• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Kalau John Stuart Tarigan mengkaji Novel ini dari sudut Nilai-nilai Sosiologis Kalara Sagala menganalisis Analisis Pengunaan Jenis Makna, Kristian TM Hutapea dari Analisis Objek Stilistika, maka novel ini juga dapat dikaji dari sudut nilai-nilai pendidikan keluarga dalam masyarakat Jawa, filosof Jawa.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan pendalaman yang lebih luas. Untuk menyempurnakan skripsi ini, saran dan kritik sangat dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hutapea, Kristian TM. 2002. “Analisis Objek Stilistika terhadap Novel Keberangkatan karya Nh.Dini: Skripsi Departemen Sastra Indonesia”. Medan: USU.

Iswanto. 2001. “Penelitian Sastra dalam Perspektif Strukturalisme Genetik”. dalam Jabrohim (ed.). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan.

Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra: Persoalan Teori dan Metode. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia. Luxemburg, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Kattsoff, Louis. (alih bahasa: Soejono Soemargono). 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2006. Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.

Pradopo, Sri Widati dkk. 1985. Struktur Cerita Pendek Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2001. “Penelitian Sastra dengan Pendekatan Semiotik” dalam Jabrohim (ed.). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sagala, Kalara. 1997. “Analisis Penggunaan Jenis Makna Dalam Novel Sekayu Karya Nh. Dini: Skripsi Departemen Sastra Indonesia”. Medan: USU. Soeratno, Siti Chamamah. 2001. “Penelitian Sastra Tinjauan Tentang Teori dan

Metode Sebuah Pengantar.” dalam Jabrohim (ed.). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Suwondo, Tirto. 2001. “Analisis Struktural Salah Satu Model Pendekatan dalam Penelitian Sastra.” dalam Jabrohim (ed.). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Tarigan, John Stuart. 1996. “Tinjauan Nilai-nilai Sosiologis Terhadap Novel Padang Ilalang Di Belakang Rumah karya Nh. Dini: Skripsi Departemen Sastra Indonesia”. Medan: USU.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.

Sumber Internet

http://etd.eprints.ums.ac.id/8487/2009/03/14/ http://eprints.undip.ac.id/5341/2010/11/11/

Lampiran

Ringkasan Cerita

Diawali dengan penjabaran tentang sebuah rumah yang terletak di kota Semarang. Rumah itu adalah rumah yang memiliki halaman terluas dibandingkan dengan rumah-rumah disekitarnya. Rumah yang terletak di pojok kampung dengan halaman luas dan kebun besar yang terletak dibelakang rumah, ditumbuhi bermacam-macam pohon buah. Disanalah kakak-kakak tokoh aku dilahirkan termasuk juga si aku. Dalam rumah tersebut mereka besar bersama dan tumbuh dengan didikan yang baik oleh orang tuanya. Ayahnya adalah seorang pegawai PT. KAI pada masa itu. Masa penjajahan Belanda dan Jepang mewarnai kehidupan keluarga ini. Keluarga ini terdiri atas ayah, ibu, Heratih, Nugroho, Maryam, Teguh, dan Dini (tokoh aku). Mereka keluarga besar yang hidup sederhana walaupun sebenarnya mereka adalah keluarga yang berpenghasilan lebih dari cukup.

Keluarga ini hidup tentram dalam bimbingan ibu yang penuh kelembutan dan ayah yang berwibawa serta bijaksana. Suatu hari seluruh keluarga pergi ke rumah di desa, menumpang kereta api dan andong. Mereka sangat gembira setelah sampai di rumah kakek. Mereka sekeluarga berbincang-bincang dengan kakek. Pada hari kedua mereka di desa, bersama paman anak-anak melihat isi kebun kakek, memetik kelapa, melihat kejernihan air sungai yang mengalir di kebun. Terdengar derit tali timba, bunyi hewan, kicau burung, dan udara segar.

Banyak yang dilakukan selama mereka di rumah kakek. Turut menjaga ladang, menghalau burung, ikut memandikan kerbau dan menggembala bersama

kakak laki-laki, Teguh dan Nugroho. Setelah dua hari, mereka sekelurga harus pulang meninggalkan desa kakek, berpisah dengan paman. Sebelum kembali ke Semarang singgah di Madiun. Di Madiun mereka singgah ke rumah Pak De dan Bu De. Di rumah ini kegiatan anak-anak selalu diawasi. Bu De di Madiun sangat berbeda dengan kakek di desa, Bu De selalu hendak serba teratur. Karena itu Dini ‘aku’ merasa tidak puas.

Tokoh ayah dan ibu hanya diceritakan sebagaimana sifat orang tua pada anak-anaknya. Ibu dalam keluarga ini adalah ibu yang baik dalam urusan mengurus anak-anaknya dan juga dalam mengurus hal di dapur, meskipun mereka memiliki pembantu tetapi ibu tetap yang mengurusi makanan untuk keluarganya. Ibu juga mampu mengajar tokoh aku beserta kakak-kakaknya dalam berdisiplin dan juga ajaran agama. Sedangkan ayah adalah orang yang tegas namun juga mampu memanjakan anak-anaknya dengan caranya sendiri. Ayah juga seorang kepala keluarga yang baik dan bertanggung jawab, juga bijaksana dan memiliki pengetahuan yang luas. Tampak benar bahwa ayah dan ibu Dini adalah orang tua yang mampu mengatur anaknya dengan sangat baik, sehingga memiliki anak-anak yang baik juga patuh sehingga menjadi anak-anak yang patut dibanggakan. Hal ini dapat terlihat dari sikap Dini dan kakak-kakaknya yang harus bersabar menunggu ayahnya pulang kerja agar mereka dapat makan siang bersama-sama.

Ketika keadaan perang ibu mempersiapkan banyak makanan. Makanan itu disimpan di atas loteng. Setiap malam banyak tetangga datang ke rumah untuk mendengarkan siaran radio dan mendengar tentang berita perang. ‘Aku’ dan Maryam dijemput Paman Sarosa untuk berlibur selama bulan puasa di tempat

kakek. Sekembali dari liburan puasa ‘aku’ mulai sekolah. Semua anak-anak, kakak-kakak ‘aku,’ sekolah di HIS. Di HIS semua murid harus berbahasa Belanda. Tapi ayah selalu mewajibkan anak-anaknya berbahasa Jawa.

Latar dari novel Sebuah Lorong di Kotaku ini adalah rumah mereka yang berada di Semarang, merupakan rumah yang memiliki pekarangan paling luas diantara rumah sekitarnya. Novel ini menceritakan tentang masa-masa akhir penjajahan Belanda hingga awal penjajahan Jepang. Diceritakan bahwa terjadi perubahan besar-besaran dalam kehidupan keluarga Dini, juga seluruh keluarga di Indonesia juga merasakannya. Pada masa penjajahan Belanda, kehidupan keluarga Dini masih sangat baik dan berkecukupan. Tetapi, keadaan ini berubah saat Jepang menguasai Indonesia. Dini dan keluarga sangat kekurangan makanan. Terbukti dengan terpaksanya ibu Dini mencari tumbuhan yang dapat dimakan kearah sungai dibelakang rumah mereka, yang biasanya tidak mereka makan.

Pengalaman yang menarik banyak dilalui oleh tokoh aku sebelum ia memasuki masa sekolah. Terutama ketika masa liburan kakaknya. Tokoh aku mengunjungi kakek nenek dari pihak ibunya maupun dari pihak ayahnya, kakek nenek dari pihak ibu tidak terlalu disukai oleh Dini karena masih lekatnya cara hidup ningrat pada mereka. Hal ini tidak terjadi pada kakek nenek dari pihak ayah, karena kakek neneknya ini sudah sedikit terbebas dari sikap keningratan.

Pengalaman paling menyulitkan bagi keluarga si aku adalah ketika datangnya penjajah Jepang, karena sekolah harus diliburkan, ayah tokoh aku tidak boleh bekerja karena kantornya ditutup lalu kelaparan dengan cepat merambah ke seluruh negeri sehingga bangsa Indonesia sangat menderita. Ibu harus memutar otak

untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan yang makin sulit dicari. Bahkan dedaunan yang selama ini diabaikanpun harus menjadi bahan makanan. Hal ini dimulai pada suatu hari ketika sedang asyik bermain terjadi kemelut karena sekeluarga akan mengungsi ke kampung Batan. Mereka mengungsi bersama pengungsi lain. Karena ibu tidak mau mengungsi, ayah membuat lubang perlindungan di bawah pohon mangga. Untuk penutupnya digunakan ranting-ranting dan daun. Dindingnya dilapisi beberapa helai kasur. Semua sekolah dan kantor tutup. Kendaraan umum tidak boleh lagi hilir mudik. Kekurangan bahan makanan mulai terasa. Indonesia tidak lagi diduduki Belanda, melainkan oleh Jepang. Belanda menyerah kalah kepada Jepang dan seluruh daerah jajahan Belanda jatuh ke tangan Jepang.

Dokumen terkait