• Tidak ada hasil yang ditemukan

OBSESI TERHADAP MAKANAN DALAM NOVEL ARUNA DAN LIDAHNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OBSESI TERHADAP MAKANAN DALAM NOVEL ARUNA DAN LIDAHNYA"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh: Noviana Nitami NIM: 1111013000051

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015

(2)

OBSESI TEREADAP MAKANAN DALAM NOVEL ARUNA DAN LIDAHI,IYA KARYA LAKSIVtr PAMUNTJAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA I}AN SASTRA INDONESIA

DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia (s.pd.)

Oleh

NOYIANA

NITAMI

NIM. 1111013000051

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA

I}AI\

SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBTYAH DAN KEGURUAII

UNTVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIT' HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

(3)

be{udul terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya Karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia

di

SMA" disrisun oleh Noviana Nitami, NIM 111013000051, diajukan kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Kegruan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasah pada tanggal t5 Oktober 2015 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak rnernperoleh geiar Sarjana Perrdidikan (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia.

Iakarta, 20 Oktober 20 I 5 Panitian Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi)

Makvun Subuki. M.Hum.

NrP. 19800305 200901 1 015

Tanggai

efr,

*0"

Tanda Tangan

S ekretaris Panitia (Sekretaris JurusanlProdi)

pona Aii Karunia putra. MA

.

l.!/!:.lyt

NIP. 19840409201101 1 015

Penguji I

Rosida Erowati, FI.Hum. NIP. 19771030200901 1 015 Pelryuji

Ii

Dr. Elvi Susanti. M.Pd. NrP. 19680801 200801 2 016

2s/p

tots

eof

olzos

Mengetahui,

(4)

Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama NIM Jurusan Alamat Nama Pembimbing Jurusan/?rogram Studi :NovianaNitami :1111013000051

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

. Jalan Harapan Gang Mardani RT 04/02 Nomor 26 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Depok16434

MEI\ YATAKAN DENGAII SESUNGGUHhIYA

Bahwa skripsi yang berjudul *Obsesi terhadap Makanan dalam Nwel Arana

dan

Lidahnya

Karya

Laksmi

Pamuntjak

dan

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di

SMA'

adalah benar hasil karya

saya sendiri di bawah bimbingan dosen:

: Novi Diah Haryanti, M.Hum.

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa slaipsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 5 Oktober 2015

NovianaNitami

(5)

Noviana Nitami, NIM: 1111013000051, “Obsesi terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M.Hum.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan manusia dalam memperlakukan makanan yang disebabkan oleh adanya perpindahan masyarakat, budaya teknologi, dan perkembangan zaman. Penelitian berjudul “Obsesi terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya. Metode yang digunakan ialah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik kajian pustaka. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis struktural yakni membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel Aruna dan

Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya

faktor status yang masih sendiri, sumber kebahagiaan, sarana pembebasan diri, faktor pekerjaan, gaya hidup, dan latar belakang pendidikan. Obsesi yang dialami oleh Aruna tergolong ke dalam obsesi kompulsif yaitu perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang karena merasa harus melakukannya.

Kata Kunci: Aruna dan Lidahnya, Laksmi Pamuntjak, Makanan, Obsesi, Pembelajaran Sastra

(6)

ii

Noviana Nitami, NIM: 1111013000051, "The Obsession to the Food in the Novel Aruna dan Lidahnya by Laksmi Pamuntjak and Its Implication towards Indonesian Language Learning and Literature in High School". Indonesian Language and Literature, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, in 2015.

Supervisor: Novi Diah Haryanti, M.Hum

This study is motivated by the human changes in treating food which is caused by the displacement of society, technology, culture and time change. This study is entitled "The Obsession to the Food in the Novel Aruna dan Lidahnya by Laksmi Pamuntjak and Its Implication towards Indonesian Language Learning and Literature in High School". The aims of this study is to find the obsession on the food in the novel Aruna dan Lidahnya. The method used in this research is descriptive qualitative, in which data is collected by library research. The research result in the leading factor of the main character’s obsession to the food, single status, source of happiness, a mean of self-liberation, occupational factors, lifestyle, and educational background. Aruna’s obsession is categorized as compulsive obsession. Compulsive obsession is a repetitive behaviour that performed by someone because she thinks it ia a must. The result of this study is expected to be beneficial to increase students insight and enrich knowledge in the field of literature in high school.

Keywords: Aruna dan Lidahnya, Laksmi Pamuntjak, Food, Obsession, Literature learning

(7)

iii

Segala puji dan syukur kepada Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Selawat serta salam tidak lupa tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad saw beserta para keluarganya, sahabatnya, dan semoga kita termasuk umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari tidak luput dari kesalahan dan masih jauh dari kata sempurna, namun berkat motivasi dan dorongan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Makyun Subuki, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Satra Indonesia yang selalu mengerti keadaan mahasiswanya, serta memberikan motivasi dan doa.

3. Dr. Nuryani, MA. selaku Penasehat Akademik, yang telah memberikan masukan dan nasehat selama penulis belajar hingga dapat menyelesaikan skripsi.

4. Novi Diah Haryanti, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu di sela-sela kesibukannya, tenaga, serta pikiran untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan selama perkuliahan, mendidik dengan sabar, dan memberikan motivasi kepada penulis.

6. Warto Supandi dan Rustamini, orangtua yang penulis sayangi yang selalu memberikan doa terbaiknya dan memberi nasehat dengan sabar. Adik terbaik, Danang Pamungkas Priambodo. Semoga skripsi ini bisa membuat senyum di wajah mereka.

(8)

iv

serta dukungan yang diberikan kepada penulis

8. Sona Yunita dan Hadiyati Wulan Dani, dua sahabat penulis yang berjuang bersama dalam suka maupun duka, serta saling memotivasi dalam mendapatkan gelar S.Pd.

9. Astara, Delia, Nazrah, Ui, dan semua kelompok New Hope yang selalu mendukung dalam doa terbaiknya.

10. Adik-adik Rohis yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu, teman-teman Forum Alumni Rohis yang memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

11. Hanny, Teh Hera, Adnan Isnain Nurussalam, teman berbagi dan pendukung yang hebat. Terima kasih atas waktu, motivasi, tenaga dan pikirannya dalam membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya.

12. Teman-teman PPKT MTs Al-Hamidiyah Depok.

13. Keluarga di Yogyakarta dan Klaten yang memberikan doa dan dukungan untuk penulis agar menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya.

Urutan nama di atas bukanlah peringkat prioritas. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan bagi masyarakat akademik.

Jakarta, 5 Oktober 2015

(9)

v LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5 C. Batasan Masalah ... 6 D. Rumusan Masalah ... 6 E. Tujuan Penelitian ... 6 F. Manfaat Penelitian ... 6 G. Metodologi Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Pengertian Novel ... 9

B. Jenis-jenis Novel ... 11

C. Unsur Intrinsik Novel ... 12

1. Tema ... 13

2. Latar ... 13

3. Tokoh dan Penokohan ... 14

4. Alur ... 15

5. Sudut Pandang ... 17

6. Amanat ... 18

7. Gaya Bahasa ... 18

(10)

vi

G. Pembelajaran Sastra di SMA ... 27

BAB III PENGARANG DAN KARYANYA ... 30

A. Biografi Pengarang ... 30

B. Gaya Kepenulisan ... 32

C. Gagasan Pemikiran ... 33

D. Sinopsis ... 34

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Analisis Objektif ... 36

B. Analisis Obsesi terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya ... 72

C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di SMA ... 95

BAB V PENUTUP ... 97 A. Simpulan ... 97 B. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN ... 103 A. RPP B. Materi Pembelajaran C. Surat Bimbingan Skripsi D. Lembar Uji Referensi

(11)

vii

Lampiran 1 RPP

Lampiran 2 Materi Pembelajaran

Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 Lembar Uji Referensi

(12)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya guna membantu menunjang segala kebutuhannya, salah satunya kebutuhan mencari makan. Makanan ialah kebutuhan utama bagi manusia, karena kegiatan ini bisa dikatakan sebagai penunjang keberlangsungan hidup manusia untuk beraktivitas sehari-hari. Jenis makanan yang ada pun saat ini sudah berbeda dari sebelumnya. Dahulu manusia hanya memakan makanan yang mentah, kemudian dibakar, direbus, dipanggang. Kini cara mengolah makanan tersebut sudah semakin bervariasi.

Perkembangan kemajuan zaman menghasilkan perubahan dalam budaya makan pada masyarakat di seluruh dunia. Makanan turut mengalami proses adaptasi dari tradisional menjadi modern. Hal ini disebabkan karena adanya perpindahan masyarakat, budaya teknologi, dan sebagainya. Selain itu, makanan setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Ciri khas tersebut biasanya berasal dari cita rasa serta bahan dasar yang digunakan. Begitu banyak jenis makanan dari seluruh dunia yang unik, sehingga makanan pun menjadi sebuah budaya dari masing-masing daerah atau suatu kebudayaan. Perkembangan makanan itu sendiri saat ini telah menjadi suatu budaya dan gaya hidup. Variasi makanan membuat orang di belahan dunia berbeda akan makan sesuatu yang berbeda pula dan membentuk karakter makanan serta cara makan yang berbeda. Dari situlah lahirnya makanan dan kegiatan makan sebagai

budaya dan gaya hidup.1

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memengaruhi perlakuan manusia terhadap makanan. Hadirnya media sosial seperti Blog,

Facebook, Twitter, Tumblr, Instagram, dan Path memberi pengaruh

1 Robin Redmon Wright, You are What You Eat!? Television Cooking Show, Consumotion, and

(13)

terhadap masyarakat dalam memperlakukan makanan. Didukung dengan hadirnya kamera pada gadget, membuat manusia kerap mengabadikan makanan yang mereka konsumsi, tidak terkecuali para pelajar yang telah dibekali gadget sejak dini. Fenomena merebaknya makanan sebagai gaya hidup juga dilihat sebagai trend yang wajib dilakoni. Dengan bermodalkan kamera ponsel pintar dan uang saku ala pelajar, mereka beramai-ramai mencari tempat makan yang sedang hits atau kekinian. Jadilah makanan sebagai objek utama dalam liburan, atau sekadar tempat “nongkrong”.

Peristiwa ini juga tidak dipungkiri didukung oleh canggihnya teknologi, berbagai jejaring sosial siap memublikasikan objek yang telah diabadikan melalui sekali jepretan. Tidak jarang banyak beredar foto makanan maupun foto selfie bersama makanan di instagram, facebook, ataupun path di mal terkemuka di bilangan Jakarta dan sekitarnya. Jejaring sosial pun dengan sekejap dipenuhi oleh “fotografer dadakan” ala pelajar dengan berbagai hastag tentang makanan.

Fenomena FoodBloger juga merupakan salah satunya. Awalnya adanya informasi pada blog dimaksudkan untuk berbagi info mengenai tempat makan, harga, deskripsi, dan tentu saja fotonya. Namun sekarang banyak ditemukan makanan yang diabadikan dalam foto menjamur di media sosial.

Peristiwa serta tingkah laku manusia yang acap kali ditemukan dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari, ternyata tidak hanya berada dalam dunia nyata. Para sastrawan yang melihat fenomena ini sebagai hal yang menarik, menjadikannya peluang untuk menyampaikan buah pikiran mereka melalui kata dan karya. Oleh karena itu, karya sastra disebut sebagai cerminan atau refleksi terhadap dunia nyata.

Pelukisan dalam karya sastra pada umumnya mewakili peristiwa yang terjadi dalam dunia nyata yang diabadikan dalam kata, sehingga diharapkan manusia bisa lebih memaknai hidup dan mengambil manfaat melalui peristiwa yang direpresentasikan dalam karya.

Karya sastra juga menampilkan berbagai macam perilaku kehidupan manusia beserta segala permasalahan yang ada. Melalui karya

(14)

sastra manusia bisa lebih memahami dirinya dan kehidupannya. Oleh karena itu karya sastra bukan hanya sebatas hiburan yang berisi ilmu pengetahuan semata, melainkan dapat dikategorikan sebagai hiburan spiritual juga.

Berdasarkan genrenya, karya sastra terbagi menjadi tiga, yakni prosa, puisi, dan drama. Karya sastra yang dibuat oleh sastrawan kebanyakan merupakan sebuah karangan fiksi yang diangkat dari refleksi kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan kaidah bahasa sebagaimana mestinya. Terkadang ada juga karya sastra yang diciptakan dari latar belakang kehidupan pengarangnya yang bertujuan untuk menyampaikan pemikiran ataupun kritik sosial melalui karya sastra.

Kritik sosial, ideologi serta pemikiran pengarang biasanya disampaikan melalui karya sastra yang berbentuk fiksi, seperti novel, cerpen ataupun puisi. Ketiganya merupakan jenis karya yang dapat dinikmati dan bermanfaat ketika seorang pembaca tidak hanya sekadar membaca, melainkan memahami makna yang tersirat di balik karya sastra yang diciptakan.

Sangat baik ketika pembaca karya sastra tidak hanya membaca namun juga mendapatkan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Namun minat baca karya sastra terutama novel, yang biasanya memiliki halaman lebih banyak daripada cerpen, masih kurang. Selain memiliki cerita cukup panjang, permasalahan yang kompleks, pemahaman terhadap penokohan pun menjadi salah satu pemicu kurangnya minat membaca karya sastra. Pemahaman terhadap unsur intrinsik terutama pada penokohan sering kali mejadi pemicu pembaca terutama pelajar, enggan membaca novel dan menganalisisnya. Kurangnya minat ini kerap kali terjadi pada kalangan pelajar, mereka lebih menyukai membaca novel-novel bergenre percintaan atau roman picisan dengan permasalahan yang sederhana dan jumlah halaman yang tidak terlalu tebal. Fenomena ini terjadi karena kurangnya pengenalan pelajar pada karya sastra berbentuk novel. Karya sastra yakni salah satunya novel yang sebenarnya memiliki

(15)

dulce et utile (menghibur dan bermanfaat) sangat baik bila digemari oleh

para pelajar.

Novel merupakan salah satu karya sastra berbentuk fiksi yang mengungkapkan berbagai aspek di dalam masyarakat. Aspek tersebut dibangun melalui unsur-unsur yang terdapat dalam novel meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik serta berbagai nilai yang terkandung di dalamnya. Novel juga menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, lebih rinci, lebih detail dan lebih banyak. Seperti novel Aruna dan

Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak yang terbit pada tahun 2014 silam

merupakan sebuah karya sastra yang menggunakan pendekatan kuliner untuk membalut berbagai isu sosial yang dialami oleh manusia dalam kehidupan sehari-harinya.

Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak yang terbit pada tahun 2014 ini memberikan pelajaran kepada para pembaca bahwa setiap kehidupan memiliki dua sisi yang berlainan, dengan kata lain mempunyai banyak perbedaan dalam segala bidang, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Semua perbedaan itu ternyata bisa disatukan melalui sebuah media yakni kuliner yang diangkat sebagai tema besar dari novel ini. Melalui novel ini, nantinya peserta didik bisa mengambil pesan yang terdapat di dalamnya, agar menghargai setiap perbedaan yang hadir dalam kehidupan.

Novel ini menjadi bahan pembelajaran untuk para pembaca, seperti peserta didik dan pendidik. Pendidik merupakan agen pencetak generasi bangsa yang berkualitas, selain mengajar, ia juga mendidik peserta didik agar memiliki perilaku yang baik. Melalui novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak, pendidik bisa menjadikan bahan pembelajaran kepada peserta didik agar menghargai setiap perbedaan yang hadir dalam kehidupan.

Melalui analisis tokoh, pendidik bisa mengambil pelajaran serta mencontohkan sikap yang baik dan memberitahukan sikap yang buruk untuk tidak ditiru.

(16)

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang tersebut, penulis akan mengkaji obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Minat baca terhadap karya sastra khususnya novel masih rendah, dikarenakan novel memiliki cerita yang panjang.

2. Peserta didik kesulitan memahami unsur intrinsik, terutama penokohan.

3. Siswa dituntut untuk memahami novel secara keseluruhan 4. Pergeseran negatif perilaku manusia terhadap makanan.

C. Batasan Masalah

Masalah yang terdapat dalam novel ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam, namun masalah yang ada perlu dibatasi agar penelitian yang dilakukan dapat fokus serta terarah. Objek kajian yang akan diteliti adalah obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, perumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak?

2. Bagaimana implikasi obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan

Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak terhadap pembelajaran Bahasa dan

(17)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan

Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak

2. Mengetahui implikasi obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna

dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak terhadap pembelajaran Bahasa

dan Sastra di SMA

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup aspek teoretis maupun praktis.

1. Manfaat secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai sastra Indonesia, terutama dalam pembelajaran sastra di sekolah mengenai obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel.

2. Manfaat secara praktis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peserta didik mengenai obsesi terhadap makanan dalam novel. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidik sebagai masukan sebagai bahan pengembangan studi sastra yang berkaitan dengan unsur intrinsik dalam suatu karya sastra.

G. Metodologi Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian merupakan penilitian kepustakaan maka tidak pada suatu tempat karena objek yang digunakan berupa naskah atau teks sastra yakni novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak. Penelitian ini merupakan sebuah analisis yang akan terus berkembang dengan berbagai pemikiran dan sudut pandang. Penelitian ini tidak bersifat statis, karena penelitian ini merupakan sebuah analisis yang dilakukan terhadap teks. Adapun waktu penelitian ini selama dua sampai dengan empat bulan, yakni bulan Juni hingga September 2015.

(18)

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah

metode kualitatif. Penelitian kualitatif ialah pendekatan yang menggambarkan dan menganalisis setiap individu dalam kehidupan dan pemikirannya. Peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif ini harus mampu menginterpretasikan segala fenomena dan tujuan melalui sebuah

penjelasan.2 Agar objek dan peristiwa yang diteliti dapat dipahami, maka

cara yang tepat ialah dengan cara mendeskripsikan dan

mengeksplorasikannya ke dalam sebuah narasi. Dalam novel Aruna dan

Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak menggunakan metode kualitatif

deskriptif. Hasil yang didapatkan berbentuk deskripsi, tidak berupa angka-angka.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian kali ini adalah novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak cetakan pertama : November 2014 terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama. Objek penelitian ini adalah obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis ialah teknik melalui pengumpulan sumber-sumber yang dapat membantu penulis dalam mengurai maupun menganalisis objek yang diteliti. Teknik ini biasa disebut dengan teknik kajian pustaka. Teknik kajian pustaka biasanya dilakukan dengan mencari bahan atau sumber melalui artikel, buku, atau dokumen yang dapat membantu memberikan informasi terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan.

2Syamsudin dan Damaianti, Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung:

(19)

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data antara lain:

a. Menganalisis novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dengan menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh. Berikutnya mengelompokkan teks-teks yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak yang mengandung unsur intrinsik novel berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. b. Analisis selanjutnya dilakukan dengan membaca serta memahami

kembali data yang diperoleh. Selanjutnya mengelompokkan teks-teks yang berhubungan dengan dengan bahasan obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel.

c. Mengimplikasikan novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA dilakukan dengan cara menghubungkan materi pelajaran sastra di sekolah.

(20)

9 BAB II

KAJIAN TEORITIS A. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang paling banyak dibaca oleh masyarakat pembaca dibandingkan dengan karya sastra yang lainnya, karena dalam karya sastra yang satu ini, pembaca dapat mengetahui lebih detail jalan cerita serta permasalahan yang terdapat dalam novel. Beberapa pandangan yang mengemukakan mengenai istilah novel sebagai berikut.

Kamus Istilah Sastra (2007:36) mendefinisikan novel sebagai jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan

manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan; mengandung nilai hidup.1

Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek dalam bentuk prosa‟. Dewasa ini istilah

novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia

novelet (Inggris : novellete), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang

panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun tidak juga terlalu pendek.2

Tarigan berpendapat bahwa kata novel berasal dari bahasa Latin, yaitu

noveltus yang diturunkan dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru

karena kalau dibandingkan dengan jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama. Istilah novel itu memang bukan asli Indonesia, melainkan pengaruh sastra Inggris

dan Amerika.3

Istilah novel tidak hanya dikemukakan oleh para ahli dari Indonesia, melainkan banyak istilah yang beredar di dunia.

Virginia Wolf dalam Lubis mengungkapkan bahwa sebuah roman atau novel ialah sebuah eksplorasi atau suatu kronik kehidupan, merenungkan dan melukiskannya dalam bentuk tertentu yang juga meliputi pengatuh, ikatan, hasil,

kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia.4

1 Abdul Rozak Zaidan, Anita K.Rustapa dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka,

2007), h.136

2 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2010), h. 9─10

3 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h.62

(21)

Beberapa alasan pembaca menggemari karya sastra yang satu ini karena novel memiliki kesamaan dengan cerpen, namun bisa dikatakan novel lebih kompleks dalam menyajikan ceritanya. Karya ini juga tergolong baru dibandingkan dengan karya sastra yang lainnya seperti puisi dan cerpen.

Secara umum novel memang termasuk dalam genre sastra yang relatif muda yang muncul di Eropa Barat,dan pada dasarnya novel merupakan cerita yang panjang dan kompleks. Sastra tradisional Indonesia juga kaya akan cerita prosa lama: bisa dikatakan sastra yang primitif, yang secara lisan, serta sastra

yang tertulis dari berbagai daerah seperti Jawa dan Melayu.5

Pada kesusastraan Inggris abad XVI dan XVII awal, kata “novel” rupanya dipakai baik untuk peristiwa yang betul-betul terjadi maupun peristiwa rekaan,

bahkan warta berita kadang-kadang tidak dianggap suatu fakta.6

Dalam istilah novel tercakup pengertian roman; sebab roman hanyalah istilah novel untuk zaman sebelum perang dunia kedua di Indonesia. Digunakannya istilah roman waktu itu adalah wajar karena sastrawan Indonesia watu itu pada umumnya berorientasi ke negeri Belanda, yang lazim menamakan bentuk ini dengan roman. Istilah ini juga dipakai di Perancis dan Rusia, serta sebagian negara-negara Eropa. Istilah novel dikenal di Indonesia setelah kemerdekaan, yakni setelah sastrawan Indonesia banyak beralih kepada bacaan-bacaan yang berbahasa Inggris.

Sejak tahun 1950-an, novel banyak ditulis pengarang dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak juga ditulis novel-novel trilogi yang dipelopori oleh Motinggo Busye dengan karya-karyanya: Tante Maryati (1967),

Sri Ayati (1968), dan Dik Narti (1968). Ashadi Siregar yang menulis novel-novel

kampus juga menulis novel trilogi, yakni : Cintaku di kampus Biru (1976),

Kugapai Cintamu, dan Terminal Cinta Terakhir yang terbit pada 1970-an. Ahmad

Tohari pengarang yang produktif oada dekade 70-an juga menulis novel trilogi, yakni: Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan

Jentera Bianglala (1986).7

5 A. Teeuw, Modern Indonesian Literature, (The Hague: Martinus Nijhoff, 1979), h.53

6 Partini Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2008), h.4.

7 Herman. J Waluyo, Pengkajian Cerita Fiksi, (Surakarta: Sebelas Maret University Press,

(22)

Banyak para ahli yang memiliki definisi berbeda mengenai novel, namun semuanya hampir sama yakni novel merupakan cerita fiksi yang bersifat imajinatif dalam bentuk prosa panjang yang di dalamnya terdapat tokoh dengan segala perilaku dan permasalahannya yang diangkat dari refleksi kehidupan nyata.

B. Jenis-jenis Novel

Ada berbagai jenis novel yang bisa dibedakan dari segi mutu, di antaranya.

a. Novel Populer

Novel populer merupakan jenis sastra yang memberikan kisah cinta dalam kehidupan yang bertujuan menghibur. Biasanya novel jenis ini banyak sekali penggemarnya, terutama di kalangan remaja. Hal ini dikarenakan novel populer lebih mudah dibaca dan dimengerti. Bacaan populer hanya berkisar pada masalah-masalah cinta

asmara belaka. Romance.8 Masalah yang diceritakan pun

ringan-ringan, tetapi aktual dan menarik. Kisah percintaan antara pria tampan dan wanita cantik secara umum cukup menarik, mampu membuai

pembaca remaja yang memang sedang mengalami masa peka.9

Contoh novel populer di antaranya ialah Sang Pemimpi (2006) karya Andrea Hirata, Berjuta Rasanya (2012) karya Tere Liye, 5 cm (2005) karya Donny Dhirgantoro.

b. Novel Serius

Novel serius ialah novel bermutu sastra. Novel ini menampilkan permasalahan-permasalahan kehidupan manusia secara serius. Selain memberikan hiburan, novel serius mengajak para membaca untuk memahami lebih dalam persoalan yang terdapat dalam cerita.

8 Jakob Sumarjo, Novel Populer Indonesia, (Yogyakarta: CV Nur Cahaya, 1993), h.21

9 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

(23)

c. Novel Picisan

Novel ini isinya cenderung mengeksploitasi selera dengan tampilan cerita yang mengisahkan cerita asmara yang menjurus pada pornografi.

d. Novel Absurd

Novel ini merupakan jenis fiksi yang ceritanya menyimpang dari logika, karena di dalamnya terdapat angan-angan dan mimpi serta

bersifat surealisme. Tokoh-tokohnya diciptakan terlampau

menggunakan khayalan, seperti orang yang meninggal bisa hidup kembali.

Berdasarkan jenis-jenis novel tersebut, novel Aruna dan

Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak termasuk ke dalam novel serius,

karena selain memberikan hiburan, novel jenis ini juga memberikan pengetahuan serta mengajak para pembaca untuk lebih merenungi dan memahami permasalahan yang ada pada cerita seperti permasalahan flu burung yang melanda Indonesia kala itu yang terdapat dalam novel, juga memberikan pengalaman kepada para pembaca mengenai obsesi terhadap makanan yang terjadi pada tokoh dalam novel.

C. Unsur Intrinsik Novel

Prosa rekaan terbagi menjadi dua, yakni prosa rekaan lama dan modern. Prosa rekaan lama contohnya seperti dongeng, mitos, atau fabel. Sedangkan prosa rekaan modern dibedakan atas novel, novelet, dan cerpen. Tidak adanya penelitian yang mendukung pembedaan atas beberapa bentuk tersebut lebih banyak didasarkan pada panjang-pendeknya dan luas-tidaknya masalah yang dipaparkan dalam prosa rekaan. Walaupun tidak selalu benar ada juga yang dasar

pembedaannya ditambah dengan bahasa dan lukisannya.10

Unsur intrinsik ialah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut

(24)

serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik ialah yang

membuat sebuah novel berwujud.11

1. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna” dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu

pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang

menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan,

pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri.12

Tema juga merupakan ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. Aminuddin mengemukakan, seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum meaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu

menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.13 Jadi

tema tidak lain adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar suatu cerita. Dalam sebuah tema, yang menjadi unsur gagasan sentral yaitu topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan

dicapai oleh pengarang adalah topik tersebut.14

2. Latar

Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Aminuddin

memberi batasan setting sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi

11 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2010), h.23

12 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.37

13 Siswanto, op. cit., h. 161.

(25)

baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.

Abrams mengungkapkan, latar ialah tempat umum (general

locate), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan

masyarakat (social circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat. Latar cerita juga berguna bagi sastrawan dan pembaca. Bagi sastrawan, latar cerita dapat digunakan untuk mengembangkan cerita. Latar cerita dapat digunakan sebagai penjelas tentang tempat, waktu, dan suasana yang dialami tokoh. Latar juga bisa membantu pembaca dalam memahami watak tokoh, suasana cerita, alur, maupun dalam rangka mewujudkan

tema suatu cerita.15

3. Tokoh dan Penokohan

Aminuddin mengemukakan, tokoh ialah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita sedangkan cara sastrawan menampilkan

tokoh disebut penokohan16

Biasanya tokoh yang diciptakan oleh pengarang memiliki perbedaan. Perbedaan ini dimaksudkan tiada lain untuk sejumlah tujuan yang berbeda. Makanya tidak terlalu tepat jika kita selalu mengatakan bahwa tokoh yang ada di dalam novel adalah orang-orang yang mirip dengan orang-orang-orang-orang dalam kehidupan

sebenarnya.17

Cara pengarang menggambarkan tokoh-tokoh itu

mungkin dari pengalamannya sendiri, berdasarkan

observasi di lingkungan masyarakatnya, mungkin pula dengan membaca karya-karya besar. Banyak karya sastra yang merupakan hipogram dari karya-karya yang

15 Siswanto, op. Cit., h. 149─151

16 Ibid. h.142

17 Furqonul Azies dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia

(26)

mendahuluinya. Tetapi banyak juga yang merupakan rekaan pengalaman pribadi pengarangnya. Juga banyak yang merupakan reaksi terhadap keadaan masyarakat

sekitarnya.18

Beberapa tokoh dapat diklasifikasikan menjadi lebih rinci yang dikemukakan oleh Burhanudin.

Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang diekenai kejadian. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya

dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung.19

Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, tokoh-tokoh dibedakan menjadi tokoh-tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh berkembang adalah tokoh di dalam cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakannya sejalan dengan perkembangan (dan perubahan)

peristiwa dan plot yang dikisahkan.20

4. Alur

Alur ialah rangkaian peristiwa-pristiwa dalam sebuah cerita. Aminuddin mengungkapkan, tahapan-tahapan peristiwa terdiri atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian. Sedangkan pendapat Nurgiantoro yang dikemukakan oleh Tasrif, tahapan alur terdiri dari tahap

18 Herman. J Waluyo, Pengkajian Cerita Fiksi, (Surakarta: Sebelas Maret University Press,

1994), h. 51

19 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2010), h.176-177.

(27)

penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian.

Berkat adanya alur yang tergali oleh intuisi pengarang, menyebabkan “isi-cerita” lantas mengalir secara teratur, segala

peristiwa merentet secara runtut tidak kacau-balau.21

Untuk menjelaskan tahapan-tahapan alur ini, penulis menggunakan pendapat Burhan Nurgiantoro yang dikemukakan oleh Tasrif. Tahapan-tahapan tersebut adalah.

a) Tahap Penyituasian

Tahap penyituasian yaitu tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain, yang terutama berfungsi sebagai landas tumpu cerita pada tahap berikutnya.

b) Tahap Pemunculan Konflik

Tahap pemunculan konflik yaitu tahap yang memunculkan masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

c) Tahap Peningkatan Konflik

Pada tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa yang dramatik menjadi inti cerita semakin menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari.

d) Tahap Klimaks

Tahap klimaks yaitu tahap di saat konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau

(28)

ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Pada tahap ini klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konfik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian.

e) Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian merupakan tahap di saat konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian. Konflik-konflik yang lain, sub-subkonflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar. Sehingga, tahap ini disebut sebagai tahap akhir sebuah cerita.

Pada prinsipnya alur merupakan komponen yang penting dalam sebuah cerita, dengan adanya alur, sebuah cerita tersusun dengan runut dan memiliki hubungan satu sama lain.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang atau titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita

tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.22

Ada bermacam jenis sudut pandang dalam karya sastra yang dikemukakan oleh Nurgiantoro yakni sudut pandang persona ketiga “dia”, sudut pandang persona pertama “aku”, dan sudut pandang campuran.

a) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Pelukisan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama ini terletak pada seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang persona pertama “Aku” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “Aku” (tokoh utama) dan “Aku” (tokoh tambahan).

(29)

b) Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”

Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang ini terletak pada seorang narator yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata ganti orang. Dalam sudut pandang persona ketiga “Dia” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “Dia” mahatau (narator mengetahui segalanya dan serba tahu) dan “Dia” terbatas atau hanya sebagai pengamat (narator mengetahui segalanya, namun terbatas hanya pada seorang tokoh).

c) Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang ini lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke tiknik yang lain. Semua itu tergantung pada kemauan pengarang untuk menciptakan sebuah kreativitas dalam karyanya.

6. Amanat

Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri sastrawan dan pembacanya. Jika dilihat melalui sudut sastrawan disebut dengan amanat. Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Di dalam karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat di dalam karya sastra lama dan pada umumnya tersurat.23

7. Gaya Bahasa

Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik, atau menjengkelakan,

(30)

objektif atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi adegan yang seram, adegan cinta, ataupun adegan

peperangan, keputusan, maupun harapan.24

Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di

atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya.25

D. Obsesi

Manusia merupakan makhluk sosial yang ditengarai tidak pernah puas dalam memenuhi kebutuhannya. Ketika sudah mendapatkan keinginan yang satu, maka keinginan lainnya bersiap untuk diwujudkan, dan begitu seterusnya. Sifat manusia yang tidak pernah puas ini terkadang memicu keinginan yang berlebihan dalam menggapai sesuatu. Hal seperti ini sering disebut sebagai obsesi.

Definisi obsesi dalam The Webster‟s Dictionary “ialah ide, pikiran, bayangan atau emosi yang tidak terkendali, sering datang tanpa dikehendaki atau mendesak masuk dalam pikiran seseorang yang mengakibatkan rasa tertekan dan

cemas”.26

Pengertian lain obsesi dikemukakan Kaplan dalam Anggraeni adalah pikiran, ide, atau sensasi yang muncul tanpa kendali. Davison dan Neale mengungkaplan bahwa hal-hal tersebut muncul tanpa dapat dicegah, dan individu

merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak dapat dikontrol.27

24 Ibid.

25 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.61

26 Retha Arjadi, Melakukan Sesuatu Berulang, Waspadai Gangguan Obsesif-Kompulsif,

(Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2015)

27 Mareta Anggraeni, Perilaku Obsesif Kompulsif Disorder pada Peserta Penurunan Berat

(31)

Obsesi yang terjadi atau dialami oleh manusia masih bisa dikatakan berada dalam batas wajar jika seseorang itu tidak berlebihan atau berulang-ulang memikirkan hal yang sama. Jika hal ini terjadi sampai berulang-ulang dan mengganggu fungsi keseharian serta disertai dengan kecenderungan melakukan sesuatu yang berulang untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan akibat pikiran tersebut, Retha Arjadi mengatakan itu merupakan gangguan psikologis.

Sebagai contoh ketika seseorang terobsesi terhadap makanan. Orang tersebut akan merasakan ide atau sensasi yang muncul tanpa kendali atau dengan kata lain datang tanpa dikehendaki ketika melihat objek tertentu, makanan misalnya. Dewasa ini, banyak masyarakat memperlihatkan obsesi terhadap makanan dengan menjadikan makanan sebagai gaya hidup untuk memperlihatkan status sosial. Salah satu caranya dengan berlomba-lomba mengabadikannya dalam sebuah foto kemudian mengunggahnya ke berbagai jejaring sosial yang sedang

trend seperti Instagram, Facebook, Blog, ataupun Path. Aktivitas seperti ini jika

dilakukan berulang bisa dikatakan sebagai gangguan psikologis.

Obsesi juga didefinisikan sebagai gangguan pikiran yang berulang, dorongan yang tidak dapat diterima atau tidak diinginkan yang menimbulkan

perlawanan subjektif serta kesulitan mengontrol diri.28 Sebenarnya hampir semua

orang pernah mengalami hal seperti ini, namun perbedaannya hanya intensitasnya. Pikiran yang mengganggu pada orang yang memiliki obsesi lebih tahan lama.

Obsesi yang merupakan gejala neurose jiwa, yaitu adanya pikiran atau perasaan tertentu yang terus menerus, biasanya ditandai dengan hal-hal yang tidak

menyenangkan ataupun sebab-sebab yang tidak diketahui oleh penderita.29

Berdasarkan paparan di atas, obsesi ternyata memiliki asal-usul, yakni yang pertama ialah stres. Paparan stres yang berlebihan bisa meningkatkan pikiran yang mengganggu yang tidak diinginkan. Kedua, sejumlah pikiran besar yang mengejutkan yang dipicu oleh isyarat eksternal.

Pikiran yang terus menerus berulang hingga mengganggu keseharian termasuk ke dalam gangguan psikologis. Gangguan psikologis yang dimaksud dikenal dengan gangguan obsesif kompulsif. Gangguan ini ditandai oleh dua

28 S.Rachman, A Cognitive Theory Of Obsessions, (Canada: University of British Columbia,

1997), h. 793

(32)

komponen yaitu obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah pikiran-pikiran yang menetap, berulang, dan bersifat mengganggu hingga menimbulkan kecemasan dalam diri orang yang mengalaminya. Sementara itu, kompulsi adalah perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang karena merasa harus melakukannya. Orang tersebut meyakini bahwa dengan melakukan perilaku berulang tersebut, kecemasan yang ia alami terkait obsesi pikirannya dapat

berkurang.30 Oleh karena itu, orang dengan gangguan obsesif-kompulsif harus

menunjukkan adanya obsesi terhadap pemikiran tertentu dan kompulsi untuk melakukan sesuatu yang sifatnya menetap dan tidak masuk akal.

Abidin dalam Amalia mengungkapkan bahwa kebanyakan penderita gangguan ini berasal dari golongan kulit putih, terpelajar, menikah, dan karyawan. Karyawan atau pekerja lebih rentan terkena gangguan ini dikarenakan stres atau tekanan yang dialaminya dalam pekerjaan. Mereka dituntut untuk melakukan pekerjaan dengan sempurna dan seideal mungkin serta terlalu mementingkan detail yang berlebihan, sehingga tidak jarang akhirnya pekerjaan yang mereka lakukan tidak selesai karena terbentur dengan ide yang mereka harus penuhi untuk

memenuhi harapan atasannya, sementara ide tersebut tidak dapat dicapai.31

Biasanya orang-orang dengan gangguan osbesif kompulsif ini memiliki waktu senggang yang sedikit. Waktu yang mereka miliki lebih banyak dihabiskan di rumah atau kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya sesempurna mungkin, penderita gangguan ini juga relatif memiliki hubungan sosial yang kaku dengan masyarakat sekitar. Mereka tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

E. Makanan

Makanan ialah kebutuhan utama bagi manusia, karena kegiatan ini bisa dikatakan sebagai penunjang keberlangsungan hidup manusia untuk beraktivitas sehari-hari. Jenis makanan yang ada pun saat ini sudah berbeda dari sebelumnya.

30 Retha Arjadi, Melakukan Sesuatu Berulang, Waspadai Gangguan Obsesif-Kompulsif,

(Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2015)

31 Dara Amalia, Hubungan Kepribadian dengan Kecenderungan Gangguan Kepribadian

Obsesif Kompulsif pada Karyawan, (Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tidak

(33)

Jika dahulu manusia hanya memakan makanan yang mentah, kemudian dibakar, direbus, dipanggang, dan pada akhirnya kini cara mengolah makanan tersebut sudah semakin bervariasi.

Indonesia, sebagai negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, tentu memiliki jenis makanan dan cara pengolahan yang berbeda-beda di setiap daerah. Selain suku dan bangsa, masakan merupakan bukti kebinekaan Indonesia. Tidak ada negara yang memiliki ragam kuliner sekaya Indonesia. Keragaman itu memiliki akar sejarah panjang. Keadaan politik dan ekonomi suatu daerah sangat

menentukan variasi makanan penduduk.32

Kekayaan budaya etnik di Indonesia yang bersumber dari berbagai berbagai suku ini memungkinkan untuk diperkenalkan secara intensif kepada penjuru dunia, karena bagaimanapun Indonesia yang kaya akan potensi kuliner ini harus dilestarikan keberadaannya agar tidak tergerus dan kalah saing dengan kuliner asing yang masuk ke dalam negeri.

Sekitar tahun 1970-an, bisnis kuliner tradisional mulai berkembang, walau masih tergolong lamban, tahun 2000-an banyak pengusaha kuliner tradisional mulai menyadari untuk menggali potensi kuliner tradisional. Begitu juga pengusaha kuliner nusantara dari waktu ke waktu mulai tumbuh, seperti kuliner sate dan soto khas Madura, gudeg khas Yogyakarta, atau coto khas Makasar. Tingkat pengusaha kuliner yang khas seperti warteg (warung Tegal) dan rumah makan Padang juga tersebar di berbagai penjuru daerah, tidak terkecuali di

Yogyakarta.33

Setiap makanan yang ada di suatu daerah memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan makanan di daerah lain. Makanan di Jawa misalnya dikenal dengan ciri khas manis, makanan di Minahasa yang terkenal pedas, sementara di Indonesia bagian Timur yang tidak mempergunakan terlalu banyak bumbu, di Sumatera yang berkebalikan dengan Indonesia Timur, di daerah tersebut bumbu yang dipergunakan bisa mencapai belasan hingga puluhan dalam sekali memasak.

32 Agoeng Wijaya, Kurniawan, Mustafa Silalahi, dkk. Edisi Khusus Tempo (Antropologi

Kuliner), (Jakarta: PT Tempo Inti Media Tbk, 2014), h. 31

33 Robby Hidajat, Jantra (Jurnal Sejarah dan Budaya), (Yogyakarta: Kementrian Pendidikan

(34)

William mengemukakan, makanan Indonesia saat ini seperti bahasa di Indonesia sebelum Sumpah Pemuda, beragam dan tidak dipersatukan oleh bahasa apa pun. Hanya, kita tidak perlu memperbarui Sumpah Pemuda dan memasukkan sumpah baru: “Memakan makanan yang satu, makanan Indonesia.” Sebab, pada keberagamannya itulah kekuatan khazanah kuliner Indonesia. Tidak ada negara

yang makanannya begitu beragam seperti Indonesia.34

Makanan yang ada atau yang tersaji tidak begitu saja ada tanpa maksud dan tujuan. Ketika ada suatu acara formal misalnya, makanan yang disajikan tidak mungkin hanya makanan ringan tanpa adanya makanan khas acara tersebut. Pada saat Hari Raya Idul Fitri misalnya, ketupat, opor ayam, sambal goreng kentang wajib ada pada hari itu. Namun berbeda ketika acara lain selain Idul Fitri, makanan tersebut tidak harus ada. Terkadang sebuah makanan merupakan simbol perwujudan suatu hal. Ketupat yang selalu hadir pada Hari Raya ditengarai merupakan simbl kebersamaan. Dalam bahasa Jawa, ketupat merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan sedangkan Laku papat artinya empat tindakan.

Rendang khas dari Minangkabau misalnya, memiliki cerita di baliknya. Rendang dipandang sebagai salah satu budaya etnik yang khas diperhatikan dari empat aspek, yaitu (1) mampu berkembang dan bertahan, (2) mengandung nilai-nilai yang diyakini bersama, (3) mampu membangun jaringan interaksi dan komunikasi, dan (4) membawa ciri kelompok yang mampu diterima kelompok lain. Rendang pada umumnya dipahami sebagai nama masakan yang bahan utamanya berasal dari daging sapi. Fungsi utama dari rendang adalah sebagai kuliner yang menyertai ritual adat. Rendang sebagai kuliner etnik tidak hanya sebagai makanan yang hanya memuaskan rasa lapar, akan tetapi membawa serta

kebiasaan lokal, lingkungan, dan adat tradisi masyarakatnya.35

Kekayaan makanan di Indonesia tidak melulu begitu saja muncul, sama halnya ketika orang Manado menyukai cabai seperti mereka menyukai garam, tentu bukan karena Tuhan menciptakan lidah mereka berbeda dengan lidah orang

Yogyakarta.36 Semua sebab tersebut memiliki cerita di baliknya yang terkadang

34 Wijaya, op.cit., h. 48

35 Hidajat, op. cit., h. 2 36 Wijaya, loc.cit.

(35)

dilupakan oleh masyarakat Indonesia dalam melihat makanan sebagai kebutuhan pokok dan penuntas rasa lapar semata.

Makanan juga bisa menunjukkan identitas seseorang. Misalnya perempuan yang ditampilkan berusaha menyediakan makanan bagi seluruh anggota keluarga. Mama dengan sikapnya yang menyuruh juru masak menyiapkan masakan sesuai dengan menu yang telah ia susun menunjukkan bagaimana tokoh ibu berusaha menjalankan perannya dengan baik. Makanan bisa menjadi suatu kebudayaan tersendiri. Pada beberapa budaya di Indonesia makan bersama menunjukkan suatu penghormatan. Ketika ada tamu, maka tuan rumah akan menawarkan makan bersama dan tamu akan menerima permintaan tersebut sebagai penghormatan

kepada tuan rumah. 37

Ritual makan bersama merupakan pengikat hubungan antar sesama. Oleh karena itu, banyak orang-orang yang menggunakan makanan sebagai media dalam memecahkan masalah salah satunya. Berwisata kuliner juga menjadi aktivitas yang digemari dewasa ini. Namun, hanya sedikit orang yang mengkonsusmsi makanan dengan mengetahui proses pembuatan di baliknya. Wisata kuliner bukan hanya menyantap makanan di warung. Wisata kuliner adalah pergi ke satu daerah, mendatangi kebun-kebun rimbun tempat bahan makanan ditanam, mengunjungi pasar untuk bertemu dengan masyarakat, berbincang dengan banyak orang, mampir ke rumah penduduk lokal untuk melihat proses memasak sejak awal, dan

mengikuti tata cara mereka menikmatinya.38

Bermacam-macam peran makanan yang terdapat dalam masyarakat, tidak hanya sebagai pemenuh kebutuhan pokok semata melainkan kini telah memiliki peran yang lebih banyak.

F. Penelitian Relevan

Hasil penelitian sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Delmarrich Bilga Ayu Permatasari (2015) tentang analisis dekonstruksi pada novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak.

37 Inayatul Chusna, Makanan dan Konstruksi Indentitas Perempuan dalam Fasting Feasting

Karya Anita Desai, (Jakarta: Tesis UI: Tidak diterbitkan, 2006)

38 Agoeng Wijaya, Kurniawan, Mustafa Silalahi, dkk. Edisi Khusus Tempo (Antropologi

(36)

Penelitian yang berjudul “Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel

Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak)” menggunakan metode kualitatif

dengan pendekatan dekonstruksi. Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak bisa dikaji melalui beberapa teori, namun pada judul “Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak)” dikaji menggunakan teori dekonstruksi, di mana teori dekonstruksi bisa menjadi alat yang tepat. Pada penelitian tersebut, pertentangan yang tersebar luas membutuhkan pendataan oposisi biner agar penetralisiran dapat dilakukan yang berujung pada diseminasi atau penyebaran makna yang terdapat di dalamnya.

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya praktik dari relasi kuasa dalam teks yang ditelaah menggunakan teori dekonstruktif, sehingga diharapkan dari adanya penelitian tersebut pembaca dapat mengetahui sejauh mana pengarang mempergunakan pola bahasa dan pemikiran untuk memberi bentuk pada suatu pandangan tertentu. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa adanya praktik relasi kuasa dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak. Hal-hal yang terkait dengan kontradiksi-kontradiksi terlihat jelas dan bahkan karya sastra ini mencoba mendekonstruksikan dirinya sendiri di akhir cerita. Pendekonstruksian mandiri yang meliputi bawahan yang berani untuk menentukan jalan hidup, kehidupan Nusantara memiliki daya pikat dengan caranya sendiri, perempuan berjiwa feminis pada Aruna, dan makna hati yang melebihi fisik, mengarah pada satu muara, bahwa keindahan dan kesempurnaan

hanya dapat dilihat dari hati dan rasa.39

Penelitian kedua yang juga telah dilakukan sebelumnya, diteliti oleh Reny Rachmawati (2014) mengenai analisis tokoh Amba pada novel Amba karya Laksmi Pamuntjak. Penelitian yang berjudul “Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA” ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode analisis ini digunakan untuk menelaah tokoh utama Amba dalam novel Amba karya Laksmi Pamuntjak. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan cara

39 Delmarrich Bilga Ayu Permatasari, Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel

Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak), (Surabaya: Penelitian, tidak diterbitkan oleh

(37)

membaca serta menyimak novel. Dalam penelitian sebelumnya ini, penulis menggunakan teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung yang diuraikan menjadi delapan teknik yaitu teknik cakapan, tingkah laku, pikiran dan perasaan, arus kesadaran, reaksi tokoh, reaksi tokoh lain, pelukisan latar, dan teknik pelukisan fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat tokoh Amba menggunakan kedelapan teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa sifat Amba keras kepala, berkemauan keras,

netral dalam berpolitik, acuh, dan tidak putus asa.40

Penelitian ketiga yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ialah penelitian yang dilakukan oleh Dhiyah Ratna Putri (2011) mengenai tata saji hanami bentou yang merupakan bagian dari budaya kuliner Jepang. Penelitian yang berjudul “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang” ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan desain eksposisi. Pendekatan kualitatif ialah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang ilmiah. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menjelaskan mengenai tata saji hanami bentou pada kegiatan hanami di Jepang. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa makanan-makanan yang terdapat dalam hanami bentou cukup bervariasi. Makanan tersebut terdiri dari jenis makanan yang berupa daging-dagingan, ikan-ikanan, atau sayuran. Tata saji hanami bentou sangat memperhatikan mengenai tampilannya yang berwarna-warni disesuaikan dengan musim semi. Selain itu unsur warna juga sangat dominan digunakan untuk memperindah tampilan dari

hanami bentou.41 Penulis juga menemukan penelitian serupa terkait makanan, yakni penelitian yang berjudul “Fenomena Mengunggah Foto Makanan pada Pengguna Media Sosial”. Penelitian ini untuk melihat motif seseorang dalam kegiatan mengunggah foto makanan sebagai lifestyle dan kemudian pengaruh

media sosial dalam penyebaranya.42

40 Reny Rachmawati, Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel karya Laksmi Pamuntjak dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA, (Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah:

Tidak diterbitkan, 2014)

41 Dhiyah Ratna Putri, “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada

Kegiatan Hanami di Jepang”, (Depok: Skripsi Unversitas Indonesia: Tidak diterbitkan, 2011)

42 Ken Bestari, Fenomena Mengunggah Foto Makanan pada Pengguna Media Sosial, (Depok:

(38)

Persamaan pada ketiga penelitian relevan yang telah dikemukakan sebelumnya terdapat pada objeknya. Penelitian yang berjudul “Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak)” dan penelitian yang akan penulis teliti sama-sama menggunakan novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak. Judul kedua yakni “Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA” memiliki kesamaan pada sisi pengarang. Meski menggunakan dua karya yang berbeda yakni novel Amba dan novel Aruna dan Lidahnya, namun kedua novel tersebut ditulis oleh orang yang sama yakni Laksmi Pamuntjak. Penelitian ketiga yang berjudul “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang” memiliki kesamaan pada topik yang dikaji yakni mengenai makanan, sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan judul pertama terletak pada teori yang digunakan. Penulis menggunakan teori objektif sedangkan penelitian yang berjudul “Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel

Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak)” menggunakan teori dekonstruksi.

Judul kedua “Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA” memiliki perbedaan dalam hal novel yang digunakan. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berjudul “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang” memiliki perbedaan pada objek yang digunakan. Peneliti menggunakan novel Aruna dan Lidahnya sebagai objeknya sedangkan penelitian sebelumnya dengan judul “Budaya Kuliner Jepang Hanami

Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang” menggunakan hanami bentou.

G. Pembelajaran Sastra di SMA

Sastra sebagai seni sastra pada dasarnya adalah untuk dinikmati. Sastra adalah untuk didengarkan, dibaca, ditonton, diucapkan, dan diragakan, dengan maksud untuk dihayati. Dari sastra diharapkan diperoleh kenikmatan. Kenikmatan yang tinggi adalah kenikmatan dengan pemahaman, karena itu agar beroleh

(39)

kenikmatan yang tinggi diperlukan pemahaman terhadap sastra. Demikianlah,

sastra menjadi salah satu objek studi.43

Pembelajaran sastra tidak hanya terbatas pada kalangan perguruan tinggi saja, melainkan di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, pembelajaran sastra sudah dilakukan. Oleh karena itu pentingnya pemahaman terhadap karya sastra dibangun sejak dalam bangku sekolah menengah.

Pengajaran sastra memiliki alasan masing-masing, di antaranya ialah sebagai model budaya. Sastra sebagai model budaya dimaksudkan untuk mengajarkan siswa agar menghargai kebudayaan melalui sejarah yang terdapat di

dalamnya, melalui warisan yang ditinggalkan dalam karya sastra.44

Sastra dipelajari strukturnya, untuk mengetahui lapisan-lapisan yang terdapat di dalamnya, hubungan antar lapisan itu sesamanya dan dengan keseluruhannya. Sastra dipelajari sejarahnya, kelahiran dan pertumbuhannya serta perbandingannya dengan sastra lainnya. Sastra juga dipelajari hubungannya dengan masyarakat tempat lahirnya, serta dukungan-dukungan yang diperolehnya. Sastra dipelajari nilainya, pada masanya dan pada masa-masa setelahnya.

Tujuan pengajaran sastra untuk kepentingan ilmu pendidikan, tentulah merupakan bagian dari tujuan pendidikan keseluruhannya, karena proses belajar dan mengajarkan sastra merupakan bagian dari proses pendidikan. Pengajaran sastra terutama dapat digunakan untuk ikut serta dalam usaha untuk mencapai tujuan apresiasi itu. Tujuan pengajaran sastra adalah untuk mengajarkan kepada peserta didik agar agar ia dapat menghayati nilai-nilai luhur, agar ia siap melihat

dan mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan simpatik.45

Demi tercapainya tujuan dalam pengajaran sastra di sekolah, semua pihak harus terlibat membangun kerja sama dalam mewujudkannya. Pihak di sini ialah guru dan siswa. Guru diharapkan bisa menyajikan metode yang menarik agar siswa mampu memahami sastra dengan cara yang menyenangkan.

Pemilihan metode dipertimbangkan dari beberapa hal. Pertimbangan pertama adalah hakikat sastra itu sendiri. Dengan mempertimbangkan ini, maka

43 Yus Rusyana. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: C.V Diponegoro,

1984), h.312.

44 Ronald Carter. Teaching Literature. (New York: Longman Group (FE) ltd, 1991), h.2

(40)

kita harus memilih metode yang kena dengan hakikat sastra. Pertimbangan kedua adalah tujuan pengajaran sastra. Tujuan pengajaran sastra dalam rangka mencapai tujuan pendidikan melalui sastra, yaitu tujuan apresiasi sastra, tentulah menuntut cara yang berbeda dengan tujuan menyampaikan informasi tentang teori sastra. Pertimbangan ketiga adalah para siswa yang mempelajari sastra. Tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kematangan siswa tentulah tidak dapat disamaratakan. Hal itu menuntut cara yang berbeda.

Metode membaca dan menganalisis bisa dipilih untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah kelas XII. Saat pembelajaran sastra khususnya mengenai prosa atau novel yang dibahas oleh penulis, seorang guru bahasa dan sastra dituntut untuk menyajikan penyampaian serta pembelajaran yang menarik minat siswa untuk belajar. Seorang guru juga sebaiknya bisa memilihkan novel yang cocok untuk pembelajaran sesuai dengan usia dan jenjang pendidikan yang sedang ditempuh, karena novel yang sesuai dengan tingkatan usia dan pendidikan akan berdampak positif pada siswa. Bisanya siswa dengan kemampuan membacanya bisa hanyut dalam teks. Saat inilah dirasa cocok untuk mengenalkan novel-novel bermutu sastra.

Guru diharapkan dapat menyampaikan pembelajaran dengan maksimal dan siswa dapat memahami pembelajaran dengan baik dengan mempersiapkan yang terbaik.

Referensi

Dokumen terkait

membuat sate diulang. Halaman kuis terdiri dari soal tentang makanan ketika user memilih sebuah makanan. Ketika user memilih bahan salah atau benar maka akan menuju soal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Manfaat Hasil Belajar Makanan Oriental 2 Sebagai Kesiapan Usaha Restoran Oriental meliputi kelompok makanan Jepang, jenis Sushi,

Makanan adalah salah satu penyebab alergi yang berbahaya.Tidak semua reaksi makan yang tidak diinginkan adalah suatu alergi makanan.Klasifikasi dari EAACI ( European

1 Saya akan tetap memilih makan di Waroeng SS karena harga makanan yang disediakan restoran x sesuai dengan pendapatan saya. 2 Saya memilih Waroeng SS karena harganya murah dan

Berbeda dari restaurant dan warung makan yang menghidangkan makanan pokok, makanan ringan adalah salah satu usaha makanan yang tumbuh subur dinegara kita.. Anda dapat menemukan

Para konsumen yang memilih restoran sebagai tempat makan tidak hanya memperhatikan kualitas dari makanan tersebut tetapi juga apa yang diharapkan apakah sudah sesuai

menunjukkan keinginan atau kemampuan melakukan perilaku mandiri. Misalnya saat anak memilih menu makanan, memilih akan makan dulu atau mandi dulu, atau memilih

Kebiasaan makan yang tidak sehat dalam memilih jenis makanan juga dapat berdampak pada masalah status gizi seseorang.Makanan yang bergizi bukanlah suatu makanan yang mahal dan enak