• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V PENUTUP

B. Saran-saran

1. Bagi masyarakat Pariaman hendaknya terus berupaya mempertahankan tradisiini sebagai salah satu identitas kebangsaan yang sangat unik karena setiap tradisi yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat mengandung

60

nilai-nilai positif dan filosofi tersendiri.Masyarakat lebih bisa memahami hubungan antara ajaran Islam dengan tradisi-tradisi yang berkembang di Minangkabau khususnya di daerah Pariaman, agar setiap perkembangan zaman dapat direspon dengan baik tanpa harus meninggalkan nilai-nilai luhur dari tradisi ini.

2. Para llmuwan dan Ulama berkewajiban memberikan penjelasan mengenai nilai kearifan yang terdapat dalam Tradisi Uang Japuik ini, karena sebagian dari masyarakat belum mengetahuinya, sehingga ada masyarakat yang berpandangan kurang baik terhadap tradisi ini.

3. Bagi seluruh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hendaknya agar lebih intens melakukan penelitian dibidang antropologi hukum, untuk mencapai pemahaman mengenai Islam dan hubungannya dengan budaya lokal khususnya tradisi perkawinan. Sehingga dapat memahami dan mengalisa maksud dan tujuan dari fenomena yang terjadi di tengah-tegah masyarakat dan menjadi sebuah pengetahuan bermanfaat dalam kehidupan.

Azwar, Welhendri. Matriolokal Dan Status Perempuan Dalam Tradisi Bajapuik. Yogyakarta: Galang press. 2001.

Azzam, abdul aziz muhammad dan hawwas. abdul wahab sayyed. Fiqh Munakahat: Khitbah, Nikah, dan Talak, Jakarta: Amzah. 2011.

Dirajo, Ibrahim Dt.Sangguno, Curaian Adat Minangkabau, Bukittinggi: Kristal Multimedia. 2003

Edison dan Nasrun, Tambo Minangkabau: Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau. Bukittinggi: Kristal Multimedia. 2010.

Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi dan Sosiografi. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang. 1976.

Ghazali, Aburrahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana. 2006

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti. 1990.

Hasan, Mustofa. Pengantar Hukum Keluarga. Bandung: Pustaka Setia. 2011. Hudaeri, Muhammad.ed. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia. Jakarta:

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta. 2009.

Hermawan, Asep. Kiat Praktis Menulis Skripsi, Tesis, Desertasi, Jakarta: Ghalia Indonesia. 2004.

Khallaf, Abdul Wahab.Ilmu Ushul Fiqh, Kairo: Dar al-kautyatiyah, 1959.

Kuzari, Ahmad. Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1995.

Muhammad, Bushar. Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: PT. Balai Pustaka. 2013. Mukhtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: PT.

Bulan Bintang.1974.

Naim, Mochtar. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1984.

62

Navis, A.A. Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafitipers. 1984.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam: Hukum Fiqh Lengkap. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1994.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah 3.Jakarta: Cakrawala Publishing. 2011.

Sahrani, Sohari dan Tihami. Fikih Munakahat:Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta: Rajawali Pers. 2009.

Shabuni, Muhammad Ali. Pernikahan Dini yang Islami. Jakarta: Pustaka Amani. 1996.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqih

Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana. 2006.

Sopyan, Yayan. Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional. Jakarta: PT. Wahana Intermedia. 2012.

Supriatna, Encup dan Beni Ahmad Saebani. Antropologi Hukum, Bandung: Pustaka Setia. 2012.

Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada. 2004.

Wahid, Abdurrahman. Islam Kosmolpolitan: Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan. Jakarta: The Wahid Institute. 2007.

Yaswirman. Hukum Keluarga: Karakteristik Dan Prospek Doktrin Islam Dan Adat Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau. Jakarta: Rajawali Pers. 2013.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia, Ciputat: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah. 2007.

Zahrah, Muhammad Abu. Ushul Al-Fiqh, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. 2012.

Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu: Pernikahan, Talak, Khulu, Meng-Iila’ Istri, Li’an, Zhihar, Masa Iddah. Jakarta: Gema Insani. 2011.

Artikel dari Internet

https://id.wikipedia.org/wiki/Kutabumi,_Pasarkemis,_Tangerang diakses pada 4 Februari 2016, pukul 12.47 WIB

http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/36/name/banten/de

tail/3603/tangerang diakses pada 4 Februari 2016, pukul 12.50 WIB

Maihasni, “Eksistensi Tradisi Bajapuik Dalam Perkawinan Masyarakat Pariaman

Minangkabau Sumatera Barat”, diakses pada 20 Maret

2016http://skpm.fema.ipb.ac.id

Moeleca, Bunga, “Konstruksi Realitas Makna “ Bajapuik” Pada Pernikahan Bagi

Perempuan Pariaman Di Kecamatan Pasir Penyu” diakses pada 24 April

2016 dari

http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/viewFile/5048/493

Ismail, Muhammad Rani, “Perakawinan Adat Pariaman” Talk Show di

Minangtv, dipublikasikan 1 Maret 2013, diakses pada 8 september 2016 dari https://www.youtube.com/watch?v=iOX1KlrwSh8

Sumarti, Titik, dkk. “Bentuk-Bentuk Perubahan Pertukaran Dalam Perkawinan

Bajapuik”, diakses pada 2 november 2015 dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/77383

Yunita,Ririanty, Syaiful dan M. Basri,“Jurnal Penelitian Kebudayaan Uang japuik Dalam Adat Perkawinan Padang Pariaman di Bandar Lampung”,

diakses pada 04 November 2015 dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=287559&val=7228& title=uang%20japuik%20dalam%20adat%20perkawinan%20padang%20p ariaman%20di%20bandar%20lampung

61

WAWACARA DENGAN TOKOH MASYARAKAT (KETUA PKDP KUTABUMI) PARIAMAN DI KELURAHAN KUTABUMI

Nama : Asril Caniago

Usia : 48 Tahun

Alamat : JL. Pipit Tengah Blok e 4 Pondok Sejahtera Pekerjaan : Wiraswasta

1. Pertanyaan : Sejauhmana keterlibatan PKDP (Perkumpulan Keluarga Daerah Pariaman) dalam acara perkawinan masyarakat Pariaman yang ada di Kutabumi ini?

Jawaban :Acara badoncek ini dilaksanakan di rumah pengantin perempuan pada malam hari setelah pesta perkawinan. Sebelumnya tentu ada kesepakatan antara yang punya perhelatan dengan PKDP bahwa hasil dari perhelatan tersebut akan dibagi 1% untuk organisasi sebagai bentuk terimakasih. Misalnya hasil dari perhelatan atau pestatersebut menghasilkan 100 juta 1 juta di sumbangkan untuk organisasi.Selain bergerak dibidang sosial kemasyarakatan, masyarakat Pariaman Kutabumi yang terhimpun dalam PKDP mempunyai rutinitas bulanan yaitu mengadakan pengajian pada minggu pertama hari Senen disetiap bulannya. Lebih kurang 50 orang menghadiri pengajian tersebut. Kemudian penceramah yang di hadirkan juga berasal dari Pariaman yang berdomisi di Jakarta.

2. Pertanyaan : Beragam profesi orang Pariaman yang ada di rantau Kutabumi ini, bagaimana mengukur status sosial dalam menentukan uang japuikyang biasanya di ukur dengan latarbelakang pendidikan, pekerjaan?

Jawaban :Memang betul pada dasarnya tradisi uang japuik ini ditentukan dalam hal pendidikan, pekerjaan, tetapi ada juga misalnya orang itu tidak bekerja, tetapi beliau Induak Samang Gadang, maka dari mamaknya laki-laki tidak akan mau memberikan kemenakannya secara perai sajo (gratis), mana tau dia mempunyai banyak toko ameh (emas) di Jakarta. Artinya selain bertolok ukur kepada pekerjaan seseorang laki-laki, latarbelakang keluarga atau kebangsawanan juga ikut menentukan. Hal ini juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya uang japuik yang ada di perantauan Kutabumi. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya dalam tradisi uang japuik ada kecenderungan, pilihan masyarakat jatuh kepada pekerjaan yang di miliki oleh seorang laki-laki. Kehidupan ekonomi yang semakin sulitnya dan banyaknya pengangguran karena krisis ekonomi telah mendorong pilihan

masyarakat kepada pekerjaan yang ”banyak menghasilkan uang”, meskipun

tidak menempuh pendidikan tinggi, karena pendidikan tinggi belum tentu dapat menghasilkan uang, sehingga pekerjaan sebagai pedagang merupakan alternatif untuk mendapatkan laki-laki yang mempunyai penghasilan untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Isi toko yang padat dan jenis barangan yang

mempunyai pekerjaan tetap.

3. Pertanyaan : Apakah masyarakat pariaman di kota bumi masih malaksanakan tradisi ini dalam rangkaian pernikahan?

Jawaban : Jikalau ada orang Pariaman yang berjodoh di rantau, perundingan itu bisa dilaksanakan di Rantau dengan kesepakatan niniak mamak dan keluaragakedua belah pihak. Karena untuk menghadirkan niniak mamak ke rantau tentu juga menambah biaya yang akan dikeluarkan. Akan lebih hemat hanya mamak (saudara laki-laki dari ibu) yang melakukan perundingan tersebut. Tapi bisa jadi ketika hari baralek (perhelatan) akan di hadirkan niniak mamak.

4. Pertanyaan : Apa saja dampak yang di timbulkan dalam melaksanakan tradisi uang japuik ini?

Jawaban :Tentu saja ada dampak yang bisa terjadi dari tradisi ini, baik itu positif maupun negatif. Kalau positifnya kita kaji tradisi ini sejak nenek moyang dahulu masih bisa kita jaga dan kita lestarikan dimasa kini. Kemudian jika kita timbang-timbang kembali manfaatnya dengan adanya uanag japuik yang berlangsung di Pariaman itu sendiri, setiap orang mempunyai anak laki-laki dan perempuan, di saat mereka mempunyai anak laki-laki-laki-laki maka mereka akan menerima uang japuik, sebaliknya di saat mereka punya anak perempuan juga memeberikan uang japuik dan uang hilang ke orang lain. Jadi tetap ada sinergi. Kalau dikaji negatinya karena tradisi ini diukur dengan status sosial seseorang maka yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, coba seandainya tidak dibedakan status sosialnya maka urang susah (laki-laki) besar kemungkinan mereka dapat istri urang rumah dari keluarga kaya.

WAWACARA DENGAN PEMUKA ADAT PARIAMAN DI KELURAHAN KUTABUMI

Nama : Sutan Awaluddin

Usia : 68 Tahun

Alamat : Jl. Dahlia 4, RT.05,RW. 11 Blok E No.21 Perumahan Pondok Indah

Pekerjaan : Wiraswasta

1. Pertanyaan: Jika bapak berkenan, boleh diceritakan sedikit tentang tradisi perkawinan adat Pariaman?

Jawaban:Sistem perkawinan di Pariaman itu dimulai dari ninik mamak, apabila seorang gadis yang diangap sudah dewasa, katakanlah sekarang seperti tamat SMA atau usia 19 tahun, biasanya ayah dari si gadis akan mengundang keluaraga dari pihak istrinya, untuk membicara tentang jodoh daripada anaknya ini. Biasanya dimulai bahwa anak saya yang bernama si Upiak sudah tamat sekolah jadi kawan-kawannya yang sebaya sudah kawin dan kita merasa malu kalau anak kita belum mendapat jodoh. Oleh karena tu saya undang, ajo, mamak, kakak untuk membicarakan yang mungkin untuk calon si upiak ini. Kita tahu makanan angang tidak bisa dimakan pipik, artinya apa sipasin samo sipasin, kapuyuak samo kapuyuak, yang miskin sama yang miskin yang buruk sama yang buruak. Artinya kita cari yang sepadan dengan keluarga kita. Biasanya calon yag dipersiapkan oleh pihak perempuan tidak hanya satu orang sekurang-kurangnya ada lima orang laki-laki yang akan diseleksi oleh mamak dan keluarga perempuan. Jika ada yang cocok maka akan dikirim utusan ke rumah pihak laki-laki itu sebagai perantara ini dinamakan dengan talangkai, jika hasil nya baik dan sepakat untuk menjodohkan anak keduanya selanjutnya ditentukan hari maantaan tando/batuka tando. Nah, dalam acara ini dibicarakan dan ditentukan uang panjapuikyo.

2. Pertanyaan :Bagaimana ketentuan adat tentang pelaksanaan tradisi uang japuik?

Jawaban :Uang japuikitu adalah pemberian suatu benda atau sejumlah uang dari pihak perempuan (anak daro) kepada pihak marapulai. Uang japuik inimerupakan bagian dari adat yang harus di isi dari setiap perkawinan orang Pariaman, tidak boleh tidak ada. Bak pepatah Minangkabau “adaik diisi, limbagodituang”. Hal ini bersifat wajib untuk menghargai ninik mamak. Berbeda dengan uang hilang bukan keepakatan adat dan bukan mengikat secara adat. Uang hilang adalah kesepakatan antara dua orang tua dari pihak wanita sepakat untuk memberikan berupa materi uang dengan nominal tertentu atas kompensasi balas jasa terhadap pihak laki-laki yang telah membesarkan anaknya. Uang hilang itu berawal dari anak laki-laki yang bersekolah tinggi, perpendidikan dan berjabatan kedua orang tuanya telah bersusah payah menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi dan berjabatan, sekarang mendapat

persalamn tidak apa-apa tidak diberikan tidak apa-apa sebab uang hilang tidak mempunyai ikatan budi. Ikatan adat itu adalah transaksional orang tua terhadap kedua belah pihak mempelai.

3. Pertanyaan : Sejauh mana masyarakat Pariaman melaksanakan tradisi uang japuik ini ?

Jawaban : Kalau dahulunya disebutkan dengan emas dan perak tapi sekarang banyak dengan uang. Jadi uang japuik itu mengikat kepada kedua mempelai wali nikah, saksi dan mahar mengikat uang japuik tersebut dan masyarakat korong dengan kampung juga nagari. Jika uang japuik tidak ditepati maka malulah nagari tersebut. Dalam uang japuik itu tentu semua kita bertanya-tanya mengapa pihak perempuan yang membayar? Memang awalnya pihak perempuan yang membayar uang japuik, tapi kompensasi, konsekwensi dari uang jemputan tersebut pada saat pengantin wanita pergi manjalang ke rumah pengantin laki-laki dan saat pengantin wanita pulang berkumpul di tengah

halaman diatas tikar pengantin waita akan pulang kerumahnya “dilingkuang jo adat sapanjang ipa jo bisan niniak jo mamak” dengan acara memberi persalaman. Memberi persalaman itu secara moral, adat dan secara budi kalau kurang dari 100% dari pihak laki-laki itulah orang yang tidak berbudi. Itulah uang japuik berarti dengan arti kata uang japuik itu permainan adat antara dua persatuan hukum adat dengan konsekwensi minimal dari pihak laki-laki harus mengembalikan 200% dari uang japuik tersebut, itulah uang adat yang berlaku sepanjang adat Padang Pariaman. Lantas banyak omongan dari pihak luar bahwa orang Pariaman itu dibeli pakai uang hilang. Inilah yang akan kita luruskan bersama.

4. Pertanyaan : Apakah ada pergeseran pelaksanaan tradisi uang japuik di daerah rantau kota bumi ini?

Jawaban : Dalam perkawinan Pariaman di rantau, khususnya di Kutabumi, tradisi pemberian uangjapuik ini masih dilaksanakan. Namun pelaksanaanya rangkaian perkawinan tidak seketat di daerah asal. Bila perkawinan terjadi antara laki-laki Pariaman dan wanita yang bukan berasal dari Padang Pariaman, maka pemberian uang japuik sendiri tergantung keluarga kedua belah pihak, apakah tetap dilaksanakan atau tidak. proses adat dalam tradisi uang japuik ini tidak dilaksanakan di daerah rantau akan tetapi dilaksanakan oleh ninik mamak dan pemuka adat yang berada di kampuang kemudian setelah tercapai kesepakatan uang japuik antara ninik mamak kedua belah pihak baru kemudian bisa dilaksanakan di rantau.

5. Pertanyaan :Bagaimana mengukur status sosial laki-laki di perantauan kota bumi yang dominan wiraswasta?

Jawaban : Kalau dilihat dari yang sudah-sudah, besar kecilnya uang japuik memang status sosial yang menentukan. Disamping itu juga merupakan kehendak dari mamak itu sendiri. Dalam pepatah Minangkabau “sabalum kandak diagiah pintak dipalakuan” segala sesuatu mamak yang menentukan di kampuang itu. Jadi dari mamak ada syarat-syarat yang ditentukan, umpamanya apakah sanggup memenuhi uang japuiknya sekian? Demikianlah seorang mamak mempertimbangkan calon suami yang cocok untuk kemenakannya. Misalnya baik pekertinya, pandai bergaul dalam masyarakat, latarbelakang pedidikannya, siak (tahu agama) Karena menantu yang baik pekertinya dan mapan hidupnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi mamak dan keluarga perempuan. Bagi masyarakat akan menjadi buah bibir yang baik dan secara tidak langsung menjadi prestise dan penghargaan sosial untuk keluarga tersebut. tradisi uang japuik ini untuk menjaga harkat dan martabat suatu keluarga, seandainya ditemukan suatu kendala dalam menetapkan uang japuik misalnya keberatan pihak perempuan untuk membayar uang yang ditawarkan pihak laki-laki sebagai panjapuik maka pihak laki-laki menalangi uang tersebut. Hal ini sering disebut kesepakatan dibawah meja.

Usia : 45 tahun

Alamat : Jalan Kana 1 Blok B No.12 Perumahan Pondok Indah Pekerjaan : Wiraswasta

1. Pertanyaan : Sebagian masyarakat mengkaitkan tradisi uang japuik ini dengan kisah Nabi Muhammad SAW ketika menikah dengan Khadijah, bagaimana pendapat bapak?

Jawaban : Mungkin masuk akal juga, konon karena ketika itu nabi Muhammad SAW berdagang dengan Khadijah ke negeri Syam atas inisiatif paman nabi Abi Thalib meminta khadijah untuk membawa nabi berdagang tapi dengan syarat upah nabi 4 ekor unta, kemudian khadijah menyangupinya bahkan lebih dari 4 ekor unta, karena Muhammad dikenal orang yang mulia dan al-amin, ketika berdagang selalu di lindungi oleh awan. Sampai dengan menikah Khadijah yang meminta Muhammad sebagai pendamping hidupnya dan menghadiahi sebagian harta dimilikinya. Tidak bisa dipungkiri asal mula uang japuik itu tadi.

2. Pertanyaan : Dari perspekti agama, apa makna yang terkandung di dalam tradisi uang japuik ini?

Jawaban : Khusunya di Padang Pariaman perkawinan atau pernikahan kedua pengantin didahului dengan kesepakatan antar kesatuan masyarakat hukum adat suatu tempat dengan kesatuan masyarakat hukum adat lainnya. Dalam kesepakatan itu setelah ada kecocokan kedua belah pihak maka ditentukanlah

“budi nan manjulai aka nan marangkak” . aka nan marangkak itulah hukum pernikahan secara Islam tadi, budi nan manjulai itu adalah hasil keputusan sepanjang adat. Yang di tata oleh oleh dua kesatuan masyarakat hukum adat tadi, untuk daerah pariaman berbalas budi namanya itulah disebut pakai uang jemputan. Uang japutan itu gunanya untuk menghargai calon urang sumando (menantu) daripada pihak anak daro (mempelai wanita).

3. Pertanyaan : Bagaimana kedudukan tradisi uang japuik dalam hukum Islamtersebut, apakah ada petentangan?

Jawaban : Uang japuik tidak ada pertentangan dengan hukum adat, hukum agama dan hukum negara karena tidak menyinggung tidak membebani dan tidak memberatkan. Jika kita mengqiaskan dengan khitbah dalam Islam, Islam juga tidak mengatur bagaimana tata cara khitbah, siapa yang melamar terlebih dahulu, apakah laki-laki atau perempuan tidak ada ketentuannya. Maka dari itu diserahkan kepada kebiasaan masyarakat di suatu tempat. Tapi kalau uang hilang benar-hilang baik secara materi dan merugikan anak daro. Juga tidak merugikan sepanjang adat, sepanjang syarak sepanjang dan undang-undang secara moril dan materil karena dalam tradisi ini akan dilanjutkan dengan

keindahan pasumandan dengan ipar bisan “budi nan bajurai aka nan mangangkak” dalam khidupan sehari-hari itulah benang merah perbedaan uang jamputan dengan uang hilang.

4. Pertanyaan : Apakah tradisi uang japuik ada kaitannya dengan mahar?

Jawaban :Uang japuik ini tidak ada kaitan dengan mahar yang diberikan oleh laki-laki, yang mahar tetap mahar tidak bisa disamakan dengan uang japuik karena uang japuik ini bagian dari adat. Mahar adalah wajib diberikan oleh laki-laki kepada perempuan menurut ketentuan Islam begitupun uang japuik wajib juga diberikan perempuan kepada laki-laki karena begitulah ketentuan adat yang berlaku di Pariaman.

japuik dan itu cuman berlaku di Pariaman, apakah tradisi itu dibawa ke rantau?

Jawaban : Adat laki-laki dijapuik itu pasti, ada istilah adat itu nanpanuah ka ateh dan panuah ka bawah, kaji dirantau ada kejadian beberapa ketika uang japuik secara adat tadi, kita bicara bukan bicara uang hilang ya, kalo uang hilang kita tinggalkan karena suatu penghinaan untuk laki-laki. Uang adat tadi atau uang japuik ini secara kondisional, di rantau ini kita kehidupan mulai tersebar, ada mamaknya berkecukupan ada yang tidak, sebab uang jemputan bukan dari laki-laki bukan dari pengantin itu, itu pemberian dari keluarga perempuan (niniak mamak, apak, mandeh dan bako) nah niniak mamak ini ingin memberikan sesuatu untuk kemenakan perempuannya.

2. Pertanyaan :Lantas apa tujuan pemberian mamak kepada kemenakan perempuan tersebut?

Jawaban : Nah gini, saya ingin bertanya, kita punya kemenakan kan? kapan mamak memberikan kemenakan itu kepeang (uang) yang berguna untuk kemenakannya, ketika dia gadis mamak memberikan berapapun kepeang (uang) diberikan ke kemenakan pasti akan habis dalam satu jam contoh diberikan 5 juta dia pergi ke mall sudah habis. Sedangkan ketika diberikan sesudah nikah sudah punya suami diberikan uang itu akan jadi penghinaan bagi suaminya dan bisa tersinggung karena anggapan suaminya dia tidak bisa menghidupi keluarganya (istrinya) nanti akan keluar kata-kata “kamanakan dek mamak, bini dek den” jadi untuk menghindari itulah mamak memberikan ke kemenakan perempuan ketika akan menikah, pemberian ini diketahui semua orang bahwa pemberian itu dari mamak dan keluarga besar perempuan (apak, mamak, bako). Pemberian itu berbentuk barang misalnya emas, rupiah, ringgik. Nah tujuannya bisa sebagai simpanan bagi perempuan, tidak bisa diganggu oleh suami, karena bukan harta suami. Hanya bisa dipakai dalam keadaan pertama jika terjadi masalah di rantau kemudian di tinggalkan oleh suaminya uang itu bisa digunakan misalnya untuk ongkos pulang kampung, kedua ketika hidup sulit uang itu bisa pakai untuk modal usaha akan tetapi harus diganti oleh suami nantinya. Begitulah sistem uang japutan di Pariaman.

3. Pertanyaan : Seperti apa bentuk pelaksanaanya?

Jawaban : Misalnya ambo punya anak perempuan untuk menikahkan anak itu berkumpulah mamak-mamaknya untuk berunding menentukan panjapuik junjuangan (calon suami) kemenakanya ya kita kumpulkan umpamanya 10 juta. Karena itu pemberian terakhir sebelum nikah. Jika mamak seandainya tidak mampu tentu tidak mungkin berikan dengan sejumlah besar nah itu lah yang disebut nan panuah ka bawah. Terjadi saya pernah nikah waktu itu saya menikah di Lampung di japuik dengan 3 buah ringgit emas, itu babunyi (diketahui, didengar) orang bayak tapi bendanya tidak ada. Itu lah kesepakatan

keluarga saya dengan istri karena adat itu kondisional yang harus di isi maka itu dibunyikan saja. Uang japutan ini kadang-kadang berlebih, misalnya dijapuik dengan 3 rupiah ameh (emas) berbentuk (bulat) dikembalikan dengan bentuknya berbeda misalnya dengan cincin dan anting emas nilainya lebih dari 3 rupiah emas kadang-kadang ditambah dengan kain, mukena dll. Jarang terjadi kalau uang jemputan dipotong karena akan menimbulkan malu bagi keluaraga laki-laki dan menimbulkan kesan yang tidak baik dari keluarga perempuan.

4. Pertanyaan : Apakah iya uang japuik itu bertolok kepada status sosial laki-laki?

Jawaban :Uang japuik ini tidak harus diukur dengan status sosial, karena itu

Dokumen terkait