• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PENUTUP

B. Saran

Berdasarkan hasil wawancara dapat dilaporkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Pertanyaan RI R2 R3 R4 R5 2.Sarana dan metode yang dipakai dalam pendampingan personal Sarana: -Mendengarkan musik. -Tampil di acara demo

-Sarana dengan nilai rapot

Metode:

-Bisa berbahasa Jepang, Inggris, bisa menari.

-Mengubah kebiasaan sebelum belajar mandi dulu, mengubah kebisaan pagi bangun malam hari tidur.

-Pendamping memberitahu dan

Sarana:

-Olah raga, renang, ngaji, jalan-jalan. -Tampil dalam acara Sabtu ceria dan Kartinian

Metode:

-Diinggatkan, disemangati,

diberitahu seperti halnya nilai rapot (aku dulu nilaiku banyak yang merah tulisannya, biar tidak ada tulisan merah lagi, aku sekarang waktu sekolah masuk sekolah tidak tidur terus dan tidak membolos lagi).

Sarana: -Fitnes

Metode:

-Pernah tampil biar saya berani dan tidak pemalu.

-Pendamping

mendukung & memperhatikan.

-Pendamping mengajak bicara & ditemani Sarana: -Dengan membaca, sering tampil Metode: -Bisa memasak, mebuat kerajinan tangan. -Pendamping mendukung 7 memperhatikan saya (ketika dikelas PKL menyediakan keperluan saya). -Dibimbing agar Sarana: -Membaca. -Tampil dalam acara kartinian, imlek & banyak deh Metode: -Bisa memasak. -Sering mendukung saya, memperhatikan saya. -Menginggatkan saya, kalau tidak disiplin, karena selalu bersama jadi tahu tentang saya.

mengarahkan bentuk cintanya supaya saya baik. -Bentuk perhatian dengan menyapa, cerita-cerita berbagi perasaan,perhatian dengan bahasa isyarat, kedekatan, ada kontak batin. -Oma sebagai kekuatan, tempat bercerita, memberitahu, mengarhkan tentang kedisiplinan

terutama sikap & cara memperbaiki diri saya,mengubah kebiasaan ternyata tidak mudah/tidak gampang, tetapi saya akan berusaha agar lebih baik lagi. -Mengajari

-Bisa sempoa sikap saya menjadi

baik dan tidak marah-marah,

menjaga diet makan yang menjadi pantangan saya.

ketelitian bila salah makan berakibat pada sikap saya.

Berikut ini hasil penelitian berupa dokumen gambar atau foto yang peneliti peroleh dari hasil penelitian berkaitan dengan sarana dan metode yang digunakan dalam pelaksanaaan pendampingan personal. Sarana-sarana yang digunakan dalam pelaksanaan pendampingan personal adalah sebagai berikut. Gambar 8: penderita autis sedang fitness. Gambar 9: penderita autis saat outbond. Gb.10:

Penderita autis sedang renang. Gb. 11: penderita autis saat bermain plorotan bersama-sama teman-temannya. Gambar 12: penderita autis belajar

berinteraksi saat kegiatan Sabtu ceria. Gambar 13: penderita autis merayakan imlek. Gambar 14: penderita autis mengikuti acara kartinian. Gambar 15: penderita autis saat bertugas dalam upacara bendera.

Gb. 8. Gb.9

Gb.12 Gb.13

c. Kecakapan Emosional Penderita autis di Arogya Mitra Klaten

Berdasarkan hasil wawancara kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten dilaporkan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Pertanyaan R1 R2 R3 R4 R5 3.Bagaimanakah kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten Kecakapan emosional -Pernah merasa senang, sedih, gembira.

-Dulu setiap hari mau marah terus.

- Mengatasi kegagalan dengan berusaha agar tidak gagal.

-Pada dasarnya saya suka berteman, saya ingin tahu dan kenal orang.

-Nama teman-teman saya: oma, Teguh, Lani,Lina ,Febi

Kecakapan emosional: -Pernah marah-marah setiap hari dulu. -Pernah senang, sedih, gembira. -Biartidak gagal belajar lagi. -Suka berteman, disini temannya banyak aku sering usil.

-Temanku: oma,bu Wulan, bu Wiwit, pak Egi, bu Rofi, Yafet, Lina-Lani

Kecakapan emosional: -Pernah merasa senang, sedih, mau marah.

-Pernah dulu mau marah setiap hari, kadang-kadang sedih.

-Mengatasi kegaglan berusaha lagi. -Teman-2: Pak Ismail, mbak Yani, pak Eko, oma,bu Tanti, Yafet, Lina-Lani, Teguh, Faosan, Iqbal.

Kecakapan emosional

-Pernah sedih, senang kalau keluarga datang kesini. -Pernah marah seringkali.

-Kalau gagal berusaha terus biarnggak gagal, kalau gagal lagi usaha lagi bagaimana caranya.

-Suka disini banyak temannya & orang-2 baik semua.

-Temanku: Teguh, Yafet, Edu, Febi, bu

Kecakapan emosional:

-Pernah, sering kali marah, senang, gembira, sedih. -Ya pernah, setiap hari maunya marah terus.

-Kalau gagal berusaha lagi. -Suka sekali disini banyak teman-2 saya sehingga kerasan Teman: Lani, Yafet, Teguh, Edu, Febi, David dan banyak lagi

-Kalau ada teman yang sakit menghibur biar dia tidak sedih.

ompol, David, Faosan, Alif, bu Tri

Tri,bu Tanti , oma, tante Leony

Berikut ini hasil penelitian berupa dokumen gambar atau foto yang peneliti peroleh dari penelitian yang berkaitan dengan kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten adalah sebagai berikut. Gambar 16: penderita autis sedang bernyanyi. Gambar 17: penderita autis mampu duduk tenang saat mengikuti kegiatan Sabtu ceria. Gambar 18: penderita autis belajar konsentrasi di kelas bina diri. Gambar 19: penderita autis saat outbond membuat roti. Gambar 20: penderita autis belajar untuk mengenal binatang saat acara Sabtu ceria. Gambar 21: penderita autis bersosialisasi dengan teman-temannya.

Gb.16 Gb.17

Gb.20 Gb.21

d. Makna Pendampingan Personal Bagi Peningkatan Kecakapan Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra Klaten.

Berdasarkan hasil wawancara dilaporkan dalam bentuk tabel yang berkaitan dengan makna pendampingan personal yang berpengaruh bagi peningkatan kecakapan emosional penderita autis. Hasil penelitian sebagai berikut:

Pertanyaan R1 R2 R3 R4 R5 4.Bagaimanakah makna pendampingan personal bagi peningkatan kecakapan emosional penderita autis Makna Pendam pingan personal: -Menolong teman-teman. -Mengolah emosi pada tempatnya tidak menghambur-hamburkan emosi.kalau pingin marah duduk tenang, meditasi, dengarkan musik, tarik nafas dalam-dalam.

-Perlu waktu untuk mengahdapi teman yang nakal,pada dasarnya teguh baik, tapi karakternya saja yng beda dengan saya, tapi saya menerima dia apa adanya. Makna Pendam pingan personal: - Diajari tolong menolong. - Untuk mengatasi

rasa marah: belajar sempoa, renang, ngaji, makan, tidur.

- Temannya yang

nakal aku.

- Ikut sedih kalau ada teman yang sedih, datang & ditanya kenapa sedih.

- Pendamping sakit,

kesana & ditanya, kenapa sakit Makna Pendam pingan personal: -Pendamping mengajari tolong- menolong. -Mengatasi kesedihan:jalan-jalan biar tidak sedih.

-Punya teman yang nakal teguh, menghadapinya dengan.

-Mengalah biar tidak ditonjok.

-Ada teman sedih bertanya & mendatanginya Pendamping sakit: mengunjungi & mendatangi sakit apa Makna pendam pingan personal: -Menolong saat sabtu ceria, membatu anak-anak kecil. -Punya teman nakal, teguh sering usil, menghadapi dengan cara: di diamkan kalau capek berhenti sendiri, dulu sering bertengkar tetapi sekarang tidak lagi. -Mengatasi marah, dengan tidak

menuruti rasa marah dan kesedihan terus menrus, karena kesusahan hari ini untuk hari ini. -Teman yang sedih dengan mendatangi, siapa tahu bisa membantu.

Makna pendam pingan personal: -Tolong menolong saat sabtu ceria dan hari-hari yang lain. -Kalau pingin marah tidak dituruti, keinginan itu dan belajar sabar, dengan berdoa, membaca Kitab Suci

(mengatasi marah). -Punya teman yang nakal,

menghadapinya: dengan bersabar tidak ditanggapi kalau dia usil. -Menemani, menghibur teman yg sedih.

-Pendamping yang sakit: merawat, mengambilkan minum, kalau tidak bisa bangun ya, membelikan obat, kalau di rumah sakit ya, menjenguk, berdoa cepat sembuh.

sakit dengan menjenguk dan kasihan berdoa biar dia cepat sembuh.

Berikut ini hasil penelitian berupa dokumen gambar atau foto yang peneliti peroleh dari penelitian adalah sebagai berikut. Gambar 22: penderita autis membuat kerajianan tangan. Gambar 23: penderita autis sedang mengoprasikan komputer. Gambar 24: penderita autis di kelas PKL membuat kue. Gambar 25: penderita autis makan bersama saat acara Sabtu ceria. Gambar 26: penderita autis sedang menyapu. Gambar 27: penderita autis sedang menyuci piring.

Gb.22 Gb.23

Gb.24 Gb.25

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berikut ini akan dibahas hasil penelitian, pertama: mengenai langkah-langkah pendampingan personal di Arogya Mitra Klaten. Kedua: mengenai metode dan sarana yang digunakan dalam pendampingan personal di Arogya Mitra Klaten. Ketiga: mengenai kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten. Keempat: mengenai makna pendampingan personal berpengaruh bagi peningkapan kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten.

1. Langkah-Langkah Pendampingan Personal di Arogya Mitra Klaten

Pendampingan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dapat dilihat suatu proses pendampingan. Dimana persahabatan antara Raja Daud dan Yonatan ditumbuhkembangkan karena ada rasa saling memiliki dan membantu, bahkan ketika ayah Yonatan hendak membunuh, Daud mengungkapkan hal ini kepada Yonatan dan Yonatan membantu memberi jalan keluar (1Sam 20:1-43). Kehadiran Yonatan dalam hidup Daud menjadikan Daud tetap hidup.

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru juga demikian dimana Yesus memerlukan dukungan dan kehadiran dari murid-muridNya dalam menyelesaikan tugas perutusanNya (Luk 6:12-16). Ketika berbeban berat dalam menghadapi saat-saat terakhir dalam hidupNya, Ia meminta murid-muridNya untuk menemani Dia berdoa di taman Zaitun. Bahkan Ia mengatakan ”Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya, tinggallah disini dan berjaga-jagalah dengan Aku”(Mat 26:38).

Dalam proses pendampingan personal untuk membantu pribadi bertumbuh dan berkembang dibutuhkan langkah-langkah untuk memudahkan dalam proses

pendampingan, baik itu dari pihak pendamping maupun individu yang didampingi. Langkah-langkah dalam pendampingan antara lain:

1.1 Langkah Identifikasi

Dalam proses awal pendampingan pribadi dibutuhkan suatu pengenalan yang dimulai dari mengenal latar belakang peserta pendampingan. Hal tersebut dimulai dari nama dan asal atau alamat tempat tinggal (responden 1,2,3,4,5). Setelah pengenalan nama dan alamat, dilanjutkan dengan pengenalan nama lengkap, nama panggilan, tempat tanggal lahir dan alamat (responden 1,2 dan 3). Selain pengenalan diri juga pengenalan latar belakang keluarga yaitu nama orang tua, sauadara dan alamatnya (responden 1,2,3). Dengan pemahaman yang baik mengenai individu yang didampingi akan memudahkan pendamping dalam memberikan pendampingan yang tepat. Sapaan pribadi dalam pendampingan personal sangat dibutuhkan dengan,”sering menyapa, setiap hari bertemu dan selalu bersama, dekat dengan oma setiap hari” (responden 1,2,3,4,5). Di jaman tehnologi sapaan tidak hanya sekedar tatap muka atau face to face namun bisa di lakukan juga dengan alat komunikasi berupa telephone. Sapaan pendamping kepada penderita autis seperti di ungkapkan bahwa mereka ,”pernah telf dan SMS…”(responden 2 dan 5) pendamping mereka.

Dari pernyataan responden di atas langkah identifikasi atau langkah awal dengan menanyakan nama dan alamat bagi individu yang didampingi. Dari pertanyaan tersebut peserta pendampingan merasa dikenal, ada kegembiraan dan merasa menjadi bagian, tidak merasa asing atau menjadi orang asing. Dalam

pendampingan personal pentingnya sapaan pribadi, perjumpaan, kebersamaan sehingga peserta pendampingan merasakan suatu kedekatan yang membuat individu merasa at home (seperti halnya dalam Gb. 5.), sehingga memudahkan dalam proses pendampingan selanjutnya.

1.2 Langkah Diagnose

“… Yesus, Anak Daud, kasianilah aku!”,” …Apa yang engkau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?”(Luk 18:38-41). Langkah yang dilakukan Yesus dalam proses penyembuhan seorang buta dekat Yerikho dimana terjadi suatu diagnose dengan proses dipanggil untuk diajak berdialog atau berkomunikasi secara personal yang disebut dengan wawancara pribadi. Demikian juga penderita autis bahwa mereka, “pernah, cerita-cerita dengan oma…”(responden 1,2,4,5).

Maksud dari dialog personal yang dilakukan Yesus kepada orang buta tersebut adalah untuk mempertanyakan “persoalan atau masalah yang dihadapi”, dengan menceritakan persoalan tersebut, maka Yesus tergerak hati oleh belas kasih dan menyembuhkan orang buta tersebut. “Sapaan, perhatian, dukungan, bimbingan, menemani, menyemangati merupakan ungkapan “ketergerakan hati atau cinta” (responden 1,2,3,4,5). Beberapa pernyataan responden tersebut berkaitan dengan langkah diagnose adalah langkah untuk mengetahui titik permasalahan dengan cara wawancara pribadi dengan unsur adanya sapaan, perhatian, dukungan, bimbingan, menemani dan menyemangati sehingga terjadi proses penyembuhan seperti halnya di alami oleh orang buta yang berada di dekat Yerikho.

1.3 Langkah Prognosis

Langkah prognosis seperti sudah di jelaskan di bab II, langkah ini merupakan kelanjutan dari langkah diagnosis. Dalam proses pendampingan “pujian, dukungan” (responden 1,2,3,4,5) sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan peserta pendampingan. Pujian dan dukungan dalam proses pendampingan mampu membuat penderita autis percaya diri sehingga potensi mereka bertumbuh dan berkembang.

1.4 Langkah Terapi

Hidup manusia mengalami situasi yang berubah-ubah, seperti halnya dalam perjalanan, di mana pemandangan alam sekitar silih berganti. Namun dalam perjalanan manusia tetap mengingat akan tujuannya untuk teliti dan bijak dalam memilih arah yang benar sehingga membawa kearah tujuan yang baik.” Ya, pendamping saya teliti terutama berkaitan dengan makanan yang berakibat pada sikap pemarah…”(responden 1).“… mengajari ketelitian diberitahu dan disemangati seperti halnya nilai rapot dulu banyak nilai dan tulisan merah, biar tidak ada tulisan merah sekarang tidak tidur terus dan tidak membolos…(responden 2). “Ya teliti, diingatkan kalau malas dan pelupa tidak disiplin, serta menjaga makan tidak makan sembarangan biar cepat sembuh (responden 3). “Ya, menginggatkan … agar bisa bersikap sopan, baik tidak sembarangan dalam mengerjakan tugas atau konsentrasi…”(responden 4). “Ya, teliti kalau saya marah-marah ditanya, salah makan apa?”(responden 5).

Pada langkah terapi ini, seperti sudah dijelaskan di bab 2, bahwa langkah tersebut membutuhkan suatu pengamatan yang cermat dan waktu yang lama untuk proses kesembuhan penderita autis yang berhubungan dengan: kedisiplinan untuk mengubah kebiasaannya menjadi baik. “mengubah kebiasaan itu sulit dan sakit tapi saya harus berubah untuk menjadi lebih baik” (responden 1). Pengalaman penderita autis seperti halnya pengalaman Yakub dalam pergulatannya mengalahkan diri. “Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit” (Kej 32: 31). Terang akan datang kalau orang berani menerima pergulatan dengan mengalahkan diri, memilih yang benar, teliti menuju pada jalan kesembuhan (penyempurnaan).

1.5 Langkah Evalusi (tindak lanjut)

Untuk mengetahui dan mengerti sejauh mana tingkat keberhasilan pelaksanaan pendampingan personal bagi penderita autis maka dibutuhkan suatu evaluasi. Evaluasi bagi penderita autis dapat berupa:“setiap tiga bulan sekali menerima rapot” (responden 1,2,3,4,5), rapot sebagai bantuan untuk melihat kemajuan atau kemunduran penderita autis serta untuk menetapkan bentuk pendampingan yang akan dilaksanakan selanjutnya. Penderita autis dalam pendampingan personal dibimbing kearah pengenalan diri dengan,”mencintai diri sendiri, papa, mama, saudara, pendamping dan teman-teman” (responden 1,2,3,4,5). Dalam pendampingan personal penderita autis juga dibimbing untuk mengenal Tuhan dengan cara berdoa, “Ya, mengajari berdoa, saat pondok rohani” (responden 1,3,4,5), “belajar ngaji…”(responden 2), selain itu juga dibimbing

untuk bersyukur dengan cara, ”bersyukur untuk rejeki hari ini, untuk kesehatan…”(1,2,3,4,5), sehingga dalam pendampingan personal penderita autis mengalami hidup yang kelimpahan seperti halnya dalam injil Yohanes: “Aku datang agar mereka mendapatkan hidup dalam segala kelimpahan” (Yoh 10: 10).

Langkah-langkah dalam pendampingan personal bagi penderita autis seperti halnya pengalaman wanita Samaria yang bertemu dengan Yesus. Pertama-tama ada dialog antara Yesus dan wanita Samaria. Kedua keterbukaan wanita Samria kepada Yesus. Ketiga penerimaan Yesus sendiri terhadap wanita Samaria tersebut, hal ini sangat jelas digambarkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Dimana Yesus duduk dipinggir sumur dengan bertanya jawab dengan wanita Samaria tersebut. Yesus membuat langkah-langkah pendampingan personal kepada wanita Samaria tersebut dan sampailah pada suatu transformasi atau pertobatan menjadi untuk manusia baru (Yoh 4:41-42).

Demikian juga Yesus menyiapkan langkah-langkah pendampingan personal kepada Zakheus. Langkah-langkah pendampingan personal penderita autis seperti halnya yang dialami Zakheus. Pertama dari penggilan atau sapaan pribadi:”Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini aku akan menumpang di rumahmu”. Tindakan Yesus demikian, telah membuka hati Zakheus sampai pada transformasi atau pertobatan.

2. Sarana dan Metode yang digunakan dalam Pendampingan Personal di Arogya Mitra Klaten

2.1 Sarana yang digunakan dalam pendampingan personal

Untuk menunjang pelaksanaan pendampingan personal dibutuhkan suatu

sarana yang dapat memperkembangkan individu penderita autis. Sarana-sarana tersebut dapat dilihat dalam bab III dalam temuan umun dan dapat dilihat dalam temuan khusus berupa foto-foto. Sarana yang dipakai dalam pelaksanaan pendampingan personal adalah sebagai berikut:(Gb. 6, Gb. 7, Gb.8, Gb. 9), juga berdasar hasil penelitian sarana yang digunakan adalah:”dengan mendengarkan musik, dengan membaca”, (responden 1,4,5). “olah raga, renang, fitnes”(responden 2,3), dan juga “tampil dalam acara-acara yang diselengarakan di Arogya Mitra”(responden 1,2,3,4,5) dan lihat dalam hasil penelitin (Gb. 10,11,12).

2.2 Metode yang digunakan dalam pendampingan personal

Pelaksanaan pendampingan personal bagi penderita autis dibutuhkan suatu metode yang dapat membantu peningkatan kemampuan belajar penderita autis sebagai berikut: Metode melatih bicara bagi penderita autis yang mengalami kesulitan dalam wicara sehingga mampu untuk bicara. Metode okupasi untuk membantu permasalahan penderita autis dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan permasalahan sensori. Sehingga individu dapat mencapai kemampuan dalam mengolah informasi secara tepat. Yaitu kemampuan dalam

kepercayaan diri dan kemampuan spesialisasi dari masing-masing sisi tubuh dan otak. Kemampuan-kemampuan tersebut dibutuhkan oleh seorang dalam berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya, baik itu lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. Metode pendekatan bagi penderita autis melalui kelas motorik tangan. Penderita autis biasanya tidak fokus, dalam sepuluh menit hanya duduk, dan tidak bisa untuk bertahan lama. Dengan adanya kelas motorik tangan, penderita autis dituntut untuk belajar fokus dalam mengerjakan tugas sampai selesai. Seperti mewarnai, melukis, menempel, mengunting, dan lain-lain, selain membuat motorik halus penderita autis juga menjadi lebih baik. Manfaat dari motorik tangan lainnya adalah dari sisi emosi, mereka cenderung tidak terkendali dan dengan terapi ini penderita autis bisa terbantu dalam mengendalikan emosinya agar lebih terarah. Metode dengan pendekatan bina diri yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian, kepatuhan dan meniru serta melakukan hal-hal yang sederhana, seperti belajar memakai baju, kaos kaki, mandi dan lain-lain. Metode dengan belajar sempoa, bagi penderita autis yang sudah dinilai mampu dalam mengikuti kelas formal. Hal ini perlu juga mendapat materi tambahan untuk melatih kecepatan dan ketelitian dalam berpikir. Metode dengan belajar bahasa Inggris agar mereka memiliki pengetahuan yang luas, seperti halnya pada pemahaman bahasa asing. Khususnya bahasa Inggris, anak diajarkan untuk mengucapkan kosa kata dari yang paling sederhana sampai pada kosa kata yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kecakapan Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra Klaten

Kecakapan seorang anak atau individu akan teruji bila ia telah mampu mengenali perasaan yang ada dalam dirinya ataupun perasaan orang lain. “Mampu merasakan dan menamai perasaan baik itu sedih, senang, gembira, marah…, (responden 1,2,3,4,5). Penderita autis juga harus mampu untuk belajar mengendalikan emosinya dengan menerima kegagalan dan keberhasilan. “Mengatasi kegagalan dengan berusaha agar tidak gagal lagi”(responden 1,2,3,4,5). Beberapa pernyataan responden dan berdasarkan penelitian penderita autis dinyatakan cakap emosional.

4. Makna Pendampingan Personal Berpengaruh Bagi Peningkatan Kecakapan Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra Klaten

“Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku, Ia membimbing aku ke air yang tenang; dan menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya (Mazmur 23:1-3)”. Kutipan diatas menjadi inspirasi bahwa manusia adalah seorang pribadi yang bernilai dan manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang hanya dapat berkembang sempurna karena bersama orang lain (Suparno, 2006: 12). Seorang pribadi yang dilepas di hutan tanpa berinteraksi dengan orang lain tidak akan bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh. Untuk mencapai pertumbuhan dan kebahagiaan dalam hidup pribadi membutuhkan orang lain untuk mendampinginya.

Pendampingan personal bertujuan untuk mengembangkan dan menumbuhkan kecakapan emosional penderita autis, sehingga pendampingan

personal tersebut dapat bernilai atau berdampak bagi peningkatan kecakapan emosionalnya. Seperti halnya pernyataan ini: “mampu mengubah kebiasaan yang biasanya pagi tidur sekarang pagi bangun dan malam hari tidur tidak bangun dan membuat keributan…”(responden 1). Dalam konteks pendampingan, pendampingan personal adalah pendampingan yang memanusiawikan manusia, maksudnya bahwa dalam proses pendampingan pribadi manusia dikembangkan secara utuh baik segi jasmani maupun rohani. Seperti halnya kecakapan emosional penderita autis, dalam hasil penelitian bahwa mereka mampu untuk berkembang baik dari segi pengetahuan (kognitif), emosi, rohani (spiritual), empati, serta mampu bersosialisasi atau hidup bersama. Perkembangan dari segi kognitif adalah sebagai berikut: anak “bisa Bahasa Inggris dan bahasa Jepang, juga sempoa” (responden 1 dan 2). Pribadi yang bijaksana adalah pribadi yang mampu mengendalikan emosi, dari hasil penelitian penderita autis mampu untuk mengendalikan emosinya yang menjadi “permasalahan” penderita autis tersebut (responden 1,2,3,4,5). Dalam hal mengelola emosi penderita autis dengan cara: ”mendengarkan musik, menarik nafas dalam-dalam kemudian duduk tenang dan meditasi…” (responden 1). Pendapat lain mengatakan mengelola emosi dengan cara:” jalan-jalan, fitnes dan tidak menuruti amarah atau rasa marah, kadang dengan membaca buku” (responden 2,3,4,5).

Penderita autis mengalami kesulitan dalam hal bersosialisasi, berkat pendampingan personal secara intesif mereka mampu untuk bersosialisasi dengan siapa saja. “pada dasarnya, senang berteman …” (responden 1). “saya senang berteman” (responden 2). “disini temannya banyak dan menerima siapa saja

temannya …”(responden 3,4,5). Demikian hasil penelitian dan ungkapan penderita autis berhubungan dengan sosialisasi.

Manusia dalam mengembangkan dirinya menjadi manusia yang penuh dan utuh memerlukan relasi yang baik sesama dan dengan Tuhan Sang empunyai kehidupan. Keselarasan dengan Tuhan, sesama dan alam ciptaan menjadi bagian dari pribadi yang utuh dan ingin sempurna. Maka dari itu manusia perlu mendekatkan diri dengan Tuhan, Sang Pencipta dan pemberi kehidupan dengan cara berdoa, memuji, dan meluhurkan keagungan Tuhan dalam hidup, seperti halnya penderita autis. Dalam hasil penelitian mereka juga memuji, berdoa dan

Dokumen terkait