BAB V PENUTUP
B. Saran
Salah satu pemicu terjadinya obsesi ialah stres, ketika stres melanda, Aruna menggunakan makanan sebagai ajang pembebasan diri. Ia melampiaskan semuanya kepada makanan.
―Dan begitulah, dalam sekejap aku kembali tersingkirkan. Aku, Aruna yang di mata mereka hanyalah si konsultan aneh, si manusia burung, nerd. Tapi aku tak peduli, karena saat itu telah kubebaskan diriku untuk menyerap bau dan bumbu. Pelan-pelan kusurup lagi telunjuk yang baru saja kucelupkan ke
dalam kuah kol nenek. Pedas, amis, sedikit manis.‖80
Kutipan tersebut menggambarkan ketika Aruna merasa mengalami tekanan dalam dirinya, meski tidak besar, ia kembali melampiaskannya pada makanan. Ia membebaskan diri untuk berfokus hanya kepada makanan yang saat itu berada di hadapannya. Ketika seseorang merasa stres, makanan memang bisa menjadi salah satu obatnya. Seperti beberapa makanan yang bisa membuat lebih rileks dan mengurangi tingkat stres atau depresi ketika
kita mengkonsumsinya, yaitu kacang kenari, cokelat,
buah-buahan dan ikan.81
Ketika Aruna diberhentikan dari pekerjaannya dan menurut sahabatnya ia dilanda depresi, maka Aruna dan sahabatnya memutuskan untuk pergi berlibur
―I am so sorry, Run, tapi mereka minta tim
investigasi berhenti bekerja sementara ini‖82
―Bono prihatin karena menurut dia aku mengalami depresi.‖
―Aku dengar dari Nedezhda. Katanya, kamu kasih makan Gulali salmon segar setiap hari, baca
buku-buku murahan, dan nggak pernah ganti baju.‖83
Kutipan di atas menunjukkan bahwa ketika Aruna mendapatkan masalah──diberhentikan dari pekerjaannya ──dan dianggap depresi oleh Bono, ia melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukannya di kala tidak stres. Maka sebagai bentuk pengalihan stresnya, Aruna memberi makan Gulali──kucingnya──dengan salmon segar setiap hari dan membaca buku-buku murahan yang tidak pernah ia baca sebelumnya. Pekerjaan yang dijalaninya berhubungan dengan wabah terutama flu unggas, membuatnya memiliki tanggung jawab lebih terhadap kasus yang merebak di delapan kota. Pemberhentian secara mendadak tersebut membuat Aruna terkejut, pasalnya ia dan timnya belum menyelesaikan tugasnya hingga akhir.
Kedekatan Aruna terhadap unggas ternyata tidak hanya ketika ia bekerja sebagai ahli wabah dan mendapat tugas menyelidiki kasus flu unggas saja, tetapi ia sudah akrab dengan unggas sejak tantenya sering mengajaknya pergi berburu masakan ayam maupun bebek di akhir minggu. Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini.
81 Unoviana Kartika. Makanan Yang Bantu Atasi Stres dan Cemas. Artikel diakses pada 9 September 2015 dari http://health.kompas.com/read/Makanan.yang.Bantu.Atasi.Stres.dan.Cemas. 82 Ibid, h.236.
―Tapi unggas──itu lain perkara. Tanteku pecinta berat unggas. Unggas yang masih hidup, dan juga yang siap disantap. Sebagai contoh: setiap kali ia melihat ayam berkeliaran di luar rumah, ia akan minta pembantu menangkapnya untuk dipiara. Tapi di akhir minggu ia suka membawaku keliling daerah Kota dan berburu masakan ayam maupun bebek. Ia juga memberiku resep confit de canard dan duck a
l’orange yang selalu memegang peran utama di
dapurku setiap kali kolega-kolegaku dari One World kangen masakan Barat tapi terlalu pelit untuk pergi ke
restoran‖84
Kutipan tersebut menunjukkan kedekatan Aruna dengan unggas tidak hanya terjadi pada pekerjaannya saja. Ia juga gemar mengkonsumsinya hingga menjadi andalan dalam dapurnya. Pada bagian ini, Laksmi berupaya menghubungkan antara profesi, kegemaran, serta orang– orang di sekitar Aruna. Tantenya yang memiliki kecintaan terhadap unggas, Aruna yang gemar makan, tidak terkecuali unggas, profesi Aruna sebagai ahli wabah yang ditugasi menyelidiki kasus flu unggas, dan cara Aruna menyampaikan kegemarannya terhadap unggas melalui Bono. Bangkalan, Madura menjadi saksi kelezatan duck
confit yang diungkapkan oleh Bono. Bagaimana pun
sebagai pencerita di dalam novel, Aruna yang memilih Bono untuk mengungkapkan kelezatan bebek bukan tanpa alasan. Bono yang berprofesi sebagai chef muda bebakat dipercaya Aruna memiliki kedekatan dengan unggas dan bahan makanan lainnya. Kegemaran Aruna terhadap unggas tersebut, senada dengan Laksmi Pamuntjak yang
juga memiliki kegemaran terhadap unggas.85
84 Ibid, h.22.
85 Laksmi Pamuntjak memelihara sepasang burung merpati yang diberi nama Maximus dan Sharlinda, begitu juga dengan anak-anaknya yang memelihara banyak unggas, yakni sepasang ayam jago dan betina bernama Bailey dan Dahlia. Artikel diakses pada tanggal 10 September 2015 dari http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20141117102106-234-11920/nama-curian-di-novel-anyar-laksmi-pamuntjak/.
Setelah diberhentikan dari pekerjaannya dan diduga mengalami depresi oleh sahabatnya, Aruna memutuskan berlibur ke Lombok. Saat berada di Lombok, ia kembali melakukan ekspedisi kuliner. Dari satu restoran ke restoran lainnya, Aruna dan teman-temannya mencicipi berbagai makanan.
―Kami semua turun dari mobil, tanpa argumen, tanpa perlawanan. Sopir kami memandang kami dengan heran; makhluk-makhluk apakah ini, begitulah ia mungkin berpikir, yang melompat dari satu restoran
ke restoran lainnya.‖86
Berdasarkan kutipan di atas, mengunjungi Lombok sepertinya tidak disia-siakan Aruna dan teman-temannya. Mereka berkeliling dari satu restoran ke restoran yang lain. Laksmi sebagai pengarang ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa minat Aruna dan teman-temannya sangat luar biasa terhadap makanan. Betapa terobsesinya mereka kepada makanan sampai membuat sopir keheranan dengan tingkah mereka yang berburu makanan dengan cara yang tidak biasa, yakni berpindah dari satu restoran ke restoran lainnya. Begitulah Aruna yang menggunakan makanan sebagai ajang pembebasan diri ketika ia dilanda masalah dari pekerjaannya, ketika ia merasa tersingkirkan, dan ketika merasa stres sekali pun, Aruna membebaskan dirinya terhadap makanan.
c) Sumber Kebahagiaan
Selain sebagai penghilang rasa lapar dan sebagai sarana pembebasan diri, ternyata makanan memiliki fungsi lain bagi Aruna. Makanan merupakan salah satu sumber kebahagiaan. Hal demikian tampak seperti kutipan di bawah ini.
―Aruna, telah lama memutuskan bahwa ia akan menyediakan waktunya hanya untuk hal-hal yang membuatnya bahagia, dan ini sangat masuk akal karena orang yang tidak banyak bicara sering disalahartikan sebagai orang yang tidak bahagia, dan dalam usianya sekarang, dianggap tidak bahagia bukanlah sesuatu yang menyenangkan, malah sedikit menyebalkan menjurus ke tidak adil, karena yang tersirat adalah sebentuk kepribadian yang lemah, sepotong jiwa yang rentan, padahal ia seratus delapan puluh derajat berbeda, paling tidak begitulah ia melihat dirinya sendiri, sebab bagaimana mungkin ia tak berkepribadian apabila satu-satunya hal yang
membuatnya bahagia adalah makanan,..‖87
Berdasarkan kutipan di atas, salah satu hal yang membuat Aruna bahagia ialah makanan, oleh karena itu tidak heran jika ia begitu menggemari makanan hingga terobsesi. Seperti dinyatakan dalam kutipan tersebut, Aruna hanya menyediakan waktu untuk hal-hal yang membuatnya bahagia, salah satunya ialah makanan. Makanan memang bisa mengubah sesuatu, dari suasana yang dingin dan kaku misalnya seketika bisa mencair berkat adanya pembicaraan di meja makan. Hal tersebut terlihat pada kutipan di bawah ini.
―...kami jarang menggunakan keheningan sebagai alasan untuk memulai pertengkaran. Tapi begitu makanan mengejawantah di wajan, menghias
piring, mengisi ruang, yang ada hanyalah
percakapan.‖88
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat jelas bahwa Aruna mengakui jika makanan dapat memecah suasana
menegangkan, pertengkaran, dan keheningan. Saat
makanan sudah tersaji di meja, yang ada hanyalah percakapan, dan hal itu membuat suasana mencair, karena salah satu hal yang bisa menyatukannya ialah makanan. Makanan bersifat universal bagi penikmatnya.
87 Ibid, h.12. 88 Ibid, h.56.
Makanan sebagai sumber kebahagiaan ini juga tampak pada bentuk fisik Aruna yang tidak langsing yang disebutkan pada bagian prolog.
―..dan meskipun ia tidak kurus, ia juga tidak gembrot seperti si Meh yang gila donat, atau si Cho yang baru bisa tidur setelah makan nasi sebakul, katakanlah ia seperti orang yang ingin menjaga berat badan tapi tidak bisa menahan nafsu makan, maka
jadilah ia seorang yang montok,..‖89
Kutipan tersebut menjelaskan keinginan Aruna menjaga berat badannya namun tidak bisa. Hal itu berdampak pada tubuh Aruna yang tidak kurus dan juga tidak gemuk, atau orang menyebutnya montok. Aruna yang memiliki tubuh montok tidak mempermasalahkan bentuk tubuhnya. Ia tetap bahagia karena makanan selalu menjadi temannya.
―...sebab bagaimana mungkin ia tak
berkepribadian apabila satu-satunya hal yang
membuatnya bahagia adalah makanan..‖90
Kutipan di atas menyatakan betapa bahagianya Aruna karena makanan, ketika makanan sudah menjadi sumber kebahagiaan, pasti seseorang tidak akan melepaskannya begitu saja, melainkan selalu mengikutsertakannya dalam keseharian. Begitu pula dengan Aruna yang selalu menyertakan makanan dalam kesehariannya.
Berdasarkan pemaparan di aras, obsesi yang dialami Aruna disebabkan oleh beberapa faktor yakni statusnya yang masih sendiri, sebagai sarana pembebasan diri, serta sebagai sumber kebahagiaan. Hingga akhir cerita, Aruna tetap tidak bisa lepas dari makanan. Setelah memutuskan untuk hidup bersama Farish dan keluar dari pekerjaannya yang semula, ia menanam saham di Siria 2, yakni cabang
89 Ibid, h.11. 90 Ibid, h.12.
restoran yang dimiliki oleh Bono. Ia juga bereksperimen mengenai makanan bersama Bono berdasarkan perjalanan yang telah mereka lakukan.
2. Nadezhda
Nadezhda yang memiliki nama lengkap Nadezhda Azhari merupakan salah satu sahabat Aruna dengan obsesi yang sama, yakni makanan. Terkadang obsesi ini membuatnya tertekan dan stres karena terkadang ia mengkhawatirkan dirinya sendiri sebagai penulis dengan spesialisasi makanan yang dianggap dangkal oleh pembaca.
―Coba, bagaimana menurul lu gue diniai sesama penulis? Oh itu dia si Nadezhda, penulis makanan dan gaya
hidup itu. Penulis ecek-ecek. Second-rate writer.‖91
Berdasarkan kutipan di atas, Nadezhda yang terobsesi dengan makanan bisa mengalami stres karena mengkhawatirkan anggapan pembaca soal dirinya yang terus-menerus memikirkan makanan. Ketika perasaan stres dan tertekan datang, tidak jarang ia melampiaskannya pada minuman seperti wine, karena wine terkenal memiliki khasiat yang membuat pikiran menjadi lebih rileks. Sama halnya dengan Aruna, obsesi terhadap makanan yang dialami Nadezhda memiliki beberapa faktor, di antaranya.
a) Pekerjaan
Memiliki pekerjaan sebagai seorang penulis dengan spesialisasi makanan dan perjalanan mengharuskannya mengenal berbagai jenis makanan untuk diulas. Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini.
―Dua, lu punya pikiran lu sendiri tentang makanan. Orang banyak belajar dari lu. Soalnya lu bukan cuma lapor makan di sana sini, lu selalu mencoba menelaah lebih, mengaitkan apa yang lu
makan dengan hal-hal lain.‖92
91 Ibid, h.84. 92 Ibid, h.86.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Nadezhda memang akrab dengan makanan, pekerjaannya yang setiap hari mengharuskan dirinya bersentuhan langsung dengan makanan membuatnya terobsesi dengan makanan. Namun, obsesi memiliki asal-usul, salah satunya stres. Nadezhda yang berprofesi sebagai penulis, terkadang stres karena pekerjaannya sendiri. Hal itu tampak pada kutipan di bawah ini.
―Run‖ katanya mendahuluiku, ―Gue lagi stres nih.‖
―Bukannya lu baru pulang dari Paris?‖ jawabku, ―Dan Paris adalah surga lu di dunia?‖
―Iya sih,‖ ujarnya sama sekali tak mengindahkan ironinya, ―Tapi ini yang gue takutin, Run. Gue baru sadar bahwa jangan-jangan, selama
ini, orang menganggap gue ini dangkal.‖93
Berdasarkan kutipan di atas, Nadezhda seorang penulis yang memiliki kolomnya sendiri pada majalah, masih saja dilanda stres. Ia khawatir orang lain atau pembaca menyebut dirinya dangkal tentang selama ini yang ia tulis dengan sebutan penulis ecek-ecek dan
second-rate writer. Padahal menurut Aruna, apa yang ia lakukan
sudah benar. Sebagai sesama pencinta makanan, Aruna menenangkan Nadezhda dengan ungkapan bahwa ―apa yang ia lakukan sudah membantu orang lain dalam mempelajari soal makanan‖.
Selain karena tuntutan pekejaan, sama halnya dengan Aruna, makanan memiliki porsi yang cukup besar dalam hidup Nadezhda.
―Pasti, soalnya penulis macam apa yang otaknya mikirin makanan selama 24 jam, obsesif
tentang restoran ini restoran itu,..‖94
93 Ibid, h.83-84. 94 Ibid, h.84.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Nadezhda mengakui obsesinya terhadap makanan. Bagaimana tidak, seharian penuh waktunya digunakan untuk memikirkan makanan, hingga terkadang rasa stres dan cemas melanda. Khawatir dianggap dangkal ataupun penulis ecek-ecek karena begitu gemarnya dengan makanan.
b) Gaya Hidup
Besar dalam lingkungan yang mewah membuat Nadezhda sangat memperhatikan gaya hidup. Cara berpakaian, tampil di depan banyak orang, serta bagaimana gaya dalam berbicara. Semua hal itu membuat Aruna iri terhadapnya, namun mereka tetap bersahabat. Nadezhda yang merupakan keturunan Aceh-Sunda-Prancis selalu tampil menawan dan selalu mementingkan gaya hidup. Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini.
―Aku segera duduk di sebelahnya. Ini jam tiga sore hari Sabtu, jam tidur siang, tapi restoran masih penuh sesak oleh manusia-manusia indah yang bersikukuh, sampai menit penghabisan, menghabiskan waktu dan duit demi secuil gaya hidup. Juga anggota brigade pekerja lepas seperti Nadezhda yang bersikukuh gaya hidup adalah
pekerjaan, dan pekerjaan adalah gaya hidup.‖95
Berdasarkan kutipan di atas, Nadezhda menganggap pekerjaannya sebagai gaya hidup, dan gaya hidupnya sebagai pekerjaannya. Hal ini membuktikan bahwa pekerjaan yang dijalaninya sekarang sebagai penulis dengan spesialisasi makanan dan perjalanan merupakan sebuah gaya hidup. Seorang penulis tentu akan melakukan riset demi tulisan yang akan ditulis dan diterbitkannya. Oleh karena itu, penulis dengan spesialisasi makanan dan perjalanan juga harus melakukan riset ke berbagai destinasi
wisata menarik serta tempat makan yang menarik serta beragam pula. Hal demikian yang dimaksud Nadezhda sebagai gaya hidupnya.
Nadezhda kerap merasa cemas dengan obsesinya dan gaya hidup yang dijalaninya selama ini. Hal itu tercermin dalam kutipan di bawah ini.
―Pasti, soalnya penulis macam apa yang otaknya mikirin makanan selama 24 jam, obsesif tentang restoran ini restoran itu, tren makanan ini-itu, yang takut dianggap ketinggalan zaman atau kurang keren kalau belum pernah coba ini-itu di restoran ini-itu, seperti sekian juta foodist di dunia yang menganggap selera mereka, dan diri mereka, lebih tinggi ketimbang manusia biasa tapi yang
sesungguhnya goblok!‖96
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nadezhda yang gemar terhadap makanan, sering berkunjung dari restoran yang satu ke restoran yang lainnya demi gaya hidup yang dijalaninya dan demi pekerjaan yang dilakoninya. Namun terkadang ia mengalami kekhawatiran karena terus
memikirkan makanan dalam hidupnya. Nadezhda menyatakan bahwa sebenarnya betapa pun seseorang gemar
dan terobsesi pada makanan dan menganggap diri mereka memiliki selera yang tinggi, tetap saja makanan tidak bergeser dari fungsinya semula, yakni sebagai makanan yang berguna untuk menghilangkan rasa lapar, makanan tetaplah makanan itu sendiri. Hal tersebut ia perjelas
dengan sebutan kata ―goblok‖ bagi sekian juta foodist97
di dunia yang menganggap diri mereka lebih tinggi dalam selera makan.
96 Ibid, h.84.
97 Penggunaan kata foodist dan foodie dalam novel Aruna dan Lidahnya kurang konsisten, karena di bagian awal pengarang menggunakan kata foodist tetapi di bagian akhir, pengarang embali menggunakan kata foodie.
c) Teman
Faktor yang ketiga ialah teman. Lingkungan sangat berpengaruh membentuk sikap dan perilaku seseorang, meski keluarga juga memegang peranan penting. Nadezhda yang bergaul dengan sahabat-sahabatnya yang penggemar makanan juga, merasakan kecocokan. Aruna dan Bono, dua orang yang juga terobsesi pada makanan. Mereka kerap melakukan perjalanan hanya demi tujuan kuliner. Terlebih Nadezhda ketika bertemu dengan Bono, mereka cocok dalam membicarakan mengenai makanan. Terlebih Bono seorang chef yang selalu memperhatikan tren makanan demi kemajuan restorannya. Jadilah ketika bertemu, topik yang dibahas tidak lain adalah makanan.
―Aku merasa telah menjadi bagian dari sebuah Jemaah, sebab Bono dan Nadezhda terus-terusan membicarakan makanan ini dan makanan itu; bagaimana oyong ini lebih empuk daripada oyong itu, bagaimana burung dara goreng tepung ini lebih gurih daripada burung dara goreng itu, bagaimana saus tiram ini lebih amis daripada saus tiram itu. Mereka ternyata kembali ke Ampenan, ke Jalan Pabean, dan makan di salah satu restoran Peranakan
di sana.‖98
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa obsesi yang diiliki oleh Nadezhda juga didukung oleh lingkungannya, yakni temannya, salah satunya Bono. Ketika Aruna memiliki titik jenuh terhadap makanan, Nadezhda dan Bono tetap konsisten pada hobinya.
Ketika baru pertama kali bertemu, ternyata mereka sudah memiliki kecocokan. Nadezhda yang memiliki hobi terhadap makanan, dan begitu juga Bono.
―Pagi pertama di Palembang tak separah yang kubayangkan. Nadezhda tak muncul di meja sarapan, baguslah, karena meskipun muka si monyong Farish dan anak Palembang culun itu
langsung mendung, hal itu tak berlangsung lama, karena bagaimana mereka bisa berlama-lama menyesali sesuatu yang tak ada? Bono pun tak kelihatan batang hidungnya. Lagi-lagi baguslah. Mungkin ia dan Nadezhda diam-diam makan berdua99
Berdasarkan kutipan di atas, Bono dan Nadezhda sudah terlihat akrab meski baru pertama kali berjumpa di Palembang. Hobi dan kegemaran yang samalah yang membuat mereka cocok. Oleh karena itu, obsesi yang dimiliki oleh Nadezhda tidak hanya didukung oleh gaya hidupnya yang mewah dan pekerjaan, akan tetapi faktor pertemanan juga berpengaruh terhadap dirinya. Hingga akhir cerita, Nadezhda dan Aruna masih tetap kerap makan bersama seminggu sekali. Makanan memang selalu akrab dengan mereka berdua.
3. Bono
Sahabat Aruna yang berprofesi sebagai chef ini juga memiliki obsesi yang sama dengan Nadezhdan dan Aruna, yakni makanan. Pertemuannya dengan Aruna terjadi pertama kali ketika mereka bekerja sama pada sebuah proyek yang sama, Aruna bekerja di lembaga advokasi dan Bono bekerja di perusahaan PR. Bono dan Aruna ternyata memiliki kesamaan dalam selera makan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
―Pada suatu hari, di sebuah restoran, dalam acara makan bersama dengan orang-orang kantor, aku kembali sadar, kami punya selera yang serupa. Atau, lebih tepat,
kami tidak memesan apa yang dipesan orang-orang.‖100
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Aruna dan Bono memiliki kesamaan dalam hal memesan makanan. Mereka memesan apa yang terkadang tidak dipikirkan orang lain.
―Ia juga memesan dengan insting seorang tukang makan yang berpengalaman. Di sejumlah tempat, ia akan
99 Ibid, h.168. 100 Ibid, h.41.
memesan dengan ortodoks: Buat apa coba steak Wagyu di
sini──justru karena harganya begitu murah, steak itu nggak mungkin enak; atau, di restoran Thai ini, jangan pesan hidangan-hidangan yang aneh-aneh. Paling aman pesan hidangan-hidangan klasik: salad mangga, salad jeruk Bali, kari daging hijau, kari bebek merah, tumis ayam cincang dengan daun basil.‖101
Berdasarkan kutipan di atas, Laksmi ingin menunjukkan bahwa Bono dan Aruna memiliki selera yang tidak dimiliki oleh orang-orang kebanyakan, obsesi mereka terhadap makanan bukan saja obsesi yang semata-mata terjadi, mereka memiliki pengetahuan mengenai makanan dan cara memesan makanan. Oleh karena itu Bono tidak pernah salah dalam memilih.
―Kenapa kamu nggak pernah salah pilih?‖ Tanya salah satu kolega yang selalu salah pilih. ―Bisa saja kan,
roast chicken di restoran ini enak, tapi roast chicken di
restoran itu nggak enak. Dari mana kamu tahu apa saja
yang enak di setiap restoran?‖102
Kutipan di atas menunjukkan betapa hebatnya Bono dalam memilih makanan. Ia tidak pernah salah piih di setiap restoran yang dikunjunginya. Instingnya sebagai tukang makan telah terasah berkat pengalaman dan ilmunya selama ini. Laksmi ingin menjadikan Bono sebagai sosok chef yang seutuhnya, yang memiliki insting kuat terhadap makanan, yang mengerti makanan tidak saja dari penampilannya, namun dari rasanya. Oleh karena itu ia tidak pernah salah dalam memilih.
Berawal dari kerja pada proyek yang sama dan hobi yang sama terhadap makanan, mereka akhirnya bersahabat baik. Obsesi terhadap makanan yang dialami oleh Bono juga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut.
a) Pekerjaan
Bono, yang berprofesi sebagai chef di salah satu restoran terkenal di Jakarta ini kerap mendatangi satu
101 Ibid, h.43. 102 Ibid, h.42.
restoran ke restoran lainnya demi mengasah indera perasanya. Kecintaannya terhadap makanan tidak lain
disebabkan karena pekerjaannya yang setiap hari
bersentuhan langsung dengan makanan.
―Tapi aku tahu jawabannya: ia jarang salah karena ia pengunjung restoran yang tak kenal lelah. Insting hanya datang dari pengalaman; ia tak jatuh dari langit, atau menyelusup seperti jin ke dalam tubuh, yang dengan baik hatinya mengarahkan panca indramu untuk membuat pilihan-pilihan paling jitu.‖103
Berdasarkan kutipan di atas, Bono kerap
mengunjungi satu restoran ke restoran lainnya demi ketajaman indra perasanya yang ketika memilih makanan, ia jarang salah. Profesinya sebagai chef menuntut Bono