan mekanisme pengawasan dan pemeriksaan ketetapan standar dan syarat mutu oleh lembaga pemerintah belum efektif.

Hal cukup prinsip yang juga mempengaruhi keberhasilan penerapan standar dan syarat mutu ini adalah adanya keselarasan penerapan. Beberapa standar dan syarat mutu yang telah disebutkan di atas ternyata belum selaras atau sinkron satu sama lainnya. Hal ini tentunya memerlukan penyelarasan sehingga syarat dan standar mutu tersebut dapat bersifat terintegrasi dan komprehensif. Salah satu upaya menselaraskan yang telah dilakukan khususnya untuk sawit adalah dengan membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) mengenai pemanenan sawit hingga pengolahannya dan mensosialisasikan kepada petani. Harapan dari tersusunnya SOP ini adalah dapat menjadi acuan penerapan di lapangan, sekaligus merangsang minat petani untuk dapat mengatasi permasalahan mutu sawit yang selama ini terjadi.

PT ASL merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi pengolahan kelapa sawit, dengan produk yang dihasilkan yaitu CPO dan Kernel. CPO dan kernel yang dihasilkan dikumpulkan pada gudang kernel dan tangki CPO yang terletak di pabrik untuk selanjutnya didistribusikan dan disimpan sementara di tangki pelabuhan. Pemasaran Kernel ditujukan sebagian untuk ekspor dan sebagian diolah untuk menjadi minyak inti sawit (Palm Kernel Oil = PKO) dan sedangkan CPO untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Dalam memenuhi kebutuhan pasar, permasalahan yang muncul yaitu ketidak-konsisten mutu CPO yang dihasilkan, yang menyebabkan penurunan harga yang telah disepakati dan akan mempengaruhi terhadap mutu pada proses lanjut CPO. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai aspek mutu sepanjang rantai proses turunan sawit untuk mempertahankan mutu sepanjang rantai proses yang diharapkan dapat menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu produk, serta meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit. 2. Mengidentifikasikan dan menganalisis faktor-faktor yang dominan

mempengaruhi mutu komoditi berbasis kelapa sawit.

3. Menentukan cara peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit.

4. Menetapkan perencanaan peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit. 1.3. Ruang Lingkup

Lingkup kajian penelitian ini dimulai dari panen, pengumpul/pasca panen, Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) dan pengolahan minyak sawit (Refinery). Lokasi penelitian untuk kajian pengolahan kelapa sawit dilakukan di PT ASL – Jambi dan kajian pengolahan minyak sawit dilakukan di PT BKP – bekasi. Dalam bahasan dibatasi pada :

1. Komoditi berbasis kelapa sawit antara lain Tandan Buah Segar (TBS), pengolahan TBS menjadi CPO dan Kernel, dan pengolahan CPO menjadi minyak goreng.

2. Identifikasi struktur mutu rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit melalui pendekatan SCOR (Supply Chain Operation Reference)

3. Analisis dan penilaian perencanaan mutu melalui pendekatan sistem manajemen keamanan pangan dan SPC (Statistical Process Control)

4. Analisis perencanaan peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit melalui pendekatan QFD (Quality Function Deployment).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komoditi dan produk berbasis sawit

Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang ditanam di Indonesia pada tahun 1984 berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun 1911.

Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Keluarga : Palmaceae

Sub keluarga : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik.

Produk minyak sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA = Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah).

peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.

Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini :

· Crude Palm Oil · Crude Palm Stearin · RBD Palm Oil · RBD Olein · RBD Stearin · Palm Kernel Oil

· Palm Kernel Fatty Acid · Palm Kernel

· Palm Kernel Expeller (PKE) · Palm Cooking Oil

· Refined Palm Oil (RPO)

· Refined Bleached Deodorised Olein (ROL) · Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS) · Palm Kernel Pellet

· Palm Kernel Shell Charcoal

Selain sebagai sumber minyak goreng kelapa sawit, produk turunan kelapa sawit ternyata masih banyak manfaatnya (Gambar 1) dan sangat prospektif untuk dapat lebih dikembangkan, antara lain:

1. Produk turunan CPO. Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit, dapat dihasilkan margarine, shortening, vanaspati (vegetable ghee), ice creams, bakery fats, instans noodle, sabun dan detergent,

cocoa butter extender, chocolate dan coatings, specialty fats, dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats, filled milk, lubrication,

Khusus untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy.

2. Produk turunan minyak inti sawit. Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan shortening, cocoa butter substitute, specialty fats, ice cream, coffee whitener/cream, sugar confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation cream, sabun, detergent, shampoodan kosmetik.

3. Produk turunan Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan methyl esters, plastic, textile processing, metal processing, lubricants,

emulsifiers, detergent, glicerine, cosmetic, explosives, pharmaceutical productsdan food protective coatings.

Ketersediaan lahan produksi kelapa sawit disajikan dalam Gambar 2. Menurut Taher et al.(2000), enam propinsi potensi terbesar untuk ketersediaan lahan produksi kelapa sawit yaitu propinsi Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat. Kisaran luasan lahan tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luasan lahan yang tersedia untuk kelapa Sawit

Propinsi Luas (000 ha)

Jambi 50 Kalimantan tengah 310 Kalimantan Timur 370 Sulawesi Selatan 130 Sulawesi tengah 200 Papua Barat 2000 Total 3060

Sumber : Taher et al., 2000

Provinsi Jambi saat ini sedang giat mengembangkan perkebunan kelapa sawit, baik oleh perkebunan swasta, negara maupun rakyat. Keragaman perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 2. Dari total luasan tersebut, luas perkebunan swasta mencapai 139.276 ha (38,2%), perkebunan negara 19.671 ha

Dokumen terkait