• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sarana dan Prasarana Pendukung Interpretasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Sarana dan Prasarana Pendukung Interpretasi

Mengingat Pulau Kapota merupakan salah satu lokasi kegiatan ekowisata yang baru dikembangkan, maka sarana dan prasarana wisata di Pulau Kapota masih sangat minim dan umumnya bukan sarana dan prasarana interpretasi. Hasil pengamatan ke tujuh jalur yang berpotensi dikembangkan sebagai jalur interpretasi, tidak dijumpai fasilitas/ sarana dan prasarana wisata yang dapat mendukung kegiatan interpretasi. Sarana dan prasarana wisata yang telah tersedia saat ini adalah pusat informasi, warung/kios dan homestay. Pusat informasi untuk sementara masih menggunakan sekretariat SPKP Banakawa yang letaknya berdekatan dengan kantor Balai Desa Kapota. Warung/kios yang sudah ada merupakan kios-kios milik warga yang sangat diandalkan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena Pulau Kapota tidak memiliki pasar tradisional.

Penginapan/homestay yang ada sekarang merupakan perumahan masyarakat yang sudah cukup nyaman untuk ditempati. Homestay umumnya memberikan pelayanan akomodasi, kenyamanan tinggal, dan konsumsi kepada pengunjung. Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa homestay yang ada saat ini letak/posisinya berada ditempat yang kurang strategis seperti dekat dengan lokasi kuburan, dan kamar yang disediakan letaknya dekat dengan kamar keluarga. Biasanya hal-hal kecil seperti ini merupakan ketidaknyamanan tersendiri bagi pengunjung. Akan tetapi di tempat penginapan tersebut sudah tersedia fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh pengunjung (Tabel 12).

Tabel 12 Rumah penginapan yang sudah tersedia di Pulau Kapota

No. Pemilik Fasilitas Keterangan

1 Ratna kamar 1, TV, Kipas angin, tempat duduk, lantainya keramik, WC, kamar mandi

Kondisinya kurang bersih*

2 Wa Ode

Musiah

Kamar 1, WC, tempat memasak, TV, lantai keramik, dapur dengan kompor, kursi, kamar mandi

Kondisinya bersih, kamar mandi juga bersih* 3 Astuti 2 kamar, WC, lantai keramik, dapur,

kamar mandi

Bersih, luas dan nyaman* 4 Liya Kamar 2, WC, TV, lantai keramik, ada

tempat duduk

Bersih, luas dan nyaman*

5 Diana 1 kamar , kamar mandi , wc Tidak ada pintu kamar, pintu

ditutupi dengan sebuah kain, letak kamar bersebelahan dengan kamar keluarga* 6 Tari 3 kamar, wc, kamar mandi, tempat

memasak, tempat duduk

Bisa menampung banyak orang*

7 Nurfiyanti 2 kamar, lantai keramik, wc, kamar mandi Kondisinya bersih, kamar di lantai atas hanya cukup untuk 2 orang *

Keteranga * Harga homestay belum ditetapkan

5.4 Pengunjung Taman Nasional Wakatobi

Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu kawasan yang menjadi tujuan wisata di Indonesia bagian timur yang banyak diminati oleh pengunjung, baik pengunjung dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini terbukti dari jumlah pengunjung yang datang ke TNW. Tercatat dari awal ditetapkannya Kepulauan Wakatobi sebagai taman nasional pada tahun 1996 sampai tahun 2009, jumlah pengunjungnya telah mencapai ±8.349 orang (Balai TNW 2009). Dari data tersebut, ternyata jumlah pengunjung taman nasional didominasi oleh pengunjung luar negeri yaitu sebanyak 7.730 orang, sedangkan dalam negeri hanya 619 orang (Gambar 51). 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1996 1997 1998 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Dalam Negeri Luar Negeri

Operation Wallacea dan Wakatobi Dive Resort merupakan pengelola ekowisata yang berada di dalam kawasan taman nasional. Pengelolaan ekowisata oleh Operation Wallacea, pelaksanaannya berada di Pulau Hoga dengan tujuan utamanya untuk pendidikan, dan penelitian. Sedangkan Pengelolaan ekowisata oleh Wakatobi Dive Resort, pelaksanaannya berada di Pulau Tomia. Wakatobi Dive Resort dikelola oleh pengusaha dari Swiss dengan tujuan utamanya sebagai tempat rekreasi. Oleh karena itu, berdasarkan data pengunjung Balai TNW tahun 2009, sebagian besar pengunjung datang ke Wakatobi paling banyak dengan tujuan rekreasi dan penelitian (Gambar 52). Pengunjung luar negeri yang datang dengan tujuan rekreasi sebanyak 5.044, sedangkan pengunjung dalam negeri dengan tujuan yang sama sebanyak 256 orang. Untuk tujuan penelitian, pengunjung luar negeri sebanyak 2.592 orang, sedangkan pengunjung dalam negeri sebanyak 212 orang (Balai TNW 2009).

Gambar 52 Tujuan kunjungan wisata Taman Nasional Wakatobi.

Pulau Kapota merupakan pulau yang baru direncanakan untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan ekowisata di dalam kawasan TNW. Potensi berbagai objek dan daya tarik wisata di Pulau inilah yang menjadi salah satu alasan rencana pengembangannya. Walaupun kegiatan pengelolaan belum dijalankan, tetapi sudah banyak masyarakat yang berkunjung ke Pulau Kapota baik dari dalam negeri (Kabupaten Wakatobi maupun luar kabupaten) dan luar negeri.

Hasil observasi, dijumpai 30 pengunjung yang sengaja datang ke Pulau Kapota. Pengunjung tersebut didominasi oleh pengunjung dalam negeri yaitu sebanyak 93,33% dan sisanya adalah pengunjung luar negeri (Tabel 13). Namun dari seluruh pengunjung tersebut tidak semuanya mengetahui Pulau Kapota

256 5044 212 2592 151 104 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Dalam Negeri Luar Negeri

Rekreasi Penelitian Lainnya

berada dalam kawasan TNW. Pengunjung yang mengetahui bahwa Pulau Kapota berada di dalam kawasan taman nasional sebanyak 75% dan 25% tidak mengetahui.

Pengunjung yang dijumpai di Pulau Kapota berkisar antara umur 17-31 tahun. Selanjutnya kelompok umur tersebut dianalisis berdasarkan Kelompok Umur (KU) menurut Heriyaningtiyas (2009) yang membagi kelompok umur tersebut menjadi empat, yaitu KU 1 (anak-anak dengan usia 9-14 tahun), KU 2 (remaja dengan usia 15-24 tahun), KU 3 (dewasa muda dengan usia 25-50 tahun), dan KU 4 (dewasa tua dengan usia >50 tahun). Dari jumlah pengunjung yang dijumpai di Pulau Kapota, pengunjung tersebut di dominasi oleh KU 2 yaitu sebanyak 53.33% dan KU 3 sebanyak 46.67%. Untuk tingkat pendidikan didominasi oleh SMA dan Perguruan Tinggi, sehingga profesi/pekerjaan pengunjung juga didominasi oleh pelajar dan mahasiswa (Tabel 13)

Tabel 13 Karakteristik responden pengunjung

No. Karakteristik Persentase*

1 Jenis kelamin a. Perempuan b. Laki-laki 43.33% 56.67% 2 Asal a. Dalam negeri

- Luar Kabupaten Wakatobi - Dalam Kabupaten Wakatobi b. Luar negeri 46.67% 46.66% 6.67% 3 Tingkat pendidikan a. SD (Sekolah Dasar)

b. SMP (Sekolah Menengah Pertama) c. SMA (Sekolah Menengah Atas) d. PT (Perguruan tinggi) 6.67% 3.33% 40.00% 50.00% 4 Profesi/Pekerjaan a. Pelajar/Mahasiswa b. Wiraswasta c. PNS d. Peneliti e. Tidak bekerja 40.00% 13.33% 26.67% 10.00% 10.00% 5 Kelompok umur a. KU 1 (9-14 tahun) b. KU 2 (15-24 tahun) c. KU 3 (25-50 tahun) d. KU 4 (>50 tahun) - 53.33% 46.67% - Keterangan: *Jumlah total persentase setiap nomor adalah 100%

Hasil analisis pengunjung berdasarkan tujuan kunjungan ke Pulau Kapota, terdapat sebanyak 60% pengunjung bertujuan untuk berwisata budaya, 10% pengunjung untuk snorkling dan diving, serta 17% pengunjung untuk menikmati

pemandangan alam dan fenomena alam. Sedangkan sisanya masing-masing 7% pengunjung melakukan penelitian dan melihat peninggalan sejarah (Gambar 53). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pengunjung yang datang ke Pulau Kapota lebih menyukai pesta budaya, menikmati pemandangan alam, fenomena alam, kegiatan snorkling dan diving.

Gambar 53 Diagram tujuan pengunjung datang ke Pulau Kapota.

Pengunjung yang datang dengan tujuan kunjungan tersebut, setelah berada di Pulau Kapota ternyata mereka tertarik dengan objek-objek lainnya. Sebagian besar pengunjung yang berhasil diwawancarai mengakui pesta budaya merupakan objek yang paling menarik di Pulau Kapota, yang mengatakan sangat tertarik sebanyak 60% (Gambar 54). Hal ini karena pesta budaya tersebut merupakan atraksi yang sangat unik di Kabupaten Wakatobi, terlebih lagi terdapat beberapa pesta budaya yang hanya dilaksanakan 4-5 tahun sekali.

Gambar 54 Diagram sumberdaya kawasan yang paling menarik menurut pengunjung.

5.5 Sumberdaya Manusia yang Mengelola Kegiatan Wisata Pulau Kapota Rencana pengelolaan ekowisata di Pulau Kapota saat ini telah melibatkan masyarakat secara langsung. Masyarakat yang ingin secara langsung terlibat dalam pengelolaan tersebut harus berada di bawah suatu lembaga resmi yang di bentuk oleh TNW yaitu Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan Banakawa

60% 17%

10%

7% 7% Wisata Budaya

Menikmati Pemandangan dan Fenomena Alam

Snorkling dan Diving

Wisata Sejarah

60% 17%

17%

6% Pesta Budaya

Ekosistem bawah laut

Pemandangan dan Fenomena Alam

(SPKP Banakawa). SPKP Banakawa merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh taman nasional melalui program Model Desa Konservasi (MDK). Program MDK dilaksanakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjadikan kawasan konservasi benar-benar dapat memberikan manfaat yang nyata. Selain itu, juga bertujuan untuk mengajak masyarakat berperan aktif dalam menerapkan ide-ide konservasi yang di usung oleh taman nasional.

Lembaga pengelola SPKP Banakawa di Pulau Kapota masih tergolong baru dan para pengelolanya juga baru dibentuk pada tahun 2009. Berikut adalah struktur organisasi SPKP Banakawa Periode I (Gambar 55).

STRUKTUR ORGANISASI SPKP BANAKAWA

Desa Kapota Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi Tahun 2009/2010

Gambar 55 Struktur organisasi SPKP Banakawa di Pulau Kapota.

Interpretasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membantu pengunjung agar kunjungannya lebih menyenangkan dan lebih kaya akan pengalaman, dengan cara meningkatkan kesadaran, penghargaan dan pengertian akan kawasan rekreasi yang dikunjungi (Dirjen PHPA 1998). Selain itu interpretasi juga dapat membantu pengunjung memanfaatkan waktunya secara efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pengelola berkompeten yang dapat bertindak sebagai interpreter. Hal ini dikarenakan pelayanan interpretasi

Dewan Pembina SPKP 1. Kepala Balai TNW

2. Kepala Seksi Balai TNW Wilayah I 3. Kepala Desa Kapota

4. Kepala Pospol Kapota 5. Lembaga adat Kapota 6. Ketua BDP Kapota

7. Para Kepala Dusun Desa Kapota 8. Fasilitator Balai TNW Ketua SPKP Suhaeri Bendahara Masliana Sekretaris Adrianto Bidang Konservasi dan Wisata Alam Koord. Jaerudin

Bidang Pengembangan Usaha dan Modal Koord. Satron Bidang Penguatan Kapasitas Koord. La Maniha Bidang Pemberdayaan Perempuan Koord. Sahila

harus dengan menyampaikan tentang sebuah cerita tertentu dengan proporsional, artinya tidak berlebihan tetapi juga tidak asal saja, tentang ekosistem atau peninggalan-peninggalan sejarah/budaya (Muntasib dan Rachmawati 2009).

Kualitas tenaga pemadu wisata (interpreter) sangat menentukan program interpretasi yang diselenggarakan. Menurut Dirjen PHPA (1988) seorang pemandu wisata alam minimal memiliki kemampuan menguasai ilmu tertentu yang berkaitan dengan objek, menguasai pengetahuan berkomunikasi dengan baik, serta mengetahui cara-cara menyampaikan interpretasi dengan benar. Kenyataan yang dilihat di lapangan, sebagian besar masyarakat yang tergabung dalam SPKP belum memenuhi standar sebagai seorang interpreter, hanya beberapa orang saja yang sudah memiliki kemampuan tersebut. Anggota SPKP yang benar-benar ditugaskan sebagai interpreter, jumlahnya belum ditetapkan.

Pemandu yang biasanya melayani pengunjung yang datang ke Pulau Kapota untuk saat ini adalah staf dari taman nasional sebanyak 2 orang, volunteer dari Kelompok Pecinta Alam (KPA Wangi-wangi) sebanyak 2 orang, dan dari anggota SPKP sebanyak 2-3 orang. Harapan taman nasional kedepannya, SPKP dapat mengelola wisata Pulau Kapota dengan baik, dan masyarakat yang ikut terlibat dalam lembaga tersebut mampu menjadi seorang pemandu yang berkompeten. Sehingga pelayanan yang diberikan kepada pengunjung nantinya dapat memuaskan.

5.6 Arah Pengembangan Kawasan Pulau Kapota

Arah pengembangan pengelolaan kawasan Pulau Kapota, berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola adalah mengembangkan kegiatan wisata budaya dan wisata alam. Dasar dari arah pengembangan tersebut adalah untuk menjaga kelestarian seni dan budaya di daerah setempat dan memanfaatkan potensi sumberdaya kawasan secara optimal. Untuk secara pasti, arah pengembangan tersebut belum disusun dalam suatu program sehingga baru sebatas dalam perencanaan pengelola yang ingin dilakukan. Berdasarkan arah pengembangan tersebut maka dalam penyusunan program interpretasi ini juga mengarah pada kegiatan yang diinginkan pengelola yaitu wisata budaya dan wisata alam.

Dokumen terkait