• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna pendampingan personal bagi kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten dalam perspektif pastoral - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Makna pendampingan personal bagi kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten dalam perspektif pastoral - USD Repository"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA PENDAMPINGAN PERSONAL

BAGI KECAKAPAN EMOSIONAL PENDERITA AUTIS

DI AROGYA MITRA KLATEN DALAM

PERSPEKTIF PASTORAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Lusia Sri Andayani

NIM: 061124001

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

MAKNA PENDAMPINGAN PERSONAL

BAGI KECAKAPAN EMOSIONAL PENDERITA AUTIS

DI AROGYA MITRA KLATEN DALAM

PERSPEKTIF PASTORAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Lusia Sri Andayani

NIM: 061124001

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan :

Bagi Dia, Sang Pencipta dan Pemberi Hidup

Bagi adik-adik “spesial” di manapun mereka berada.

Bagi semua orang tua yang dianugerahi anak “spesial”.

Bagi semua insan yang mempunyai rasa peduli terhadap penderita autis di

manapun mereka berada.

Bagi Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus Propinsi Maria Bunda

Allah Surabaya-Jawa.

(6)

v

MOTTO

Kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan

jika kau cukup kuat untuk menginginkannya.

Kau bisa menjadi apapun yang kau inginkan

dan melakukan apapun yang ingin kau capai

jika kau bertahan pada keinginan itu dengan satu tujuan yang pasti dan jelas

(

Abraham Lincoln)

“Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang

dari saudara-Ku yang paling hina ini,

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sungguh bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,30

September

2011

Penulis

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

:

Lusia

Sri

Andayani

Nomor Induk Mahasiswa

: 061124001

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MAKNA PENDAMPINGAN PERSONAL

BAGI KECAKAPAN EMOSIONAL PENDERITA AUTIS

DI AROGYA MITRA KLATEN DALAM

PERSPEKTIF PASTORAL

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 30 September 2011

Yang menyatakan

(9)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “MAKNA PENDAMPINGAN PERSONAL BAGI

KECAKAPAN EMOSIONAL PENDERITA AUTIS DI AROGYA MITRA

KLATEN”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya keprihatinan semakin

banyaknya penderita autis di masyarakat, dan berdasarkan tema kapitel jendral

Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus untuk membela kehidupan bagi mereka yang lemah dan

tersingkir.

Menanggapi situasi tersebut, penulis mengangkat topik pendampingan

personal bagi peningkatan kecakapan emosional penderita autis. Pendampingan

personal adalah suatu proses pendampingan yang membantu atau menolong individu

berdasarkan keunikannya masing-masing, agar individu dapat bertumbuh dan

berkembang sesuai potensi yang ada dalam dirinya. Ciri khas pelaksanaan

pendampingan personal baik pendampingan yang dilakukan secara individu maupun

pendampingan dalam kelompok tetap menekankan pada keunikan dari masing-masing

pribadi. Dengan demikian dapat diketahui sejauhmana makna pendampingan personal

dapat meningkatkan kecakapan emosional penderita autis. Tujuan pendampingan

personal yang dilaksanakan di Arogya Mitra Klaten adalah menolong penderita autis

agar dapat sembuh sehingga masa depannya baik dan diakui di masyarakat.

Pelaksanaan pendampngan ini dengan menggunakan metode

one on one

maupun

metode gabungan. Metode

one on one

adalah pelaksanaan pendampingan dengan satu

guru dan satu murid. Metode gabungan yaitu penderita autis dikelompokkan sesuai

dengan tingkat permasalahan individu tersebut.

Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, yaitu

mengambarkan dan menganalisi data yang diperoleh baik melalui hasil pengamatan

maupun wawancara kemudian membandingkan dengan kejadian-kejadian di lapangan.

Fokus dalam penelitian ini pada pendampingan personal bagi peningkatan kecakapan

emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten. Dengan demikian dapat diketahui

makna pendampingan personal dapat membantu meningkatkan kecakapan emosional

penderita autis.

(10)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis is “PERSONAL ASSISTING SIGNIFICANCE

FOR THE EMOTIONAL ABILITY OF AUTISM PATIENTS IN AROGYA

MITRA KLATEN”. The title is based on the thoughtfulness of the increasing

number of autism patients in the society and based on the Holy Spirit sisters’ capital

general theme to defend life for those who are weak and shoved aside.

Perceiving the situation, the writer adapts the topic of personal assisting to

emotional ability for autism patients. A personal assisting is assisting process which

helps and assists an individual based on their uniqueness, to make the individual

grows and develop as their potential. The characteristic of the implementation of

personal assisting either in individual or in group emphasizes on each individual’s

uniqueness. Thereby, it can be recognized how far the significance of personal

assisting can improve the emotional ability of autism patients. The aim of personal

assisting implemented in Arogya Mitra Klaten is to help healing the autism patients

so that their future is better and admitted by the society. The implementation of this

assisting uses either one on one method or mix method. One on one method is an

assisting implementation with a teacher and a student. Mix method is a method

which groups the autism patients as the problem level of the individual.

This is a qualitative research with phenomenological approach, which draws

and analyzes the obtained data through observation or interview result and then

compare it to the occurrence in field. The focus of this research is on the personal

assisting to emotional ability improvement of autism patients in Arogya Mitra

Klaten. Therefore, it is recognized the significance of personal assisting which help

to improve the emotional ability of autism patients.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus yang telah menyertai

dan membimbing dengan kasih setia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa begitu besar campur

tangan Allah, lewat teman-teman, para dosen maupun semua pihak yang telah

mendukung penulis.

Oleh sebab itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak atas segala dukungan, bantuan, dorongan, bimbingan serta cinta baik

secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh

karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J., selaku kepala prodi yang telah memberi ijin,

kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi.

2.

Bapak F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing utama dan

penguji I, yang dengan sabar meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, serta

memberikan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih

untuk masukan dan kritikan sehingga penulis diteguhkan dalam proses penulisan

skripsi ini.

(12)

xi

4.

Bapak Y. Kristianto, SFK., M.Pd., selaku dosen penguji III, yang telah berkenan

dan bersedia menjadi dosen penguji.

5.

Segenap staf dosen, sekretariat, perpustakaan dan karyawan-karyawati Prodi

IPPAK-USD yang telah memberi perhatian, dukungan, selama penulis menjalani

proses studi di IPPAK.

6.

Tim Pimpinan SSpS Propinsi Maria Bunda Allah Jawa, yang telah memberi

kesempatan penulis untuk belajar di Universitas Sanata Dharma. Para suster di

Komunitas Biara Roh Suci Yogyakarta yang dengan caranya masing-masing telah

mendukung penulis selama studi hingga terselesainya skripsi ini.

7.

Seluruh keluarga yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis

untuk terus berusaha menyelesaikan skripsi ini.

8.

Bagi sahabat-sahabatku yang telah mendukung, menguatkan dan membantu

sehingga terselesaikan skripsi ini.

9.

Teman-teman angkatan 2006, terima kasih untuk dukungan dan perhatian serta

kebersamaan selama studi di IPPAK.

(13)

xii

terutama Yafet, Teguh, Lina, Lani, David yang telah membagikan pengalaman

hidupnya.

Penulis menyadari, bahwa masih banyak keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang berguna demi

menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang

mempunyai hati bagi penderita autis di mana mereka berada dan bagi siapa saja yang

membaca karya tulis ini.

Yogyakarta,

30

September

2011

Penulis

(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACK

... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xxi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penulisan ... 8

(15)

xiv

G. Metode Penulisan ... 9

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Pendampingan ... 13

1. Pengertian Pendampingan ... 13

2. Pengertian Pendampingan Personal ... 14

a. Tujuan dan Fungsi Pendampingan ... 15

b. Unsur-Unsur dalam Pendampingan Personal ... 17

c. Sikap Dasar dalam Pendampingan Personal ... 17

d. Sikap Dasar Peserta Pendampingan Personal ... 19

e. Bentuk-Bentuk Pendekatan dalam Pendampingan Personal ... 20

3. Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Pendampingan Personal ... 22

a. Langkah Identifikasi ... 22

b. Langkah Diagnosis ... 23

c. Langkah Prognosis ... 23

d. Langkah Terapi ... 23

e. Langkah Evaluasi ... 23

B. Pendampingan Personal Sebagai Bentuk dari Pelayanan Pastoral ... 24

1. Pengertian Pastoral ... 24

a. Aspek-Aspek Karya Pastoral ... 25

b. Pastoral Sebagai Tindakan Pengembangan Iman ... 25

(16)

xv

d. Pastoral Merupakan Tindakan Pengungkapan Ciri Pelayanan

Gereja

...

27

2. Makna Pendampingan Personal dalam Pelayanan Pastoral ... 27

C. Kecakapan Emosional ... 32

1. Pengertian Emosi ... 32

2. Perkembangan Emosi ... 33

3. Hal-Hal yang Mempengaruhi Emosi dalam Kehidupan ... 34

4. Peran Emosi dalam Kehidupan ... 35

a. Emosi Menciptakan Persahabatan dalam Kehidupan ... 36

b. Emosi Sebagai Dasar Kehidupan Seni ... 36

c. Emosi Memberi Tenaga Tambahan ... 37

d. Emosi Memacu Untuk Berbuat Baik ... 37

e. Emosi Sebagai Obat Penguat ... 37

5. Pengendalian Emosi ... 38

6. Kecakapan Emosi ... 39

7. Faktor Kecakapan Emosi ... 41

a. Memotivasi Diri Sendiri ... 41

b. Mengenali Emosi Diri ... 41

c. Mengelola Emosi ... 42

d. Mengenali Emosi Orang Lain ... 43

e. Membina Hubungan ... 44

(17)

xvi

D. Penderita Autis dan Permasalahannya ... 47

1. Siapa itu Penderita Autis ... 47

2. Ciri-Ciri Penderita Autis ... 49

a.

Komunikasi

...

49

b. Bersosialisasi (berteman) ... 50

c. Kelainan Pendengaran ... 50

d.

Bermain

...

50

e.

Perilaku

...

50

3. Perkembangan Penderita Autis ... 50

4. Keunikan Penderita Autis ... 52

8. Perilaku Penderita Autis ... 52

E. Pengertian Makna ... 54

F. Kerangka Pikir ... 54

G. Fokus Penelitian ... 55

H. Pertanyaan Penelitian ... 56

BAB III. METODOLOGI, HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN…. . 57

A.

Metodologi Penelitian ... 57

1.

Pendekatan Penelitian ... 57

2.

Pemilihan Setting ... 58

3.

Subjek Penelitian ... 58

4.

Tehnik Pengumpulan Data ... 59

(18)

xvii

b. Definisi Konseptual Kecakapan Emosional ... 60

c. Definisi Operasional Pendampingan Personal ... 60

d. Definisi Operasional Kecakapan Emosional ... 60

e. Kisi-Kisi Penelitian ... 61

f. Tahap Penelitian ... 63

5.

Pemeriksaan Keabsahan Data ... 64

a. Tingkat Kepercayaan / Validitas ... 65

b. Kebergantungan / Reliabilitas ... 67

c. Kepastian / Obyektivitas ... 68

6.

Tehnik Analisi Data ... 68

B.

Hasil Penelitian ... 68

1.

Temuan Umum ... 69

a. Latar Belakang Lembaga Arogya Mitra Klaten ... 69

b. Visi dan Misi Lembaga Arogya Mitra Klaten ... 71

c. Tujuan Lembaga Arogya Mitra Klaten ... 71

d. Motto Lembaga Arogya Mitra Klaten ... 71

e. Pendiri dan Staff Lembaga Arogya Mitra Klaten ... 71

2.

Temuan Khusus ... 72

a. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pendampingan Personal

di Arogya Mitra Klaten ... 73

(19)

xviii

c. Kecakapan Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra

Klaten ... 84

d. Makna Pendampingan Personal Bagi Peningkatan Kecakapan

Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra Klaten ... 87

C.

Pembahasan Hasil Penelitian ... 91

1.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Pendampingan Personal

di Arogya Mitra Klaten ... 91

2.

Sarana dan Metode dalam Pelaksanaan Pendampingan Personal

di Arogya Mitra Klaten ... 97

3.

Kecakapan Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra

Klaten ... 99

4.

Makna Pendampingan Personal Bagi Peningkatan Kecakapan

Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra Klaten ... 99

D.

Refleksi Kateketis ... 103

E.

Keterbatasan Penelitian ... 105

BAB IV. PENUTUP ... 107

A.

Kesimpulan ... 107

1. Pendampingan Personal di Arogya Mitra Klaten ... 108

2. Kecakapan Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra Klaten ... 110

3. Makna Pendampingan Personal Bagi Peningkatan Kecakapan

Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra Klaten ... 110

(20)

xix

(21)

xx

LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian ... 116

Lampiran 2 : Panduan Pertanyaan Penelitian ... 117

Lampiran 3 : Hasil Wawancara dengan Penderita Autis ... 118

Lampiran 4 : Hasil Wawancara dengan Pendamping ... 138

Lampiran 5 : Tabel Hasil Wawancara dengan Responden ... 160

Lampiran 6 : Tabel Hasil Wawancara dengan Pendamping ... 166

Lampiran 7: Surat Keputusan Tentang Data Guru Sekolah Autis

Hiperaktif Arogya Mitra ... 173

(22)

xxi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan

Kitab

Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Baru dan Kitab Suci Perjanjian Lama terjemahan Lembaga Alkitab

Indonesia, Jakarta 2006.

Kej

:Kejadian

Kor

:

Korentus

Luk :

Lukas

Mat :

Matius

Mzm :

Mazmur

Sam :

Samuel

Yak

:

Yakobus

Yer

:

Yeremia

Yoh

:

Yohanes

B.

Singkatan Dokumen Resmi Gereja

G.S :

Gaudium et Spes

: Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia

Dewasa ini.

C.

Singkatan Lain

(23)

xxii

E.Q

:

Emotional Quotient

Gb :

Gambar

Hal :

Halaman

I.Q

:

Intelligence Quotient

MAWI

: Majelis Agung Wali Gereja Indonesia

PKL

: Praktek Kerja Lapangan

Sisdiknas : Sistem Pendidikan Nasional

SMS :

Short Message Service

SSpS :

Serva

Spiritus Sancti

(Konggregasi Suster Misi Abdi Roh

Kudus)

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Siapakah manusia itu? sebuah pertanyaan mengenai eksistensi manusia

yang tidak akan pernah tuntas terjawab. Meskipun demikian setiap pribadi harus

bisa memberikan sebuah jawaban atas pertanyaan ini. Jawaban yang paling

sederhana yang dapat diberikan yakni manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan.

Kitab Suci menjelaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa

Allah (Kej.1:26) ... dan baik adanya (Kej.1:31). Pernyataan Kitab Suci ini

menyatakan tentang eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang

memiliki martabat yang paling luhur di antara segala ciptaan lainnya, yang

dilengkapai dengan potensi-potensi rohaniah, intelektual, emosional dan spiritual.

Potensi-potensi ini akan dapat berkembang dengan baik jika setiap pribadi sejak

masa kecilnya diberi pendampingan dan pendidikan yang baik. Tindakan

pendampingan dan pendidikan tersebut merupakan tanggung jawab dari orang tua.

Karena itu sebutan orang tua bukan hanya sebagai status sosial tetapi sekaligus

memberikan tanggungjawab besar bagi masa depan anak.

Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada orang tua sebagai buah

pertautan cinta suami-istri. Kelahiran anak merupakan saat-saat yang

ditunggu-tunggu. Hal ini tentunya sangat menggembirakan bagi orang tua. Setiap orang tua

mengharapkan agar anak mereka bertumbuh dan berkembang dengan baik.

(25)

berprestasi di sekolah, baik hati, menjadi orang yang bertanggung jawab, dan

berpikir positif mengenai diri sendiri. Singkatnya bahwa orang tua mengharapkan

anaknya untuk bahagia dan sukses dalam hidupnya (Azerrad, 2005;13). Namun apa

yang terjadi, jika orang tua mengetahui bahwa anak mereka menderita autis.

Mungkin orang tua merasa berdosa, bersalah dan segala perasaan yang tidak

menyenangkan berkecamuk dalam hati, bahkan mereka khawatir akan masa

depannya. Kondisi tersebut harus semakin memperkuat tanggung jawab orang tua

dalam pendampingan secara khusus atau pendampingan pribadi, serta bagi siapa

saja yang memberikan perhatian dan pendampingan personal bagi penderita autis.

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat.

Hal ini membawa dampak yang mendukung bagi kelangsungan hidup manusia.

Namun, sebaliknya dampak yang kurang mendukung dari pengaruh teknologi yang

berupa pencemaran atau polusi dan limbah yang berpengaruh terhadap timbulnya

autis. Penyebab lain timbulnya autis adalah pola hidup yang tidak sehat dan

makanan yang mengandung pengawet. Fenomena dalam masyarakat saat ini antara

kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini terutama bagi

mereka yang tersisih dan terpingirkan dari masyarakat salah satunya adalah

penderita autis.

Istilah autis sudah cukup populer di kalangan masyarakat, banyak media

cetak maupun elektronik yang mencoba untuk mengupasnya secara mendalam.

Namun di sisi lain masyarakat kurang paham mengenai autis. Autis merupakan

gangguan pada perkembangan otak sehingga penderita mengalami gangguan

(26)

autis umumnya mengalami gangguan interaksi sosial atau ketidakmampuan untuk

bergaul. Anak cenderung menyendiri atau mengasingkan diri, sangat tertutup,

terfokus pada diri sendiri sekaligus mengalami gangguan emosi yang

meluap-luap. Anak juga sulit untuk berkonsentrasi. Selain itu, anak autis juga mengalami

keterlambatan perkembangan dalam bidang komunikasi, imajinasi, yang gejalanya

mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun. Dalam masyarakat muncul banyak

keprihatinan atas permasalahan penderita autis yang kompleks dan akhir-akhir ini,

penderita autis menunjukkan peningkatan jumlahnya (Safari, 2005;11).

Panggilan kemanusiaan untuk membela dan menyelamatkan kehidupan

terutama bagi mereka yang tersisih dan terpinggirkan menjadi tekad bagi

Konggregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus berdasarkan kapitel jendral ke XIII

tahun 2008. Tema dari kapitel jendral ini adalah ”membela kehidupan atau pro life”. Hal yang menjadi spirit dan mendorong penulis untuk ambil bagian dalam keprihatinan saat ini yang sesuai dengan konteks arah misi dan prioritas kapitel

jendral SSpS ke XIII untuk membela dan menyelamatkan kehidupan. Oleh karena

itu, penulis terpanggil untuk mendalami kehidupan para penderita autis dengan

segala permasalahan yang kompleks yang mereka hadapi. Hal ini bertujuan untuk

menemukan sebuah metode pendekatan yang tepat dalam memberikan

pendampingan terhadap penderita autis agar dapat bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan potensi mereka.

Demikian halnya dengan Yayasan Arogya Mitra Klaten yang bertujuan

untuk mencerdaskan dan menyelamatkan anak bangsa khususnya para penderita

(27)

Pemerintah juga memberikan jaminan sepenuhnya kepada penderita autis untuk

memperoleh layanan pendidikan yang bermutu sesuai dengan Undang-Undang

nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang

Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 3 memuat beberapa hal penting tentang sistem

pendidikan nasional sebagai berikut:

Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Sisdiknas, 2009;48).

Oleh karena itu, lembaga Arogya Mitra Klaten memberikan wadah pendampingan

dan pendidikan yang dapat membantu proses perkembangan dan pertumbuhan

penderita autis. Upaya penanganan terhadap penderita autis dilakukan melalui

pendampingan personal yang pelaksanaan dan proses pendampingannya

dilaksanakan dengan memperhatikan tingkat kebutuhannya. Adapun

pendampingan tersebut bertujuan untuk membantu meningkatkan kecakapan

emosional peserta didik. Pendampingan dapat tercapai dengan metode

pembelajaran yang menyentuh setiap pribadi. Keutamaan pendidikan dan

pendampingan personal ialah menerima keunikan, keanekaragaman individu

dengan menghargai perbedaan dan menciptakan iklim pembelajaran yang aman

dan ramah bagi setiap individu sehingga pendampingan dapat terlaksana dan

bermakna.

Pelaksanaan pendampingan personal di Arogya Mitra Klaten bagi penderita

(28)

kebutuhannya, serta ditunjang dengan penanganan medis. Dalam proses

pendampingan masing-masing penderita didampingi sesuai dengan keunikan dan

kekhasan mereka. Proses pendampingan ini disebut dengan pendampingan

personal.

Lembaga Arogya Mitra dengan visi-misinya, yang mengupayakan dan

menyelamatkan penderita autis agar dapat bertumbuh sebagaimana mestinya.

Harapan ini ditunjang dengan kurikulum pendidikan yang disesuaikan dengan

tingkat permasalahan dan keadaan dari peserta didik. Proses belajar mengajar di

Arogya Mitra berlangsung dari pukul 08.00 sampai dengan 16.00 WIB, dari hari

Senin sampai hari Sabtu. Proses pendampingan personal bagi kecakapan

emosional penderita autis membutuhkan waktu yang panjang untuk dapat

sungguh mengenal permasalahannya sehingga dapat melaksanakan proses

pendampingan yang kontinu dan intensif. Untuk menunjang keberhasilan dalam

pelaksanaan pendampingan bagi penderita autis agar dapat bertumbuh dan

berkembang potensinya, maka dibutuhkan materi-materi yang tepat dan didukung

oleh metode-metode yang kreatif dari pendamping.

Sekali lagi bahwa keberhasilan penderita autis bukan terletak dan

ditentukan oleh para pendamping yang profesional dan peralatan canggih.

Melainkan lebih dari itu, yakni peran serta orang tua, keluarga dan pendamping

dalam memberikan pendampingan secara personal dan intensif guna

memperkembangkan kecakapan emosionalnya. Di harapan pandangan dan

pemahaman masyarakat mengenai penderita autis dapat berubah menjadi

(29)

perkembangan penderita autis ke arah yang lebih baik. Namun pada kenyataannya

belum semua pendamping, orang tua, keluarga, masyarakat dapat memahami dan

mengerti mengenai pendampingan personal terhadap penderita autis.

Pelayanan pendampingan personal bertujuan untuk membantu dan

menolong pribadi berdasarkan kebutuhan, kesulitan agar dapat “keluar” dari

situasi tersebut sehingga penderita dapat tumbuh dan berkembang untuk mampu

bersyukur untuk mengalami pengalaman kasih Allah. Demikian halnya dengan

pendampingan pastoral yang bertujuan untuk membantu orang untuk mengenal

kasih Allah. Pendampingan personal bagi penderita autis untuk meningkatkan

kecakapan emosional masih sangat kurang, baik dari segi pendampingnya sendiri

maupun lembaga yang menangani penderita autis. Penulis berharap melalui

tulisan ini, penulis mampu menyumbangkan pemikiran dalam hal pendampingan

personal bagi kecakapan emosional penderita autis, sehingga penderita autis dapat

sungguh ditolong dan terselamatkan masa depannya. Mereka juga adalah

gambarah dan citra Allah yang mempunyai keunikan tersendiri sendiri, serta yang

membutuhkan perkembangan dan pertumbuhan sebagai pribadi manusia yang

utuh. Dengan pertumbuhan dan perkembangan tersebut diharapkan mereka

mampu memberi kontribusi baik bagi dirinya sendiri dalam hidup sehari-hari,

keluarga, masyarakat maupun bangsa dan Negara.

Bertitik tolak dari pemaparan di atas, penulis terpanggil untuk mendalami

kehidupan penderita autis dengan segala permasalahnya yang kompleks yang

(30)

PERSONAL BAGI KECAKAPAN EMOSIONAL PENDERITA AUTIS DI

AROGYA MITRA KLATEN“.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka ditemukan beberapa persoalan

sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan pendampingan personal?

2. Apa yang dimaksud dengan kecakapan emosional?

3. Bagaimana makna pendampingan personal bagi peningkatan kecakapan

emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten?

4. Bagaimana kualitas pendamping?

5. Bagaimanakah kurikulum di lembaga Arogya Mitra Klaten?

6. Sejauh mana perkembangan kecakapan emosional penderita autis selama

menempuh pendidikan di Arogya Mitra klaten?

7. Metode dan sarana apa saja yang dipakai dalam pendampingan personal bagi

penderita autis di Arogya Mitra Klaten?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat bahwa fokus permasalahan penderita autis yang begitu luas dan

kompleks, maka penulis membatasi permasalahan ini pada “Makna

Pendampingan Personal Bagi Kecakapan Emosional Penderita Autis di Arogya

(31)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan permasalahan yang muncul maka

penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pendampingan personal di Arogya Mitra Klaten?

2. Bagaimanakah kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten?

3. Sejauhmana pendampingan personal bermakna bagi peningkatan kecakapan

emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten?

E. Tujuan Penulisan

Berdasarkan identifikasi dan rumusan permasalah, penulisan skripsi ini

bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pendampingan personal di Arogya Mitra Klaten.

2. Mendeskripsikan kecakapan emosional penderita autis di Arogya Mitra

Klaten.

3. Mendeskripsikan makna pendampingan personal bagi peningkatan kecakapan

emosional penderita autis di Arogya Mitra Klaten.

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi lembaga Arogya Mitra Klaten

Agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi penderita autis di lembaga

Arogya Mitra Klaten.

(32)

Agar dapat menemukan metode pendampingan yang tepat bagi pengembangan

kecakapan emosianal penderita autis dalam memecahkan persoalan hidup

sehari-hari.

3. Bagi penderita autis di Arogya Mitra Klaten

Agar penderita autis menyadari mereka adalah kelompok manusia yang

berharga sebagai gambaran dan citra Allah.

4. Bagi penulis

Agar penulis memiliki wawasan yang tepat dan benar mengenai penderita

autis dan metode pendampingan yang sesuai serta bagian dari perutusan

penulis untuk membela dan menyelamatkan kehidupan terutama bagi

penderita autis.

5. Bagi lembaga pendidikan ilmu kateketik

Agar lembaga pendidikan kateketik menyadari bahwa pelayanan bagi

penderita autis juga merupakan bagian dari karya pendidikan dan pelayanan

pastoral.

6. Bagi masyarakat

Agar masyarakat berpandangan positif terhadap penderita autis supaya dapat

mengembangkan potensinya.

G. Metode Penulisan

Penulisan mengunakan metode deskriptif dan analisis, yang merupakan

metode kualitatif yang mengambarkan dan menganalisis data yang diperoleh

(33)

berhubungan dengan pendampingan personal dalam meningkatkan kecakapan

emosional penderita autis.

H. Sistematika Penulisan

Judul skripsi ini adalah “Makna Pendampingan Personal Bagi Kecakapan

Emosional Penderita Autis di Arogya Mitra Klaten”. Penulisan skripsi ini dibahas

dalam empat bab.

Bab I: Pendahuluan menguraikan, latar belakang, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,

metode penulisan, sistematika penulisan.

Bab II: Kajian teori membahas tentang makna pendampingan personal bagi

kecakapan emosional penderita autis yang diuraikan dalam delapan bagian.

Bagian A, Pendampingan membahas tentang pengertian pendampingan dan

pendampingan personal. Pada bagian ini dibahas tentang tujuan dan fungsi

pendampingan personal, unsur-unsur dalam pendampingan personal, sikap dasar

pendampingan personal, sikap dasar peserta pendampingan personal,

bentuk-bentuk pendekatan dalam pendampingan personal. Langkah-langkah dalam

pelaksanaan pendampingan personal, langkah identifikasi, langkah diagnose,

langkah prognosis, langkah terapi, langkah evaluasai. Bagian B, membahas

tentang pendampingan personal sebagai bentuk dari pelayanan pastoral. Bagian

ini dibahas tentang pengertian pastoral, aspek-aspek karya pastoral, pastoral

sebagai tindakan pengembangan iman, pastoral sebagai tindakan pengungkapan

(34)

gereja, makna pendampingan personal dalam pelayanan pastoral. Bagian C,

membahas tentang kecakapan emosional. Pada bagian ini meliputi: pengertian

emosi, perkembangan emosi, hal-hal yang mempengaruhi emosi dalam

kehidupan, peranan emosi dalam kehidupan, pengendalian emosi, kecakapan

emosi, faktor-faktor kecakapan emosi, makna kecakapan emosi. Bagian D,

membahas tentang penderita autis dan permasalahannya. Pada bagian ini dibahas

tentang siapa penderita autis, ciri-ciri penderita autis, perkembangan penderita

autis, keunikan penderita autis, perilaku penderita autis. Bagian E, berisi makna.

Bagian F, berisi kerangka pikir. Bagian G, berisi fokus. Bagian H, berisi

pertanyaan penelitian.

Bab III: Metodologi, hasil dan pembahasan penelitian. Bagian A, metodologi

penelitian, berisi pendekatan penelitian, pemilihan setting, waktu penelitian,

subjek peneliti, tehnik pengumpulan data, pemeriksaan keabsahan penelitian,

tehnik analisi data. Bagian B, hasil penelitian, berisi temuan umum dan temuan

khusus. Bagian C, berisi hasil penelitian. Bagian D, berisi refleksi kateketis.

Bagian E, berisi keterbatasan penelitian.

(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini, akan dibahas tentang pendampingan personal, kecakapan

emosional penderita autis. Bagian A, Pendampingan membahas tentang

pengertian pendampingan dan pendampingan personal yang meliputi: tujuan dan

fungsi pendampingan personal, unsur-unsur dalam pendampingan personal, sikap

dasar pendampingan personal, sikap dasar peserta pendampingan personal,

bentuk-bentuk pendekatan dalam pendampingan personal. Langkah-langkah

dalam pelaksanaan pendampingan personal, langkah identifikasi, langkah

diagnose, langkah prognosis, langkah terapi, langkah evaluasai. Bagian B,

membahas tentang pendampingan personal sebagai bentuk dari pelayanan

pastoral. Pada bagian ini dibahas tentang pengertian pastoral, aspek-aspek karya

pastoral, pastoral sebagai tindakan pengembangan iman, pastoral sebagai tindakan

pengungkapan kharisma Gereja, pastoral merupakan tindakan pengungkapan ciri

pelayanan Gereja, makna pendampingan personal dalam pelayanan pastoral.

Bagian C, membahas tentang kecakapan emosional. Pada bagian ini dibahas

tentang pengertian emosi, perkembangan emosi, hal-hal yang mempengaruhi

emosi dalam kehidupan, peranan emosi dalam kehidupan, pengendalian emosi,

kecakapan emosi, faktor-faktor kecakapan emosi, makna kecakapan emosi.

Bagian D, membahas tentang penderita autis dan permasalahannya. Pada bagian

ini dibahas tentang siapa penderita autis, ciri-ciri penderita autis, perkembangan

(36)

makna. Bagian F, berisi kerangka pikir. Bagian G,berisi fokus. Bagian H, berisi

pertanyaan penelitian.

A. Pendampingan

1. Pengertian Pendampingan

Secara umum pendampingan merupakan usaha yang dilakukan oleh

pendamping terhadap orang tertentu atau kelompok tertentu yang mengalami

suatu masalah. Kegiatan pendampingan bertitik tolak dari sebuah keyakinan

bahwa permasalahan yang dihadapai dapat teratasi dan orang yang didampingi

mempunyai potensi untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik

(Mangunhardjana, 1986;21-22). Dalam kegiatan pendampingan setiap

pendamping harus menghargai setiap pribadi yang didampingi dan tidak

menganggap mereka sebagai orang yang tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa.

Kehadiran pendamping sedapat mungkin membantu individu yang didampingi

untuk menemukan kembali harga diri, kemampuan atau potensi yang ada dalam

dirinya, sehingga memungkinkan orang tersebut untuk mencapai keutuhan hidup.

Menurut Candra pendampingan sebagai sebuah proses pengajaran dan

pembelajaran antara pendamping dengan orang yang didampingi (Candra, 2010;

5). Pendamping adalah seseorang yang memiliki pengalaman yang lebih banyak

dan lebih ahli dalam bidang pendampingan. Berbeda dengan Candra, Mayeroff

berpendapat bahwa pendampingan dari kata kerja “mendampingi” yang berarti

menolong orang agar dapat menumbuhkan dan mengaktualisasikan dirinya secara

(37)

adanya keterlibatan aktif dari kedua belah pihak. Kegiatan pendampingan selalu

bertolak dari sebuah pendapat dasar bahwa persoalan yang dihadapi dapat diatasi

karena pribadi yang didampingi mempunyai kemampuan untuk dapat bertumbuh

dan berkembang menjadi pribadi yang baik.

2. Pengertian Pendampingan Personal

Istilah kepribadian “personality” berasal dari kata Latin “persona” yang berarti “topeng”. Allport berpendapat pribadi atau personal adalah susunan

sistem-sistem psikofisik (kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan, emosional,

perasaan) yang dinamis dalam diri sehingga individu mampu menyesuaikan

dengan lingkungannya (Hurlock, 1976;236-237).

Pendampingan personal atau cura personalis adalah proses pendampingan yang dilakukan dengan cara menyesuaikan dengan situasi masing-masing pribadi.

Baik itu keunikan atau kekhasan setiap pribadi menjadi penekanan utama dalam

pendampingan personal. Dengan demikian, maka seluruh materi pendampingan

yang diberikan disesuaikan dengan dinamika kehidupannya dari masing-masing

pribadi yang didampingi (Darminta, 1993;14).

Soenarja berpendapat, bahwa pendampingan personal adalah suatu

pertemuan antara dua pribadi yang saling mengkomunikasikan sehingga terjadi

suatu komunikasi timbal balik antara dua pribadi tersebut. Tujuannya untuk

mengarahkan seseorang atau pribadi guna menentukan jalan hidupnya yang akan

berlangsung dan berkesinambungan terus menerus. Pendampingan personal ini

(38)

hidupnya (Soenarja, 1984;76-77). Pendampingan personal menurut Prasetyo

merupakan usaha untuk membantu individu terus menerus dalam proses

memperbaharui diri atau menata hidup agar tidak “mandeg” dalam proses

pertumbuhan dan pembaharuan diri sesuai dengan tempat dan kemampuannya

(Prasetyo, 2000;14).

Pendampingan personal menurut ketiga pendapat di atas dapat dirumuskan

sebagai berikut, suatu proses pendampingan yang membantu atau menolong

individu berdasarkan keunikannya masing-masing, agar individu dapat bertumbuh

dan berkembang sesuai potensi yang ada dalam dirinya. Ciri khas pelaksanaan

pendampingan personal baik pendampingan yang dilakukan secara individu

maupun pendampingan kelompok atau bersama dengan tetap menekankan pada

keunikan masing-masing pribadi. Dalam pelaksanaan pendampingan personal

terjadi komunikasi timbal balik antara pendamping dan yang didampingi sehingga

terjadi suatu proses pembaharuan dalam diri individu tersebut untuk mengalami

syukur dan cinta Tuhan dalam hidupnya.

a. Tujuan dan Fungsi Pendampingan Personal

Pendampingan personal bertujuan untuk membantu pribadi mengenal latar

belakangnya, memahami situasi permasalahan yang ada dalam dirinya agar

mampu keluar dari permasalahan dan kesulitan yang dihadapinya, sehingga

individu mengalami kehadiran Allah dalam hidupnya (Darminta, 1993;14).

Fungsi pelayanan pendampingan personal adalah berfokus pada manusia

(39)

Manusia yang dimaksudkan di sini adalah manusia yang berkembang, yang terus

menerus berusaha mewujudkan manusia yang seutuhnya. Wahana paling utama

untuk terjadinya proses dan tercapainya tujuan perkembangan tersebut tidak lain

adalah pendampingan. Pendampingan personal merupakan upaya memanusiakan

manusia. Tanpa pendampingan seorang manusia yang lahir tidak akan mampu

memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialannya, kesusilannya,

dan keberagamaannya. Ia akan menjadi “manusia alam”, bukan manusia budaya

yang hidup bersama dengan manusia-manusia lainnya dalam tatanan budaya

tertentu (Prayitno, 1999;181).

Dalam hal ini pendampingan dan pendidikan merupakan upaya untuk

membudayakan manusia muda. Upaya pembudayaan ini meliputi menyiapan

manusia muda menguasai alam lingkungannya, memahami dan melaksanakan

nilai-nilai, norma yang berlaku, melakukan peranan yang sesuai serta

menyelenggarakan kehidupan yang layak. Untuk tugas-tugas masa depan mereka

yaitu melalui proses pendampingan manusia yang memperkembangkan diri

sekaligus mempersiapkannya sesuai dengan potensi yang ada dalam diri mereka

serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Pendampingan tersebut

merupakan upaya berkelanjutan. Sebagai proses, kegiatan pendampingan tidak

sekali jadi atau selesai. Hal ini diibaratkan bola salju yang menggelinding, makin

jauh menggelinding makin besar. Demikian halnya dengan proses pendampingan

personal yang dikatakan berhasil dan setiap kali memperkaya anak yang

didampingi semakin mantap pribadinya dalam pendampingan menuju pada

(40)

sampai pada pencapaian hasil itu saja, melainkan terus digelindingkan untuk

mencapai hasil-hasil perkembangan yang lainnya (Suparno, 2002;12-13).

b. Unsur-Unsur dalam Pendampingan Personal

Hal ini perlu disadari, bahwa keberhasilan dalam suatu kegiatan

pendampingan sangat ditentukan oleh beberapa unsur berikut yaitu, sikap

pendamping, sikap peserta pendampingan, metode pendekatan serta beberapa hal

lain yang juga turut menunjang keberhasilan kegiatan dalam pendampingan

personal, seperti halnya: kerjasama antara pendamping dengan yang didampingi,

antara pendamping dengan pendamping, lingkungan yang kondusif di dalam

pelaksanaan pendampingan personal, serta sarana dan prasarana yang menunjang

dan memadai (Mayeroff, 1993;25).

c. Sikap Dasar dalam Pendampingan Personal

Kegiatan pendampingan personal dapat berjalan dengan baik dan dapat

berhasil pertama-tama ditentukan oleh sikap pendamping. Sikap yang

dimaksudkan di sini adalah adanya keterbukaan dari pendamping, keramahan,

penerimaan, pengenalan terhadap pribadi peserta yang didampingi, kesabaran dan

ketulusan hati. Dengan sikap-sikap tersebut seorang pendamping dalam

pendampingan personal dapat menerima setiap pribadi dengan segala kekurangan

dan kelebihannya. Sikap menerima apa adanya merupakan kebutuhan yang paling

mendasar bagi pribadi yang didampingi untuk dapat memulihkan kembali harga

(41)

setiap pribadi yang didampingi dengan permasalahan yang dialami. Sikap

penerimaan seperti ini harus disertakan dengan suatu kesanggupan untuk dapat

membaca setiap situasi yang terjadi dalam diri pribadi yang didampingi, sehingga

kegiatan pendampingan tidak dipandang sebagai kegiatan monolog dan

membosankan, melainkan suatu kesempatan yang baik bagi peserta

pendampingan untuk saling belajar guna menemukan sesuatu yang baru yang

dapat memulihkan kembali harga diri mereka. Oleh karena itu dalam proses

pendampingan seorang pendamping harus peka terhadap situasi yang dialami oleh

setiap pribadi dalam pendampingan, sehingga kegiatan pendampingan tersebut

bisa menjawabi kebutuhan mereka.

Hal lain yang perlu disadari dan dipahami oleh setiap pendamping ialah

untuk mendapatkan hasil yang baik dari suatu proses pendampingan maka

dibutuhkan waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan suatu sikap sabar dari

seorang pendamping. Sabar tidak dalam arti bersikap pasif dan putus asa

melainkan mengikuti perkembangan yang dialami oleh peserta atau individu yang

didampingi dari tahapan-tahapan pendampingan personal sambil memberikan

kesempatan bagi individu tersebut untuk berkembang sesuai dengan dinamika

kepribadiannya. Dalam kesabaran tersebut dituntut pula suatu kualitas lain dari

seorang pendamping yakni ketulusan dan kejujuran. Dengan hati yang tulus dan

nurani yang jujur seorang pendamping dapat menerima orang yang didampingi

sebagaimana adanya bukan sesuai dengan apa yang diinginkan atau diharuskan

oleh pendamping. Hanya dengan hati yang tulus dan nurani yang jujur seorang

(42)

didampingi untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan menjadi pribadi otonom

dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi (Mayerroff, 1993;15-56).

Apabila kegiatan pendampingan personal itu dilaksanakan dalam sebuah

team atau lembaga maka sangat diharapkan kerjasama yang baik antar

pendamping. Kerja sama yang dimaksudkan di sini tidak hanya mengacu pada

aturan yang sama melainkan merencanakan bersama segala sesuatu yang

dibutuhkan dalam pendampingan personal. Dengan kerjasama ini pula maka

terciptalah sebuah lingkungan yang kondusif bagi pelaksanaan seluruh kegiatan

pendampingan personal (Mangunhardjana, 1986;49).

d. Sikap Dasar Peserta dalam Pendampingan Personal

Keberhasilan dalam pendampingan personal tidak hanya ditentukan oleh

pendamping dalam melaksanakan tugasnya dalam pendampingan, tetapi juga

ditentukan oleh peserta pendampingan itu sendiri. Karena itu, dalam kegiatan

pendampingan personal peserta pendampingan perlu memiliki beberapa sikap

sebagai berikut yaitu: mengenal diri sendiri, kemauan untuk berubah, kemauan

untuk belajar nilai-nilai yang baru, dan terlibat secara aktif dalam proses

pendampingan. Kemauan untuk berubah menunjukkan bahwa peserta mempunyai

keinginan untuk menolong dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas hidupnya.

Karena itu perubahan yang dimaksudkan ialah usaha untuk memulihkan kembali

harga diri dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai yang baru yang diperoleh

dalam kegiatan pendampingan dengan nilai-nilai yang sudah ada dalam dirinya.

(43)

kekurangan dan kelebihan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan sosial

disekitarnya.

Melalui kegiatan pendampingan setiap peserta melakukan kegiatan belajar.

Belajar yang dimaksudkan di sini bukan mempelajari teori atau konsep-konsep

melainkan belajar tentang nilai-nilai baru, hal-hal yang baru yang belum pernah

diketahui. Dengan pengalaman yang baru tersebut dapat membantu setiap pribadi

untuk melakukan perubahan dalam bertingkah laku. Agar nilai-nilai yang

diperoleh itu bermanfaat bagi perubahan yang diinginkan maka peserta

pendampingan harus terlibat secara aktif dalam seluruh kegiatan dan berinteraksi

dengan pendamping maupun sesama peserta pendampingan. Hanya dengan

berinteraksi dengan pihak lain peserta pendampingan dapat melaksanakan

nilai-nilai yang diperoleh dalam pendampingan sehingga nilai-nilai-nilai-nilai tersebut menjadi

miliknya (Mayeroff, 1993;15-56).

e. Bentuk-Bentuk Pendekatan dalam Pendampingan Personal

Dalam pendampingan personal terdapat bermacam-macam bentuk

pendekatan seperti: pendekatan ekshortatif, pendekatan ilmiah, pendekatan terjun langsung, dan pendekatan kelompok. Setiap bentuk pendekatan menekankan

aspek yang berbeda-beda serta memiliki kekuatan dan kelemahannya

masing-masing.

Pendekatan ekshortatif adalah suatu pendekatan yang berusaha untuk mencapai tujuan pendampingan dengan menanamkan nilai-nilai tertentu dengan

(44)

peserta pendampingan. Kekuatan pendampingan ini terletak pada pemberian

dorongan dan motivasi, kelemahannya peserta diberi dengan berbagai macam

nilai tanpa memperhitungkan minat, kebutuhan dan keadaan dari peserta

pendampingan.

Pendekatan ilmiah adalah usaha penanaman nilai-nilai melalui pemberian

informasi yang didasarkan pada hasil-hasil studi dan penelitian ilmiah. Dalam

pendekatan ini peserta kadang-kadang dilibatkan dalam proses penelitian.

Pendekatan ini efektif untuk memberikan penjelasan yang sifatnya informatif

sehingga peserta dapat mengetahui beberapa hal baru namun hal-hal baru tersebut,

belum tentu dapat diterapkan dalam kehidupannya karena peserta sendiri tidak

mempunyai kemampuan yang cukup dalam memilih mana yang cocok untuk

kehidupannya. Di samping itu pendekatan ilmiah cenderung menekankan aspek

kognitif (pikiran), bukan pada hati, kehendak, sikap, perbuatan, dan perilaku

hidup.

Pendekatan terjun langsung adalah suatu pendampingan personal yang

dilakukan dengan cara melibatkan peserta secara langsung masuk dalam situasi

nyata untuk menemukan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Pendekatan ini

menekankan keterlibatan peserta dalam situasi hidup yang nyata. Dalam

pendekatan ini peserta dituntut mengalami sendiri, merefleksikan

pengalaman-pengalaman hidupnya dan menemukan sendiri nilai-nilai yang berguna bagi

kehidupannya. Banyak peserta dalam pendampingan ini tertolong dengan

pendekatan tersebut. Kendati demikian kelemahan pendekatan ini adalah arah

(45)

Pendekatan kelompok adalah bentuk pendampingan yang dilakukan dalam

kelompok. Kelompok dibentuk untuk dijadikan sarana belajar bersama dalam

mengolah dan menghayati nilai-nilai. Pendekatan ini membantu peserta untuk

berinteraksi dengan peserta lain, belajar, berlatih dan mempraktekkan hal-hal yang

berhubungan dengan pengembangan diri dalam suatu kelompok. Pendekatan ini

cukup efektif karena jumlahnya kecil sehingga mudah diarahkan dan peserta

sungguh-sungguh terlibat dalam menemukan sesuatu yang berarti baginya dan

mencoba mengahayati nilai-nilai yang ditemukan dalam kelompoknya.

(Mangunhardjana, 1986;52-53).

3. Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Pendampingan Personal

Dalam pelaksanaan pendampingan personal, terdapat langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Langkah identifikasi

Langkah ini adalah untuk mengenal latar belakang peserta pendampingan.

Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang sebaik-baiknya tentang

masalah atau kesulitan yang dialami oleh perserta pendampingan sehingga

pendamping dapat menetapkan jenis bantuan yang diberikan terhadap peserta

pendampingan. Dalam langkah ini pendamping mengumpulkan

(46)

b. Langkah Diagnosis

Langkah diagnosis adalah untuk menetapkan masalah yang dihadapi oleh

peserta pendampingan berkaitan juga dengan latar belakang. Dalam langkah ini

kegiatan yang dilakukan pendamping dapat juga pengumpulan data, mengadakan

studi terhadap peserta pendampingan, menggunakan berbagai teknik dalam

pengumpulan data. Setelah data terkumpul pendamping dapat menetapkan

masalah yang dihadapi oleh peserta pendampingan berkaitan juga dengan latar

belakangnya.

c. Langkah Prognosis

Langkah Prognosis adalah langkah untuk menentukan atau menetapkan

jenis bantuan yang akan dilaksanakan dalam proses pendampingan. Langkah

tersebut ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosis, yaitu

setelah ditetapkan masalahnya dan latar belakangnya. Langkah prognosis ini

ditetapkan bersama setelah pertimbangan berbagai kemungkinan dan berbagai

faktor.

d. Langkah Terapi

Langkah terapi adalah pelaksanaan bantuannya pendampingan yang

pelaksanaannya berdasarkan ketetapan dalam langkah prognosis. Pelaksanaan

langkah terapi ini memerlukan banyak waktu dan membutuhkan suatu proses

(47)

e. Langkah Evaluasi

Langkah evaluasi dan tindak lanjut dimaksudkan untuk menilai atau

mengetahui sejauhmana terapi yang dilakukan dan telah mencapai hasilnya.

Dalam langkah tindak lanjut atau tindak lanjut yaitu, untuk melihat

perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jauh (Salahudin,

2010;95-96).

B. Pendampingan Personal Sebagai Bentuk dari Pelayanan Pastoral

1. Pengertian Pastoral

Kata "pastoral" merupakan kata sifat dari kata “pastor" dalam bahasa Latin,

yang artinya: "Gembala". Jadi, secara harafiah kata "pastoral" berarti segala hal

yang berkaitan dengan tugas kegembalaan (Mardiatmadja, 1986;21). Dalam

perkembangannya selanjutnya kata pastoral mendapat perluasan makna yang

berarti: tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang gembala. Makna tersebut

menggaris bawahi gambaran Allah sebagai Gembala (Mazmur 23), dan Yesus

yang menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang baik (Yoh 10:11). Dengan

demikian secara biblis kata pastoral dimaksudkan untuk menyebut tindakan Allah

Sang Gembala Ilahi yang memelihara, melindungi dan prihatin akan keselamatan

umatNya.

Dalam Perjanjian Lama, Israel mengimani Yahwe sebagai Gembala mereka

(Mazmur 23), yang selalu menjaga dan membimbing umatNya menjadi satu

(48)

murid mengimani Yesus sebagai Gembala yang baik (Yoh 10:1-21). Dari

penjelasan di atas dapat di simpukan bahwa pastoral adalah segala hal baik sikap,

kata dan tindakan yang berkaitan dengan tugas kegembalaan Allah dan Yesus

Kristus yang dilanjutkan oleh Gereja hingga saat ini.

a. Aspek-Aspek Karya Pastoral

Karya pastoral dimengerti sebagai tindakan Gereja sebagai keseluruhan

umat Allah dalam rangka melaksanakan tugas perutusan serta panggilanNya.

Dalam praksis Gereja, hal ini bukan hanya karya pastoral atau hirarki saja.

Melainkan juga menekankan keterlibatan seluruh umat beriman dalam

melaksanakan tugas perutusan serta panggilan Gereja (Adisusanto, 2000;13).

Demikian juga diungkapkan Van Hooijdonk bahwa karya pastoral adalah karya

keselamatan bagi semua orang dan merupakan misi Gereja dewasa ini. Dalam

menjalankan misi tersebut Gereja perlu memperhatikan beberapa aspek berikut

seperti isi, sifat dan bentuk tindakan (Hooijdonk, 1980;7). Ketiga aspek tersebut

mengarah kepada perkembangan iman, mengungkapkan kharisma Gereja, dan ciri

pelayanan pastoral Gereja.

b. Pastoral Sebagai Tindakan Mengembangkan Iman

Iman merupakan jawaban manusia terhadap sapaan Allah. Allah hadir

secara kongkrit di tengah manusia dalam diri PutraNya Yesus Kristus. Yesus

adalah gambaran Allah yang datang untuk menyelamatkan manusia. Hakekat dari

(49)

perbuatan adalah mati (Yak 2:14). Dengan ini Yakobus menegaskan bahwa iman

baru punya arti jika disertakan dengan tindakan atau perbuatan kongkret.

Tindakan yang dimaksudkan di sini adalah tindakan yang menyelamatkan

manusia sekaligus mengembangkan iman itu sendiri. Dalam konteks pastoral

setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia terutama kepada sesama atau orang

lain yang menderita merupakan tindakan yang mengkonkritkan kehendak Allah

yang menyelamatkan manusia. Manusia adalah pengantara dan alat yang dipakai

oleh Allah untuk menyelamatkan sesama yang menderita dan tersingkirkan,

karena itu siapapun manusia yang ikut mengambil bagian dalam karya pastoral

adalah gambaran dari tindakan Allah yang menggembalakan umatnya. Dengan

keyakinan ini menyadarkan setiap orang beriman untuk sungguh memahami

bahwa dalam melaksanakan karya pastoral modal utama adalah iman dan melalui

karya-karya yang kita lakukan terutama pendampingan terhadap orang yang

menderita dan tersingkirkan memperteguh keyakinan kita bahwa dengan iman

manusia diselamatkan (Luk 18: 42).

c. Pastoral Sebagai Tindakan Pengungkapkan Kharisma Gereja

Salah satu kharisma utama dari Gereja adalah pelayanan. Yesus sebagai

kepala Gereja menegaskan bahwa “Aku datang bukan untuk dilayani melainkan

untuk melayani”. Tugas pelayanan ini diteruskan oleh Gereja, sejak Gereja

perdana sampai saat ini dan selanjutnya. Untuk menjalankan tugas tersebut setiap

anggota Gereja dianugerahi oleh Allah karunia-karunia khusus yang salah satunya

(50)

kepada Gereja dewasa ini yang dipanggil untuk melayani. Seluruh karya pastoral

Gereja merupakan karya yang mengungkapkan kharisma Gereja yakni dipanggil

untuk melayani.

d. Pastoral Merupakan Tindakan Pengungkapkan Ciri Pelayanan Gereja.

Tuhan Allah sebagai pencipta langit dan bumi menghendaki dan peduli

akan keselamatan dunia dan umat manusia. Karya Allah yang besar itu nampak

dalam karya Yesus Sang Gembala Agung dan kepala Gereja. Melalui karyaNya

Yesus mengungkapkan bagaimana Allah yang mengutusnya itu berbelas kasih

kepada manusia khususnya kepada orang tersingkirkan. Dalam pelayananya

Yesus menempatkan”orang sakit’’sebagai prioritas utama. Ia mendekati mereka,

menyentuh dan ada bersama orang sakit. Dengan ini Yesus sungguh konsisten

pada tujuan penciptaan Gereja yakni sebagai persukutuan umat beriman yang

bersifat mempedulikan, mendampingi dan merawat (Wiryasaputra, 1995;13).

Sikap kepedulian ini menjadi ciri khas Gereja dari abad ke abad. Dengan ciri yang

demikian orang akhirnya dapat memahami apabila gereja melalui pastoral care menjadi pelopor dalam pendampingan orang sakit.

2. Makna Pendampingan Personal dalam Pelayanan Pastoral

Pendampingan pastoral adalah suatu proses menolong yang bersifat jangka

panjang dan terjadi suatu perubahan yang fundamental dalam diri individu.

Hakekat dan tujuan dari pendampingan pastoral adalah untuk membantu orang

(51)

sesama. Yesus meringkas semua hukum Taurat dan Kitab para nabi di dalam

perintah “Kasih” (Imamat 19:18) dan dalam (Ulangan 6: 5), hal ini merupakan inti

dari seluruh pelayanan gereja (Camphell, 1994;11).

Manusia memiliki wilayah yang paling istimewa dalam dunia ciptaan. Sejak

dahulu kala manusia menganggap dirinya secara hakiki berbeda dengan makluk

ciptaan lainnya bahkan lebih baik dari ciptaan yang lain. Hal ini dicirikan oleh

adanya nilai intrinsik yang dimiliki oleh manusia yakni “martabat” yang

membuatnya bernilai mengatasi segala harga. Jika demikian manusia harus

diperlakukan sebagai tujuan dan bukan sebagai sarana. Hal ini berarti pada taraf

yang paling dasar kita mempunyai suatu kewajiban moral untuk berbuat baik

kepada orang lain, mempromosikan kesejahteraan mereka dan menaruh hormat

pada hak-hak mereka. Seperti halnya para penderita autis merupakan sekelompok

manusia yang mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan

kepribadian. Mereka adalah “pribadi” yang sering terlupakan bahkan cenderung

disingkirkan dari kehidupan. Meskipun demikian sebagai manusia mereka tetap

memiliki nilai intrinsik “martabat manusia”. Mereka adalah anggota dari suatu

keluarga, warga dari suatu komunitas Gereja dan masyarakat dari sebuah negara

dan dunia yang harus diselamatkan.

Pendampingan personal merupakan bagian dari karya pelayanan pastoral

Gereja dalam rangka menyelamatkan martabat manusia. Pendampingan personal

bagi penderita autis merupakan salah satu karya pastoral Gereja yang disebut juga

(52)

“Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang

merupakan kegembiraan dan harapan duka dan kecemasan para murid Kristus

juga ( G.S.1).

Konsili menekankan sikap hormat terhadap pribadi manusia dan harus

diselamatkan sesuai dengan visi Perjanjian Baru tentang Gereja sebagai umat

Allah (2 Kor 6;16), suatu persekutuan yang bersifat mendampingi dan satu

kesatuan organis yang didalamnya setiap anggota mempunyai talenta dan

pelayanan yang unik. Misi Gereja adalah memperbesar kasih kepada Allah dan

kasih kepada sesama di antara manusia. Misi ini dilakukan oleh Gereja dalam

seluruh karya pastoralnya.

Dalam pendampingan pastoral itu terjadi dalam proses perjumpaan yang

dinamis antara pendamping dengan individu yang didampingi. Sebab

pendampingan pastoral bukan sekedar sebuah proses wawancara antara

pewawancara dengan orang yang diwawancarai, bukan pula hubungan antara

orang sehat dan orang sakit. Pendampingan pastoral adalah proses perjumpaan

timbal balik antara kedua belah pihak, pendamping dan yang didampingi,

pendamping pastoral dan pasien (Wiryasaputra, 1995; 7). Dengan demikian yang

ditekankan dalam pendampingan pastoral adalah bukan untuk memberi nasihat,

bukan wejangan, bukan teori, bukan latihan dengan media gambar, bukan

menegur, bukan memberi reward, bukan menyelidiki, bukan pula mengajar atau memberi terapi melainkan berada di samping penderita untuk mendengar segala

pergumulan hidup mereka. Tugas utama seorang pendamping dalam perspektif

(53)

mengalami penyembuhan, melainkan membiarkan dia untuk mengalami

pengalaman secara penuh dan menjadi penyembuh yang terluka bagi dirinya

sendiri.

Dalam pendampingan pastoral pendamping tidak boleh menghambat

penderita untuk mengalami pengalamnnya secara utuh tetapi memberikan

peneguhan kepadanya sambil memberikan nilai-nilai baru bagi kehidupannya.

Jika demikian pertanyaan kita adalah bagaimana makna pendampingan personal

dalam pelayanan pastoral. Pendampingan terjadi dalam sebuah perjumpaan

dinamis antara pendamping dengan individu yang didampingi dan melibatkan

seluruh keberadaan mereka berdua. Kedudukan mereka sama dan sederajat. Di

sana ada hubungan timbal balik, ada dialog kendati inisiatif datang dari

pendamping. Pusat perhatian dalam pendampingan adalah pengalaman individu

yang didampingi. Segala daya upaya pihak pendamping harus ditujukan untuk

kesejahteraan lahir dan batin individu yang didampingi. Dalam proses perjumpaan

antara keduanya ada dua dinamika utama yakni dinamika pemecahan masalah dan

dinamika hubungan. Dinamika pemecahan masalah menyangkut permasalahan

yang dialami oleh penderita dan pendamping dengan pengetahuan dan

pengalamannya berkewajiban menolong memahami persoalan yang dihadapi lalu

mencari solusi pemecahannya. Dinamika kedua menekankan sikap pendamping

dalam merelasikan diri dengan pihak yang di dampingi dan sebaliknya. Dalam

dinamika relasional ini muncul proses pertukaran nilai, pandangan, kepercayaan,

(54)

memandang berbagai perubahan dalam kehidupan penderita autis baik

menyangkut kognitif, psikomotorik maupun emosionalnya.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa model pendampingan personal dalam

pelayanan pastoral mempunyai perbedaan cukup besar dengan model-model

pendekatan personal lainnya dalam mengembangan kecakapan emosional

penderita autis. Menurut hemat penulis perbedaan itu nampak pada beberapa hal

berikut “cara pandang, proses dan orientasi”. Pertama, dalam metode terdahulu

penderita autis sungguh dipandang sebagai penderita yang siap menerima

pertolongan atau bantuan, sedangkan model pastoral penderita adalah tetap

manusia yang perlu diberi kesempatan untuk menggali pengalamannya sendiri

sesuai dengan kemampuannya. Penderita harus mampu menyembuhkan dirinya

sendiri. Kedua proses; dalam pendampingan pastoral proses pendampingan

dilakukan dalam sebuah dialog kendati inisiatif dari pendamping, ada tukar

menukar nilai, pandangan, saling belajar. Ketiga orientasi; pendampingan pastoral

tidak hanya berorientasi pada proses penyembuhan atas penderitaan yang dialami

melainkan dengan latihan-latihan yang dilakukan penderita harus mampu

menyembuhkan dirinya sendiri dengan memunculkan kembali rasa kepercayaan

terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain dan terhadap Tuhan pemberi

(55)

C. Kecakapan Emosional

1. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu movere, yang berarti

“menggerakkan, bergerak” menjauh. Pengertian ini menyiratkan bahwa

kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi, karena emosi pada

dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Karena itu, Rochelle memahami

emosi sebagai perasaan yang kita alami seperti sedih, gembira, kecewa, semangat,

marah, benci, cinta.Perasaan-perasaan tersebut berpengaruh terhadap pikiran dan

tindakan seseorang. Misalnya tingkah laku seorang ibu dalam keadaan sedih

berbeda dengan tingkah laku pada saat ia dalam keadaan gembira. Senada dengan

Rochelle, Sundari memahami emosi sebagai bagian dari perasaan yang sangat

luas. Emosi tampak berupa rasa yang bergejolak sehingga yang bersangkutan

mengalami perubahan dalam situasi tertentu mengenai perasaannya (Sundari

dalam Sobur, 2005;23). Menurut Walgito (1982;17), emosi merupakan tindakan

seseorang yang berpengaruh dari keadaan pikirannya, pertimbangan akalnya dan

tidak jarang juga situasi lingkungan juga berpengaruh. Contohnya marah, jengkel,

senang, sedih.

Berbeda dengan ketiga ahli di atas Golemen memahami emosi dalam

konteks yang lebih luas yang merujuk pada perasaan dan pikiran-pikiran khas

sekaligus mencakup keadaan biologis dan psikologis dengan serangkaian

kecenderungan untuk bertindak (Goleman 1996;411). Emosi pada dasarnya adalah

dorongan untuk bertindak dan bereaksi terhadap setiap stimulus dari luar diri

(56)

sehingga terjadi perubahan suasana hati, emosi sedih mendorong seseorang untuk

menangis. Berdasarkan pemahamannya ini Goleman mengelompokkan emosi

sebagai berikut antara lain: marah, sedih, takut, nikmat, cinta, terkejut, takjub,

jengkel dan malu.

Emosi merupakan dorongan seseorang untuk bertindak dan bereaksi

terhadap rangsangan yang datang baik dari dalam maupun dari luar karena

pengaruh situasi lingkungan sekitar. Perubahan situasi dalam diri seseorang

menimbulkan bermacam-macam reaksi baik itu reaksi yang mengembirakan

maupun reaksi yang mengecewakan.

2. Perkembangan Emosi

Emosi berkembang sejak individu mulai mengalami sesuatu, yaitu sejak ia

lahir. Dengan pengalamannya ia mulai mengadakan penyesuaian diri, meluaskan

atau mengekang emosinya yang tengah berkembang. Pada usia anak-anak

penularan emosinya lebih mudah daripada waktu dewasa. Mula-mula emosi pada

usia muda sangat sukar dibedakan pernyataannya. Semakin dewasa anak, semakin

banyak dipelajari cara-cara pernyataan emosi ini dari sekitarnya. Pada masa

kanak-kanak cara menyatakan emosi cukup dengan suatu tangisan. Hal ini dapat

diartikan marah, sakit, gelisah, takut, sedih, lapar dan sebagainya. Jika sudah

meningkat usianya, dapat dibedakan keadaan emosi anak, apakah anak tersebut

senang, benci, marah, takut, ataupun sedih dan sebagainya. Anak makin dapat

(57)

Emosi selalu disertai sikap luar yang sesuai dan dipelajari dari cara-cara

yang berlaku dalam lingkungannya. Sikap emosi seseorang ditujukan kepada

hal-hal yang ada disekitarnya, baik benda maupun seseorang. Keadaan seseorang juga

mempengaruhi macamnya emosi yang diharapkan, misalnya rupa yang baik,

keadaan jasmani yang normal, jaminan sosial ekonomi yang baik (Sobur,

2003;404-416). Lingkungan yang berlainan mengharapkan cara-cara pernyataan

emosi yang berlainan pula, maka keadaan orang, kewajiban, cita-cita,

angan-angan, pandangan hidupnya turut membentuknya pula. Misalnya dalam

pernyataan kemarahannya, seorang perwira pada jaman dulu, bila dibuat marah

mungkin ia menantang berduel atau berkelahi (Walgito, 1984;19).

3. Hal-Hal yang Mempengaruhi Emosi dalam Kehidupan

Emosi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan seseorang. Kehidupan

menjadi lebih berarti, dimanis dan berwarna dengan adanya emosi. Emosi

seseorang berkembang selama individu mulai mengalami sesuatu perubahan

dalam dirinya. Maka dari itu dapat dimengerti bahwa keadaan yang

mempengaruhi seseorang memberikan corak dalam perkembangan emosinya.

Keadaan keluarga, rumah, lingkungan sosial, sekolah, jabatan, pergaulan, bahkan

cita-cita atau anggan-anggannya juga turut berpengaruh didalam kehidupan.

Pengaruh emosi terhadap sikap manusia: emosi memberi arah sikap yang

akan dilakukan oleh pribadi. Dalam perkembangan anak emosi lebih ditujukan

kepada orang dewasa yang ada di sekitarnya, sehingga sikap orang dewasa turut

(58)

dewasa yang bijaksana dapat membantu anak untuk mengembangkan emosi yang

baik. Ada beberapa gangguan anak dalam hal bicara seperti halnya: gagap,

disebabkan oleh situasi emosi pada waktu itu. Pengaruh emosi sangat besar sekali

terhadap kesehatan jasmani, dan penyembuhan yang disertai dengan suasana yang

menyenangkan akan mempercepat proses penyembuhan. Gugup, gelisah akan

berpengaruh dan menghambat pencernakan.

Pendidikan emosi membantu seseorang untuk melatih dan menyalurkan

emosi dengan baik atau disebut dengan pengendalian emosi, dan membiasakan

bereaksi dengan emosi yang positif. Latihan pengendalian emosi ini melalui sikap

hidup yang wajar, menyesuaikan pernyataan emosi yang berlaku atau sesuai

dengan sikap hidupnya. Penyaluran emosi pada taraf yang tinggi melalui katarsis,

yaitu suatu cara

Gambar

gambar atau foto, buku catatan dan alat tulis serta biaya penelitian yang
Tabel Jumlah Siswa-siswi Arogya Mitra Klaten
Gambar 5:penderita autis didampingi secara personal saat belajar. Gambar 6:
Gambar 21: penderita autis bersosialisasi dengan teman-temannya.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Alur inti dari cerita ini merupakan sebuah kehidupan yang harus dijalani oleh seorang keturunan kiai dan pendiri pondok pesantren ysng harus dengan sabar dalam menjalani

Tahap selanjutnya pada penelitian ini yaitu pembentukan natrium silikat (Na 2 SiO 3 ), dimana untuk memperoleh larutan natrium silikat serbuk kaca dan NaOH yang telah

Army RH nomor : 079/KAR.CV/IX/TH.2017 Tanggal 11 September 2017, maka sesuai aturan sebelum kami mengusulkan perusahaan saudara sebagai calon pemenang atau pemenang cadangan,

Dari berbagai penulisan tersebut diatas, penulis tidak menemukan penelitian serupa dengan penelitian yang hendak dilakukan penulis yaitu penelitian dengan

Pengerasan induksi ( induction hardening ) adalah salah satu metode perlakuan panas dimana proses pemanasan logam menggunakan pemanasan induksi.Pada pemanas induksi,

Jika lalu lintas data tinggi dapat terjadi kemacetan, sehingga diperlukan repeater untuk menguatkan sinyal pada pemasangan jarak jauh, operasional jaringan tergantung

Di samping throughput, proses handover juga mempengaruhi packet loss pada layanan FTP yang menunjukkan nilai sekitar 4 detik untuk handover latency, sesuai

tertinggi ditunjukkan pada kombinasi perlakuan D3T2 (pelet T. harzianum diaplikasikan dan diinkubasi selama 7 hari pada media semai sebelum diinokulasikan patogen