BAB IV Penutup
B. Saran-Saran
1. 95
94
Lihat ACSC-3: Singapore Declaration, Third ASEAN + Civil Society Conference (2-4 November 2007), Civil Society Engaging Asia (SEACA),
http://seace.net/view/Article.php?aID/1022 (diunduh 16 agustus 2013).
Pemerintah Indonesia mengembangkan jaminan hukum bagi perlindungan perempuan dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan, dengan antara lain: Menetapkan rancangan undang-undang untuk memberikan perlindungan yang efektif kepada para migran Indonesia direkrut untuk bekerja di luar negeri , khususnya pekerja rumah tangga perempuan memastikan berlangsungnya revisi hukum pidana Indonesia (KUHP dan KUHAP) yang mengintegrasikan pengaturan yang lebih
95
Rekomendasi dalam Laporan Indpenden Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Kepada Komite CEDAW Mengenai Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan di Indonesia, 2007-2011
komprehensif tentang perkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya serta tentang penyiksaan:
a. segera mengesahkan revisi hukum perkawinan untuk mencegah
perkawinan anak, penegasan asas monogami, jaminan hak dan tanggung jawab yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam masa perkawinan dan pemutusan perkawinan
b. menyempurnakan Undang-undang Kewarganegaraan, Undang-
undang Administrasi Kependudukan, dan Undang-undang kesehatan.
c. segera meratifikasi Statuta Roma, Optional Protokol CAT,
Optional Protokol CEDAW, Konvensi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, dan Konvensi Perlindungan Penyandang Disabilitas
d. menerbitkan kebijakan untuk pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual, termasuk larangan menghambat akses pendidikan bagi siswi hamil, atau mengawinkan perempuan korban perkosaan dengan pelakusebagai cara penyelesaian kasus
e. melakukan harmonisasi kebijakan dan mengambil langkah
pembatalan kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang berdampak secara langsung pada pelanggaran hak asasi manusia berbasis gender terhadap perempuan. Termasuk dalam kebijakan yang perlu segera ditinjau ulang adalah Permenkes tentang Sunat Perempuan dan Undang-undang Pornografi.
f. menerbitkan dan mengimpementasikan pedoman penyusunan dan
pengawasan kebijakan dengan kerangka hak asasi manusia dan keadilan gender.
2. Pemerintah menindaklanjuti rekomendasi penanganan komprehensif kekerasan terhadap perempuan dalam konteks konflik dan pelanggaran HAM masa lalu sebagai bagian tidak terpisahkan upaya pengembangan perlindungan efektif bagi perempuan dari segala bentuk diskriminasi:
3. Pemerintah Indonesia mengembangkan program-program yang turut
mendukung inisiatif masyarakat untuk melakukan perubahan pola tingkah laku sosial dan budaya untuk menghapuskan prasangka, kebiasaan, dan praktik tradisi yang didasari pada prasangka dan pengukuhan pembagian peran berbasis stereotipi gender
4. Pemerintah Indonesia bersungguh-sungguh menangani persoalan
diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan terhadap perempuan pekerja rumah tangga di dalam dan luar negeri dengan:
a. memastikan reformasi kebijakan bidang ketenagakerjaan terutama
Pekerja tidak berdokumen dan Pekerja Rumah Tangga dalam kerangka Perlindungan dan Pemenuhan HAM, antara lain dengan Ratifikasi Konvensi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, Pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dan Pengesahan Perubahan Atas Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004
b. melakukan penertiban dan pembenahan perusahaan pengiriman
dan penempatan pekerja migran agar mengutamakan perlindungan pekerja migran serta perlu ada ketegasan negara dalam memberikan sanksi hukum dan sanksi adminstratif pada perusahaan yang melakukan pembangkangan
c. menangani masalah pekerja migran khususnya PRT secara
sistematis dengan membangun mekanisme yang komprehensif mulai dari pra pengiriman tenaga kerja, tidak saja terkait kesiapan
dokumen tetapi juga melengkapi pekerja dengan ketrampilan yang relevan dengan kebutuhan di negara penerima, jaminan perlindungan hukum dan jaminan asuransi kesehatan dan jiwa, mekanisme monitoring, dan pemulihan korban. Dalam hal pemulihan harus ada penanganan khusus bagi korban yang mengalami cacat, penghamilan, kekerasan seksual, dan gangguan kejiwaan
d. mengambil kebijakan moratorium yang didahului dengan
konsultasi yang melibatkan multi elemen terutama Pemerintah Daerah (Pemda) pengirim, perusahaan pengirim dan penempatan pekerja migran, serta masyarakat khususnya keluarga pekerja migran. Pemerintah juga harus meminta ketegasan negara penerima agar berlaku reciprocal. Dengan demikian kebijakan moratorium dapat menunjukkan wibawa pemerintah dan perlindungan hak-hak pekerja migran terhadap pemerintah negara penerima
5. membangun mekanisme pengaduan dan penyediaan shelter yang aman
dan nyaman serta mudah dijangkau oleh PRT yang mengalami kekerasan dari majikannya
6. membuat Undang-undang untuk perlindungan PRT di dalam negeri, yang
juga berkontribusi memperkuat posisi tawar pemerintah mendesak negara- negara penerima menjamin hak-hak PRT migran yang berasal dari Indonesia.
7. Pemerintah Indonesia membuat kerangka kebijakan perlindungan dan
dukungan bagi pembela HAM dengan perhatian khusus pada kerentanan perempuan pembela HAM.
8. 96
9. Banyak aparat penegak hukum melakukan teknik investigasi yang telah
menimbulkan trauma. Pemerintah Indonesia harus berusaha keras untuk meningkatkan kemampuan aparat penegak hukum agar memiliki teknik- teknik investigasi yang menjunjung tinggi diri dan martabat korban, mengalokasikan budget agar unit-unit khusus di kepolisian pada tingkat kabupaten menyediakan ruang yang ramah anak dan memiliki sumber daya untuk itu.
Pemerintah Indonesia perlu membuktikan bahwa para korban eksploitasi seksual maupun korban kekerasan adalah korban bukan pelaku kriminal. Untuk maksud itu, mengingat kembali rekomendasi pada bagian langkah- langkah umum, agar mencabut semua peraturan daerah yang telah mengriminalkan anak-anak korban eksploitasi seksual dan membuat peraturan perundangan yang mengkriminalkan pengguna dari para anak yang dilacurkan.
10.Pemerintah Indonesia kembali harus mengingat pasal-pasal KHA
termasuk pasal 39 yang menjamin hak anak korban, termasuk korban perdagangan untuk mendapatkan pelayanan pemulihan dan reintegrasi dan juga pelayanan lainnya di antaranya layanan kesehatan maupun pendidikan, dalam lingkungan yang menghargai diri dan martabat anak dan mengembalikan kesehatan fisik dan mentalnya. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus secara khusus mengalokasikan budget sampai level pemerintah daerah bagi badan-badan/ komite yang ditunjuk untuk itu serta membuat sistem pendataan tentang kasuskasus dan penangangan anak korban eksploitasi seksual secara terpusat dan terpilah-pilah dari level kabupaten sampai dengan nasiona
96
Rekomendasi Koalisi Ornop Nasional dalam LAPORAN TINJAUAN PELAKSANAAN KONVENSI HAK ANAK DI INDONESIA 1997-2009
11.Meskipun dalam perkembangannya HAM di ASEAN belum optimal dalam implementasinya, akan tetapi ASEAN tidak berjalan ditempat untuk pemajuan perlindungan HAM, sebaiknya ASEAN lebih memfokuskan terhadap perlindungan HAM dan tidak mepolitisasi kebijakan.
12.ASEAN harus lebih memaksimalkan kerjasama diantara negara-negara
ASEAN di bidang HAM dengan cara mengelola dan memanfaatkan dengan baik faktor pendukung yang dimiliki, serta meminimalisir efek yang terjadi yang disebabkan oleh faktor penghambatnya, dalam rangka peningkatan hubungan bilateral diatara negara-negara.
13.Piagam ASEAN tidak mampu memaksa negara anggotanya untuk
mengimplementasikan semua kesepakatan yang tertuang dalam piagam itu. Namun secara moral, setiap negara ASEAN wajib mengupayakan pelaksanaannya secara optimal. Sesuai dengan konsep dan prinsip universal yang menjadi dasar bagi Piagam ASEAN, hak-hak politik dan keamanan bukan lagi menjadi yang utama atau sama pentingnya dengan hak-hak ekonomi dan sosial warga sipil. Untuk itu, setiap negara ASEAN harus mau “melepaskan”sebagian kedaulatannya demi kepentingan bersama.
14.Piagam ASEAN merupakan agen perubahan di kawasan dan telah
disepakati bersama oleh seluruh negara anggota ASEAN, meskipun tidak disertai penetapan sanksi yang tegas bagi negara anggota yang “lalai” memenuhinya.
15.Setiap manusia harus menyadari bahwa Hak Asasi Manusia merupakan
hak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Kita bisa memulai dari diri kita sendiri, kita harus bisa menghargai hak asasi orang lain. Misalnya, dengan tidak mengganggu hak orang lain, terutama anak – anak.
16.Menghimbau bagi para orang tua, untuk tidak terlalu mengekang dan
mengatur anak secara berlebihan karena hal tersebut merupakan tindakan merampas hak anak. Hendaknya setiap anak diberi kebebasan untuk
menentukan apa yang dia mau, selama hal tersebut tidak menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
17.Negara Indonesia harus mengamandemen Konstitusi 1945 dan
memasukkan prinsip-prinsip hak anak secara sepenuhnya, termasuk hak anak untuk didengar/penghargaan pada pendapat anak serta kepentingan terbaik anak untuk keputusan yang menyangkut hidupnya.
18.Negara Indonesia harus mengamandemen UU No. 23/2002 tentang
Perlindungan Anak agar benar-benar menjamin dan melaksanakan prinsip penghargaan atas pandangan anak / hak anak untuk didengar dan agar setiap keputusan legislatif, administratif, dan pengadilan yang menyangkut dan berpengaruh terhadap hidup anak adalah demi kepentingan terbaik anak.
19.Negara Indonesia harus mengamandemen UU No. 3/1997 tentang
Peradilan Anak supaya sesuai dengan prinsip penghargaan pada pendapat anak/hak anak untuk didengar dan prinsip demi kepentingan terbaik anak, salah satunya dengan menciptakan mekanisme serta prosedur baku di dalammya.
20.Negara Indonesia harus mengamandemen semua undang-undang yang
mengatur tentang anak dalam pendidikan dan sekolah, layanan kesehatan, lingkungan kerja, keimigrasian dan suaka serta dalam situasi darurat agar hak anak untuk didengar dan kepentingan terbaik anak sebagai prinsip umum dilaksanakan.
21.Pemerintah harus mengamandemen peraturan-peraturan setingkat menteri
dan dibawahnya yang mengatur tentang proses administratif serta peradilan anak supaya ada prosedur baku penghargaan terhadap pendapat anak sehingga keputusan yang menyangkut hidup anak, kepentingan terbaik anak diutamakan.
22.Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan harus
lebih maju dalam upaya mempromosikan hak-hak anak untuk didengar dan harus melibatkan anak dalam proses pelaporan pelaksanaan hak-anak
di Indonesia kepada Komite Hak Anak PBB dan dalam proses penyusunan rencana-rencana aksi maupun program pembangunan.
23.Negara Indonesia harus mencabut UU No. 1/1965 yang menjadi dasar dari
kebijakan pemerintah setingkat menteri yang mendiskriminasi agama- agama yang dianggap tidak resmi.
24.Negara Indonesia harus mengamandemen UU No. 1/1974 yang menjadi
dasar anak yang lahir dari pernikahan agama-agama tidak resmi atau dari pasangan berbeda agama kehilangan hak mereka untuk mengenal ayah mereka karena kutipan akta kelahiran mereka hanya mencantumkan nama ibunya.
25.Pemerintah harus menegakkan prinsip non-diskriminasi yang juga telah
diakui dalam konstitusi Indonesia dengan cara memproses hukum para pelaku tindak kekerasan terhadap anak-anak golongan Ahmadiyah dan anak-anak lain serta memberi kepada anak-anak ini hak mereka atas
reparasi, pemulihan, dan rehabilitasi.97
Buku :
Abdul s.Wahab, Analisis Kebijaksanaan, Bumi Aksara: Jakarta, 2002
A.Masyhur Effendi,M.S Taufani Sukmana Evandri. HAM Dalam
Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik. Bogor Selatan : Ghlmia Indonesia
2007
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta : Media
Pressindo, 2002
Baehr Peter.R, Hak-hak Asasi Manusia dalam Politik Luar Negeri, Yayasan Obor
Indonesia: Jakarta 1998
C.F.G Sunaryati Hartono. Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dan
97 Penghargaan terhadap Pandangan Anak/Hak Anak untuk Didengar dan Kepentingan Terbaik Anak,
di Indonesia kepada Komite Hak Anak PBB dan dalam proses penyusunan rencana-rencana aksi maupun program pembangunan.
23.Negara Indonesia harus mencabut UU No. 1/1965 yang menjadi dasar dari
kebijakan pemerintah setingkat menteri yang mendiskriminasi agama- agama yang dianggap tidak resmi.
24.Negara Indonesia harus mengamandemen UU No. 1/1974 yang menjadi
dasar anak yang lahir dari pernikahan agama-agama tidak resmi atau dari pasangan berbeda agama kehilangan hak mereka untuk mengenal ayah mereka karena kutipan akta kelahiran mereka hanya mencantumkan nama ibunya.
25.Pemerintah harus menegakkan prinsip non-diskriminasi yang juga telah
diakui dalam konstitusi Indonesia dengan cara memproses hukum para pelaku tindak kekerasan terhadap anak-anak golongan Ahmadiyah dan anak-anak lain serta memberi kepada anak-anak ini hak mereka atas
reparasi, pemulihan, dan rehabilitasi.97
Buku :
Abdul s.Wahab, Analisis Kebijaksanaan, Bumi Aksara: Jakarta, 2002
A.Masyhur Effendi,M.S Taufani Sukmana Evandri. HAM Dalam
Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik. Bogor Selatan : Ghlmia Indonesia
2007
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta : Media
Pressindo, 2002
Baehr Peter.R, Hak-hak Asasi Manusia dalam Politik Luar Negeri, Yayasan Obor
Indonesia: Jakarta 1998
C.F.G Sunaryati Hartono. Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dan
97 Penghargaan terhadap Pandangan Anak/Hak Anak untuk Didengar dan Kepentingan Terbaik Anak,
Undang-Undang Hak-Hak Asasi Manusia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional.
C.S.T. Kansil, . Christine S.T. Kansil. Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa Ini,
Jakarta : Djambatan, 2003
Edi Suharto, Ph.D, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung :
Alfabeta, 2008
Effendi Mashyur, Evandri S taufani, HAM Dalam Dimensi Dinamika Yuridis,
Sosial, Politik (proses penyusunan/aplikasi HA-KHAM (Hukum Hak Asasi
Manusia) Dalam masyarakat, Penerbit Gahlia Indonesia: Bogor Selatan 2007
Effendi Masyhur, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) Proses
Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (Hakkam), Penerbit Gahlia
Indonesia : Bogor Selatan 2005
Foesythe David P, Hak-hak Asasi Mnusia dan Politik Dunia, Angkasa Bandung:
Bandung 1993
Hadari Nawawi dan H. Matini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjha Mada
University Press, 2000
Hadawi Nawawi, Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta – Gajah Mada
University Press
Huasani Usman dan Purnomo. Metedologi Penelitian Sosial , bandung : Bumi
Aksara. 2004
Holsti, K.J, Politik internasional, Kerangka untuk Analisis, Penerbit Erlangga:
Jakarta 1988
Nurjaman Asep, Fatuhrohman Deden, Kebijakan Elitis Politk Indonesia, Pustaka
Belajar, Yogyakarta 2006
Jemadu Aleksius, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Graha Ilmu:
Yogyakarta, 2008
Nancy E, McGlen, Women, Politics, and American society, Prentice-Hall, inc,
New Jersey 1995
Pambayun L Ellys, Perempuan VS Perempuan, Realitas Gender, Tayangan
Putra F, Paradigma Kritis Dalam studi Kebijakan Publik, Jakarta, 2002
Salvatore, 2001. Ekonomi Internasional, Edisi kelima (diterjemahkan oleh Haris
Munandar), Erlangga: Jakarta 2001
Subadio Ulfa Maria, T.O Ihromi, Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia,
Bunga Rampai, Gajah Mada University Press : Yogyakarta 1994
Tangkilisan, Hesel Nogi S, Kebijakan Publik yang Membumi , Lukman Offset :
Yogyakarta, 2003
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2000
Yentriyani Andy, Politik Perdagangan Perempuan, Galang Press: Yogyakarta
2004
Situs Internet :
Deklarasi HAM ASEAN abaikan tekanan , diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/internasional/asean/12/11/19/mdps14- deklarasi-ham-asean-abaikan-tekanan
Masalah Hak asasi Manusia di Asia Tenggara, :
pada tanggal 2 april 2013
tanggal 11 Mei 2013
Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women. Article no. 2 onchr Diakses dari internet :
http://www2.ohchr.org/english/bodies/crc/index.htm
Konvensi Hak Anak :
pada tanggal 15 April 2013
http://bappeda.kendalkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&c atid=29:pemsosbud&id=87:konvensi-hak-hak-anak-kha
Diakses dari http://www2.ohchr.org/english/bodies/crc/index.htm pada tanggal 2
april 2013
di akses pada tanggal 2 april 2013
Pusat HAM Asia Tenggara lahir di Indonesia, diakses dari :
http://erabaru.net/nasional/50-politik/18660-pusat-ham-asia-tenggara-lahir-di- indonesia
ASEAN SEC diakses dari :
pada tanggal 22 Januari 2013
http://www.aseansec.org/24447.htm#Article-2
Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Malaysia Mengkhawatirkan, diakses dari : pada tanggal 22 Januari 2013
http://m.batamtoday.com/berita32152-Kasus-Kekerasan-Terhadap-Anak-di- Malaysia-Mengkhawatirkan.html
Human Traffiking in Thailand, Diakses dari :
editor : Dodo pada tanggal 21 agustus 2013
http://en.wikipedia.org/wiki/Human_trafficking_in_Thailand
Human Trafficking in Thailand , Diakses dari :
pada tanggal 24 Desember 2013
http://www.humantrafficking.org/countries/thailand pada tanggal 24 desember
2013
Philippines, Diakses dari : http://www.humantrafficking.org/countries/philippines
Human Trafficking in Singapore, diakses dari : pada tanggal 24 desember 2013
http://www.humantrafficking.org/countries/singapore
Child sex exploitation on the rise in cambodia diakses dari :
pada tanggal 24 desember 2013
http://www.asiacalling.org/in/arsip/251-child-sex-exploitation-on-the-rise-in- cambodia
Human Trafficking in Brunei Diakses dari : pada tanggal 21 agustus 2013
http://en.wikipedia.org/wiki/Human_trafficking_in_Brunei
Human Trafficking in Laos, Di akses dari :
pada tanggal 21 Agustus 2013
http://en.wikipedia.org/wiki/Human_trafficking_in_Laos
Human Trafficking in Vietnam, Diakses dari :
pada tanggal 21 agustus 2013
http://www.humantrafficking.org/countries/vietnam
AICHR Dan Penguatan Perlindungan Ham Di Asean, diakses dari :
pada tanggal 20 Desember 2013
ASEAN Athem, Diakses dari :
http://www.aseansec.org/24447.htm#Article-2
Dewana k Soe “ Sejarah Hak Anak” diakses dari :
pada tanggal 21 April 2013
http://dewananaksoe.wordpress.com/2009/01/16/sejarah-hak-anak/
Wanda Hamidah , “ Catatan Akhir Tahun 2010 KomNas Perlindungan Anak” diakses dari :
pada tanggal 13 Januari 2014.
http://wandahamidah.blogdetik.com/2010/12/21/catatan-akhir-tahun-2010- komnas-perlindungan-anak/
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia “Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang” diakses dari :
pada tanggal 30 Desember 2013
http://www.ykai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=123:unda ng-undang-no-21-tahun-2007&catid=109:perundang-undangan&Itemid=102
Komisi Nasional Perempuan , diakses dari: pada tanggal 5 Januari 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Perempuan
Rafendi Djamin Wakili Indonesia Dalam Komisi HAM ASEAN diakses dari : pada tanggal 20 Desember 2013
http://www.antaranews.com/print/158120/
Rafendi Djamin (Komisioner AICHR) Pelanggaran HAM di ASEAN ,AICHR Tidak Diperbolehkan Melakukan Review, diakses dari :
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/90-mei-2010/806-pelanggaran- ham-di-asean-aichr-tidak-diperbolehkan-melakukan-review.html
Bantuan Hukum, LBH Jakarta Menolak Undangan Sekretariat ASEAN Untuk Menerima AHRD Secara Simbolis, diakses dari:
pada tanggal 1 Desember 2013
http://www.bantuanhukum.or.id/web/blog/2013/08/23/2349/
Desember 2013
pada tanggal 1
Tinjauan Terhadap Konvensi Hak Anak” diakses dari :
http://yudicare.wordpress.com/2011/04/19/tinjauan-terhadap-konvensi-hak-anak/
pada tanggal 5 Januari 2014
Seketariat Kongres Anak Indonesia, diakses dari :
http://kongresanak.komnaspa.or.id/node/5
R. Valentina Sagala (Aktivis Perempuan, Direktur Eksekutif Institut Perempuan, di Bandung) jurnal 20 Tahun Ratifikasi CEDAW menjadi UU RI No. 7 Tahun 1984 : Saya dan CEDAW diakses dari:
pada tanggal 30 Desember 2013
http://www.institutperempuan.or.id/?p=31 pada tanggal 20 Desember 2013
Jurnal, Buletin , Artikel :
Jurnal Perempuan edisi 55 , Anak Jalanan Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta 2007
jurnal Irma D. Rismayati ,Manusia Perahu Rohingya : Tantangan Penegakan HAM di ASEAN, Jurnal Opini Juris Vol 1 Edisi Oktber 2009
Jurnal Perempuan 51, Mengapa Mereka diPerdagangkan?, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta 2007
Jurnal Elisabeth Adriana, Demokrasi, HAM, dan PenegakanHukum di Singapura Bulletin Perempuan Bergerak Edisi IV, Oktober-Desember 2012
Artikel Bumpy Road to the ASEAN Human Rights Declaration By: Katherine G. SouthWick Asia Pacific Bulletin January 22, 2013