• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN 5.1 Masukan (Input)

5.1.3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan

Sarana prasarana dan peralatan kesehatan yang tersedia di puskesmas untuk MTBS tidak mencukupi, karena banyak alat-alat yang tidak ada/rusak seperti alat pemeriksaan kesukaran bernapas (sound timer), KNI, pipa lambung dan alat pengisap lendir untuk kasus berat. Pemeriksaan kesukaran bernapas hanya dengan jam tangan saja, mengakibatkan pemeriksaan menjadi lebih lama dan waktu tunggu balita semakin lebih lama dan untuk alat pengisap lendir yang tidak ada mengakibatkan anak yang berdahak tidak bisa di tangani karena alat pengisap lendir itu sendiri yang tidak ada, hanya langsung di rujuk kerumah sakit dan tidak ada penanganan di puskesmas. Peralatan yang diperlukan untuk terlaksananya MTBS antara lain sound timer, termometer, timbangan badan, tensi dan manset anak. Bahan cetakan juga diperlukan dalam pelaksanaan MTBS seperti formulir MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan buku bagan. Sarana dan prasarana merupakan suatu aspek terpenting dalam mencapai target-target dari program-program yang dibuat oleh puskesmas. Namun kenyataannya yang terjadi di Puskesmas Belawan perhatian pemerintah terhadap kelengkapan sarana,

Universitas Sumatera Utara prasarana serta peralatan dalam melaksanakan MTBS masih kurang. Hal ini terjadi akibat dari sumber dana yang dimiliki puskesmas terbatas sehingga pelayanan kesehatan untuk MTBS menjadi rendah.

Peralatan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program dan dapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada di setiap puskesmas dan harus dalam kondisi yang baik atau tidak rusak, fasilitas harus ada pada setiap puskesmas untuk membantu para petugas puskesmas dalam melaksanakan kegiatannya (Wibowo, 2008). Ada hubungan yang bermakna antara sarana prasarana dengan keberhasilan berjalannya suatu program (Ardani, 2010).

KNI di berikan oleh tenaga kesehatan pada saat konseling yang berguna bagi si ibu sebagai panduan dalam merawat balita sakit dirumah. Puskesmas Belawan tidak melakukan konseling kepada ibu balita secara langsung atau lisan, ini disebabkan karena tidak tersedianya KNI sebagai perantara dalam pemberian konseling kepada ibu. Padahal konseling sangat perlu di lakukan untuk penanganan balita sakit karena jika anak di anjurkan perawatan dirumah dan pemberian makanan/pemberian obat secara baik dan benar maka akan mempercepat proses kesembuhan balita.

Fasilitas ruangan untuk MTBS di Puskesmas Belawan tidak ada karena ruangan MTBS bergabung dengan ruangan poli KIA. Diruangan poli KIA ada sekitar 3 orang tenaga kesehatan dengan tanggung jawab mengelola program yang berbeda-beda. Puskesmas yang pelaksanaan MTBS masih bergabung dengan bagian ruang poli KIA menyebabkan pelaksanaan MTBS tidak berjalan dengan baik karena banyaknya pasien yang menuntut petugas MTBS harus dapat

Universitas Sumatera Utara mengatur waktu agar pasien tidak terlalu lama menunggu. Pelaksanan MTBS sendiri memberi konsekuensi pemeriksaan menjadi lebih lama sehingga petugas tidak melaksanaan MTBS dengan alasan tidak sempat. Untuk mengatasi hal tersebut memang perlu diusahakan ruangan tersendiri agar pelaksanaan MTBS menjadi lebih baik, tidak hanya semata menjadi tanggung jawab petugas saja tapi membutuhkan dukungan dari Kepala Puskemas Belawan.

Menurut McMahon, (1999) mengatakan bahwa manajemen yang baik adalah juga melakukan penataan ruangan tempat para tenaga kesehatan akan bekerja. Tujuan akhir dari pengaturan ruangan ini adalah untuk memperlancar komunikasi kerja tenaga kesehatan serta mempermudah koordinasi dan pengawasan dan dengan demikian meningkatkan efisiensi penggunaan waktu pada khususnya dan efisiensi kerja pada umumnya. Memberikan rasa nyaman dan senang bekerja kepada tenaga kesehatan dan memberikan kesan yang baik terhadap para pasien (Soedjadi, 1989).

5.2 Proses

Dalam proses manajemen kasus MTBS setelah dinilai dan mengklasifikasikan penyakit anak, langkah selanjutnya adalah menentukan tindakan dan memberi pengobatan yang dibutuhkan. Pengobatan anak sakit dapat dimulai diklinik dan diteruskan dengan pengobatan lanjutan di rumah. Pada beberapa keadaan, anak yang sakit berat perlu di rujuk ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pra rujukan sebelum anak di rujuk (Depkes RI, 2008).

Universitas Sumatera Utara 5.2.1 Proses Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan. Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan metode ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita sakit pendaftaran, pemeriksaan dan konseling, pemberian tindakan yang diperlukan, pemberian obat dan rujukan bila diperlukan (Depkes RI,2008).

Dalam proses penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan pada kenyataannya tidak sesuai dengan alur pelayanan balita sakit. Karena sarana prasarana dan peralatan penunjang untuk alur pelayanan balita sakit tidak tersedia di puskesmas untuk pelaksanaan MTBS, karena banyak alat-alat yang tidak ada/rusak seperti alat pemeriksaan kesukaran bernapas (sound timer), KNI, pipa lambung dan alat pengisap lendir untuk kasus berat. Pemeriksaan kesukaran bernapas hanya dengan jam tangan saja, mengakibatkan pemeriksaan menjadi lebih lama dan waktu tunggu balita semakin lebih lama dan Puskesmas Belawan tidak melakukan konseling kepada ibu balita secara langsung atau lisan, ini disebabkan karena tidak tersedianya KNI sebagai perantara dalam pemberian konseling kepada ibu. Padahal konseling sangat perlu di lakukan untuk

Universitas Sumatera Utara penanganan balita sakit karena jika anak di anjurkan perawatan dirumah dan pemberian makanan/pemberian obat secara baik dan benar maka akan mempercepat proses kesembuhan balita. Serta Fasilitas ruangan untuk MTBS di Puskesmas Belawan tidak ada karena ruangan MTBS bergabung dengan ruangan poli KIA menyebabkan pelaksanaan MTBS tidak berjalan dengan baik karena banyaknya pasien yang menuntut petugas MTBS harus dapat mengatur waktu agar pasien tidak terlalu lama menunggu. Pelaksanan MTBS sendiri memberi konsekuensi pemeriksaan menjadi lebih lama sehingga petugas tidak melaksanaan MTBS dengan alasan tidak sempat.

Alur penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puksesmas Belawan di mulai dari pasien datang berobat langsung ke bagian kartu untuk pengisian formulir MTBS, kemudian diarahkan ke ruangan poli KIA dimana MTBS dilaksanakan untuk dilakukan pemeriksaan. Di ruangan dilakukan pemeriksaan berat badan, tinggi badan dan juga ditanyakan untuk pemberian vitamin A untuk balita yang belum mandapatkannya yang ditanyakan oleh tenaga gizi. Di ruangan yang sama kemudian balita dilakukan pemeriksaan penilaian dan klasifikasikan penyakit anak, memeriksa beberapa tanda bahaya umum seperti tidak bisa minum, muntahkan semuanya, kejang, serta tidak sadar. Kemudian jika keluhan balita kesukaran bernapas maka di hitung frekuensi napas balita dengan hasil frekuensi napas balita dapat dinilai dan diklasifikasi pneumonia atau bukan pneumonia.

Setelah beberapa tahap kegiatan diatas, kemudian dilakukan kegiatan untuk menentukan jenis tindakan atau pengobatan yang perlu dilakukan dan rujukan yang di perlukan. Untuk menentukan tindakan atau pengobatan bagi

Universitas Sumatera Utara penyakit anak maka kolom tindakan harus dilengkapi mulai dari penilaian, tanda atau gejala, klasifikasi dan tindakan yang akan dilakukan dan hasilnya di isi kedalam formulir MTBS. Pada kenyataannya Puskesmas Belawan dalam tahap ini hasilnya tidak selalu di masukkan kedalam formulir MTBS.

Menurut Mardijanto (2004) mengatakan bahwa kepatuhan terhadap pengisian formulir sangan penting karena formulir adalah instrumen standar untuk pengumpulan data pelaksanaan MTBS dan untuk pengambilan keputusan. Berkaitan dengan ketaatan penggunaan dan pengisian formulir. Formulir MTBS menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan yang harus dilakukan.

Dalam alur penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS belum berjalan secara efektif. Kondisi tersebut dialami oleh Puskesmas Belawan, karena berbagai kendala antara lain terbatasnya jumlah tenaga yang dilatih MTBS, kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung seperti sound timer, Kartu Nasehat Ibu (KNI), pipa lambung dan alat pengisap lendir dan sangat minimnya pendanaan untuk kegiatan MTBS hanya menggunakan dana dari BOK.

Pemberian konseling harus mempersiapkan konseling yang baik, dalam modul pedoman MTBS di jelaskan bahwa supaya menggunakan Kartu Nasehat Ibu (KNI) saat konseling yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pemberian konseling juga sebagai bagian dari penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS tidak berjalan dengan baik di Puskesmas Belawan, karena tidak semua ibu balita yang berobat mendapatkan konseling dari dokter atau tenaga kesehatan pelaksana

Universitas Sumatera Utara MTBS dan KNI sebagai panduan dari pemberian konseling pada ibu juga tidak ada di Puskesmas Belawan.

Pelaksanaan MTBS belum berjalan dengan baik karena waktu tunggu balita sakit yang terlalu lama yang disebabkan oleh pelaksanaan MTBS tidak memiliki ruang MTBS, apalagi pasien yang banyak setiap harinya ruangan akan menjadi sempit dan mengakibatkan masalah semakin bertambah, karena jika anak rewel ketika di hitung frekuensi napasnya hasilnya tidak akan maksimal sehingga harus ditunggu anak diam agar bisa di hitung frekuensi napasnya.

Berdasarkan UU No 36 tahun 2009 dan SKN tahun 2012 bahwa pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang didapat seseorang dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit (kuratif) dan pemulihan penyakit (rehabilitatif) tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif). Pelayanan yang ada di Puskesmas Belawan lebih mengutamakan pelayanan kuratif dan rehabilitatif sedangkan promotif dan preventif tidak di berikan pada ibu balita. Promotif dan preventif adalah pelayanan yang digunakan sebagai sarana konseling yang diberikan tenaga kesehatan kepada ibu balita, sehingga ibu bisa mendapatkan pengetahuan tentang penyakit dan perawatan pertama yang akan diberikan di rumah, jika seorang ibu tidak mengetahui penyakit dan cara pencegahan penyakit anaknya maka untuk selanjutnya anaknya bisa kembali menderita penyakit yang sama.