• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Penelitian Terdahulu Tentang Mobilitas Sosial

Penelitian (Ravik Kardisi) mengenai tranformasi pekerja buruh petani menjadi pengrajin industri kecil. Peristiwa ini terjadi akibat keterbatasan pekerjaan di sektor pertanian dari buruh tani sehingga harus berpindah pekerjaan ke buruh industri kecil. Tidak hanya itu, keterbatasan jumlah upah sebagai buruh tani juga sangat rendah sedangkan kebutuhan ekonomi keluarga masih kurang, sehingga mereka memilih bekerja sebagai buruh pengrajin. Dengan demikian pekerjaan buruh pengrajin industri kecil menjadi pekerjaan yang paling utama bagi mereka.

Selain itu buruh pengrajin yang masih memiliki lahan pertanian, mereka hanya bekerja sebagai buruh sambilan. Pekerjaan tersebut hanya untuk menambah pendapatan yang mereka harapkan. Bagi pengrajin (sering kali disebut sebagai juragan kecil) umumnya masih bekerja sebagai pengrajin sekaligus mengolah pertanian mereka atau bekerja sebagai buruh tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena sebelum mereka bekerja sebagai buruh pengrajin indutri kecil dahulu mereka bekerja sebagai buruh tani dimana pekerjaan tersebut adalah pekerjaan utama bagi mereka. Namun sebagian buruh tani tidak mengelola lahan pertanian mereka maka lahan pertanian tersebut akan disewakan kepada petani lain untuk di kelola. Meskipun yang terlihat mereka belum sepenuhnya menaruh harapan kepada idustri kecil yang merupakan pekerjaan utamanya, hal ini dikarenakan lahan pertaniannya dijadikan penyangga/ alternatif jika terjadi kerugian dalam usaha industri tempatnya bekerja, maka mereka dapat kembali mengelola lahan pertaniannya. Selain itu ada juga pengrajin pengusaha yang umumnya tidak lagi mempunyai lahan pertanian, karena lahan pertanian mereka sudah dijual untuk modal usaha bagi pengembangan usaha industri kecil yang menjadi pekerjaan utamanya. Mereka hanya tergantung / menggantungkan hidupnya pada industri kecil, karena

pengalaman mereka telah menunjukkan hasil yang sangat menjaminan hidup keluarganya yang akan datang.

Dari penelitian di atas terdapat orang – orang yang semula bekas petani non pemilik lahan (buruh tani) dan kini telah mejadi pengrajin pengusaha. Hal ini merupakan suatu sukses yang menarik perhatian. Dalam penelitian ini ditemukan empat orang, mereka tersebut adalah tiga orang menjadi pengrajin industri kecil dan seorang menjadi pengrajin pengusaha. Keempat orang tersebut jika dilihat dari pendidikannya tiga orang berpendidikan SMTA (Sekolah Menengah Tingkat Atas) dan seorang diantaranya tidak tamat sekolah selain itu juga di antara mereka ada pernah kuliah diperguruan tinggi tetapi tidak selesai sampai sarjana. Keempatnya magang menjadi buruh, dan dua diantaranya pernah kursus yang diselenggarakan oleh depertemen perindustrian setelah yang bersangkutan menjadi pengrajin, dan seluruhnya menjadi konsultan usaha dengan Lembaga Suadaya Masyarakat (LSM) pembina pengrajin. Mereka berhubungan dengan bank dan pernah mendapatkan bantuan pinjaman dari BUMN/PLN. Usia mereka 43 tahun, 48 tahun, 49 tahun dan 52 tahun. Keempatnya berstatus sebagai pedagang pengumpul sekaligus pengrajin, yaitu menjadi penghubung pengrajian dengan mengespor, ini merupakan contoh dari mobilitas sosial vertikal. Mereka menjadi patron dan motivasi bagi petani kecil lain yang beralih ke pekerjaan industri kecil dan berhasil dalam usaha tersebut.

Dengan menggunakan perbedaan ciri – ciri komunitas masyarakat industri dan komunitas desa pertanian (Suparlan,1994), komunitas pedesaan sentral industri kecil di sekitar Surakarta. Dapat diidentifikasi bahwa : pertama desa – desa ini telah banyak menggunakan alat – alat reproduksi berupa mesin – mesin yang memunculkan berbasis produksi berupa bengkel atau semacam pabrik/gudang. Kedua telah terjadi hubungan antara pemberian upah dan buruh yang mencirikhaskan hubungan majikan buruh walaupun belum

seketat birokrasi pabrik. Ketiga telah mulai dominan berkembangnya ekonomi pasar dan hubungan kekeluargaan semakin mengendor dalam urusan perdagangan. Keempat, pekerjaan buruh industri lebih menjadi pilihan daripada buruh tani. Kelima, dengan adanya tuntunan jual produk bagi kebutuhan ekspor menjadikan pembagian waktu bagi pengrajin relatif ketat batas - batasnya.

Jadi dapat di simpulkan kondisi yang terjadi tersebut dari sisi prosesnya tidak dapat di lepaskan dengan peranan pendidikan magang. Sebagai yang menjembatani transformasi pekerjaan yang semula sebagai petani menjadi industri kecil. Motivasi untuk berpindah pekerjaan merupakan kesempatan belajar berusaha terutama melalui magang, proses kesinambungan belajar yang di dukung oleh pemilik modal keterampilan dan modal usaha sebagai pemilik aset usaha dan ini merupakan mobilitas sosial vertikal namun dari segi pekerjaanya tetap sama. Selain itu tersedianya pasar yang menampung produksinya yang akan mengantarkan seseorang yang menjadi pengrajin yang berhasil. Demikian juga makna belajar yang terus menerus diterapkan bagi setiap orang yang ingin meningkatkan diri yang menjadi pengrajin berhasil.

Selain itu ada penelitian (Arini Fitria Utami) mengenai mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat nelayan Jangkar baik secara horizontal atau vertikal baik ke atas maupun ke bawah. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perubahan formasi armada penangkapan ikan yaitu dengan adanya perubahan penggunaan perahu motor yang bermuatan 1<5 GT yang banyak digunakan nelayan pada tahun 2010 yang kemudian terjadi penurunan pada tahun 2011. Pada tahun 2012 terjadi perubahan teknologi penangkapan dimana nelayan Jangkar tidak lagi menggunakan perahu motor melainkan menggantinya dengan perahu layar. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, banyaknya nelayan yang beralih menggunakan perahu layar dikarenakan dalam perahu layar dapat menggunakan dua tenaga penggerak yaitu tenaga

menggunakan perahu motor, sehingga biaya operasional dalam kegiatan melaut lebih efisien. Berdasarkan hasil penelitian perubahan kondisi sumber daya laut serta tersedianya peluang pekerjaan di luar sektor penangkapan ikan menjadi faktor terjadinya mobilitas sosial di Desa Jangkar.

Mobilitas sosial yang dilakukan nelayan jangkar merupakan perpindahan dari pekerjaan sebelumnya ke pekerjaan yang baru. Perpindahan pekerjaan tersebut seseorang akan memperoleh status sosial yang baru yang berbeda dengan status yang lama yang menempatkan mereka berada di posisi atau kedudukan tertentu atau bahkan tetap pada kedudukan yang tidak jauh beda dengan kedudukan sebelumnya hanya saja pekerjaannya saja yang berbeda. Untuk mengetahui bentuk-bentuk beserta proses-proses mobilitas sosial yang dialami oleh nelayan Jangkar berdasarkan penelitian yang dilakukan antara lain:

Pada mobilitas vertikal ke bawah hal ini karena nelayan beralih pekerjaan yang status ekonomi dan sosial lebih rendah dari pekerjaan sebelumnya. Umumnya nelayan yang mengalami mobilitas vertikal ke bawah dalam penelitian ini adalah juragan darat. Berdasarkan hasil wawancara, hal yang melatarbelakangi juragan darat mengalami mobilitas vertikal ke bawah dikarenakan mereka sering mengalami kerugian akibat dari pendapatan yang diperoleh sering tidak dapat menggantikan biaya operasional yang harus dikeluarkan dalam kegiatan melaut oleh juragan darat yang disebabkan dar sedikitnya hasil tangkapan ikan diperoleh sehingga akibat dari seringnya juragan darat mengalami kerugian tersebut menyebabkan ia menjadi bangkrut.

Pekerjaan sekarang yang dipilih oleh juragan darat didasarkan oleh modal dan keterampilan yang dimilikinya, hanya saja dalam pekerjaan yang ditekuninya saat ini penghasilan dan jenis pekerjaannya lebih rendah dari pekerjaan sebelumnya seperti juragan darat memilih beralih pekerjaan sebagai pengebor sumur atau pengecer ikan sehingga dilihat dari penghasilan dan jenis pekerjaan tersebut mereka mengalami mobilitas vertikal ke bawah.

Selain itu ada juga nelayan yang mengalami mobilitas vertikal ke atas dikarenakan dalam perpindahan pekerjaannya ia mengalami peningkatan baik status ekonominya maupun status sosialnya yang berbeda dari pekerjaan sebelumnya. Mobilitas vertikal ke atas dalam penelitian ini dialami oleh buruh nelayan yang beralih pekerjaan sebagai juragan darat, buruh nelayan yang beralih pekerjaan sebagai juragan laut, buruh nelayan dan juragan darat yang beralih pekerjaan sebagai pedagang ikan. Berdasarkan data lapangan dapat dijelaskan bahwa nelayan yang mengalami peningkatan status dari pekerjaan sebelumnya sebagai buruh nelayan menjadi juragan darat, sebagian besar dikarenakan mereka menyisihkan penghasilan mereka untuk ditabung yang digunakan oleh mereka untuk membeli perahu.

Selain itu dalam proses mobilitas yang dialami oleh buruh nelayan sebelum menjadi juragan dara kebanyakan dari mereka pernah menekuni pekerjaan sebagai juragan laut, sehingga ketika informan menjadi juragan darat, mereka memilih untuk merangkap sebagai juragan laut juga di perahu mereka sendiri. Selain itu juga buruh nelayan yang memiliki pengalaman sebagai juragan laut memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi juragan darat dibandingkan buruh nelayan yang tidak memiliki pengalaman sebagai juragan laut. Hal ini dikarenakan buruh nelayan yang memiliki pengalaman sebagai juragan laut lebih mudah mendapatkan bantuan modal dari pengambe’ untuk membeli perahu dibandingkan buruh nelayan yang tidak memiliki pengalaman sebagai juragan laut. Selain itu, proses mobilitas sosial buruh nelayan yang menjadi juragan darat dapat disebabkan juga karena faktor pernikahan yang didasarkan ikatan kekerabatan antara buruh nelayan dan pihak istri yang merupakan anak dari juragan darat.

Tetapi disisi lain ada juga nelayan yang mengalami mobilitas horizontal yaitu nelayan yang beralih pekerjaan yang berbeda dari pekerjaan sebelumnya tetapi status ekonomi keluarganya tidak berbeda jauh dengan pekerjaan sebelumnya. Nelayan yang mengalami mobilitas ini adalah buruh nelayan baik yang bekerja sebagai tukang becak atau tukang kayu.

Sebagian besar alasan buruh yang nelayan keluar dari pekerjaan sebagai nelayan adalah karena penghasilan nelayan yang sering tidak mencukupi kebutuhan, sedangkan resiko dari pekerjaan tersebut sangat tinggi dan juga intensitas untuk berkumpul dengan keluarga sangat sedikit. Karena buruh nelayan yang berhenti bekerja sebagai nelayan tidak memiliki modal, akhirnya pekerjaan yang mereka pilih adalah pekerjaan yang membutuhkan modal sedikit dan sesuai dengan keterampilan mereka, sehingga mobilitas yang dialami mereka hanya bersifat horizontal saja.

Meskipun penghasilan mereka kurang lebih sama tetapi berdasarkan data yang diperoleh mereka merasa lebih nyaman dengan pekerjaan sekarang. Berdasarkan hasil penelitian, proses mobilitas juragan darat yaitu mereka memilih untuk keluar dari sektor penangkapan (nelayan). Alasan yang melatarbelakangi mereka melakukan perpindahan kerja karena mereka sering mengalami kerugian karena penghasilan yang diperoleh sering tidak mampu mengganti biaya yang harus dikeluarkan ketika melaut akibat dari sedikitnya memperoleh hasil tangkapan ikan sedangkan biaya operasional yang harus ditanggung juragan darat dalam kegiatan melaut cukup besar. Pekerjaan yang ditekuni mereka saat ini dipilih atas dasar dorongan dari diri sendiri dan keluarga (istri) termasuk juga modal yang dimiliki.

Bagi juragan darat yang memiliki modal yang banyak ia lebih memilih untuk bekerja sebagai pedagang ikan, karena penghasilan sebagai pedagang ikan sangat menguntungkan dan waktu kerjanya tidak begitu lama yaitu hanya 3 - 4 jam saja sehingga mereka memiliki banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Sedangkan bagi juragan darat yang tidak memiliki modal yang banyak, ia akan memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan (keterampilan) mereka. Proses mobilitas sosial yang dialami oleh juragan laut ada yang bersifat vertikal ke atas dan vertikal ke bawah, tetapi perlu diketahui bahwa pekerjaan sebagai juragan laut tidak

diperoleh dengan mudah, biasanya nelayan yang menjadi juragan laut pasti pernah menekuni pekerjaan sebagai buruh nelayan, hal ini karena pengetahuan (keterampilan) mengetahui daerah penangkapan yang memiliki potensi ikan paling banyak yang harus dimiliki oleh juragan laut diperoleh dari pengalaman empiris ketika ia bekerja di laut. Tetapi lamanya pengalaman kerja di laut tidak dapat menjamin buruh nelayan memiliki keterampilan sebagai juragan laut.

Dari data lapangan yang diperoleh, mobilitas bagi juragan laut di Desa Jangkar lebih banyak bersifat vertikal ke atas hal ini dikarenakan juragan laut di Desa Jangkar beralih pekerjaan yang status pekerjaan lebih tinggi dari pekerjaan sebelumnya. Mobilitas pekerjaan tersebut yaitu sebagai juragan darat. Juragan laut yang menjadi juragan darat, dan memilih untuk mempertahankan pekerjaan sebelumnya sebagai juragan laut. Alasan mereka tetap ikut dalam kegiatan melaut karena mereka tidak memiliki pekerjaan lain di darat dan mereka sudah terbiasa dan menyukai pekerjaan tersebut.

Selain itu dengan turut andilnya juragan darat dalam kegiatan melaut, ia dapat mengawasi anggotanya dan memperhitungkan biaya yang akan dihabiskan selama melaut, termasuk juga terkait dengan masalah pembagian hasil juragan akanmemperoleh penghasilan ganda yaitu sebagai juragan darat dan juragan laut. Sedangkan bagi juragan laut yang bekerja di perahu milik orang lain memiliki konsekuensi mengalami penurunan status pekerjaan atau mobilitas vertikal ke bawah jika dalam kegiatan penangkapan sering tidak memperoleh hasil tangkapan ikan yang banyak kecuali ketika kegiatan penangkapan tersebut memang tidak musim ikan, hal ini karena juragan laut bertanggung jawab untuk memperoleh hasil tangkap ikan yang banyak.

Berdasarkan hasil wawancara, disebabkan karena ketidakmampuannya menjadi juragan laut melainkan karena adanya salah satu anggota awak kapal yang dengki kemudian

mempengaruhi anggota awak kapal yang lain agar juragan laut toron lako, tetapi kebanyakan juragan laut yang toron lako dikarenakan ketidakmampuan ia menentukan posisi ikan-ikan banyak berkumpul, sehingga anggota nelayan sering tidak mendapatkan hasil tangkap yang memuaskan yang mengakibatkan juragan darat mengalami kerugian karena tidak bisa mengembalikan biaya operasional yang dikeluarkan, sedangkan bagi awak perahu mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Sedangkan pada proses mobilitas buruh nelayan yang ada di Desa Jangkar ada yang bersifat horizontal dan vertikal ke atas. Buruh nelayan yang memilih keluar dari pekerjaan sebagai nelayan tetapi tidak memiliki modal untuk mengembangkan usaha lain, mereka memilih pekerjaan yang hanya membutuhkan tenaga saja sehingga mobilitas yang dialami mereka hanya bersifat horizontal, hal ini karena pada umumnya pekerjaan yang dipilih status pekerjaan dan penghasilannya kurang lebih tidak jauh berbeda dengan pekerjaan sebelumnya yaitu buruh nelayan, tetapi ada juga buruh nelayan yang mengalami mobilitas horizontal sekaligus vertikal ke atas yaitu buruh nelayan yang beralih pekerjaan sebagai pedagang ikan yang penghasilannya lebih besar dibandingkan pekerjaannya sebelumnya yaitu sebagai buruh nelayan, hal dikarenakan ia memanfaatkan lembaga keuangan yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam proses mobilitas sosial yang dialami oleh juragan darat di Desa Jangkar yaitu mereka memilih beralih pekerjaan di luar sektor penangkapan. Hal yang melatarbelakangi mereka melakukan mobilitas yaitu karena mereka mengalami kerugian akibat dari hasil tangkapan yang diperoleh tidak mampu mengganti biaya operasional yang harus dikeluarkan selama dan setelah melaut yang menjadi tanggung jawab juragan darat. Dalam mobilitas sosial yang dilakukan ada yang mengalami mobilitas vertikal ke bawah dan mobilitas vertikal ke atas. Sedangkan pada proses mobilitas sosial yang dialami oleh juragan laut lebih banyak bersifat vertikal ke atas yaitu mereka mengalami peningkatan pada status pekerjaan sebagai juragan darat.

Cara yang mereka lakukan untuk menjadi juragan darat yaitu dengan menyisihkan sebagian penghasilan mereka termasuk juga meminjam kepada pengambe’ yang digunakan untuk membeli perahu. Sedangkan juragan laut yang mengalami mobilitas vertikal ke bawah yaitu dari juragan laut dan menjadi buruh nelayan biasanya dikarenakan ia tidak bisa menjalankan tugasnya untuk memperoleh hasil tangkapan ikan yang banyak. Pada proses mobilitas buruh nelayan ditentukan oleh modal dan keterampilan yang dimiliki. Bagi buruh nelayan yang memiliki modal yang banyak dan keterampilan maka mobilitas sosial yang dialami umumnya adalah mobilitas vertikal keatas, sebaliknya buruh nelayan yang sedikit modal dan keterampilan maka mobilitas sosial yan dialami umumnya hanya bersifat horizontal.

Berdasarankan penelitian yang di lakukan (Hermansyah tahun 2014) tentang Mobilitas Sosial Hozisontal yang terjadi di Kelurahan Sungai Siring. Mobilitas Sosial Horizontal Pergeseran-pergeseran tersebut tidak menurunkan atau menaikkan posisi yang bersangkutan, tetapi bukan berarti tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Kesulitan yang muncul umumnya terjadi pada saat penyesuaian diri (adaptasi).Adakalanya yang bersangkutan harus mempelajari dan melatih keterampilan yang baru. Begitu pula penyesuaian terhadap kelompok yang didatangi, harus dimulai dengan mengenal dan menerima kembali sifat-sifat dan perilaku rekan sekerjanya agar dapat bekerja sama untuk meningkatkan prestasi kerja di kelompoknya. Eratnya hubungan sosial dan kerja sama yang telah terbina di kelompok yang ditinggalkan, dijalin kembali di kelompok yang baru. Mobilitas sosial horizontal yang terjadi di Kelurahan Sungai Siring.

Ada dua faktor yaitu antar wilayah dan antar generasi, semenjak dibangunnya Bandara Samarinda Baru, banyak masyarakat pendatang yang tinggal di Kelurahan Sungai Siring khususnya di sekitar Bandara Samarinda Baru, karena di sekitar Bandara Samarinda Baru akan ramai seperti di bandara udara sepinggan Balikpapan,sedangkan masyarakat asli

yang tinggal di Kelurahan Sungai Siring akan meneruskan usaha atatu kegiatan orang tuanya yang suda tidak ada.

Selain itu mereka juga merasa butuh akan kehadiran masyarakat pendatang di Kelurahan Sungai Siring khususnya di sekitar Bandara Samarinda Baru. Dengan adanya masyarakat pendatang akan membuat ramai di wilayah RT 07 Kelurahan Sungai Siring dengan secara tidak sadar masyarakat yang pindah di sekitar Bandara Samarinda Baru di Kelurahan Sungai Siring,sudah melakukan mobilitas sosial horizontal karena rata-rata usaha yang mereka buka sama seperti di daerah asalnya,karena merak tauh kalau di sekitar Bandara Samnarinda Baru akan menjadi ramai seperti misalnya di sekitar Bandara Udara Sepinggan Balikpapan.

Berdasarkan hasil penelitian terkait penjelasan mereka terhadap mobilitas sosial horizontal yang terjadi,bahwa mereka memiliki penjelasan yang baik sehingga keberadaan keberadaan mereka dianggap dapat membantu pemerintah dan masyarakat untuk meramaikan atau menamba volume masyarakat di Kelurahan Sungai Siring khususnya di sekitar Bandara Samarinda Baru atau di RT 07 Kelurahan Sungai Siring, selain itu juga dapat memberikan peluan pekerjaan bagi masyarakat asli setempat untuk bekerja, disaat pemerintah tidak bisa memberikan lapangan pekerjan bagi mereka.

Persoalan lain yang menganngap bahwa mobilitas sosial horizontal yang terjadi di Kelurahan Sungai Siring menimbulkan dampak positif, hal ini dikarenakan dengan banyaknya pendatang di Kelurahan Sungai Siring atau di RT 07 akan membuat menjadi ramai dan tidak sunyi lagi selai itu juga di berbatasan antara Samarinda dengan Kutai Karta Negara tidak sepih lagi,dan juga masyarakat yang bepergian ke luar samarinda misalnya. Muara Badak,Bontang,sangata dan sebagainya tidak takut lagi untuk bepergian sendirian.

Penjelasan Masyarakat tentang Proses terjadinya Mobilitas Sosial Horizontal di Kelurahan Sungai Siring Kecamatan Samarinda Utara. Proses mobilitas sosial horizontal

yang terjadi di akibatkan karena orang yang sifatnya terbuka suka berinteraksi sesama orang dan untuk mendapat pengalaman baru dan pekerjaan yang baik dan orang yang sifatnya tertutup tidak mudah melakukan mobilitas sosial horizontal karena sesama orang tidak ada interaksi yang baik dan hubungannya kurang baik sesame masyarakat setempat’’

Struktur Pekerjaan di setiap masyarakat terdapat beberapa kedudukan tinggi dan rendah yang harus di isi oleh anggota masyarakat yang bersangkutan Perbedaan Fertilitas Setiap masyarakat memiliki tingkat ferilitas (kelahiran) yang berbeda-beda. Tingkat fertilitas akan berhubungan erat dengan jumlah jenis pekerjaan yang mempunyai kedudukan tinggi atau rendah Ekonomi Ganda Suatu negara mungkin saja menerapka sistem ekonomi ganda (tradisional dan modern), contohnya di negara-negara Eropa barat dan Amerika. Hal itu tentu akan berdampak pada jumlah pekerjaan, baik yang bersetatus tinggi naupun rendah. Faktor individu adalah kualitas seseorang , baik ditinjau dari segi tingkat pendidikan, penampilan, maupun keterampilan pribadi. Faktor Individu meliputi :Perbedaan Kemampauan Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Mereka yang cakap mempunyai kesempatan dalam mobilitas sosial.

Setiap manusia dilahirkan dalam status sosial yang dimiliki oleh orang tuanya, karena ketika ia dilahirkan tidak ada satu manusia pun yang memiliki statusnya sendiri. Apabila ia tidak puas dengan kedudukan yang diwariskan oleh orang tuanya, ia dapat mencari kedudukannya sendiri dilapisan sosial yang lebih tinggi. Keadaan ekonomi dapat menjadi pendorong terjadinya mobilitas sosial. Orang yang hidup dalam keadaan ekonomi yang serba kekurangan, misalnya daerah tempat tinggal nya tandus dan kekurangan SDA (Sumber Daya Alam), kemudian berpindah tempat ke tempat yang lain atau ke kota besar. Secara sosiologis mereka dikatakan mengalami mobilitas. Situasi Politik dapat menyebabkan terjadinya mobilitas sosial suatu masyarakat dalam sebuah negara. Keadaan negara yang tidak menentu

akan mempengaruhi situasi keamanan yang bisa mengakibatkan terjadinya mobilitas manusia ke daerah yang lebih aman.

Faktor kependudukan biasanya menyebabkan mobilitas dalam arti geografik. Di satu pihak, pertambahan jumlah penduduk yang pesa mengakibatkan sempitnya tempat permukiman, dan di pihak lain kemiskinan yang semakin merajalela. Keadaan demikian yang membuat sebagian warga masyarakat mencari tempat kediaman lain. Adanya keingina melihat daerah lain mendorong masyarakat untuk melangsungkan mobilitas geografik dari satu tempat ke tempat yang lain. Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya karena adanya perubahan dari dalam dan dari luar masyarakat.Misalnya, kemajuan teknologi membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas.Perubahan ideologi dapat menimbilkan stratifikasi baru.

Ekspansi teritorial dan perpindahan penduduk yang cepat membuktikan cirti fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial. Misalnya, perkembangan kota,