IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM
PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK
Meilyska. Purba
090906056
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MEILYSKA PURBA (090906056)
IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK
Rincian isi Skripsi : 151 halaman, 22 buku, 25 situs internet. (Kisaran buku dari tahun 1988-2009).
ABSTRAK
Berbagai instrumen hukum HAM, baik internasional, regional maupun domestik, sudah menjadi sebuah kesepakatan untuk dijalankan oleh negara dalam memberikan jaminan perlindungan kemerdekaan-kebebasan bagi setiap individu. Sesuai dengan isi dari deklarasi HAM ASEAN pada prinsip ke-4 yaitu “Hak-hak perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas, pekerja migran, serta kelompok rentan dan terpinggirkan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang melekat, menyatu, dan tidak terpisahkan”.
Akan tetapi bentuk implementasi hingga sekarang masih sangat kurang yang merasakan manfaat dari deklarasi ini. Meski demikian, tak putus harapan bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjamin implementasi dari deklarasi ini supaya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kepada semua pihak dari pemangku kebijakan membantu untuk mensukseskan pelaksanaan deklarasi ini yaitu menjamin implementasi dan melaksanakan program-program yang sudah direncanakan. Sedemikian pentingnya isu HAM tersebut, menjadi menarik untuk dikaji melalui tulisan ini, bagaimana upaya pemajuan dan perlindungan HAM dilakukan dalam konteks hubungan internasional, terutama melalui aktor-aktor yang memiliki pengaruh dan juga dapat berperan secara internasional di berbagai tingkatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MEILYSKA PURBA (090906056)
ASEAN Human Rights Declaration of IMPLEMENTATION OF PROTECTION OF RIGHTS OF WOMEN AND CHILDREN
Details of the contents of thesis : 151 pages , 22 books , 25 internet sites . ( Range of years from 1988 to 2009 books ) .
ABSTRACT
Various human rights legal instruments , both international , regional and domestic , has become an agreement to be executed by the state to guarantee the protection of freedom - freedom for every individual . In accordance with the contents of the ASEAN Human Rights Declaration on the 4th principle that " The rights of women , children , the elderly , persons with disabilities , migrant workers , and vulnerable and marginalized groups are part of human rights and fundamental freedoms are inherent , fused , and inseparable " .
However, an implementation up to now is still lacking the benefit of this declaration . However, do not lose hope that the important thing is how to ensure the implementation of this declaration in order to be implemented as well as possible . To all those of stakeholders help to succeed in the implementation of this declaration which ensure the implementation and implement programs that have been planned . So important is the issue of human rights , it becomes interesting to study through this paper , how the promotion and protection of human rights committed in the context of international relations , particularly through the actors that have influence and can also act internationally on many levels .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Halaman Persetujuan
Nama : Meilyska. Purba
NIM : 090906056
Departemen : Ilmu Politik
Judul : Implementasi Deklarasi HAM ASEAN Dalam Perlindungan Hak Perempuan dan Anak
Menyetujui :
Ketua Departemen Ilmu Politik
(Dra. T. Irmayani, M.Si) NIP. 19680630199403 2 001
Dosen Pembimbing Dosen Pembaca
(Warjion, PhD) (A. Taufan Damanik, MA)
Mengetahui : Dekan FISIP USU
NIP. 19740806 200604 1 003 NIP.19650629 198803 1 001
Karya ini dipersembahkan untuk
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera bagi kita semua,
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih-Nya yang selalui menyertai
setiap langkah kehidupan saya dalam suka dan duka, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi berjudul “IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM TERHADAP
PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK” ini penulis susun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang S1 pada
program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Penyusunan skripsi ini merupakan sebuah rangkaian proses yang
dilakukan oleh setiap mahasiswa dalam mencapai kelulusan pada perkuliahan di
tingkat akhir, termasuk mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fisip USU.
Penelitian ini terdiri dari 4 bab dengan rincian, BAB I: Membahas latar
belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB
II: Membahas mengenai deskripsi pelanggaran HAM terhadap perempuan dan
anak di ASEAN BAB III: Memuat penyajian dan analisis data yang diperoleh
yaitu mengenai Implementasi Deklarasi HAM ASEAN terhadap perlindungan
Hak Perempuan dan Anak di ASEAN khususnya di Indonesia, BAB IV: Berisi
kesimpulan atas kritik dan saran yang terkait dengan penelitian.
Melalui skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi orang banyak,
khusus bagi pembaca diharapkan dapat mengetahui keadaan tindak diskriminasi
dan pelanggaran HAM yang di alami perempuan dan anak khususnya di ASEAN,
perkembangan implementasi kebijakan di negara-negara ASEAN sehingga lebih
serta memperluas khasanah dan pengetahuan di bidang politik dan menjadi bahan
rujukan bagi mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu
Politik. Sementara bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan dalam membuat karya ilmiah dan menganalisis kondisi sosial
masyarakat.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan baik dalam tulisan, susunan kalimat maupun
proses analisisnya. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan
menyambut dan menerima kritik serta saran yang nantinya akan membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Tuhan Memberkati kita semua
Medan, 17 Maret 2014
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak sekali dukungan
yang membuat penulis tetap semangat menyelesaikan skripsi, dan penulis
mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Terima Kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. Selaku Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Terima Kasih kepada Ibu T.Irmayani, M.Si. Selaku Ketua Departemen
Ilmu Politik FISIP USU, yang senantiasa memberikan arahan dan
masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Terima Kasih kepada Bapak Warjio, PhD selaku Dosen Pembimbing yang
telah sabar membimbing , memberikan arahan,semangat dan kritik yang
membangun dalam penulisan skripsi ini
4. Terima Kasih kepada Bapak A. Taufan Damanik, MA selaku Dosen
Pembaca yang telah banyak memberikan dukungan bahan-bahan skripsi,
nara sumber yang sangat membantu, dan bimbingannya dalam setiap
penulisan skripsi ini hingga akhir. Saya masih teringat pesan Bapak
bahwa , keseriusan dan kerja keras lah kuncinya, bukan yang lain pesan
ini akan selalu menjadi penyemangat saya baik hari ini maupun
5. Terima Kasih kepada kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi,
Bapak Medi Wansen Purba dan Ibu Gustina Hutapea, atas kasih
sayangnya yang tak berkesudahan, doa dan nasihatnya yang selalu
menguatkan saya. Dad, Mom you are the best parents in this world,
please stay healty, i love you always
6. Terima Kasih kepada kedua abang saya, my inspiration Manahan
F.Haloman Purba, Aldo Melgibson Purba yang selalu perhatian
menanyakan perkembangan skripsi dengan selalu mendukung saya
melalui nasihat-nasihatnya yang sangat membangun dan selalu mendoakan.
For my little brother Daniel Bonardo Purba, yang selalu memberi
semangat dan perhatiannya, semangat kuliahnya ya dek, terus berjuang.
Let’s make and keep our parents proud of us, Purba Jaya! I love you guys
7. Terima kasih untuk kakak ipar ku tersayang Eve Rita Sitohang atas
dukungan, teman berbagi yang sudah menjadi bagian keluarga ini
8. Terima kasih untuk my lovely opung boru, Anna Sinaga. Selalu
mendoakanku dan rajin meneleponku. Ketika orang berpandangan pesimis
atau negatif terhadapku, opung selalu percaya kepadaku dan membela ku.
Opung sehat-sehat yaa. Aku sayang opung.
9. Thank You so much for my sister in God, Kak Marrie Ann, who always
pray for me,support me, a good listeners when i shared about my problem.
Winda, kakak ku yang menjadi inspirasi bagi ku, terima kasih atas nasihat
kakak untuk tetap berani bermimpi besar dan berjuang mencapainya.
Semoga aku juga bisa menyusul kakak ke Jerman, hehe...amin
10.Terima kasih untuk sahabatku terkasih Try Edo Ati Pinem, dibalik tingkah
kekonyolan mu terdapat sikap kedewasaan yang hampir menyaingi diriku,
haha..,namun kehadiran mu gominem selalu ditunggu-tunggu untuk
membuat suasana semakin ramai dan juga untuk sahabatku terkasih Novi
Hariani Ginting yang suka memonopoli pembicaraan haha...tetapi seorang
pendengar yang baik sekaligus paling dewasa, aku kagum atas ketegaran
mu, aku sangat bersyukur punya sahabat seperti kalian, meskipun tak
selalu bersama, perhatian yang saling kita berikan merupakan bentuk kasih
kita satu sama lain untuk saling menguatkan, sahabat seperjuangan pada
pertemuan awal yang tak terduga, tetap semangat dan berdoa untuk
penyelesaian skripsinya ya, terimakasih untuk persahabatan kita yang
masih bertahan, semoga sampai tua nanti pun, kita tetap menjadi sahabat
sejati di dalam Tuhan. I love u girls
11.Terimakasih untuk sahabatku tersayang Evi, aku kagum melihat kebaikan
hatimu, tetaplah menjadi seorang Evi yang kritis dan suka menolong, aku
suka sekali ketika kita mengamati dan berdebat mengenai perkembangan
industri musik Kpop khususnya SM.Entertaiment. aku pasti akan sangat
menjadi sahabat hingga renta. (oh ya vi, Kris buat ku aja yaa, kau sama
xiumin aja, hehehe..)
12.Terima kasih untuk kawan-kawan ilmu politik stambuk 2009 yang tidak
dapat disebut satu persatu namanya atas dukungan dan doanya. Mari
teruskan perjuangan kita untuk menjadikan negara ini lebih baik.
13.Terimakasih untuk senior-senior, bang Zidane, bang Bernad, Bang
Fernando, dan kak Siti yang sudah membantu saya dan memberi saran
melalui diskusi-diskusi yang sangat membangun.
14.Roma 10 : 9, God Bless you all
Medan, 17 Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ...……...i
Abstarak ...ii
Abstract ...iii
Halaman Pengesahan ...iv
Halaman Persetujuan ...v
Lembar Persembahan ...vii
Kata Pengantar ...viii
Ucapan Terima Kasih ...ix
Daftar Isi ...xiv
BAB I Pendahuluan A.LatarBelakang Masalah... ...5
B. Perumusan Masalah....…………...……...6
C.Pembatasan Masalah...…...…8
D. Tujuan Penelitian ...………8
E. Manfaat Penelitian ...8
F.Kerangka Teori...8
G. Metode Penelitian ...25
BAB II Deskripsi Sejarah HAM di ASEAN dan Isu Pelanggaran Terhadap
HakPerempuan dan Anak di ASEAN ... 28
A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia...28
B. Sejarah HAM di ASEAN ...…29
C. Isu Hak Asasi Manusia di ASEAN...31
D. Komisi-komisi HAM di ASEAN...75
BAB III Implementasi Deklarasi Ham Asean Dan Tantangan Dalam Perlindungan Hak Perempuan Dan Anak Di Asean Khususnya Indonesia ...………...84
A. Implementasi Kebijakan terhadap Perlindungan Anak dan Perempuan...94
B. Implementasi kebijkan HAM di ASEAN ...121
C. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Deklarasi HAM ASEAN Terhadap Perlindungan Hak Perempuan dan Anak di negara-negara ASEAN.……...…...127
D. Masa Depan dan Tantang ...128
BAB IV Penutup A.Kesimpulan ...131
B. Saran-Saran...143
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MEILYSKA PURBA (090906056)
IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK
Rincian isi Skripsi : 151 halaman, 22 buku, 25 situs internet. (Kisaran buku dari tahun 1988-2009).
ABSTRAK
Berbagai instrumen hukum HAM, baik internasional, regional maupun domestik, sudah menjadi sebuah kesepakatan untuk dijalankan oleh negara dalam memberikan jaminan perlindungan kemerdekaan-kebebasan bagi setiap individu. Sesuai dengan isi dari deklarasi HAM ASEAN pada prinsip ke-4 yaitu “Hak-hak perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas, pekerja migran, serta kelompok rentan dan terpinggirkan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang melekat, menyatu, dan tidak terpisahkan”.
Akan tetapi bentuk implementasi hingga sekarang masih sangat kurang yang merasakan manfaat dari deklarasi ini. Meski demikian, tak putus harapan bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjamin implementasi dari deklarasi ini supaya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kepada semua pihak dari pemangku kebijakan membantu untuk mensukseskan pelaksanaan deklarasi ini yaitu menjamin implementasi dan melaksanakan program-program yang sudah direncanakan. Sedemikian pentingnya isu HAM tersebut, menjadi menarik untuk dikaji melalui tulisan ini, bagaimana upaya pemajuan dan perlindungan HAM dilakukan dalam konteks hubungan internasional, terutama melalui aktor-aktor yang memiliki pengaruh dan juga dapat berperan secara internasional di berbagai tingkatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MEILYSKA PURBA (090906056)
ASEAN Human Rights Declaration of IMPLEMENTATION OF PROTECTION OF RIGHTS OF WOMEN AND CHILDREN
Details of the contents of thesis : 151 pages , 22 books , 25 internet sites . ( Range of years from 1988 to 2009 books ) .
ABSTRACT
Various human rights legal instruments , both international , regional and domestic , has become an agreement to be executed by the state to guarantee the protection of freedom - freedom for every individual . In accordance with the contents of the ASEAN Human Rights Declaration on the 4th principle that " The rights of women , children , the elderly , persons with disabilities , migrant workers , and vulnerable and marginalized groups are part of human rights and fundamental freedoms are inherent , fused , and inseparable " .
However, an implementation up to now is still lacking the benefit of this declaration . However, do not lose hope that the important thing is how to ensure the implementation of this declaration in order to be implemented as well as possible . To all those of stakeholders help to succeed in the implementation of this declaration which ensure the implementation and implement programs that have been planned . So important is the issue of human rights , it becomes interesting to study through this paper , how the promotion and protection of human rights committed in the context of international relations , particularly through the actors that have influence and can also act internationally on many levels .
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Asia Tenggara merupakan kawasan yang mencakup Indochina, dan
Semenanjung Malaysia, serta pulau – pulau disekitarnya. Kawasan ini mempunyai
suatu institusi regional yang dikenal dengan ASEAN (Association of Southeast
Asian Nations) yang resmi berdiri melalui Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus
1967. Organisasi ini dirintis oleh lima negara yang terdapat di kawasan Asia
Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Kawasan
ini terkenal dengan sistem pemerintahan yang otoriter. Sebelum terjadinya
revolusi di Indonesia pada tahun 1998, tak ada satupun negara di kawasan ini
yang menganut sistem demokrasi murni. Bahkan sampai sekarang masih ada
negara – negara dengan sistem pemerintahan bercorak komunis dan monarki.
Sebagai kawasan yang mayoritas anggotanya merupakan negara – negara baru
merdeka pasca Perang Dunia II, maka pada awalnya yang melatarbelakangi
timbulnya kerjasama di kawasan adalah kebutuhan akan keamanan, karena tidak
lama setelah Perang Dunia II berakhir, dunia segera memasuki era Perang Dingin,
dimana terjadi pertarungan pengaruh dan ideologi antara Uni Sovyet dan Amerika
Serikat.
Keadaan ini kemudian menimbulkan inisiatif dari pemimpin – pemimpin
negara dikawasan untuk membangun kerjasama agar tidak terjebak dalam arus
menentukan nasib sendiri tanpa harus bergantung pada salah satu blok. Kerjasama
ini kemudian meluas ke bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya.
Sebagai negara – negara yang baru merdeka, maka prioritas utama adalah
pembangunan nasional dan stabilitas politik serta keamanan yang mendukung
untuk kemajuan ekonomi, terlepas dari apapun sistem pemerintahannya. Isu – isu
lain seperti HAM tidak begitu mendapat perhatian, walau terjadi banyak kasus
pelanggaran di kawasan ini, seperti kasus Aung San Suu Kyi di Myanmar, dan
juga kasus – kasus yang terjadi selama pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Pada tanggal 18 November 2012 di sahkannya, deklarasi HAM
ASEAN di Phnom Phenn, Kamboja yang menandakan Deklarasi pertama tentang
HAM di regional Asia Tenggara. Pengesahan Deklarasi HAM di ASEAN menuai
kontroversi bagi dunia, sebab, sebelumnya telah ada Deklarasi HAM yang di
bentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang cetuskan pada tanggal 10
Desember 1948 di Paris. Berbagai kritik timbul mengenai deklarasi HAM
ASEAN yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip universalitas HAM yang
terkandung dalam Declaration Universal of Human Rights (DUHAM) tersebut.
Berdasarkan dalam deklarasi HAM ASEAN, misalnya disebutkan bahwa
pemenuhan hak-hak yang dijamin dalam Deklarasi itu harus "seimbang dengan
pemenuhan kewajiban-kewajiban” 1, yang dikenakan pada “konteks nasional dan
regional”, juga pertimbangan dari “latar belakang budaya, agama dan sejarah yang
berbeda”. Selain itu, semua hak-hak yang disediakan dalam Deklarasi akan
tunduk pada pembatasan yang beragam alasannya termasuk juga pada konsep
"keamanan nasional" dan konsep “moral publik" 2
1Deklarasi HAM ASEAN (Prinsip Umum no.6,7)
. Yang harus diketahui bahwa
tidak ada instrumen universal ataupun instrumen regional lain yang menerapkan
konsep "keseimbangan" antara pemenuhan hak-hak dan jaminan kebebasan
terhadap tugas dan tanggung jawab perlindungan HAM. Sebaliknya,
instrumen tersebut dibentuk di atas gagasan bahwa konsep HAM merupakan hal
yang melekat dan dimiliki semua orang tanpa ada pembedaan, bukan semacam
komoditas yang harus diperoleh. Hukum internasional dan praktik-praktiknya
tidak mengizinkan pembatasan yang luas, yang memiliki efek, atau digunakan
untuk memberikan alasan terhadap praktik pelanggaran HAM yang juga dijamin
di dalam Deklarasi ini. Sesungguhnya, hukum internasional mewajibkan kepada
seluruh negara-negara anggota ASEAN untuk menjalankan tugasnya, terlepas dari
“konteks nasional dan regional” yang mereka miliki, untuk menghormati dan
melindungi semua kategori hak asasi manusia dan jaminan perlindungan
kebebasan fundamental lainnya.3
Para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa ASEAN memiliki latar
belakang budaya yang beraneka ragam dan membentuk deklarasi HAM ASEAN
adalah standarisasi bagi warga negara ASEAN dan sudah berdiskusi dengan
perwakilan masing-masing negara anggota mengenai isi dari deklarasi tersebut.
Negara-negara anggota ASEAN sangat cepat dalam meratifikasi
konvensi-konvensi perlindungan terhadap HAM. diantaranya pada Konvensi Penghapusan
Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention On The Elimination Of All
Forms Of Discrimination Against Women (CEDAW), Konvensi Hak Anak atau
Convention of Children (CRC).
Terkait persoalan HAM, terdapat beberapa persoalan pelanggaran HAM
yang telah dan masih terjadi di kawasan ASEAN diantaranya, di Myanmar, salah
satu pelanggaran HAM terjadi terhadap tokoh demokrasi Myanmar Aung San Suu
Kyi yang memenangkan pemilu tahun 1990 namun kemenangannya tidak diakui
oleh pemerintahan Myanmar yang bersifat diktator bahkan diasingkan selama 10
tahun. Tidak terlepas dari itu, pemerintahan kemudian diambil alih oleh junta
3Deklarasi HAM ASEAN abaikan tekanan , diakses dari
militer yang semakin melakukan kekerasan terhadap penduduk sipil sebagai
respon terhadap sejumlah penolakan kelompok-kelompok etnis untuk bergabung
dalam proses politik. Hal ini mendapat respon dari Human Right Watch tetapi
tidak ada negara Asia yang turut berpartisipasi. Pelanggaran HAM juga sering
dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap kaum oposisi yang dipimpin oleh
Aung San Suu Kyi, namun negara-negara ASEAN seperti tidak berdaya atau
kurang berminat melakukan tekanan yang lebih kuat terhadap junta militer
Myanmar untuk melakukan perubahan politik menuju demokrasi di negara itu
selain itu isu mengenai pembantaian etnis Rohingya juga belum mendapatkan
penanganan yang serius.
Kemudian, pelanggaran HAM di Kamboja terkait kasus genosida berupa
kejahatan kemanusiaan yang terjadi pada era Pol Pot yang belum terselesaikan
dan konflik perbatasan Kamboja-Thailand atas klaim kuil Preah Vihear
menimbulkan sejumlah penduduk menjadi korban serangan baku tembak antara
keduanya. Selanjutnya, di Thailand terdapat sejumlah aksi penembakan maupun
pengeboman terhadap Melayu Pattani dari pemerintah pusat Thailand sebagai
respon separatisme. Di Malaysia juga terjadi pelanggaran HAM dalam bentuk
diskriminasi rasial dan adanya pemberlakuan internal security act. Kemudian di
Filipina, terjadi pelanggaran HAM terkait terjadinya krisis demokrasi, di mana
adanya penentangan pihak militer terhadap pemerintahan Marcos yang
menyebabkan pertumpahan darah dan perang sipil juga terkait pelanggaran HAM
terhadap Moro-Mindanao, di Indonesia kekerasan dalam rumah tangga yang
menjadi korban adalah perempuan dan anak, selain itu perkosaan dan perlakuan
diskriminasi terhadap perempuan dan anak marak terjadi di Indonesia. Kemudian
di Brunei terjadi diskriminasi terhadap pekerja migran khususnya perempuan.
Hal yang tidak dapat dielakkan bahwa HAM kini telah menjadi salah satu
isu penting dalam kehidupan masyarakat suatu negara dan juga dalam kehidupan
isu HAM ternyata telah mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat baik
secara politik dan ekonomi maupun sosial dan budaya, baik dalam konteks
nasional maupun global. Sementara itu, sebagaimana juga diketahui, setiap negara
saat ini sangat hirau dengan masalah image atau citra tentang perlindungan HAM
karena ikut menentukan martabat bangsa tersebut dalam pergaulan internasional.
Ini artinya adalah bahwa HAM memang telah menjadi isu penting dalam
hubungan internasional dan tidak dapat diabaikan begitu saja oleh setiap negara di
dunia. Di sisi lain, sejalan dengan gelombang demokratisasi yang melanda banyak
negara di dunia, tuntutan perbaikan dalam soal HAM juga datang dari lingkungan
internal, yaitu rakyat yang semakin sadar akan hak-hak dasarnya sebagai warga
negara.
Akan tetapi jika kita melihat begitu antusiasnya negara-negara anggota
ASEAN dalam meratifikasi konvensi-konvensi tersebut, ASEAN sangat peduli
terhadap perlindungan HAM, sehingga ASEAN menyusun deklarasi HAM
ASEAN. Namun yang terjadi dalam implementasi kebijakan yang telah
diratifikasi tersebut masih belum optimal. Banyak terjadi pelanggran HAM,
kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak di ASEAN yang sangat
memprihatinkan. Menjadi sebuah pertanyaan besar kepada pemimpin-pemimpin
ASEAN, bagaimana hasil dari kinerja ratifikasi tersebut?
Berbagai instrumen hukum HAM, baik internasional, regional maupun
domestik, sudah menjadi sebuah kesepakatan untuk dijalankan oleh negara dalam
memberikan jaminan perlindungan kemerdekaan-kebebasan bagi setiap individu.
Sesuai dengan isi dari deklarasi HAM ASEAN pada prinsip ke-4 yaitu “Hak-hak
perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas, pekerja migran,
serta kelompok rentan dan terpinggirkan merupakan bagian dari hak asasi
manusia dan kebebasan dasar yang melekat, menyatu, dan tidak terpisahkan”.4
4
Deklarasi HAM ASEAN (Prinsip No.4)
Akan tetapi bentuk implementasi hingga sekarang masih sangat kurang
yang merasakan manfaat dari deklarasi ini. Meski demikian, tak putus harapan
bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjamin implementasi dari deklarasi
ini supaya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kepada semua pihak dari
pemangku kebijakan membantu untuk mensukseskan pelaksanaan deklarasi ini
yaitu menjamin implementasi dan melaksanakan program-program yang sudah
direncanakan. Sedemikian pentingnya isu HAM tersebut, menjadi menarik untuk
dikaji melalui tulisan ini, bagaimana upaya pemajuan dan perlindungan HAM
dilakukan dalam konteks hubungan internasional, terutama melalui aktor-aktor
yang memiliki pengaruh dan juga dapat berperan secara internasional di berbagai
tingkatan. Maka, penulis berkeinginan untuk mengangkat persoalan ini menjadi
judul skripsi yaitu : IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM
PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK.
B.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa
masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan
perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang
menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau
perlu dicari jalan pemecahannya , atau dengan kata lain perumusan masalah
adalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah
yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.5
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah
diatas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah :
Apa kendala dan tantangan yang menyebabkan terhambatnya implementasi
deklarasi HAM ASEAN khususnya perlindungan terhadap hak perempuan dan
anak di negara ASEAN khususnya Indonesia? Dan apa tantangan kedepan dalam
arti kebijakan, dan kelembagaan di Indonesia?
C.
Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penelitian, penulis perlu membuat pembatasan masalah
terhadap masalah yang akan dibahas, agar hasil penelitian yang diperoleh tidak
menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, yaitu suatu karya tulis yang
sistematis dan tidak melebar.
Maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah : Faktor-faktor
Penghambat Implementasi Deklarasi HAM ASEAN Terhadap Perlindungan Hak
Perempuan dan Anak di negara-negara ASEAN.
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kendala yang menyebabkan terhambatnya
implementasi deklarasi HAM ASEAN terhadap perlindungan hak
perempuan dan anak di negara-negara ASEAN
2. Untuk mengetahui paradoks dinamika HAM di negara-negara ASEAN
setelah pengesahan Deklarasi HAM ASEAN
3. Untuk mengetahui tantangan kedepan
E. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian, diharapkan mampu memberikan manfaat, terlebih lagi
untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yag menjadi manfaat dari
1. Untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah,
dan memahami lebih dalam tentang HAM, khususnya implementasi
deklarasi HAM ASEAN akan perlindungan HAM terhadap perempuan
dan anak di ASEAN
2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah referensi
pemikiran tentang Implementasi Deklarasi HAM ASEAN, diharapkan
dapat memberikan sumbangan baru tentang perlindungan HAM terhadap
perempuan dan Anak
3. Jika memungkinkan dapat bermanfaat bagi lembaga-lembaga yang terkait,
seperti akademisi dan peneliti
E.
Kerangka Teori
Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah
menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan
berpikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang
telah dipilih. Oleh sebab itu, dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan
beberapa teori-teori yang relavan dengan subjek penelitian.
F.1. Teori Kebijakan
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja
dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula
governance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijkan pada
intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara
langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial
dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk,
masyarakat atau warga negara. Kebijkan merupakan hasil dari adanya sinergi,
kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara6. Oleh karena
itu kebijakan dipandang sebagai hal yang mendasari suatu keputusan yang akan
diambil oleh pembuat keputusan. Carl Frederich memandang kebijakan publik
adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang kelompok atau
pemeritah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan
dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk
menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu
tujuan tertentu7
F. 2. Implemetasi Kebijakan
Secara umum, saat ini kebijakan lebih dikenal sebagai keputusan
yang dibuat oleh pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat dalam suatu negara. Dan kebijakan
publik ini merupakan bagian yang penting dalam suatu proses politik, dikarenakan
kebijkan publik ini merupakan output yang dihasilkan oleh proses pembuatan
keputusan dalam sistem politik, sehingga perlu dilihat seperti apa kebijakan itu
perlu dan penting dalam pemutusan suatu tindakan yang dianggap sebagai suatu
tindakan politik karena dalam hal ini proses pembuatan kebijakan juga berkaitan
dengan hasil kebijakan tersebut, apalagi jika kebijakan tersebut sangat berdampak
bagi kehidupan vital masyarakat.
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana
dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan
padakebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Sebagaimana
rumusan dari Daniel.AMazmanian dan Paul A.Sabartier8
6 Edi Suharto, Ph.D, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta, 2008, hlm 3
mengemukakan bahwa
implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin dicapai
7 Budi Winarno,
Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta : Media Pressindo, 2002, hlm 16
dan berbagai cara untuk menstrukturkan proses implementasinya. Proses ini
berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan
tahapan pengesahan undang-undang kemudian output kebijakan dalam bentuk
pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksana,dan akhirnya
perbaikan-perbaikan penting terhadap undang-undang atau peraturan yang bersangkutan.
Berdasarkan pemahaman diatas, konklusi dari implementasi jelas
mengarah kepada pelaksanaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh eksekutif.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga tercipta
rangkaian yang terstruktur dalam upaya penyelesaian masalah tersebut . Dalam
konsep implementasi ini harus di garis-bawahi ada kata-kata “rangkaian
terstruktur” yang memiliki makna bahwa dalam prosesnya implementasi pasti
melibatkan berbagai komponen dan instrumen. Kompleksistas implementasi
bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat,
tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variable
yang kompleks, baik variable yang individual maupun variabel yang
organisasional, dan masing-masing variable pengaruh tersebut juga saling
berinteraksi satu sama lain.
Untuk lebih mudah dalam memahami pengertian implementasi kebijakan
Lineberry (1978) 9
1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
menspesifikasikan proses implementasi setidak-tidaknya
memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
2. Penjabatan tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana (standard operating
procedures/SOP).
3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran,
pembagian tugas di dalam dan dan di antara dinas-dinas/badan pelaksana.
4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.
Salah satu komponen utama yang ditujukan oleh Lineberry, yaitu pengambilan
kebijakan policy-making tidaklah berakhir pada saat kebijakan itu dikemukakan
atau diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas dari pembuatan kebijakan.
Dengan demikian kebijakan hanyalah merupakan sebuah awal dan belum
dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan. Proses
yang jauh lebih esensial adalah pada tataran implementasi kebijakan yang
ditetapkan. Karena kebijakan tidak lebih dari suatu perkiraan forcasting akan
masa depan yang masih bersifat semu, abstrak dan konseptual. Namun ketika
telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai
faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun
ketidak-berhasilan kebijakan akan diketahui.
Menurut Udoji10
Setelah kebijakan diimplementasikan terhadap sekelompok objek
kebijakan baik itu masyarakat maupun unit-unit organisasi, maka bermunculan
dampak-dampak sebagai akibat dari kebijakan yang dimaksud. Setiap kebijakan
yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu terhadap
kelompok sasaran, baik yang positif intended maupun yang negatif unintended.
Untuk itu tinjauan efektifitas kebijakan, selain pencapaian tujuan harus
diupayakan pula untuk meminimalisasi ketidakpuasan dissatisfaction dari seluruh
dengan tegas mengatakan “ The execution of policies is
as important if not more important that policy-making. Policies will remain
dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” ( pelaksanaan
kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari
pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau
rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan). Oleh karenanya ditarik suatu kesimpulan bahwa
implementasi merupakan unsur yang sangat penting sebagai kontinuitas dari
munculnya suatu kebijakan.
stakeholder. Dengan demikian deviasi dari kebijakan tidak terlampau jauh dan
niscaya akan mencegah terjadinya konflik di masa akan datang.
Pressman dan Wildavsky (1984) mendefinisikan implementasi kebijakan
sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam
mencapai tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan dalam
hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Jones
(1977) menganalisis masalah pelaksanaan kebijakan dengan mendasarkan pada
konsepsi kegiatan-kegiatan fungsional. Jones (1977) mengemukakan beberapa
dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah
disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang
terlibat dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor.
Jadi implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang
melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan
dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi kebijakan mengatur
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan
kebijakan yang diinginkan.11
Kebijakan publik merupakan”whatever governments choose to do or not
to do ( segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah, yang dikerjakan ataupun yang
tidak dikerjakan)” (Dye, 1981). Selanjutnya Dye menyatakan apabila pemerintah
memilih untuk melakukan kebijakan publik, maka harus mengutamakan goal
(objektifnya) dan merupakan tindakan keseluruhan bukan hanya perwujudan
keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Sementara evaluasi kebijakan
merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan.
F.3. Kebijakan Politik
Kebijakan politik adalah segala sesuatu hasil keputusan baik berupa dalam
sistem. Kebijakan selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui
instrumen-instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan,
transfer dana, pajak dan anggaran-anggaran serta memiliki arahan-arahan yang
bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan di dalam
yurisdiksi nasional, regional, unisipal, dan lokal12
F.4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Yang Mempengaruhi
Proses Implementasi Kebijakan publik.
.
Kebijakan apapun bentuknya sebenarnya mengandung resiko untuk gagal,
Hoogwood dan Gunn membagi pengertian kegagalan kebijakan (policy failure)
dan unsuccessful implementation (implemetasi yang tidak berhasil). Tidak
terimplementasikan mengandung arti bahwa suatu kebijakn tidak dilaksanakan
sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat didalam
pelaksanaannya tidak mau bekerjasama , atau mereka telah bekerja secara tidak
efisien, bekerja setengah hati atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai
permasalahan, atau permasalahan yang dibuat diluar jangkauan kekuasaannya,
sehingga betapapun gigih usaha mereka , hambatan-hambatan yang ada tidak
sanggup mereka tanggulangi, akibatnya implementasi yang efektif sukar dipenuhi.
1. Faktor Pendukung
Hoogwood dan Gunn (dalam Hill, 1993) lebih lanjut menyatakan bahwa
untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna perfect
implementation maka diperlukan beberapa kondisi atas persyaratan tertentu
sebagai berikut :
1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksanaan tidak
akan menimbulkan gangguan/ kedala yang serius.
12 Salvatore, 2001
2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber yang cukup
memadai.
3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal.
5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya
6. Ketergantungan harus kecil
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
9. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna
10.Tugas-tugas dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
Kebijakan negara akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai
dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain tindakan atau
perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat bersesuaian dengan apa
yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Dengan demikian, jika mereka tidak
berbuat atau bertindak sesuai keinginan pemerintah/negara itu, maka kebijakan
negara menjadi tidak efektif.
2. Faktor Penghambat
Di dalam bukunya Palumbo (1987) mengemukakan bahwa : legislative
policy ambiquity is a prime cause to implementation failure (ketidakjelasan
kebijaksanaan dalam perundang-undangan adalah sebab utama kegagalan
pelaksanaannya). Penjelasan terhadap berbagai alasan yang mendasari gagalnya
suatu kebijakan publik adalah disebabkan oleh berbagai faktor :
1. Ketidakpastian faktor intern dan / atau faktor ekstern
2. Kebijaksanaan yang ditetapkan itu mengandung banyak lubang
4. Adanya kekurangan akan tersedianya sumber-sumber pembantu (uang dan
sumber daya manusia)
5. Teori yang mendasari dasar pelaksanaan kebijaksanaan itu tidak tepat
6. Sarana yang dipilih untuk pelaksanaan tidak efektif
7. Sarana itu mungkin tidak atau kurang dipergunakan sebagaimana mestinya
8. Isi dari kebijakan itu bersifat samar-samar
Dengan demikian resiko kegagalan implementasi kebijakan tidak selalu
dapat dihindari oleh siapapun dan organisasi manapun. Abdul Wahab 13
F.5. Hak Asasi Manusia (HAM)
mengemukakan resiko kegagalan implementasi kebijakan dapat ditelusuri pada
tiga wilayah kerja (1) pelaksanaannya yang buruk bad execution, (2)
kebijaksanaan sendiri memang buruk bad policy, dan (3) kebijaksanaan itu
memang bernasib buruk bad luck.
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yamg melekat pada diri sendiri
manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa , meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak menggembangkan diri, hak
keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, hak kesejahteraan
yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Manusia
juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang timbul sebagai akibat
perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.14
13 Abdul S. Wahab, Analisa Kebijaksanaan. Bumi Aksara : Jakarta, 2002. hlm.23
Menurut Standar Internasional
HAM adalah sesuatu jenis tuntutan khusus yang kuat, yang diajukan oleh orang
perorangan atau kelompok orang pada suatu masyarakat secara keseluruhan. Pada
hakekatnya, HAM berasal dari hak alamiah atau hak fundamental yang melekat
pada manusia terlepas dari adanya aturan-aturan tertulis. Di mana hak alamiah
secara kodratnya telah ada sejak lahir di dunia, yang tidak boleh diperlakukan
14 C.S.T. Kansil, . Christine S.T. Kansil. Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, Jakarta : Djambatan, 2003
secara semena-mena seperti kebebasan dalam berpikir, berekspresi dan
berasosiasi. Lebih lanjut HAM ini kemudian berkembang dan ditata secara
terperinci dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Berdasarkan pada Deklarasi
Universal HAM, terdapat beberapa substansi tentang HAM, diantaranya: pertama,
hak sipil dan politik, yang dilatarbelakangi oleh reaksi keras terhadap sejumlah
tindakan negara, pemerintah atau organisasi tertentu yang terlalu absolut dan
bersifat membatasi HAM. Hak sipil dan politik ini meliputi hak hidup, hak
persamaan dan kebebasan, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat,
kebebasan berkumpul, dan hak beragama. Kedua, hak ekonomi, sosial dan
budaya, di mana setiap bangsa bebas mengerjakan perkembangan atas kehidupan
ekonomi, sosial dan budayanya. Hak ekonomi sebagai bagian dari HAM berfungsi
untuk mengidentifikasi lingkup ekonomi dengan sejumlah pertimbangan moral
yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi aksi-aksi baik secara individu maupun
institusi-institusi. Hak-hak ekonomi meliputi kebebasan atas hak milik, hak
mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan kesempatan yang sama dalam
pekerjaan, hak terhadap produksi, hak yang berkaitan dengan konsumsi, dan hak
atas pangan. Sedangkan yang menyangkut hak sosial dan budaya meliputi hak
atas pelayanan kesehatan, pendidikan, akses yang setara pada barang dan
partisipasi dalam keputusan sosial.
Namun demikian, substansi HAM tersebut kembali dipetakan melalui
konsep HAM yang didasarkan pada jaminan kontinuitas akan HAM. Diantaranya,
pertama, Generasi Pertama konsep HAM yang berkaitan dengan hak sipil dan
politik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dan tercantum dalam pasal
2-21 DUHAM. Kedua, Generasi Kedua yang berkaitan dengan hak ekonomi,
sosial dan budaya yang tercantum dalam pasal 22-27 DUHAM. Generasi Kedua
ini muncul sebagai respon terhadap Generasi Pertama yang didominasi oleh
pemahaman Barat, yang terlalu menekankan pada hak sipil dan politik. Padahal
keduanya belum cukup untuk memenuhi harkat dan martabat masyarakat miskin
dalam memenuhi hal tersebut. Ketiga, Generasi Ketiga konsep HAM yang
berkaitan dengan hak-hak kolektif yang terkandung dalam pasal 28 DUHAM.
Generasi Ketiga ini muncul karena dua generasi sebelumnya belum memadai
untuk menghadapi berbagai persoalan-persoalan, terutama yang terjadi di negara
berkembang. Misalnya, terdapat usaha penghancuran suatu kelompok struktural
tertentu dengan cara kekerasan, adanya ketimpangan sosial terkait terdapat
penduduk yang maju serta penduduk yang masih terbelit dengan kemiskinan,
monopoli sumber daya alam, dan monopoli informasi oleh golongan kuat.
Menurut Burns Weston yang dikutip oleh Scott Davidson (1994), terdapat enam
kategori hak yang tercantum dari konsep HAM generasi ketiga, yaitu: (1) hak atas
penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, (2) hak
atas pembangunan ekonomi dan sosial, (3) hak untuk berpartisipasi untuk
memanfaatkan warisan umat manusia bersama (Common Heritage of
Mankind),(4) hak atas perdamaian, (5) hak atas lingkungan yang sehat dan
seimbang, dan (6) hak atas bantuan kemanusiaan.
Bertolak dari konsep-konsep HAM dari ketiga generasi tersebut sangat
jelas terlihat terdapat perbedaan persepsi antara Generasi Pertama yang
didominasi oleh pemikiran Barat dan Generasi Kedua dan Ketiga yang didominasi
oleh pemikiran-pemikiran dari negara-negara berkembang. Di mana negara Asia
Tenggara termasuk ke dalam generasi kedua dan ketiga tersebut. Walaupun
negara di kawasan Asia Tenggara telah tergabung dalam PBB yang berarti
menyetujui adanya universalisasi HAM, namun hal tersebut tidak sepenuhnya
dibenarkan. Kaum-kaum elit di Asia Tenggara menganggap bahwa Barat terlalu
menekankan pada hak sipil dan politik yang berada dalam kerangka demokratis
yang berangkat dari proses sejarah dan budaya yang secara ekonomi merupakan
masyarakat maju. Sebaliknya, para pemimpin ASEAN menganggap bahwa hal
tidak hanya pada hak sipil dan politik tetapi juga pada hak ekonomi, sosial dan
budaya.15
Sedangkan menurut John Locke, HAM adalah hak-hak yang diberikan
langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.16
Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk
hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan
nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan nilai universal ini dikuhkuhkan dalam instrumen
internasiomal, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.
F.6. Konvensi-Konvensi Hak Asasi Perempuan dan Anak
Sejak berdirinya pada tahun 1945, PBB telah menempatkan Hak Asasi
Manusia (HAM) sebagai agenda utama. Kekejaman dan kejahatan Perang Dunia
II merupakan pendorong utama berkembangnya upaya-upaya perlindungan
internasional terhadap HAM. Piagam PBB tahun1945 menetapkan tiga tujuan
utama dari organisasi baru ini yakni : mendorong terwujudnya perdamaian dan
keamanan internasional, memajukan pertumbuhan sosial ekonomi serta
merumuskan dan melindungi hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar setiap
individu , apapun ras, jenis kelamin, bahasa atau agamanya. Maka dibentuklah
konvensi HAM untuk perempuan dan konvensi HAM untuk anak diantaranya
yaitu :
Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan atau
Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against
Women (CEDAW)
15Masalah Hak asasi Manusia di Asia Tenggara, diakses dari
Untuk sebagian masyarakat, hak-hak wanita hanya semata-mata
dilihat sebagai sejumlah hak yang khusus, yang diperjuangkan oleh kaum
wanita untuk memperbaiki nasibnya yang sebagai akibat penerapan nilai-nilai
budaya tradisional dan agama terkadang juga berdasarkan penafsiran yang
kurang tepat, selama berabad-abad membuat wanita dianggap sebagai milik
pria, yaitu milik ayah, kakek, saudara laki-laki, bahkan milik keluarganya,
yang tidak boleh mempunyai fikiran, pendapat, apalagi kemauannya sendiri.
Meskipun demikian hak asasi manusia hingga tahun 1980 pun belum juga
cukup diperhatikan, sehingga Ny. Eleomora Roosevelt dan sejumlah tokoh
wanita dari beberapa negara berhasil menggolkan suatu Konvensi PBB
tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atau
“United Nation’s Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women ( disingkat CEDAW). 17
Di dalam isi dari Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan (Convention On the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women (CEDAW) pada pasal 2 jelas tertulis
“Negara-negara Pihak mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya
dan bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa
menunda-nunda kebijakan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap
perempuan, dan untuk tujuan ini berusaha:
a. Untuk mewujudkan prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan
dalam konstitusi nasional mereka atau perundang-undangan yang
tepat lainnya jika belum termasuk di dalamnya dan untuk
menjamin, melalui hukum dan cara-cara lain yang tepat, realisasi
praktis dari prinsip ini.
b. mengambil tindakan-tindakan legislatif dan lainnya yang tepat,
termasuk sanksi jika diperlukan, melarang semua diskriminasi
terhadap perempuan.
c. Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan
atas dasar yang sama dengan laki-laki dan untuk menjamin melalui
pengadilan nasional yang kompeten dan lembaga pemerintah
lainnya, perlindungan kaum perempuan yang efektif terhadap
setiap tindakan diskriminasi
d. Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi
terhadap perempuan dan untuk menjamin bahwa otoritas publik
dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan
kewajiban ini.
e. Untuk mengambil semua langkah yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan oleh setiap orang, organisasi atau
perusahaan.
f. Untuk mengambil semua langkah yang tepat, termasuk
undang-undang, untuk mengubah atau menghapuskan hukum, peraturan,
kebiasaan dan praktek-praktek yang diskriminatif terhadap
perempuan.
g. Mencabut semua ketentuan pidana nasional yang diskriminatif
terhadap perempuan.
Di dalam pasal 2 ini terkandung dengan jelas, untuk bertujuan menghapus
diskriminasi terhadap perempuan, baik itu dalam hal sosial, pendidikan, hukum
dan politik. 18
18Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women. Article no. 2
Konvensi Terhadap Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan (CEDAW) telah diratifikasi oleh pemerintah ASEAN. Ini berarti
sebagai negara pihak yang telah meratifikasi Konvensi ini, ASEAN secara hukum
terikat untuk tunduk dan konsekuen dalam melakukan perlindungan terhadap
dengan usaha perlindungan perempuan yang tertuang dalam Kovenan
Internasional untuk Hak Sipil dan Politik.
Komisi Hak Anak atau Convention on the Rights of Child (CRC) 19
Anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta
sebagai sumber daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi
pembangunan yang berkesinambungan sustainable development. Berangkat dari
pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan berkembang
dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi.
Sayangnya, tidak semua anak mempunyai kesempatan yang sama dalam
merealisasikan harapan dan aspirasinya. Banyak diantara mereka yang beresiko
tinggi untuk tidak tumbuh dan berkembang secara sehat, mendapatkan pendidikan
yang terbaik, karena keluarga yang miskin, orang tua bermasalah, diperlakukan
salah, ditinggal orang tua, sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak.
Meletusnya perang dunia pertama, menyebabkan banyak anak yang menjadi
korban, mereka mengalami kesengsaraan, hak-hak mereka terabaikan dan mereka
menjadi korban kekerasan.
Dengan berakhirnya perang dunia, tidak berarti kekerasan dan pelanggaran
hak-hak anak berkurang. Bahkan eksploitasi terhadap hak-hak anak berkembang
ke arah yang lebih memprihatinkan. Pelanggaran terhadap hak-hak anak bukan
saja terjadi di negara yang sedang terjadi konflik bersenjata, tapi juga terjadi di
negara-negara berkembang bahkan negara-negara maju. Permasalahan sosial dan
masalah anak sebagai akibat dari dinamika pembangunan ekonomi diantaranya
anak jalanan street children, pekerja anak child labour, perdagangan anak
trafficking dan prostitusi anak prostitution. Berdasarkan kenyataan di atas, PBB
mengesahkan Konvensi Hak-hak Anak Convention On The Rights of The Child
untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak-hak anak di
19 onchrDiakses dari internet
seluruh dunia pada tanggal 20 Nopember 1989 dan mulai mempunyai kekuatan
memaksa entered in to force pada tanggal 2 September 1990. Konvensi ini telah
diratifikasi oleh semua negara di dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ini dengan Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1996.
Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu :
1. Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-hak Anak.
2. Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur hak-hak anak.
3. Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah pemantauan dan
pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak.
4. Bagian Tiga (Pasal 46-54), yang mengatur masalah pemberlakuan
konvensi.
Konvensi Hak-hak Anak mempunyai 2 protokol opsional, yaitu :
1. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak
Dalam Konflik Bersenjata (telah diratifikasi oleh Indonesia dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2012).
2. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak,
Prostitusi Anak dan Pornografi Anak (Indonesia telah meratifikasi
protokol opsional ini dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2012).20
Konvensi Hak Anak (KHA) adalah badan pakar independen yang
memantau pelaksanaan Konvensi Hak Anak oleh pihak Negaranya. Ini juga
memantau pelaksanaan dua protokol opsional Konvensi, pada keterlibatan
anak-anak dalam konflik bersenjata, perdagangan anak-anak, pelacuran terhadap anak-anak dan
pornografi anak. Pada tanggal 19 Desember 2011, Majelis Umum PBB
20 Konvensi Hak Anak dari :
menyetujui sebuah protokol opsional ketiga pada Prosedur Komunikasi, yang
akan memungkinkan masing-masing anak untuk menyampaikan keluhan tentang
pelanggaran tertentu terhadap hak mereka di bawah Konvensi dan pertama dua
protokol opsional. Protokol ini terbuka untuk ditandatangani pada tahun 2012 dan
akan mulai berlaku setelah diratifikasi oleh 10 negara anggota PBB.
21
F.7. Perlindungan Hak Perempuan dan Anak di ASEAN
Memang disadari, dengan adanya Konvensi Hak Anak tidak dengan
serta merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh dunia. Namun
setidaknya ada acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi
perubahan dan mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan ataupun
program yang lebih responsif terhadap perlindungan anak.
Berbagai tantangan besar, yang dihadapi banyak perempuan dan anak di
Asia Tenggara, mencakup terhadap akses layanan kesehatan bagi masyarakat
miskin pra-kelahiran dan ibu, prevalensi HIV / AIDS, kekerasan berbasis gender,
perdagangan manusia, serta ancaman perubahan iklim. Delegasi yang terdiri dari
seluruh perwakilan sepuluh negara anggota ASEAN serta Sekretariat ASEAN,
mengadakan kunjungan sekaligus konsultasi substantif, untuk mengatasi
persoalan ini, dan membentuk deklarasi HAM ASEAN khususnya perlindungan
terhadap Hak Perempuan dan Anak.
Berdasarkan legalitas Pasal 14 yang terdapat pada Piagam ASEAN atau
ASEAN Charter 2007 untuk membentuk suatu badan HAM regional , maka pada
tanggal 23 Oktober 2009, ASEAN resmi memiliki sebuah badan HAM regional
yang dikenal dengan nama AICHR (ASEANIntergovernmental Commission on
Human Rights) 22
21 Diakses dari
.Peresmian ini dilakukan di Hua Hin, Thailand, pada konferensi
22 Dikutip dari Artikel Bumpy Road to the ASEAN Human Rights Declaration By: Katherine G. SouthWick
tingkat tinggi (KTT) ASEAN yang sedang berlangsung23. Pada tanggal 19
Oktober 2010, didirikan pusat kajian HAM Asia Tenggara di Jakarta. Lembaga ini
diresmikan oleh Menhum HAM Indonesia, Patrialis Akbar, dan dihadiri oleh
beberapa duta besar negara tetangga 24
Selain AICHR, ASEAN juga memiliki komisi hak perempuan dan anak
ACWC yang dibentuk berdasarkan Program Aksi Vientiane 2004. TOR ACWC
disahkan dalam pertemuan Dewan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN pada 22
Oktober 2009, sehari sebelum peluncuran AICHR. Tiap negara diwakili oleh dua
orang wakil, satu untuk hak-hak perempuan dan satu untuk hak-hak anak.
Pembentukan ACWC bertujuan untuk mempromosikan kesejahteraan,
pengembangan, pemberdayaan dan partisipasi perempuan dan anak dalam proses
pembangunan Komunitas ASEAN yang berpengaruh pada merealisasikan tujuan
ASEAN sebagaimana ditetapkan dalam Piagam ASEAN. Fungsi ACWC adalah,
antara lain, untuk mempromosikan pelaksanaan instrumen internasional, . Peran organisasi masyarakat sipil di
ASEAN dalam sejarah politik dan keterlibatan dalam isu HAM sangat besar.
Sekarang ASEAN memiliki dua komisi HAM yaitu AICHR (Komisi
Antar-Pemerintah ASEAN untuk HAM) dan ACWC (Komisi ASEAN untuk Pemajuan
dan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak). Dalam Terms of Reference
(TOR) AICHR disebutkan bahwa AICHR bertanggung jawab untuk pemajuan
dan perlindungan HAM di ASEAN dengan berdasarkan pada prinsip konsensus,
konsultatif dan non-intervensi. Komposisi AICHR terdiri dari 10 orang yang
masing-masing mewakili negara anggota ASEAN, dengan pertemuan rutin dua
kali tiap tahun, dan pelaporan ditujukan kepada Pertemuan Menteri Luar Negeri
ASEAN. Ketua AICHR saat ini dipegang oleh wakil dari Indonesia, Rafendi
Djamin.
23 AICHR dan Penguatan Perlindungan HAM di ASEAN Diakses dari
24Puast HAM Asia Tenggara lahir di Indonesia, diakses dari
instrumen ASEAN dan instrumen lainnya yang terkait dengan hak-hak perempuan
dan anak-anak dan mengembangkan kebijakan, program dan strategi inovatif
untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak untuk
melengkapi pembangunan Komunitas ASEAN.
Hal ini juga akan meningkatkan kesadaran publik dan pendidikan hak-hak
perempuan dan anak-anak di ASEAN. Setiap Negara Anggota ASEAN menunjuk
dua wakil ke ACWC, satu perwakilan tentang hak-hak perempuan dan satu wakil
pada hak-hak anak. Ketika menunjuk wakil-wakil mereka ke ACWC,
negara-negara anggota harus mempertimbangkan mengenai kompetensi di bidang
hak-hak perempuan dan anak-anak, integritas, dan kesetaraan gender. Di tingkat
internasional, semua negara anggota ASEAN telah meratifikasi dan
Negara-negara peserta dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (CEDAW) dan Konvensi Hak-hak Anak (CRC)25
G.
Metode Penelitian
.
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif untuk melihat
bagaimana implementasi Deklarasi HAM ASEAN dalam perlindungan Hak
Perempuan dan Anak . Penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartika
sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan objek penelitian
berdasarkan fakta-fakta yang ada. Fakta atau data yang ada dikumpulkan,
diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa26
25ASEAN SEC diakses dari
. Metode deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang sedang diselidiki degan
menggambarkan , melukiskan keadaan subjek dan objek penelitian seseorang,
masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya. Pada umumya penelitian deskriptif merupakan
26 Hadari Nawawi dan H. Matini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjha Mada University Press, 2000, hlm
penelitian non hipotesis, sehingga dalam langkah-langkah penelitiannya tidak
perlu merumuskan hipotesis 27
G.1. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan , antara
lain, penelitian perpustakaan library research, yang sering disebut metode
dokumentasi , dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi 28
1. Wawancara , yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui
pemberian pertanyaan-pertanyaan pada informan atau sumber,
guna mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan
masalah dalam penelitian ini.
. Untuk
memperoleh data atau informasi asli, atau fakta-fakta yang diperlukan, maka
penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
2. Studi pustaka, berupa referensi kepustakaan yaitu sumber-sumber
yang berasal dari data buku, peraturan-peraturan,laporan–laporan,
majalah, koran, media online serta bahan-bahan yang lain
berhubungan dengan penelitian atau dokumentasi yang diperoleh
dari lokasi penelitian dengan demikian diperoleh data sekunder
sebagai kerangka kerja teoritis.
G.2. Teknik Analisa Data
Pada penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik
kualitatif yaitu teknik : tanpa menggunkan alat bantu atau rumus statistik. Adapun
langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut : Pertama, Pengumpulan data.
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan bahan baik dari buku, majalah,
koran, jurnal, kliping, dan situs-situ internet yang memuat tentang informasih
kebijakan HAM di ASEAN dikhususkan dalam perlindungan Hak perempuan dan
anak-anak. Dan juga melakukan wawancara dengan beberapa anggota ASEAN
atau informan yang berkaitan dengan ASEAN pada deklarasi HAM ASEAN.
Kedua, penilaian atau menganalisis data.
Pada tahap ini setelah peneliti mengumpulkan dan mendapatkan semua
data yang mendukung atau membantu , penulis akan memisahkan bahan-bahan
dan data yang diperoleh sesuai dengan sifatnya masing-masing.Kemudian penulis
melakukan penilaian dan menganalisis data dan bahan yang tersedia. Ketiga,
penyimpulan data yang diperoleh.
Tahap ini adalah tahap terakhir penelitian ini. Dari hasil penilaian dan
analisis yang penulis lakukan maka penulis mengambil kesimpulan yang dapat
membantu dalam memahami penelitian ini.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatakan gambaran yang terperinci, dan untuk mempemudah
isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan kedalam 4
bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar beakang masalah, perumusan masalah, kerangka
teori atau pemikiran, metedologi penelitian, serta sistematika penelitian.
BAB II : DESKRIPSI PELANGGARAN HAM TERHADAP PEREMPUAN
DAN ANAK DI ASEAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang awal sejarah perkembangan HAM di
ASEAN, gambaran dari pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap perempuan dan
BAB III : IMPLEMENTASI DEKLARASI HAM ASEAN DALAM
PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DAN ANAK KHUSUSNYA DI
INDONESIA
Pada bab ini nantinya akan membahas secara garis besar hasil penelitian sekaligus
menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan penelitian serta
analisis terhadap implemenasi dekarasi HAM ASEAN dalam perlindungan Hak
Perempuan dan Anak khususnya di Indonesia.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan
yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini juga
akan terjawab pertanyaan apa yang dilihat dalam penelitian yang dilakukan, serta
berisi saran-saran, baik yang bermanfaat bagi penulis secara pribadi maupun
BAB II
DESKRIPSI PELANGGARAN HAM TERHADAP
PEREMPUAN DAN ANAK DI ASEAN
A.
Latar Belakang Sejarah Hak Asasi Manusia
Awal dari perhatian internasional kepada hak-hak asasi manusia,
setidak-tidaknya dari sudut pandangan hukum internasional, dapat ditelusuri baik dari
perbudakan ataupun peperangan. Jika perjanjian multirateral pertama (konvensi,
yang bukannya suatu pertemuan melainkan sebuah instrumen hukum) dianggap
sebagai patokan, maka kepedulian internasional kepada hak-hak asasi manusia
sudah mulai sejak kira-kira seratus dua puluh lima tahun yan lalu. Ironisnya ,
perjanjian multirateral yang pertama mengenai hak-hak asasi manusia timbul dari
peperangan , dan cabang tertua dari undang-undang hak asasi manusia diabdikan
untuk melindungi hak-hak asasi manusia dalam pertikaian bersenjata.29
Prajurit yang mengalami keadaan demikan tidak lagi merupakan prajurit
tempur aktif yang menjalankan tugas nasionalnya, dan hanya individu
semata-mata yang membutuhkan pertolongan. Cara lain untuk menyatakan asas sentral
tersebut adalah bahwa prajurit individual berhak atas sekurang-kurangnya
pengharagaaan minimum bagi esensinya sebagai seorang pribadi, atas tingkat
minimum dari perikemanusiaan sekalipun dalam peperangan yang menrupakan Pada
tahun 1864 negara-negara besar pada masa itu kebanyakan negara barat menulis
konvensi Geneva pertama untuk korban-korban pertikaian bersenjata. Perjanjian
ini mencantumkan asas sentral bahwa petugas kesehatan harus dianggap netral
sehingga mereka dapat merawat prajurit-prajurit yang sakit dan terluka.