• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASEAN Human Rights Declaration Of Implementation Of Protection Of Rights Of Women And Children

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "ASEAN Human Rights Declaration Of Implementation Of Protection Of Rights Of Women And Children"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM

PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK

Meilyska. Purba

090906056

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MEILYSKA PURBA (090906056)

IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK

Rincian isi Skripsi : 151 halaman, 22 buku, 25 situs internet. (Kisaran buku dari tahun 1988-2009).

ABSTRAK

Berbagai instrumen hukum HAM, baik internasional, regional maupun domestik, sudah menjadi sebuah kesepakatan untuk dijalankan oleh negara dalam memberikan jaminan perlindungan kemerdekaan-kebebasan bagi setiap individu. Sesuai dengan isi dari deklarasi HAM ASEAN pada prinsip ke-4 yaitu “Hak-hak perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas, pekerja migran, serta kelompok rentan dan terpinggirkan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang melekat, menyatu, dan tidak terpisahkan”.

Akan tetapi bentuk implementasi hingga sekarang masih sangat kurang yang merasakan manfaat dari deklarasi ini. Meski demikian, tak putus harapan bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjamin implementasi dari deklarasi ini supaya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kepada semua pihak dari pemangku kebijakan membantu untuk mensukseskan pelaksanaan deklarasi ini yaitu menjamin implementasi dan melaksanakan program-program yang sudah direncanakan. Sedemikian pentingnya isu HAM tersebut, menjadi menarik untuk dikaji melalui tulisan ini, bagaimana upaya pemajuan dan perlindungan HAM dilakukan dalam konteks hubungan internasional, terutama melalui aktor-aktor yang memiliki pengaruh dan juga dapat berperan secara internasional di berbagai tingkatan.

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MEILYSKA PURBA (090906056)

ASEAN Human Rights Declaration of IMPLEMENTATION OF PROTECTION OF RIGHTS OF WOMEN AND CHILDREN

Details of the contents of thesis : 151 pages , 22 books , 25 internet sites . ( Range of years from 1988 to 2009 books ) .

ABSTRACT

Various human rights legal instruments , both international , regional and domestic , has become an agreement to be executed by the state to guarantee the protection of freedom - freedom for every individual . In accordance with the contents of the ASEAN Human Rights Declaration on the 4th principle that " The rights of women , children , the elderly , persons with disabilities , migrant workers , and vulnerable and marginalized groups are part of human rights and fundamental freedoms are inherent , fused , and inseparable " .

However, an implementation up to now is still lacking the benefit of this declaration . However, do not lose hope that the important thing is how to ensure the implementation of this declaration in order to be implemented as well as possible . To all those of stakeholders help to succeed in the implementation of this declaration which ensure the implementation and implement programs that have been planned . So important is the issue of human rights , it becomes interesting to study through this paper , how the promotion and protection of human rights committed in the context of international relations , particularly through the actors that have influence and can also act internationally on many levels .

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Halaman Persetujuan

Nama : Meilyska. Purba

NIM : 090906056

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Implementasi Deklarasi HAM ASEAN Dalam Perlindungan Hak Perempuan dan Anak

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu Politik

(Dra. T. Irmayani, M.Si) NIP. 19680630199403 2 001

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

(Warjion, PhD) (A. Taufan Damanik, MA)

Mengetahui : Dekan FISIP USU

NIP. 19740806 200604 1 003 NIP.19650629 198803 1 001

(5)

Karya ini dipersembahkan untuk

(6)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua,

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih-Nya yang selalui menyertai

setiap langkah kehidupan saya dalam suka dan duka, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi berjudul “IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM TERHADAP

PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK” ini penulis susun

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang S1 pada

program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara. Penyusunan skripsi ini merupakan sebuah rangkaian proses yang

dilakukan oleh setiap mahasiswa dalam mencapai kelulusan pada perkuliahan di

tingkat akhir, termasuk mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fisip USU.

Penelitian ini terdiri dari 4 bab dengan rincian, BAB I: Membahas latar

belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB

II: Membahas mengenai deskripsi pelanggaran HAM terhadap perempuan dan

anak di ASEAN BAB III: Memuat penyajian dan analisis data yang diperoleh

yaitu mengenai Implementasi Deklarasi HAM ASEAN terhadap perlindungan

Hak Perempuan dan Anak di ASEAN khususnya di Indonesia, BAB IV: Berisi

kesimpulan atas kritik dan saran yang terkait dengan penelitian.

Melalui skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi orang banyak,

khusus bagi pembaca diharapkan dapat mengetahui keadaan tindak diskriminasi

dan pelanggaran HAM yang di alami perempuan dan anak khususnya di ASEAN,

perkembangan implementasi kebijakan di negara-negara ASEAN sehingga lebih

(7)

serta memperluas khasanah dan pengetahuan di bidang politik dan menjadi bahan

rujukan bagi mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu

Politik. Sementara bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan

kemampuan dalam membuat karya ilmiah dan menganalisis kondisi sosial

masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak

terdapat kekurangan dan kesalahan baik dalam tulisan, susunan kalimat maupun

proses analisisnya. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan

menyambut dan menerima kritik serta saran yang nantinya akan membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Tuhan Memberkati kita semua

Medan, 17 Maret 2014

Penulis

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak sekali dukungan

yang membuat penulis tetap semangat menyelesaikan skripsi, dan penulis

mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Terima Kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. Selaku Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Terima Kasih kepada Ibu T.Irmayani, M.Si. Selaku Ketua Departemen

Ilmu Politik FISIP USU, yang senantiasa memberikan arahan dan

masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Terima Kasih kepada Bapak Warjio, PhD selaku Dosen Pembimbing yang

telah sabar membimbing , memberikan arahan,semangat dan kritik yang

membangun dalam penulisan skripsi ini

4. Terima Kasih kepada Bapak A. Taufan Damanik, MA selaku Dosen

Pembaca yang telah banyak memberikan dukungan bahan-bahan skripsi,

nara sumber yang sangat membantu, dan bimbingannya dalam setiap

penulisan skripsi ini hingga akhir. Saya masih teringat pesan Bapak

bahwa , keseriusan dan kerja keras lah kuncinya, bukan yang lain pesan

ini akan selalu menjadi penyemangat saya baik hari ini maupun

(9)

5. Terima Kasih kepada kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi,

Bapak Medi Wansen Purba dan Ibu Gustina Hutapea, atas kasih

sayangnya yang tak berkesudahan, doa dan nasihatnya yang selalu

menguatkan saya. Dad, Mom you are the best parents in this world,

please stay healty, i love you always

6. Terima Kasih kepada kedua abang saya, my inspiration Manahan

F.Haloman Purba, Aldo Melgibson Purba yang selalu perhatian

menanyakan perkembangan skripsi dengan selalu mendukung saya

melalui nasihat-nasihatnya yang sangat membangun dan selalu mendoakan.

For my little brother Daniel Bonardo Purba, yang selalu memberi

semangat dan perhatiannya, semangat kuliahnya ya dek, terus berjuang.

Let’s make and keep our parents proud of us, Purba Jaya! I love you guys

7. Terima kasih untuk kakak ipar ku tersayang Eve Rita Sitohang atas

dukungan, teman berbagi yang sudah menjadi bagian keluarga ini

8. Terima kasih untuk my lovely opung boru, Anna Sinaga. Selalu

mendoakanku dan rajin meneleponku. Ketika orang berpandangan pesimis

atau negatif terhadapku, opung selalu percaya kepadaku dan membela ku.

Opung sehat-sehat yaa. Aku sayang opung.

9. Thank You so much for my sister in God, Kak Marrie Ann, who always

pray for me,support me, a good listeners when i shared about my problem.

(10)

Winda, kakak ku yang menjadi inspirasi bagi ku, terima kasih atas nasihat

kakak untuk tetap berani bermimpi besar dan berjuang mencapainya.

Semoga aku juga bisa menyusul kakak ke Jerman, hehe...amin

10.Terima kasih untuk sahabatku terkasih Try Edo Ati Pinem, dibalik tingkah

kekonyolan mu terdapat sikap kedewasaan yang hampir menyaingi diriku,

haha..,namun kehadiran mu gominem selalu ditunggu-tunggu untuk

membuat suasana semakin ramai dan juga untuk sahabatku terkasih Novi

Hariani Ginting yang suka memonopoli pembicaraan haha...tetapi seorang

pendengar yang baik sekaligus paling dewasa, aku kagum atas ketegaran

mu, aku sangat bersyukur punya sahabat seperti kalian, meskipun tak

selalu bersama, perhatian yang saling kita berikan merupakan bentuk kasih

kita satu sama lain untuk saling menguatkan, sahabat seperjuangan pada

pertemuan awal yang tak terduga, tetap semangat dan berdoa untuk

penyelesaian skripsinya ya, terimakasih untuk persahabatan kita yang

masih bertahan, semoga sampai tua nanti pun, kita tetap menjadi sahabat

sejati di dalam Tuhan. I love u girls

11.Terimakasih untuk sahabatku tersayang Evi, aku kagum melihat kebaikan

hatimu, tetaplah menjadi seorang Evi yang kritis dan suka menolong, aku

suka sekali ketika kita mengamati dan berdebat mengenai perkembangan

industri musik Kpop khususnya SM.Entertaiment. aku pasti akan sangat

(11)

menjadi sahabat hingga renta. (oh ya vi, Kris buat ku aja yaa, kau sama

xiumin aja, hehehe..)

12.Terima kasih untuk kawan-kawan ilmu politik stambuk 2009 yang tidak

dapat disebut satu persatu namanya atas dukungan dan doanya. Mari

teruskan perjuangan kita untuk menjadikan negara ini lebih baik.

13.Terimakasih untuk senior-senior, bang Zidane, bang Bernad, Bang

Fernando, dan kak Siti yang sudah membantu saya dan memberi saran

melalui diskusi-diskusi yang sangat membangun.

14.Roma 10 : 9, God Bless you all

Medan, 17 Maret 2014

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ...……...i

Abstarak ...ii

Abstract ...iii

Halaman Pengesahan ...iv

Halaman Persetujuan ...v

Lembar Persembahan ...vii

Kata Pengantar ...viii

Ucapan Terima Kasih ...ix

Daftar Isi ...xiv

BAB I Pendahuluan A.LatarBelakang Masalah... ...5

B. Perumusan Masalah....…………...……...6

C.Pembatasan Masalah...…...…8

D. Tujuan Penelitian ...………8

E. Manfaat Penelitian ...8

F.Kerangka Teori...8

G. Metode Penelitian ...25

(13)

BAB II Deskripsi Sejarah HAM di ASEAN dan Isu Pelanggaran Terhadap

HakPerempuan dan Anak di ASEAN ... 28

A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia...28

B. Sejarah HAM di ASEAN ...…29

C. Isu Hak Asasi Manusia di ASEAN...31

D. Komisi-komisi HAM di ASEAN...75

BAB III Implementasi Deklarasi Ham Asean Dan Tantangan Dalam Perlindungan Hak Perempuan Dan Anak Di Asean Khususnya Indonesia ...………...84

A. Implementasi Kebijakan terhadap Perlindungan Anak dan Perempuan...94

B. Implementasi kebijkan HAM di ASEAN ...121

C. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Deklarasi HAM ASEAN Terhadap Perlindungan Hak Perempuan dan Anak di negara-negara ASEAN.……...…...127

D. Masa Depan dan Tantang ...128

BAB IV Penutup A.Kesimpulan ...131

B. Saran-Saran...143

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MEILYSKA PURBA (090906056)

IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK

Rincian isi Skripsi : 151 halaman, 22 buku, 25 situs internet. (Kisaran buku dari tahun 1988-2009).

ABSTRAK

Berbagai instrumen hukum HAM, baik internasional, regional maupun domestik, sudah menjadi sebuah kesepakatan untuk dijalankan oleh negara dalam memberikan jaminan perlindungan kemerdekaan-kebebasan bagi setiap individu. Sesuai dengan isi dari deklarasi HAM ASEAN pada prinsip ke-4 yaitu “Hak-hak perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas, pekerja migran, serta kelompok rentan dan terpinggirkan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang melekat, menyatu, dan tidak terpisahkan”.

Akan tetapi bentuk implementasi hingga sekarang masih sangat kurang yang merasakan manfaat dari deklarasi ini. Meski demikian, tak putus harapan bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjamin implementasi dari deklarasi ini supaya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kepada semua pihak dari pemangku kebijakan membantu untuk mensukseskan pelaksanaan deklarasi ini yaitu menjamin implementasi dan melaksanakan program-program yang sudah direncanakan. Sedemikian pentingnya isu HAM tersebut, menjadi menarik untuk dikaji melalui tulisan ini, bagaimana upaya pemajuan dan perlindungan HAM dilakukan dalam konteks hubungan internasional, terutama melalui aktor-aktor yang memiliki pengaruh dan juga dapat berperan secara internasional di berbagai tingkatan.

(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MEILYSKA PURBA (090906056)

ASEAN Human Rights Declaration of IMPLEMENTATION OF PROTECTION OF RIGHTS OF WOMEN AND CHILDREN

Details of the contents of thesis : 151 pages , 22 books , 25 internet sites . ( Range of years from 1988 to 2009 books ) .

ABSTRACT

Various human rights legal instruments , both international , regional and domestic , has become an agreement to be executed by the state to guarantee the protection of freedom - freedom for every individual . In accordance with the contents of the ASEAN Human Rights Declaration on the 4th principle that " The rights of women , children , the elderly , persons with disabilities , migrant workers , and vulnerable and marginalized groups are part of human rights and fundamental freedoms are inherent , fused , and inseparable " .

However, an implementation up to now is still lacking the benefit of this declaration . However, do not lose hope that the important thing is how to ensure the implementation of this declaration in order to be implemented as well as possible . To all those of stakeholders help to succeed in the implementation of this declaration which ensure the implementation and implement programs that have been planned . So important is the issue of human rights , it becomes interesting to study through this paper , how the promotion and protection of human rights committed in the context of international relations , particularly through the actors that have influence and can also act internationally on many levels .

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Asia Tenggara merupakan kawasan yang mencakup Indochina, dan

Semenanjung Malaysia, serta pulau – pulau disekitarnya. Kawasan ini mempunyai

suatu institusi regional yang dikenal dengan ASEAN (Association of Southeast

Asian Nations) yang resmi berdiri melalui Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus

1967. Organisasi ini dirintis oleh lima negara yang terdapat di kawasan Asia

Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Kawasan

ini terkenal dengan sistem pemerintahan yang otoriter. Sebelum terjadinya

revolusi di Indonesia pada tahun 1998, tak ada satupun negara di kawasan ini

yang menganut sistem demokrasi murni. Bahkan sampai sekarang masih ada

negara – negara dengan sistem pemerintahan bercorak komunis dan monarki.

Sebagai kawasan yang mayoritas anggotanya merupakan negara – negara baru

merdeka pasca Perang Dunia II, maka pada awalnya yang melatarbelakangi

timbulnya kerjasama di kawasan adalah kebutuhan akan keamanan, karena tidak

lama setelah Perang Dunia II berakhir, dunia segera memasuki era Perang Dingin,

dimana terjadi pertarungan pengaruh dan ideologi antara Uni Sovyet dan Amerika

Serikat.

Keadaan ini kemudian menimbulkan inisiatif dari pemimpin – pemimpin

negara dikawasan untuk membangun kerjasama agar tidak terjebak dalam arus

(17)

menentukan nasib sendiri tanpa harus bergantung pada salah satu blok. Kerjasama

ini kemudian meluas ke bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya.

Sebagai negara – negara yang baru merdeka, maka prioritas utama adalah

pembangunan nasional dan stabilitas politik serta keamanan yang mendukung

untuk kemajuan ekonomi, terlepas dari apapun sistem pemerintahannya. Isu – isu

lain seperti HAM tidak begitu mendapat perhatian, walau terjadi banyak kasus

pelanggaran di kawasan ini, seperti kasus Aung San Suu Kyi di Myanmar, dan

juga kasus – kasus yang terjadi selama pemerintahan Presiden Soeharto di

Indonesia. Pada tanggal 18 November 2012 di sahkannya, deklarasi HAM

ASEAN di Phnom Phenn, Kamboja yang menandakan Deklarasi pertama tentang

HAM di regional Asia Tenggara. Pengesahan Deklarasi HAM di ASEAN menuai

kontroversi bagi dunia, sebab, sebelumnya telah ada Deklarasi HAM yang di

bentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang cetuskan pada tanggal 10

Desember 1948 di Paris. Berbagai kritik timbul mengenai deklarasi HAM

ASEAN yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip universalitas HAM yang

terkandung dalam Declaration Universal of Human Rights (DUHAM) tersebut.

Berdasarkan dalam deklarasi HAM ASEAN, misalnya disebutkan bahwa

pemenuhan hak-hak yang dijamin dalam Deklarasi itu harus "seimbang dengan

pemenuhan kewajiban-kewajiban” 1, yang dikenakan pada “konteks nasional dan

regional”, juga pertimbangan dari “latar belakang budaya, agama dan sejarah yang

berbeda”. Selain itu, semua hak-hak yang disediakan dalam Deklarasi akan

tunduk pada pembatasan yang beragam alasannya termasuk juga pada konsep

"keamanan nasional" dan konsep “moral publik" 2

1Deklarasi HAM ASEAN (Prinsip Umum no.6,7)

. Yang harus diketahui bahwa

tidak ada instrumen universal ataupun instrumen regional lain yang menerapkan

konsep "keseimbangan" antara pemenuhan hak-hak dan jaminan kebebasan

terhadap tugas dan tanggung jawab perlindungan HAM. Sebaliknya,

(18)

instrumen tersebut dibentuk di atas gagasan bahwa konsep HAM merupakan hal

yang melekat dan dimiliki semua orang tanpa ada pembedaan, bukan semacam

komoditas yang harus diperoleh. Hukum internasional dan praktik-praktiknya

tidak mengizinkan pembatasan yang luas, yang memiliki efek, atau digunakan

untuk memberikan alasan terhadap praktik pelanggaran HAM yang juga dijamin

di dalam Deklarasi ini. Sesungguhnya, hukum internasional mewajibkan kepada

seluruh negara-negara anggota ASEAN untuk menjalankan tugasnya, terlepas dari

“konteks nasional dan regional” yang mereka miliki, untuk menghormati dan

melindungi semua kategori hak asasi manusia dan jaminan perlindungan

kebebasan fundamental lainnya.3

Para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa ASEAN memiliki latar

belakang budaya yang beraneka ragam dan membentuk deklarasi HAM ASEAN

adalah standarisasi bagi warga negara ASEAN dan sudah berdiskusi dengan

perwakilan masing-masing negara anggota mengenai isi dari deklarasi tersebut.

Negara-negara anggota ASEAN sangat cepat dalam meratifikasi

konvensi-konvensi perlindungan terhadap HAM. diantaranya pada Konvensi Penghapusan

Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention On The Elimination Of All

Forms Of Discrimination Against Women (CEDAW), Konvensi Hak Anak atau

Convention of Children (CRC).

Terkait persoalan HAM, terdapat beberapa persoalan pelanggaran HAM

yang telah dan masih terjadi di kawasan ASEAN diantaranya, di Myanmar, salah

satu pelanggaran HAM terjadi terhadap tokoh demokrasi Myanmar Aung San Suu

Kyi yang memenangkan pemilu tahun 1990 namun kemenangannya tidak diakui

oleh pemerintahan Myanmar yang bersifat diktator bahkan diasingkan selama 10

tahun. Tidak terlepas dari itu, pemerintahan kemudian diambil alih oleh junta

3Deklarasi HAM ASEAN abaikan tekanan , diakses dari

(19)

militer yang semakin melakukan kekerasan terhadap penduduk sipil sebagai

respon terhadap sejumlah penolakan kelompok-kelompok etnis untuk bergabung

dalam proses politik. Hal ini mendapat respon dari Human Right Watch tetapi

tidak ada negara Asia yang turut berpartisipasi. Pelanggaran HAM juga sering

dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap kaum oposisi yang dipimpin oleh

Aung San Suu Kyi, namun negara-negara ASEAN seperti tidak berdaya atau

kurang berminat melakukan tekanan yang lebih kuat terhadap junta militer

Myanmar untuk melakukan perubahan politik menuju demokrasi di negara itu

selain itu isu mengenai pembantaian etnis Rohingya juga belum mendapatkan

penanganan yang serius.

Kemudian, pelanggaran HAM di Kamboja terkait kasus genosida berupa

kejahatan kemanusiaan yang terjadi pada era Pol Pot yang belum terselesaikan

dan konflik perbatasan Kamboja-Thailand atas klaim kuil Preah Vihear

menimbulkan sejumlah penduduk menjadi korban serangan baku tembak antara

keduanya. Selanjutnya, di Thailand terdapat sejumlah aksi penembakan maupun

pengeboman terhadap Melayu Pattani dari pemerintah pusat Thailand sebagai

respon separatisme. Di Malaysia juga terjadi pelanggaran HAM dalam bentuk

diskriminasi rasial dan adanya pemberlakuan internal security act. Kemudian di

Filipina, terjadi pelanggaran HAM terkait terjadinya krisis demokrasi, di mana

adanya penentangan pihak militer terhadap pemerintahan Marcos yang

menyebabkan pertumpahan darah dan perang sipil juga terkait pelanggaran HAM

terhadap Moro-Mindanao, di Indonesia kekerasan dalam rumah tangga yang

menjadi korban adalah perempuan dan anak, selain itu perkosaan dan perlakuan

diskriminasi terhadap perempuan dan anak marak terjadi di Indonesia. Kemudian

di Brunei terjadi diskriminasi terhadap pekerja migran khususnya perempuan.

Hal yang tidak dapat dielakkan bahwa HAM kini telah menjadi salah satu

isu penting dalam kehidupan masyarakat suatu negara dan juga dalam kehidupan

(20)

isu HAM ternyata telah mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat baik

secara politik dan ekonomi maupun sosial dan budaya, baik dalam konteks

nasional maupun global. Sementara itu, sebagaimana juga diketahui, setiap negara

saat ini sangat hirau dengan masalah image atau citra tentang perlindungan HAM

karena ikut menentukan martabat bangsa tersebut dalam pergaulan internasional.

Ini artinya adalah bahwa HAM memang telah menjadi isu penting dalam

hubungan internasional dan tidak dapat diabaikan begitu saja oleh setiap negara di

dunia. Di sisi lain, sejalan dengan gelombang demokratisasi yang melanda banyak

negara di dunia, tuntutan perbaikan dalam soal HAM juga datang dari lingkungan

internal, yaitu rakyat yang semakin sadar akan hak-hak dasarnya sebagai warga

negara.

Akan tetapi jika kita melihat begitu antusiasnya negara-negara anggota

ASEAN dalam meratifikasi konvensi-konvensi tersebut, ASEAN sangat peduli

terhadap perlindungan HAM, sehingga ASEAN menyusun deklarasi HAM

ASEAN. Namun yang terjadi dalam implementasi kebijakan yang telah

diratifikasi tersebut masih belum optimal. Banyak terjadi pelanggran HAM,

kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak di ASEAN yang sangat

memprihatinkan. Menjadi sebuah pertanyaan besar kepada pemimpin-pemimpin

ASEAN, bagaimana hasil dari kinerja ratifikasi tersebut?

Berbagai instrumen hukum HAM, baik internasional, regional maupun

domestik, sudah menjadi sebuah kesepakatan untuk dijalankan oleh negara dalam

memberikan jaminan perlindungan kemerdekaan-kebebasan bagi setiap individu.

Sesuai dengan isi dari deklarasi HAM ASEAN pada prinsip ke-4 yaitu “Hak-hak

perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas, pekerja migran,

serta kelompok rentan dan terpinggirkan merupakan bagian dari hak asasi

manusia dan kebebasan dasar yang melekat, menyatu, dan tidak terpisahkan”.4

4

Deklarasi HAM ASEAN (Prinsip No.4)

(21)

Akan tetapi bentuk implementasi hingga sekarang masih sangat kurang

yang merasakan manfaat dari deklarasi ini. Meski demikian, tak putus harapan

bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjamin implementasi dari deklarasi

ini supaya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kepada semua pihak dari

pemangku kebijakan membantu untuk mensukseskan pelaksanaan deklarasi ini

yaitu menjamin implementasi dan melaksanakan program-program yang sudah

direncanakan. Sedemikian pentingnya isu HAM tersebut, menjadi menarik untuk

dikaji melalui tulisan ini, bagaimana upaya pemajuan dan perlindungan HAM

dilakukan dalam konteks hubungan internasional, terutama melalui aktor-aktor

yang memiliki pengaruh dan juga dapat berperan secara internasional di berbagai

tingkatan. Maka, penulis berkeinginan untuk mengangkat persoalan ini menjadi

judul skripsi yaitu : IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM

PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK.

B.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa

masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan

perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang

menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau

perlu dicari jalan pemecahannya , atau dengan kata lain perumusan masalah

adalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah

yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.5

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah

diatas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah :

Apa kendala dan tantangan yang menyebabkan terhambatnya implementasi

deklarasi HAM ASEAN khususnya perlindungan terhadap hak perempuan dan

(22)

anak di negara ASEAN khususnya Indonesia? Dan apa tantangan kedepan dalam

arti kebijakan, dan kelembagaan di Indonesia?

C.

Pembatasan Masalah

Dalam melakukan penelitian, penulis perlu membuat pembatasan masalah

terhadap masalah yang akan dibahas, agar hasil penelitian yang diperoleh tidak

menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, yaitu suatu karya tulis yang

sistematis dan tidak melebar.

Maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah : Faktor-faktor

Penghambat Implementasi Deklarasi HAM ASEAN Terhadap Perlindungan Hak

Perempuan dan Anak di negara-negara ASEAN.

D.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kendala yang menyebabkan terhambatnya

implementasi deklarasi HAM ASEAN terhadap perlindungan hak

perempuan dan anak di negara-negara ASEAN

2. Untuk mengetahui paradoks dinamika HAM di negara-negara ASEAN

setelah pengesahan Deklarasi HAM ASEAN

3. Untuk mengetahui tantangan kedepan

E. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian, diharapkan mampu memberikan manfaat, terlebih lagi

untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yag menjadi manfaat dari

(23)

1. Untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah,

dan memahami lebih dalam tentang HAM, khususnya implementasi

deklarasi HAM ASEAN akan perlindungan HAM terhadap perempuan

dan anak di ASEAN

2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah referensi

pemikiran tentang Implementasi Deklarasi HAM ASEAN, diharapkan

dapat memberikan sumbangan baru tentang perlindungan HAM terhadap

perempuan dan Anak

3. Jika memungkinkan dapat bermanfaat bagi lembaga-lembaga yang terkait,

seperti akademisi dan peneliti

E.

Kerangka Teori

Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah

menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan

berpikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang

telah dipilih. Oleh sebab itu, dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan

beberapa teori-teori yang relavan dengan subjek penelitian.

F.1. Teori Kebijakan

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja

dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula

governance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijkan pada

intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara

langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial

dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk,

masyarakat atau warga negara. Kebijkan merupakan hasil dari adanya sinergi,

(24)

kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara6. Oleh karena

itu kebijakan dipandang sebagai hal yang mendasari suatu keputusan yang akan

diambil oleh pembuat keputusan. Carl Frederich memandang kebijakan publik

adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang kelompok atau

pemeritah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan

dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk

menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu

tujuan tertentu7

F. 2. Implemetasi Kebijakan

Secara umum, saat ini kebijakan lebih dikenal sebagai keputusan

yang dibuat oleh pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan

permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat dalam suatu negara. Dan kebijakan

publik ini merupakan bagian yang penting dalam suatu proses politik, dikarenakan

kebijkan publik ini merupakan output yang dihasilkan oleh proses pembuatan

keputusan dalam sistem politik, sehingga perlu dilihat seperti apa kebijakan itu

perlu dan penting dalam pemutusan suatu tindakan yang dianggap sebagai suatu

tindakan politik karena dalam hal ini proses pembuatan kebijakan juga berkaitan

dengan hasil kebijakan tersebut, apalagi jika kebijakan tersebut sangat berdampak

bagi kehidupan vital masyarakat.

Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana

dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan

padakebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Sebagaimana

rumusan dari Daniel.AMazmanian dan Paul A.Sabartier8

6 Edi Suharto, Ph.D, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta, 2008, hlm 3

mengemukakan bahwa

implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam

bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.

Lazimnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin dicapai

7 Budi Winarno,

Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta : Media Pressindo, 2002, hlm 16

(25)

dan berbagai cara untuk menstrukturkan proses implementasinya. Proses ini

berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan

tahapan pengesahan undang-undang kemudian output kebijakan dalam bentuk

pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksana,dan akhirnya

perbaikan-perbaikan penting terhadap undang-undang atau peraturan yang bersangkutan.

Berdasarkan pemahaman diatas, konklusi dari implementasi jelas

mengarah kepada pelaksanaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh eksekutif.

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga tercipta

rangkaian yang terstruktur dalam upaya penyelesaian masalah tersebut . Dalam

konsep implementasi ini harus di garis-bawahi ada kata-kata “rangkaian

terstruktur” yang memiliki makna bahwa dalam prosesnya implementasi pasti

melibatkan berbagai komponen dan instrumen. Kompleksistas implementasi

bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat,

tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variable

yang kompleks, baik variable yang individual maupun variabel yang

organisasional, dan masing-masing variable pengaruh tersebut juga saling

berinteraksi satu sama lain.

Untuk lebih mudah dalam memahami pengertian implementasi kebijakan

Lineberry (1978) 9

1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana

menspesifikasikan proses implementasi setidak-tidaknya

memiliki elemen-elemen sebagai berikut :

2. Penjabatan tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana (standard operating

procedures/SOP).

3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran,

pembagian tugas di dalam dan dan di antara dinas-dinas/badan pelaksana.

4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.

(26)

Salah satu komponen utama yang ditujukan oleh Lineberry, yaitu pengambilan

kebijakan policy-making tidaklah berakhir pada saat kebijakan itu dikemukakan

atau diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas dari pembuatan kebijakan.

Dengan demikian kebijakan hanyalah merupakan sebuah awal dan belum

dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan. Proses

yang jauh lebih esensial adalah pada tataran implementasi kebijakan yang

ditetapkan. Karena kebijakan tidak lebih dari suatu perkiraan forcasting akan

masa depan yang masih bersifat semu, abstrak dan konseptual. Namun ketika

telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai

faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun

ketidak-berhasilan kebijakan akan diketahui.

Menurut Udoji10

Setelah kebijakan diimplementasikan terhadap sekelompok objek

kebijakan baik itu masyarakat maupun unit-unit organisasi, maka bermunculan

dampak-dampak sebagai akibat dari kebijakan yang dimaksud. Setiap kebijakan

yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu terhadap

kelompok sasaran, baik yang positif intended maupun yang negatif unintended.

Untuk itu tinjauan efektifitas kebijakan, selain pencapaian tujuan harus

diupayakan pula untuk meminimalisasi ketidakpuasan dissatisfaction dari seluruh

dengan tegas mengatakan “ The execution of policies is

as important if not more important that policy-making. Policies will remain

dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” ( pelaksanaan

kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari

pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau

rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak

diimplementasikan). Oleh karenanya ditarik suatu kesimpulan bahwa

implementasi merupakan unsur yang sangat penting sebagai kontinuitas dari

munculnya suatu kebijakan.

(27)

stakeholder. Dengan demikian deviasi dari kebijakan tidak terlampau jauh dan

niscaya akan mencegah terjadinya konflik di masa akan datang.

Pressman dan Wildavsky (1984) mendefinisikan implementasi kebijakan

sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam

mencapai tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan dalam

hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Jones

(1977) menganalisis masalah pelaksanaan kebijakan dengan mendasarkan pada

konsepsi kegiatan-kegiatan fungsional. Jones (1977) mengemukakan beberapa

dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah

disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang

terlibat dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor.

Jadi implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang

melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan

dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi kebijakan mengatur

kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan

kebijakan yang diinginkan.11

Kebijakan publik merupakan”whatever governments choose to do or not

to do ( segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah, yang dikerjakan ataupun yang

tidak dikerjakan)” (Dye, 1981). Selanjutnya Dye menyatakan apabila pemerintah

memilih untuk melakukan kebijakan publik, maka harus mengutamakan goal

(objektifnya) dan merupakan tindakan keseluruhan bukan hanya perwujudan

keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Sementara evaluasi kebijakan

merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan.

F.3. Kebijakan Politik

Kebijakan politik adalah segala sesuatu hasil keputusan baik berupa dalam

sistem. Kebijakan selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah

(28)

yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui

instrumen-instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan,

transfer dana, pajak dan anggaran-anggaran serta memiliki arahan-arahan yang

bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan di dalam

yurisdiksi nasional, regional, unisipal, dan lokal12

F.4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Yang Mempengaruhi

Proses Implementasi Kebijakan publik.

.

Kebijakan apapun bentuknya sebenarnya mengandung resiko untuk gagal,

Hoogwood dan Gunn membagi pengertian kegagalan kebijakan (policy failure)

dan unsuccessful implementation (implemetasi yang tidak berhasil). Tidak

terimplementasikan mengandung arti bahwa suatu kebijakn tidak dilaksanakan

sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat didalam

pelaksanaannya tidak mau bekerjasama , atau mereka telah bekerja secara tidak

efisien, bekerja setengah hati atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai

permasalahan, atau permasalahan yang dibuat diluar jangkauan kekuasaannya,

sehingga betapapun gigih usaha mereka , hambatan-hambatan yang ada tidak

sanggup mereka tanggulangi, akibatnya implementasi yang efektif sukar dipenuhi.

1. Faktor Pendukung

Hoogwood dan Gunn (dalam Hill, 1993) lebih lanjut menyatakan bahwa

untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna perfect

implementation maka diperlukan beberapa kondisi atas persyaratan tertentu

sebagai berikut :

1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksanaan tidak

akan menimbulkan gangguan/ kedala yang serius.

12 Salvatore, 2001

(29)

2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber yang cukup

memadai.

3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia

4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan

kausalitas yang handal.

5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai

penghubungnya

6. Ketergantungan harus kecil

7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan

8. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna

9. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan

mendapatkan kepatuhan yang sempurna

10.Tugas-tugas dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat

Kebijakan negara akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai

dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain tindakan atau

perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat bersesuaian dengan apa

yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Dengan demikian, jika mereka tidak

berbuat atau bertindak sesuai keinginan pemerintah/negara itu, maka kebijakan

negara menjadi tidak efektif.

2. Faktor Penghambat

Di dalam bukunya Palumbo (1987) mengemukakan bahwa : legislative

policy ambiquity is a prime cause to implementation failure (ketidakjelasan

kebijaksanaan dalam perundang-undangan adalah sebab utama kegagalan

pelaksanaannya). Penjelasan terhadap berbagai alasan yang mendasari gagalnya

suatu kebijakan publik adalah disebabkan oleh berbagai faktor :

1. Ketidakpastian faktor intern dan / atau faktor ekstern

2. Kebijaksanaan yang ditetapkan itu mengandung banyak lubang

(30)

4. Adanya kekurangan akan tersedianya sumber-sumber pembantu (uang dan

sumber daya manusia)

5. Teori yang mendasari dasar pelaksanaan kebijaksanaan itu tidak tepat

6. Sarana yang dipilih untuk pelaksanaan tidak efektif

7. Sarana itu mungkin tidak atau kurang dipergunakan sebagaimana mestinya

8. Isi dari kebijakan itu bersifat samar-samar

Dengan demikian resiko kegagalan implementasi kebijakan tidak selalu

dapat dihindari oleh siapapun dan organisasi manapun. Abdul Wahab 13

F.5. Hak Asasi Manusia (HAM)

mengemukakan resiko kegagalan implementasi kebijakan dapat ditelusuri pada

tiga wilayah kerja (1) pelaksanaannya yang buruk bad execution, (2)

kebijaksanaan sendiri memang buruk bad policy, dan (3) kebijaksanaan itu

memang bernasib buruk bad luck.

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yamg melekat pada diri sendiri

manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha

Esa , meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak menggembangkan diri, hak

keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, hak kesejahteraan

yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Manusia

juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang timbul sebagai akibat

perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.14

13 Abdul S. Wahab, Analisa Kebijaksanaan. Bumi Aksara : Jakarta, 2002. hlm.23

Menurut Standar Internasional

HAM adalah sesuatu jenis tuntutan khusus yang kuat, yang diajukan oleh orang

perorangan atau kelompok orang pada suatu masyarakat secara keseluruhan. Pada

hakekatnya, HAM berasal dari hak alamiah atau hak fundamental yang melekat

pada manusia terlepas dari adanya aturan-aturan tertulis. Di mana hak alamiah

secara kodratnya telah ada sejak lahir di dunia, yang tidak boleh diperlakukan

14 C.S.T. Kansil, . Christine S.T. Kansil. Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, Jakarta : Djambatan, 2003

(31)

secara semena-mena seperti kebebasan dalam berpikir, berekspresi dan

berasosiasi. Lebih lanjut HAM ini kemudian berkembang dan ditata secara

terperinci dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Berdasarkan pada Deklarasi

Universal HAM, terdapat beberapa substansi tentang HAM, diantaranya: pertama,

hak sipil dan politik, yang dilatarbelakangi oleh reaksi keras terhadap sejumlah

tindakan negara, pemerintah atau organisasi tertentu yang terlalu absolut dan

bersifat membatasi HAM. Hak sipil dan politik ini meliputi hak hidup, hak

persamaan dan kebebasan, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat,

kebebasan berkumpul, dan hak beragama. Kedua, hak ekonomi, sosial dan

budaya, di mana setiap bangsa bebas mengerjakan perkembangan atas kehidupan

ekonomi, sosial dan budayanya. Hak ekonomi sebagai bagian dari HAM berfungsi

untuk mengidentifikasi lingkup ekonomi dengan sejumlah pertimbangan moral

yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi aksi-aksi baik secara individu maupun

institusi-institusi. Hak-hak ekonomi meliputi kebebasan atas hak milik, hak

mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan kesempatan yang sama dalam

pekerjaan, hak terhadap produksi, hak yang berkaitan dengan konsumsi, dan hak

atas pangan. Sedangkan yang menyangkut hak sosial dan budaya meliputi hak

atas pelayanan kesehatan, pendidikan, akses yang setara pada barang dan

partisipasi dalam keputusan sosial.

Namun demikian, substansi HAM tersebut kembali dipetakan melalui

konsep HAM yang didasarkan pada jaminan kontinuitas akan HAM. Diantaranya,

pertama, Generasi Pertama konsep HAM yang berkaitan dengan hak sipil dan

politik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dan tercantum dalam pasal

2-21 DUHAM. Kedua, Generasi Kedua yang berkaitan dengan hak ekonomi,

sosial dan budaya yang tercantum dalam pasal 22-27 DUHAM. Generasi Kedua

ini muncul sebagai respon terhadap Generasi Pertama yang didominasi oleh

pemahaman Barat, yang terlalu menekankan pada hak sipil dan politik. Padahal

keduanya belum cukup untuk memenuhi harkat dan martabat masyarakat miskin

(32)

dalam memenuhi hal tersebut. Ketiga, Generasi Ketiga konsep HAM yang

berkaitan dengan hak-hak kolektif yang terkandung dalam pasal 28 DUHAM.

Generasi Ketiga ini muncul karena dua generasi sebelumnya belum memadai

untuk menghadapi berbagai persoalan-persoalan, terutama yang terjadi di negara

berkembang. Misalnya, terdapat usaha penghancuran suatu kelompok struktural

tertentu dengan cara kekerasan, adanya ketimpangan sosial terkait terdapat

penduduk yang maju serta penduduk yang masih terbelit dengan kemiskinan,

monopoli sumber daya alam, dan monopoli informasi oleh golongan kuat.

Menurut Burns Weston yang dikutip oleh Scott Davidson (1994), terdapat enam

kategori hak yang tercantum dari konsep HAM generasi ketiga, yaitu: (1) hak atas

penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, (2) hak

atas pembangunan ekonomi dan sosial, (3) hak untuk berpartisipasi untuk

memanfaatkan warisan umat manusia bersama (Common Heritage of

Mankind),(4) hak atas perdamaian, (5) hak atas lingkungan yang sehat dan

seimbang, dan (6) hak atas bantuan kemanusiaan.

Bertolak dari konsep-konsep HAM dari ketiga generasi tersebut sangat

jelas terlihat terdapat perbedaan persepsi antara Generasi Pertama yang

didominasi oleh pemikiran Barat dan Generasi Kedua dan Ketiga yang didominasi

oleh pemikiran-pemikiran dari negara-negara berkembang. Di mana negara Asia

Tenggara termasuk ke dalam generasi kedua dan ketiga tersebut. Walaupun

negara di kawasan Asia Tenggara telah tergabung dalam PBB yang berarti

menyetujui adanya universalisasi HAM, namun hal tersebut tidak sepenuhnya

dibenarkan. Kaum-kaum elit di Asia Tenggara menganggap bahwa Barat terlalu

menekankan pada hak sipil dan politik yang berada dalam kerangka demokratis

yang berangkat dari proses sejarah dan budaya yang secara ekonomi merupakan

masyarakat maju. Sebaliknya, para pemimpin ASEAN menganggap bahwa hal

(33)

tidak hanya pada hak sipil dan politik tetapi juga pada hak ekonomi, sosial dan

budaya.15

Sedangkan menurut John Locke, HAM adalah hak-hak yang diberikan

langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.16

Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk

hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan

nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan nilai universal ini dikuhkuhkan dalam instrumen

internasiomal, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.

F.6. Konvensi-Konvensi Hak Asasi Perempuan dan Anak

Sejak berdirinya pada tahun 1945, PBB telah menempatkan Hak Asasi

Manusia (HAM) sebagai agenda utama. Kekejaman dan kejahatan Perang Dunia

II merupakan pendorong utama berkembangnya upaya-upaya perlindungan

internasional terhadap HAM. Piagam PBB tahun1945 menetapkan tiga tujuan

utama dari organisasi baru ini yakni : mendorong terwujudnya perdamaian dan

keamanan internasional, memajukan pertumbuhan sosial ekonomi serta

merumuskan dan melindungi hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar setiap

individu , apapun ras, jenis kelamin, bahasa atau agamanya. Maka dibentuklah

konvensi HAM untuk perempuan dan konvensi HAM untuk anak diantaranya

yaitu :

 Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan atau

Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against

Women (CEDAW)

15Masalah Hak asasi Manusia di Asia Tenggara, diakses dari

(34)

Untuk sebagian masyarakat, hak-hak wanita hanya semata-mata

dilihat sebagai sejumlah hak yang khusus, yang diperjuangkan oleh kaum

wanita untuk memperbaiki nasibnya yang sebagai akibat penerapan nilai-nilai

budaya tradisional dan agama terkadang juga berdasarkan penafsiran yang

kurang tepat, selama berabad-abad membuat wanita dianggap sebagai milik

pria, yaitu milik ayah, kakek, saudara laki-laki, bahkan milik keluarganya,

yang tidak boleh mempunyai fikiran, pendapat, apalagi kemauannya sendiri.

Meskipun demikian hak asasi manusia hingga tahun 1980 pun belum juga

cukup diperhatikan, sehingga Ny. Eleomora Roosevelt dan sejumlah tokoh

wanita dari beberapa negara berhasil menggolkan suatu Konvensi PBB

tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atau

“United Nation’s Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination Againts Women ( disingkat CEDAW). 17

Di dalam isi dari Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk

diskriminasi terhadap perempuan (Convention On the Elimination of All Forms of

Discrimination Against Women (CEDAW) pada pasal 2 jelas tertulis

“Negara-negara Pihak mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya

dan bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa

menunda-nunda kebijakan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap

perempuan, dan untuk tujuan ini berusaha:

a. Untuk mewujudkan prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan

dalam konstitusi nasional mereka atau perundang-undangan yang

tepat lainnya jika belum termasuk di dalamnya dan untuk

menjamin, melalui hukum dan cara-cara lain yang tepat, realisasi

praktis dari prinsip ini.

(35)

b. mengambil tindakan-tindakan legislatif dan lainnya yang tepat,

termasuk sanksi jika diperlukan, melarang semua diskriminasi

terhadap perempuan.

c. Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan

atas dasar yang sama dengan laki-laki dan untuk menjamin melalui

pengadilan nasional yang kompeten dan lembaga pemerintah

lainnya, perlindungan kaum perempuan yang efektif terhadap

setiap tindakan diskriminasi

d. Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi

terhadap perempuan dan untuk menjamin bahwa otoritas publik

dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan

kewajiban ini.

e. Untuk mengambil semua langkah yang tepat untuk menghapus

diskriminasi terhadap perempuan oleh setiap orang, organisasi atau

perusahaan.

f. Untuk mengambil semua langkah yang tepat, termasuk

undang-undang, untuk mengubah atau menghapuskan hukum, peraturan,

kebiasaan dan praktek-praktek yang diskriminatif terhadap

perempuan.

g. Mencabut semua ketentuan pidana nasional yang diskriminatif

terhadap perempuan.

Di dalam pasal 2 ini terkandung dengan jelas, untuk bertujuan menghapus

diskriminasi terhadap perempuan, baik itu dalam hal sosial, pendidikan, hukum

dan politik. 18

18Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women. Article no. 2

Konvensi Terhadap Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

Perempuan (CEDAW) telah diratifikasi oleh pemerintah ASEAN. Ini berarti

sebagai negara pihak yang telah meratifikasi Konvensi ini, ASEAN secara hukum

terikat untuk tunduk dan konsekuen dalam melakukan perlindungan terhadap

(36)

dengan usaha perlindungan perempuan yang tertuang dalam Kovenan

Internasional untuk Hak Sipil dan Politik.

 Komisi Hak Anak atau Convention on the Rights of Child (CRC) 19

Anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta

sebagai sumber daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi

pembangunan yang berkesinambungan sustainable development. Berangkat dari

pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan berkembang

dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi.

Sayangnya, tidak semua anak mempunyai kesempatan yang sama dalam

merealisasikan harapan dan aspirasinya. Banyak diantara mereka yang beresiko

tinggi untuk tidak tumbuh dan berkembang secara sehat, mendapatkan pendidikan

yang terbaik, karena keluarga yang miskin, orang tua bermasalah, diperlakukan

salah, ditinggal orang tua, sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak.

Meletusnya perang dunia pertama, menyebabkan banyak anak yang menjadi

korban, mereka mengalami kesengsaraan, hak-hak mereka terabaikan dan mereka

menjadi korban kekerasan.

Dengan berakhirnya perang dunia, tidak berarti kekerasan dan pelanggaran

hak-hak anak berkurang. Bahkan eksploitasi terhadap hak-hak anak berkembang

ke arah yang lebih memprihatinkan. Pelanggaran terhadap hak-hak anak bukan

saja terjadi di negara yang sedang terjadi konflik bersenjata, tapi juga terjadi di

negara-negara berkembang bahkan negara-negara maju. Permasalahan sosial dan

masalah anak sebagai akibat dari dinamika pembangunan ekonomi diantaranya

anak jalanan street children, pekerja anak child labour, perdagangan anak

trafficking dan prostitusi anak prostitution. Berdasarkan kenyataan di atas, PBB

mengesahkan Konvensi Hak-hak Anak Convention On The Rights of The Child

untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak-hak anak di

19 onchrDiakses dari internet

(37)

seluruh dunia pada tanggal 20 Nopember 1989 dan mulai mempunyai kekuatan

memaksa entered in to force pada tanggal 2 September 1990. Konvensi ini telah

diratifikasi oleh semua negara di dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ini dengan Keputusan Presiden

Nomor 36 Tahun 1996.

Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu :

1. Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-hak Anak.

2. Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur hak-hak anak.

3. Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah pemantauan dan

pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak.

4. Bagian Tiga (Pasal 46-54), yang mengatur masalah pemberlakuan

konvensi.

Konvensi Hak-hak Anak mempunyai 2 protokol opsional, yaitu :

1. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak

Dalam Konflik Bersenjata (telah diratifikasi oleh Indonesia dengan

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2012).

2. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak,

Prostitusi Anak dan Pornografi Anak (Indonesia telah meratifikasi

protokol opsional ini dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2012).20

Konvensi Hak Anak (KHA) adalah badan pakar independen yang

memantau pelaksanaan Konvensi Hak Anak oleh pihak Negaranya. Ini juga

memantau pelaksanaan dua protokol opsional Konvensi, pada keterlibatan

anak-anak dalam konflik bersenjata, perdagangan anak-anak, pelacuran terhadap anak-anak dan

pornografi anak. Pada tanggal 19 Desember 2011, Majelis Umum PBB

20 Konvensi Hak Anak dari :

(38)

menyetujui sebuah protokol opsional ketiga pada Prosedur Komunikasi, yang

akan memungkinkan masing-masing anak untuk menyampaikan keluhan tentang

pelanggaran tertentu terhadap hak mereka di bawah Konvensi dan pertama dua

protokol opsional. Protokol ini terbuka untuk ditandatangani pada tahun 2012 dan

akan mulai berlaku setelah diratifikasi oleh 10 negara anggota PBB.

21

F.7. Perlindungan Hak Perempuan dan Anak di ASEAN

Memang disadari, dengan adanya Konvensi Hak Anak tidak dengan

serta merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh dunia. Namun

setidaknya ada acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi

perubahan dan mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan ataupun

program yang lebih responsif terhadap perlindungan anak.

Berbagai tantangan besar, yang dihadapi banyak perempuan dan anak di

Asia Tenggara, mencakup terhadap akses layanan kesehatan bagi masyarakat

miskin pra-kelahiran dan ibu, prevalensi HIV / AIDS, kekerasan berbasis gender,

perdagangan manusia, serta ancaman perubahan iklim. Delegasi yang terdiri dari

seluruh perwakilan sepuluh negara anggota ASEAN serta Sekretariat ASEAN,

mengadakan kunjungan sekaligus konsultasi substantif, untuk mengatasi

persoalan ini, dan membentuk deklarasi HAM ASEAN khususnya perlindungan

terhadap Hak Perempuan dan Anak.

Berdasarkan legalitas Pasal 14 yang terdapat pada Piagam ASEAN atau

ASEAN Charter 2007 untuk membentuk suatu badan HAM regional , maka pada

tanggal 23 Oktober 2009, ASEAN resmi memiliki sebuah badan HAM regional

yang dikenal dengan nama AICHR (ASEANIntergovernmental Commission on

Human Rights) 22

21 Diakses dari

.Peresmian ini dilakukan di Hua Hin, Thailand, pada konferensi

22 Dikutip dari Artikel Bumpy Road to the ASEAN Human Rights Declaration By: Katherine G. SouthWick

(39)

tingkat tinggi (KTT) ASEAN yang sedang berlangsung23. Pada tanggal 19

Oktober 2010, didirikan pusat kajian HAM Asia Tenggara di Jakarta. Lembaga ini

diresmikan oleh Menhum HAM Indonesia, Patrialis Akbar, dan dihadiri oleh

beberapa duta besar negara tetangga 24

Selain AICHR, ASEAN juga memiliki komisi hak perempuan dan anak

ACWC yang dibentuk berdasarkan Program Aksi Vientiane 2004. TOR ACWC

disahkan dalam pertemuan Dewan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN pada 22

Oktober 2009, sehari sebelum peluncuran AICHR. Tiap negara diwakili oleh dua

orang wakil, satu untuk hak-hak perempuan dan satu untuk hak-hak anak.

Pembentukan ACWC bertujuan untuk mempromosikan kesejahteraan,

pengembangan, pemberdayaan dan partisipasi perempuan dan anak dalam proses

pembangunan Komunitas ASEAN yang berpengaruh pada merealisasikan tujuan

ASEAN sebagaimana ditetapkan dalam Piagam ASEAN. Fungsi ACWC adalah,

antara lain, untuk mempromosikan pelaksanaan instrumen internasional, . Peran organisasi masyarakat sipil di

ASEAN dalam sejarah politik dan keterlibatan dalam isu HAM sangat besar.

Sekarang ASEAN memiliki dua komisi HAM yaitu AICHR (Komisi

Antar-Pemerintah ASEAN untuk HAM) dan ACWC (Komisi ASEAN untuk Pemajuan

dan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak). Dalam Terms of Reference

(TOR) AICHR disebutkan bahwa AICHR bertanggung jawab untuk pemajuan

dan perlindungan HAM di ASEAN dengan berdasarkan pada prinsip konsensus,

konsultatif dan non-intervensi. Komposisi AICHR terdiri dari 10 orang yang

masing-masing mewakili negara anggota ASEAN, dengan pertemuan rutin dua

kali tiap tahun, dan pelaporan ditujukan kepada Pertemuan Menteri Luar Negeri

ASEAN. Ketua AICHR saat ini dipegang oleh wakil dari Indonesia, Rafendi

Djamin.

23 AICHR dan Penguatan Perlindungan HAM di ASEAN Diakses dari

24Puast HAM Asia Tenggara lahir di Indonesia, diakses dari

(40)

instrumen ASEAN dan instrumen lainnya yang terkait dengan hak-hak perempuan

dan anak-anak dan mengembangkan kebijakan, program dan strategi inovatif

untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak untuk

melengkapi pembangunan Komunitas ASEAN.

Hal ini juga akan meningkatkan kesadaran publik dan pendidikan hak-hak

perempuan dan anak-anak di ASEAN. Setiap Negara Anggota ASEAN menunjuk

dua wakil ke ACWC, satu perwakilan tentang hak-hak perempuan dan satu wakil

pada hak-hak anak. Ketika menunjuk wakil-wakil mereka ke ACWC,

negara-negara anggota harus mempertimbangkan mengenai kompetensi di bidang

hak-hak perempuan dan anak-anak, integritas, dan kesetaraan gender. Di tingkat

internasional, semua negara anggota ASEAN telah meratifikasi dan

Negara-negara peserta dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

terhadap Perempuan (CEDAW) dan Konvensi Hak-hak Anak (CRC)25

G.

Metode Penelitian

.

Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif untuk melihat

bagaimana implementasi Deklarasi HAM ASEAN dalam perlindungan Hak

Perempuan dan Anak . Penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartika

sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan objek penelitian

berdasarkan fakta-fakta yang ada. Fakta atau data yang ada dikumpulkan,

diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa26

25ASEAN SEC diakses dari

. Metode deskriptif dapat diartikan

sebagai prosedur pemecahan masalah yang sedang diselidiki degan

menggambarkan , melukiskan keadaan subjek dan objek penelitian seseorang,

masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

atau sebagaimana adanya. Pada umumya penelitian deskriptif merupakan

26 Hadari Nawawi dan H. Matini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjha Mada University Press, 2000, hlm

(41)

penelitian non hipotesis, sehingga dalam langkah-langkah penelitiannya tidak

perlu merumuskan hipotesis 27

G.1. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan , antara

lain, penelitian perpustakaan library research, yang sering disebut metode

dokumentasi , dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi 28

1. Wawancara , yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui

pemberian pertanyaan-pertanyaan pada informan atau sumber,

guna mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan

masalah dalam penelitian ini.

. Untuk

memperoleh data atau informasi asli, atau fakta-fakta yang diperlukan, maka

penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

2. Studi pustaka, berupa referensi kepustakaan yaitu sumber-sumber

yang berasal dari data buku, peraturan-peraturan,laporan–laporan,

majalah, koran, media online serta bahan-bahan yang lain

berhubungan dengan penelitian atau dokumentasi yang diperoleh

dari lokasi penelitian dengan demikian diperoleh data sekunder

sebagai kerangka kerja teoritis.

G.2. Teknik Analisa Data

Pada penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik

kualitatif yaitu teknik : tanpa menggunkan alat bantu atau rumus statistik. Adapun

langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut : Pertama, Pengumpulan data.

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan bahan baik dari buku, majalah,

koran, jurnal, kliping, dan situs-situ internet yang memuat tentang informasih

kebijakan HAM di ASEAN dikhususkan dalam perlindungan Hak perempuan dan

(42)

anak-anak. Dan juga melakukan wawancara dengan beberapa anggota ASEAN

atau informan yang berkaitan dengan ASEAN pada deklarasi HAM ASEAN.

Kedua, penilaian atau menganalisis data.

Pada tahap ini setelah peneliti mengumpulkan dan mendapatkan semua

data yang mendukung atau membantu , penulis akan memisahkan bahan-bahan

dan data yang diperoleh sesuai dengan sifatnya masing-masing.Kemudian penulis

melakukan penilaian dan menganalisis data dan bahan yang tersedia. Ketiga,

penyimpulan data yang diperoleh.

Tahap ini adalah tahap terakhir penelitian ini. Dari hasil penilaian dan

analisis yang penulis lakukan maka penulis mengambil kesimpulan yang dapat

membantu dalam memahami penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatakan gambaran yang terperinci, dan untuk mempemudah

isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan kedalam 4

bab yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar beakang masalah, perumusan masalah, kerangka

teori atau pemikiran, metedologi penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II : DESKRIPSI PELANGGARAN HAM TERHADAP PEREMPUAN

DAN ANAK DI ASEAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang awal sejarah perkembangan HAM di

ASEAN, gambaran dari pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap perempuan dan

(43)

BAB III : IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM

PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK KHUSUSNYA DI

INDONESIA

Pada bab ini nantinya akan membahas secara garis besar hasil penelitian sekaligus

menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan penelitian serta

analisis terhadap implemenasi dekarasi HAM ASEAN dalam perlindungan Hak

Perempuan dan Anak khususnya di Indonesia.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan

yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini juga

akan terjawab pertanyaan apa yang dilihat dalam penelitian yang dilakukan, serta

berisi saran-saran, baik yang bermanfaat bagi penulis secara pribadi maupun

(44)

BAB II

DESKRIPSI PELANGGARAN HAM TERHADAP

PEREMPUAN DAN ANAK DI ASEAN

A.

Latar Belakang Sejarah Hak Asasi Manusia

Awal dari perhatian internasional kepada hak-hak asasi manusia,

setidak-tidaknya dari sudut pandangan hukum internasional, dapat ditelusuri baik dari

perbudakan ataupun peperangan. Jika perjanjian multirateral pertama (konvensi,

yang bukannya suatu pertemuan melainkan sebuah instrumen hukum) dianggap

sebagai patokan, maka kepedulian internasional kepada hak-hak asasi manusia

sudah mulai sejak kira-kira seratus dua puluh lima tahun yan lalu. Ironisnya ,

perjanjian multirateral yang pertama mengenai hak-hak asasi manusia timbul dari

peperangan , dan cabang tertua dari undang-undang hak asasi manusia diabdikan

untuk melindungi hak-hak asasi manusia dalam pertikaian bersenjata.29

Prajurit yang mengalami keadaan demikan tidak lagi merupakan prajurit

tempur aktif yang menjalankan tugas nasionalnya, dan hanya individu

semata-mata yang membutuhkan pertolongan. Cara lain untuk menyatakan asas sentral

tersebut adalah bahwa prajurit individual berhak atas sekurang-kurangnya

pengharagaaan minimum bagi esensinya sebagai seorang pribadi, atas tingkat

minimum dari perikemanusiaan sekalipun dalam peperangan yang menrupakan Pada

tahun 1864 negara-negara besar pada masa itu kebanyakan negara barat menulis

konvensi Geneva pertama untuk korban-korban pertikaian bersenjata. Perjanjian

ini mencantumkan asas sentral bahwa petugas kesehatan harus dianggap netral

sehingga mereka dapat merawat prajurit-prajurit yang sakit dan terluka.

Referensi

Dokumen terkait

Sultra dan sesuai dengan hasil evaluasi Kelompok Kerja 02 Biro Layanan Pengadaan Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan ini kami mengundang saudara untuk

Kemudian dari wawancara singkat penulis dengan penjaga makam tersebut, penulis mendapatkan informasi bahwa keluarga dari orang Jepang yang dikuburkan pada pemakaman ini sudah

Konsep yang digunakan adalah pengambilan region of interest (ROI) dari video, dilakukan background subtraction untuk mendapatkan latar depan, deteksi kendaraan

JUDUL : PENINGKATAN KINERJA GURU MELALUI KOMPETENSI PROFESI DAN PENGAWASAN DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Study Kasus pada Madrasah Aliyah Swasta

Untuk mendapatkan perbedaan karakter visual Pura Mandaragiri Semeru Agung sebagai Pura Hindu di luar Bali yang memiliki gaya Arsitektur Bali dilakukan penyandingan dengan

Jadi, keputusan rapat yang diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yang diselenggarakaan tanpa kehadiran Notaris, dengan demkian, disebut dengan risalah rapat yang dibuat di

Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi data hasil wawancara dengan pengawas dan guru Pendidikan Agama Islam pada peran pelaksanaan perencanaan