Universitas Sumatera Utara
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS PENATALAKSANAAN PNEUMONIA PADA
BALITA DENGAN MANAJEMEN TERPADU BALITA
SAKIT(MTBS) DI PUSKESMAS BELAWAN
KOTA MEDAN TAHUN 2016
A. Daftar Pertanyaan untuk Kepala Puskesmas Belawan I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
II. Data Khusus
1. Apa yang Bapak ketahui mengenai program MTBS?
a. Siapa yang melaksanakan MTBS?
b. Apa saja penyakit yang di tangani dengan MTBS?
2. Sepengetahuan Bapak bagaimana proses persiapan MTBS di Puskesmas?
a. Apakah ada pertemuan sosialisasi oleh Dinas Kesehatan mengenai
informasi MTBS?
b. Apakah ada frekuensi pelatihan mengenai program MTBS?
3. Apakah ada sumber pendanaan langsung untuk pelaksanaan MTBS?
4. Bagaimana dengan sarana, prasarana serta tenaga kesehatan dalam
Universitas Sumatera Utara 5. Sepengetahuan Bapak/Ibu Bagaimana proses penatalaksanaan pneumonia
dengan MTBS di Puskesmas?
6. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi yang Bapak lakukan dalam
penatalaksanaan penyakit dengan MTBS?
7. Terkait dengan pelaksanaan MTBS, apa saja tantangan internal maupun
eksternal yang ditemui di lapangan?
8. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala dalam
pelaksanaan program MTBS di lapangan?
9. Terkait dengan beban kerja dan efisiensi kinerja, bagaimana menurut
pendapat Bapak mengenai beban kerja petugas MTBS?
a. Apakah jumlah petugas MTBS yang dilatih sudah mencukupi?
b. Bagaimana kinerja petugas kesehatan selama ini?
10. Apa saja saran yang dapat Bapak ajukan untuk perbaikan pelaksanaan
MTBS?
B.Daftar Pertanyaan untuk Informan di Puskesmas (Penanggungjawab MTBS/petugas pelaksanaan MTBS)
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
Universitas Sumatera Utara II. Data Khusus
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai program MTBS?
a. Siapa yang melaksanakan MTBS?
b. Apa saja penyakit yang di tangani dengan MTBS?
2. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses persiapan MTBS di Puskesmas?
a. Apakah ada pertemuan sosialisasi oleh Dinas Kesehatan mengenai
informasi MTBS?
b. Apakah Bapak/ibu pernah mendapatkan pelatihan MTBS?
3. Apakah ada sumber pendanaan langsung untuk pelaksanaan MTBS?
4. Bagaimana dengan sarana, prasarana serta tenaga kesehatan dalam
pelaksanaan MTBS?
5. Sepengetahuan Bapak/Ibu Bagaimana proses penatalaksanaan pneumonia
dengan MTBS di Puskesmas?
6. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi yang Bapak/Ibu lakukan dalam
penatalaksanaan penyakit dengan MTBS?
7. Terkait dengan pelaksanaan MTBS, apa saja tantangan internal maupun
eksternal yang ditemui di lapangan?
8. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala dalam
pelaksanaan program MTBS di lapangan?
9. Terkait dengan beban kerja dan efisiensi kinerja, bagaimana menurut
pendapat Bapak mengenai beban kerja petugas MTBS?
a. Apakah jumlah petugas MTBS yang dilatih sudah mencukupi?
Universitas Sumatera Utara 10. Apa saja saran yang dapat Bapak ajukan untuk perbaikan pelaksanaan
MTBS?
C. Daftar Pertanyaan dengan Ibu Balita I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
II. Data Khusus
1. Ketika Ibu membawa balita ke puskesmas, Apakah ada petugas yang
menjelaskan tentang MTBS?
2. Setelah anak Ibu berobat di puskesmas ini, bagaimana pendapat Ibu mengenai
pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas?
3. Menurut pendapat Ibu bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana
serta tenaga kesehatan selama Ibu berobat ke Puskesmas ini?
4. Sepengetahuan Ibu bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan selama balita
ibu berobat disini?
5. Menurut pendapat Ibu bagaimana pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan
di puskesmas?
6. Ketika Ibu selesai berobat, Apakah petugas menyarankan Ibu kembali ke
Universitas Sumatera Utara Lampiran Observasi Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajeman Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan
Lampiran Hasil Observasi Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajeman Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan
Indikator Yang diobservasi Ya Tidak Keterangan Input Kotrimoksasol tablet √
Kotrimoksasol sirup √
Semprit dan jarum suntik √ Tensi meter dan manset anak √
Timbangan bayi √
Proses Kartu Nasehat Ibu (KNI) √
Universitas Sumatera Utara Petugas menganjurkan untuk
kunjungan ulang
√
Petugas memberikan konseling kepada ibu
√
Petugas mengirimkan laporan ke Dinas Kesehatan Kota Medan.
√
Output Semua balita sakit ditangani dengan MTBS
√
Dari hasil observasi yang dilakukan di Puskesmas Belawan menunjukkan
masih kurang tersedianya sarana, prasarana dan peralatan untuk penatalaksanaan
pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Penggunaan modul
MTBS sebagai pedoman penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS sudah
dilakukan dengan baik, namun konseling tidak diberikan pada ibu balita dan tidak
Universitas Sumatera Utara
DARTAR PUSTAKA
Ardani, Yanuar. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keberhasilan
Pelaksanaan “Posyandu Model”. Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/23822/1/Yanuar_A.pdf Diakses pada tanggal 23 Januari 2016
Brooks S. Geo, F., Butel L., Nicholas O., 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa Edi Nugroho dan RD Maulany. Jakarta : EGC.
Daulaire, N. 1991. Implementing ARI Control Activities ARI Technical
Orentation Meeting, Proceding Resources for Child Health.
Arlington 1991.
Depkes RI. 2008. Pengantar Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta.
. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul- 2 (Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun). Jakarta.
. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul- 6 (Tindak Lanjut). Jakarta.
. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul- 7 (Pedoman Penerapan MTBS di Puskesmas). Jakarta.
.2008. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta.
. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 Tentang Manajemen Puskesmas : Jakarta
Dinkes Kota Medan. 2015. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2014. Medan.
Dinkes Prov Sumut. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumut Tahun 2012. Medan.
Dirjen Bina Kesehatan Anak. 2012. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta : Departemen Kesehatan RI (http://www.gizikia.depkes.go.id/arch ives/3274).Online. Diakses tanggal 29 Februari 2016.
Efendi F. Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Salemba Medika. Jakarta
Universitas Sumatera Utara Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Sosial.
Salemba Humanika. Jakarta.
Handayani T,. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Puskesmas Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012. FKM UI 2012
Klemm R, et al, 2008. Newborn vitamin A Suplementation reduced infant
mortality in rurak Bangladesh. Official journal American Academy of
Pediatrics Journal.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta.
. 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta.
. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.
http://depkes.go.id/downloads/riskesdes2013/Hasil%20Riskesdes%202013 .pdf. Diakses Tanggal 23 Januari 2016
. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : CV.TransInfo Media.
Mardijanto. 2005. Evaluasi Manajemen Terpadu Balita Sakit di Kabupaten Pekalongan. Pekalongan
McMahon, Rosemary. 1999. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: EGC
Marlinawati, Lina. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia Pada Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan. Jakarta: UIN
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta : Pustaka Populer Obor.
Nurhayati., Dasuki D,. Wibowo T,. 2010. Evaluasi Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit terhadap Kesembuhan Pneumonia Pada Anak. Jambi.
Universitas Sumatera Utara Prasetyawati, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak KIA dalam
Millenium Development Goals (MDGs). Yogyakarta : Nuha Medika. Rizanda, Machmud. 2006. Pneumonia Balita di Indonesia dan Peran
Kabupaten dalam Penanggulangannya. Padang: Andalas University Press.
Rosenstein dan Fosarelli. 1997. Panduan Praktis Pediatri Klinik Edisi II. Jakarta : Hipokrates.
Shaleh, Abdul Qodir. 2008. Panduan Lengkap Mendeteksi, Memahami dan Mengatasi Kesehatan Anak Secara Medis dan Psikologi. Jogjakarta: Diva Press.
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Septiari, Betty Bea. 2012. Infeksi Nosokomial. Yogyakarta : Nuha Medika.
Soenarto, Yati. 2009. MTBS: Strategi Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Anak. Disampaikan pada Simposium Pediatri TEMILNAS 2009 Surakarta.
Sulaeman, Endang Sutisna. 2011. Manajemen Kesehatan Teori dan Praktik di Puskesmas. Bandung : PT Remaja Rusdakarya
Soedjadi. 1989. Organization And Methods Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen. Jakarta : PT Midas Surya Grafindo
Setyati, Amalia. 2014. Pneumonia : The Forgotten Killers Of Children.
http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/716-pneumonia-the-forgotten-killers-of-children. Diakses pada tanggal 23 Januari 2016
Sunyataningkamto. 2004. The role of indoor air pollution and other factors
in the incidence of pneumonia in under-five children. Pediatrica
Indonesia.
Sjenileila, Boer. 2008. Hubungan antara Status gizi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita. Tesis, FKM, UI.
UNICEF, 2012b. Pneumonia and Diarrhoea. Newyork, US
Universitas Sumatera Utara http://eprints.undip.ac.id/18689/1/SUPARTO_HARY_WIBOWO.pdf Diakses pada tanggal 23 Januari 2016
WHO 2012. World Pneumonia Day.
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/news_events/events/2012/ world_pneumonia_day/en/. Diakses tanggal 23 Januari 2016
WHO 2013. World Pneumonia Day.
http://www.who.int/pmnch/media/events/2013/pneumonia_day/en/. Diakses tanggal 23 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih
dalam tentang penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Belawan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Belawan Kecamatan Medan
Belawan, dengan pertimbangan yaitu:
1. Puskesmas Belawan merupakan Puskesmas di Kota Medan yang menerapkan
MTBS dan mempunyai tenaga kesehatan yang telah terlatih MTBS.
2. Puskesmas Belawan memiliki angka cakupan penemuan dan penanganan
penderita pada tahun 2014sebanyak 907 balita (98,2%) dari perkiraan jumlah
penderita 924 balita dan dengan jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas
Belawan yaitu 9.241 balita.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sejak bulan Febuari
sampai April 2016.
Universitas Sumatera Utara 3.3 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informan
kunci (key informan) yaitu mereka yang dan memiliki informasi pokok yang
diperlukan dalam penelitian, (2) informan biasa yaitu mereka yang terlibat secara
langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, (3) informan tambahan yaitu mereka
yang dapat memberi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang
sedang diteliti (Hendarso dalam Suyanto, 2005), yang terdiri dari :
1. Kepala Puskesmas Belawan
2. Penanggungjawab MTBS di Puskesmas Belawan
3. Tenaga kesehatan pengelola Pneumonia MTBS
4. 2 Informan ibu balita yang datang ke Puskesmas yang anaknya menderita
salah satu dari klasifikasi pneumonia menurut MTBS.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui :
1. Wawancara, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara
semi-terstruktur yang dilengkapi dengan pedoman wawancara yang dijadikan
patokan dalam alur, urutan dan penggunaan kata (Herdiansyah, 2012).
Kuesioner ini di adopsi dari penelitian Marlinawati (2015) dan Depkes (2008).
2. Observasi, yaitu sebagai suatu proses melihat, mengamati, mencermati prilaku
secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu (Cartwright dalam Herdiansyah,
2012). Observasi disini yaitu mangamati bagaimana penatalaksanaan
Universitas Sumatera Utara 3.4.2 Data Sekunder
Data Sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari Dinas
Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Belawan, referensi buku-buku dan laporan
bulanan di Puskesmas Belawan serta hasil penelitian yang berhubungan dengan
penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS.
3.5 Triangulasi
Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber yaitu menggali
kebenaran informasi melalui berbagai sumber untuk memperoleh data dan
mengetahui adanya alasan-alasan akan terjadinya perbedaan tersebut (Gunawan,
2013). Trianggulasi dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan di Puskesmas
dan masyarakat.
3.6 TeknikAnalisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan secara simultan dengan proses
pengumpulan data, interpretasi data dan dibuat matriks untuk mempermudah
dalam melihat data secara lebih sistematis (Miles dan Huberman
45 Universitas Sumatera Utara 4.1 Gambaran Umum Puskesmas Belawan
Puskesmas Belawan merupakan Puskesmas yang terletak di Kecamatan
Medan Belawan yang terdiri dari 6 kelurahan yaitu Kelurahan Belawan I,
Kelurahan Belawan II, Kelurahan Belawan Bahari, Kelurahan Belawan Bahagia,
Kelurahan Bagan Deli dan Kelurahan Belawan Sicanang. Kelurahan yang terpadat
penduduknya adalah kelurahan bahagia yaitu 247,1 jiwa/hektar dan paling jarang
adalah kelurahan P.Sicanang yaitu 34,9 jiwa/hektar. Kecamatan Medan Belawan
adalah salah satu dari 21 kecamatan di Kota Medan. Puskesmas Belawan terletak
di jalan Stasiun No.1 Komplek PJKA Belawan. Puskesmas Belawan secara
geografis berada di pesisir pantai dan mata pencarian masyarakat berupa ikan
dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Puskesmas Belawan Memiliki Wilayah Kerja Seluas 2182 Ha. Jumlah
penduduk riil Kecamatan Belawan tahun 2014 sebesar 126456 jiwa/hektar.
Sampai saat ini Puskesmas Belawan masih berdiri kokoh bahkan menjadi salah
satu Puskesmas Rawat Inap di Kota Medan.
Pelatihan MTBS di Puskesmas Belawan terakhir kali dilakukan tahun 2008
dengan sesi 6 hari pelatihan bagi petugas kesehatan di puskesmas. Secara garis
besar 2 puskesmas yang menerapkan MTBS di Kota Medan antara lain
Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1 Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan
Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014
NO. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 7
Sumber : Puskesmas Belawan 2014
Tabel 4.2 Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014
No Sarana kesehatan Jumlah
1. Rumah Sakit 3
7. Pengobatan Tradisional 7
8. Toko Obat 7
9. Optical 1
Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Data Fasilitas Gedung di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan
Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014.
No. Fasilitas Gedung Jumlah (Buah)
1. Ruang Kepala Puskesmas 1
10. Ruang Periksa Specialis 2
11. Ruang Rawat Inap 5
Sumber : Puskesmas Belawan 2014
4.2 Karakteristik Informan
Jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 informan, yang
terdiri dari 1 informan Kepala Puskesmas Belawan yang berusia 44 tahun dengan
pendidikan S1 Kedokteran, 2 informan tenaga kesehatan di ruang poli KIA
dengan 1 orang merupakan dokter yang berusia 42 tahun dengan pendidikan S1
Kedokteran yang merupakan penanggung jawab ruangan poli KIA dimana
kegiatan MTBS dilaksanakan dan juga bertindak dalam pemberian terapi pada
balita dan 1 orang bidan yang berusia 47 tahun dengan pendidikan D1 bidan yang
Universitas Sumatera Utara merupakan ibu balita yang membawa anaknya berobat ke puskesmas dengan
kasus pneumonia yang masing-masing berusia 30 dan 33 tahun dengan
pendidikan SMA.
Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini, dapat
dilihat pada table berikut.:
Tabel 4.4 Karakteristik Informan No. Informan Jenis
Universitas Sumatera Utara 4.3 Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas
Belawan Tahun 2016
Gambar 4.1 Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS yang diterima oleh Balita (informan 4 dan 5) di Puskesmas Belawan Tahun 2016
Dari Alur diatas, maka penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di
Puskesmas Belawan yang diterima oleh kedua ibu balita yang berobat
menunjukkan bahwa terdapat proses penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS
yang diterima oleh ibu balita dan ditangani oleh tenaga dokter dan bidan. Datang Pendaftaran
di Loket
Pemeriksaan Status Gizi (Oleh tenaga gizi)
Pengukuran berat badan dan tinggi badan
Pemberian Vitamin A
Pengisian Formulir MTBS (Oleh bidan/tenaga pengelola MTBS)
Memeriksa tanda bahaya umum Menghitung ferkuensi
Universitas Sumatera Utara 4.4 Analisis Komponen Input
4.4.1 Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sebagai pelaksana upaya
kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam
jumlah, jenis dan kualitasnya (Permenkes RI No.75 Tahun 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan
mengenai tenaga kesehatan yang berkaitan dengan kegiatan MTBS di Puskesmas
Belawan yang terdiri dari Kepala Puskesmas, Penanggung jawab ruang MTBS
dan tenaga kesehatan. Sumber daya manusia dalam kegiatan MTBS di Puskesmas
Belawan tersebut belum mencukupi karena salah satunya tenaga kesehatan untuk
pelaksanaan MTBS tidak mengikuti pelatihan MTBS karena tidak datang ke
pelatihan MTBS tersebut sehingga pengetahuan petugas tentang MTBS yang
masih kurang sehingga akan memperlama proses pelaksanaan MTBS, kurangnya
pelayanan balita sakit dengan menggunakan pendekatan MTBS dan pelaksanaan
MTBS belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan Tentang Tenaga Kesehatan
Informan Pernyataan
Informan 1
(Kepala Puskesmas)
Untuk tenaga kesehatan disini ada 2 orang di ruang poli KIA dan menurut pendapat saya jumlah petugas saat ini sudah mencukupi.
Informan 2
(Penanggung jawab MTBS di Puskesmas)
Universitas Sumatera Utara Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Sangat perlu penambahan tenaga kesehatan, karena pasien disini banyak setiap harinya dan kami hanya 2
Pernyataan informan mengenai pendanaan yang terdiri dari Kepala
Puskesmas, penanggung jawab dan tenaga kesehatan. Sumber dana untuk
pelaksanaan program MTBS berasal dari dana Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) dan penyediaan sarana prasarana seperti obat-obatan menggunakan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sebenarnya dana BOK untuk
MTBS belum mencukupi dalam pelaksanaan MTBS. Sehingga dalam pemenuhan
alat-alat yang rusak seperti sound timer, pipa lambung, KNI dan alat pengisap
lendir dan ruangan untuk MTBS tidak ada, ruangan MTBS masih bergabung
dengan ruangan poli KIA. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan Tentang Sistem Pendanaan Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan. penyediaan sarana dan prasarana diambil dari dana APBD seperti obat-obatan.
Informan 2
(Penanggung jawab MTBS di Puskesmas)
Saya kurang tahu secara jelas bagaimana mengenai pendanaan untuk MTBS saat ini. Namun setau saya dana yang digunakan berasal dari dana BOK dan mungkin ada juga dari dana APBD.
Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Universitas Sumatera Utara 4.4.3 Sarana, Prasarana dan Peralatan
Dari pernyataan informan dapat diketahui bahwa sarana, prasarana dan
peralatan yang merupakan pelaksanaan MTBS khususnya penatalaksanaan
pneumonia dengan MTBS belum mencukupi karena adanya kekurangan dalam
peralatan untuk menangani balita sakit seperti sound timer yang rusak dan
menghitung pernapasan hanya menggunakan jam tangan, Kartu Nasehat Ibu
(KNI), pipa lambung dan alat pengisap lendir untuk kasus berat yang tidak ada
dan sarana, prasarana untuk pelaksanaan kegiatan MTBS belum memiliki ruangan
untuk MTBS seperti ruangan pelaksanaan MTBS masih bergabung dengan
ruangan poli KIA. Sedangkan untuk kelengkapan obat untuk pelaksanaan MTBS
hanya tablet zink tidak ada untuk obat anak yang diare dan obat-abat yang lainnya
sudah ada. hal ini dilihat dari tabel 4.8 berikut ini:
Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan Tentang Sarana, Prasarana dan Peralatan dalam penatalaksanaan MTBS di Puskesmas Belawan
Informan Pernyataan
Informan 1
(Kepala Puskesmas)
Untuk sarana, prasarana dan peralatan yang mendukung pelaksanaan kegiatan MTBS sudah mencukupi namun ruangan untuk pelaksanaan MTBS belum ada dan coba nanti kamu tanyakan ke petugas dibawah sepertinya di ruangan poli KIA.
Informan 2
(Penanggung jawab MTBS di Puskesmas)
Peralatan untuk program MTBS belum mencukupi, karena sound timer yang rusak dan penghitungan pernapasannya hanya menggunakan jam tangan saja padahal itu tidak efektif. Sarana dan prasarana dari ruangan untuk melaksanakan MTBS itu sendiri belum tersedia dan masih bergabung dengan ruangan poli KIA, seharusnya ada penambahan ruangan untuk menunjang kegiatan MTBS itu sendiri.
Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Universitas Sumatera Utara MTBSnya saja kan.
Informan 4
(Pasien Ibu Balita)
Saya rasa ruangan disini kurang dan kecil sepertinya perlu ruangannya di besarkan biar gak sempit kali yang berobat dek.
Informan 5
(Pasien Ibu Balita)
Kalau masalah sarana prasarananya saya kurang paham dek, tapi kalau soal gedungnya saya rasa sudah cukup lah untuk ruangannya.
4.5 Analisis Komponen MTBS
4.5.1 Pernyataan Informan Tentang Proses Persiapan MTBS di Puskesmas Belawan.
Tenaga kesehatan di Puskesmas Belawan tidak mengikuti pelatihan
MTBS, sehingga kemampuan atau skill dan pengetahuannya dalam melaksanakan
MTBS masih belum maksimal. Sehingga diharapkan mereka dapat diberikan
pelatihan atau penyegaran pengetahuan untuk seluruh tenaga kesehatan di
Puskesmas Belawan. Kualitas kemampuan dan pengetahuan tenaga kesehatan
yang masih kurang berdampak pada kesiapan tenaga kesehatan yang tergolong
kurang optimal ketika terjun langsung ke masyarakat untuk melaksanakan
pelayanan kesehatan.
Dari pernyataan informan dapat disimpulkan bahwa informan kurang
mengerti mengenai MTBS baik secara pengetahuan dan kemampuan dan tenaga
kesehatan tidak dapat menghadiri pelatihan yang di adakan oleh Dinas kesehatan.
Sehingga persiapan untuk pelaksanaan MTBS masih kurang dan belum berjalan
sesuai dengan buku pedoman bagan MTBS. Sarana, prasarana dan peralatan
masih kurang seperti sound timer, Kartu Nasehat Ibu (KNI), pipa lambung dan
Universitas Sumatera Utara MTBS masih bergabung dengan ruangan poli KIA. Hal ini dapat dilihat dalam
tabel 4.9 berikut ini :
Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan Tentang Proses Persiapan MTBS di Puskesmas Belawan. pertemuan sosialisasi untuk program MTBS oleh dinas kesehatan dihadiri oleh petugas MTBS dan ada juga pelatihan yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan. Mengenai persiapan MTBS itu sendiri coba ditanyakan saja langsung ke bagian MTBS yang ada di poli KIA. Informan 2
(Penanggung jawab MTBS di Puskesmas)
Untuk jumlah tenaga kesehatan masih kurang cukup dan Untuk kesiapan pengetahuan petugas dilakukan pelatihan-pelatihan oleh dinas kesehatan. Tenaga kesehatan untuk kegiatan MTBS ini dilakukan oleh saya dan bidan disini, kemampuan dan pengetahuan bidannya tentang persiapan MTBS masih kurang. Sehingga perlu pelatihan lagi bagi petugas. Sebagian peralatan untuk melaksanakan program sudah ada, tapi masih banyak yang kurang dan sarana yang terkait seperti formulir ada.
Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Pernah ada pelatihan dari dinas kesehatan tapi kebetulan saya berhalangan datang jadi saya belum pernah mendapat pelatihan MTBS dan saya mempelajarinya sendiri. Mengenai persiapan untuk sarana dan prasarana seperti menyiapkan formulir dan buku pedoman MTBS.
4.5.2 Pernyataan Informan Tentang Proses Alur Penalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan
Dari pernyataan informan tenaga kesehatan diketahui bahwa alur dalam
penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS ini di mulai dari pasien datang
kemudian mengisi formulir pendaftaran dan dilanjutkan ke poli KIA untuk
dilakukan pemeriksaan di timbang berat badan, tinggi badan, pemberian terapi
tanda-Universitas Sumatera Utara tanda bahaya, di tulis resepnya dan untuk pemberian konseling tidak berjalan
dengan baik dan konseling yang tidak ada hanya diberitahu untuk datang kembali.
Padahal konseling sangat perlu diberikan ke ibu balita karena konseling tentang
perawat dirumah, pemberian makanan dan pemberian obat secara baik dan benar
untuk balita sakit sangat perlu untuk mempercepat kesembuhan balita. Hal ini
dapat dilihat dari tabel 4.10 berikut ini:
Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan Tentang Proses Alur Penalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan
Informan Pernyataan
Informan 1
(Kepala Puskesmas)
Kalau masalah alur penatalaksanan pneumonia dengan MTBS kan sudah ada penanggung jawab dan petugasnya coba ditanyakan langsung ke bagiannya yang ada di ruangan poli KIA.
Informan 2
(Penanggung jawab MTBS di Puskesmas)
Proses pelaksanaannya di mulai dari pasien datang berobat langsung ke pengisian formulir dulu kemudian di arahkan ke ruangan MTBS ya kalau disini ke ruangan poli KIA ini dek, kemudian di timbang berat badannya, tinggi badan dan diberi vitamin oleh petugas dan saya memberikan terapi, menghitung pernapasannya, memberikan tindak lanjut setelah itu saya tulis resepnya, disini kami menganjurkan kapan ibu kembali kemari dan kemudian pasien ke apotik untuk pengambilan obatnya. alur pelaksanaan pneumonia dengan MTBS di puskesmas ini di sesuaikan dengan standar operasioanal pelayanan (SOP) yang berasal dari dinas kesehatan. Tapi kami juga langsung mendatangi balita sakit yang di mulai dari deteksi yang dilakukan di puskemas setelah itu dilakukan pendekatan secara internal dan dilakukan pemeriksaan balita sakit supaya cepat sembuh dan tidak sakit kembali.
Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Universitas Sumatera Utara Informan 4
(Pasien Ibu Balita)
Pada saat datang kemari kan langsung ke pendaftaran dulu ambil kartu berobat terus disuruh nunggu dan nama kita di panggil baru masuk keruangan setelah itu diperiksa oleh dokter baru habis itu di suruh ambil obat ke apotik dan di sarankan untuk datang kembali.
Informan 5
(Pasien Ibu Balita)
Tadi kan ke kartu dulu terus ditanyak siapa yang mau berobat dan disuruh langsung masuk keruangan di timbang berat badannya, di ukur panasnya trus kayak dihitung gitu tadi ya pernapasannya dan ambil obat ke apotik.
4.5.3 Pernyataan Informan Tentang Pemeriksaan dan Konseling dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan
Dari pernyataan informan dapat disimpulkan bahwa informan tenaga
kesehatan pelaksanaan MTBS hanya mengharapkan diagnosa dari dokter, kurang
mengerti mengenai MTBS karena tenaga kesehatan tidak menghadiri pelatihan
yang di adakan oleh Dinas kesehatan. Sehingga pengetahuan untuk pelaksanaan
MTBS masih kurang dan belum berjalan sesuai dengan buku pedoman bagan
MTBS. Pemeriksaan dilakukan dengan menanyakan keluhan anak, periksan
tanda-tanda bahaya umum seperti kejang, tidak bisa minum, memuntahkan
semuanya dan tidak sadar. Dan selanjutnya kalau ada keluhan kesukaran
bernapas, maka di hitung napasnya dengan jam tangan karena sound timer untuk
menghitung pernapasan dalam keadaan rusak, jadi periksaaannya menjadi lebih
lama dan waktu tunggu untuk balita sakit lainnya semakin lama, alat untuk
mendukung pemeriksaan tidak ada dan jika pernapasan kurang 60x permenit
maka balita diberikan antibiotik dan diberitahu datang kembali, dokter tidak
memberikan konseling hanya di beritahu untuk datang kembali 2 hari berikutnya
jika ada tanda pernapasan menjadi lebih cepat dan sakit tambah parah. Padahal
Universitas Sumatera Utara menjadi lebih cepat. Jika pernapasan lebih dari 60x permenit diberikan tindakan
dan di rujuk ke rumah sakit. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.9 berikut ini :
Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan Pemeriksaan dan Konseling dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan.
Informan Pernyataan
Informan 1
(Kepala Puskesmas)
Kalau masalah pemeriksaan untuk kasus pneumonia dengan MTBS, kan sudah ada petugasnya, langsung aja ke petugas bagian MTBS yang ada di bawah di ruangan poli KIA.
Informan 2
(Penanggung jawab MTBS di Puskesmas)
Pasien datang terus ditanya apa keluhannya, pasti dijawabkan seperti batuk, demam, panas dan kesukaran bernapas. Nah disitu dilihat dan dilakukan pemeriksaan, pertama sekali kita periksa tanda bahaya umum seperti apakah anak kejang, tidak bisa minum, muntahkan semuanya, serta tidak sadar. Hanya dengan satu tanda bahaya umum saja, sudah cukup untuk menunjukkan bahwa penyakit itu berat. Dan selanjutnya kalau ada keluhan kesukaran bernapas dan batuk, di tanyakan batuk sudah berapa lama? kalau kita lihat memang ada kesukaran bernapas maka kita hitung napasnya dan bila napas cepat kurang dari 60x permenit kita beri antibiotik kotrimoksazol atau amoksilin selama 2 hari dan beritahu ibu datang kembali 2 hari berikutnya jika ada tanda pernapasan jadi lebih cepat dan sakitnya tambah parah. Jika anak napas cepat lebih dari 60x permenit segera kita beri tindakan yang diperlukan dan dirujuk ke rumah sakit, langsung ke obat dan saya tulis resepnya.
Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Universitas Sumatera Utara 4.5.4 Pernyataan Informan Tentang Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam
Proses Penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan
Dari pernyataan informan dapat diketahui bahwa untuk pengawasan
pelaksanaan MTBS tidak berjalan dengan baik. Kepala puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kota Medan tidak melakukan pengawasan hanya melalui laporan dari
pengelola MTBS ketika rapat. Pengawasan langsung dari Dinas Kesehatan Kota
Medan dan Kepala Puskesmas tidak ada, saat ini Puskesmas Belawan hanya
mengirimkan laporan ke Dinas Kesehatan Kota Medan setiap bulan. Evaluasi
untuk pelaksanaan MTBS dilakukan rapat sebulan sekali di Puskesmas Belawan.
Dalam evaluasi yang dibicarakan pencapaian program, semua program di bahas
bukan hanya penumonia saja, yang di bahas apa yang menjadi masalah utama apa,
apa kendala dan hambatan, cara penanganannya dan hasilnya dikirim ke Dinas
Kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.11 berikut ini:
Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan Tentang Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam Proses Penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan program masing-masing, kan gak mungkin membahas semua program dalam satu hari yang menjadi masalah utama aja yang kita bicarakan dan pengawasan MTBS sudah dilaksanakan dengan baik, monitoring evaluasi MTBS kan ada penanggung jawabnya yang menganalisis kemudian di bahas di ruangan rapat secara detail dan mengirimkan laporannya ke dinas kesehatan. Pengumpulan data sudah cukup lengkap masuk ke saya setiap bulan, terkait keterlambatan dalam mengantarkan laporan akan ada sanksi teguran secara lisan kepada petugasnya karena saya selalu mengingatkan untuk pengumpulan laporan.
Universitas Sumatera Utara (Penanggung jawab
MTBS di Puskesmas)
monitoring artinya gini melakukan evaluasi sampai bulan ini sudah mencapai berapa banyak, permasalahannya apa, apa kendalanya kemudian mengindentifikasi daerah-daerah mana yang sebetulnya di perhatikan atau pneumonia yang menjadi perhatian jumlah kasus yang banyak dengan melakukan evaluasi kita bisa tahu apa yang menyebabkan kasus pneumonia banyak salah satunya kan faktor lingkungan disini itu menjadi bahan monitoring. Pencapaian target programnya, sasarannya kan kita lihat dari jumlah penduduk, jadi kita dapat terget dari dinas kesehatan berapa persen sudah mencapai atau belum dan banyak lah yang di bicarakan dalam rapat.
Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Evaluasi di puskemas ini minimal sebulan sekali dilakukan rapat, dalam evaluasi yang dibicarakan pencapaian program, semua program di bahas bukan hanya penumonia saja, yang di bahas apa yang menjadi masalah utama, apa bulan ini ada kejadian apa kita bahas ada persoalan apa kita cermati, apa kendala dan hambatannya bagaimana penangannya kita juga sharing supaya pencapaian kasusnya tercapai dan dilakukan pengawasan bukan pengawasan sih namanya tapi tiap bulan harus mengirimkan laporan ke dinas kesehatan.
4.5.5 Pernyataan Informan Tentang Tantangan Internal dan Eksternal dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia Dengan MTBS Di Puskesmas Belawan
Tantangan internal yang dihadapi adalah kurangnya kualitas dari
kemampuan atau skill tenaga kesehatan belum maksimal. Selain itu sarana,
prasarana dan peralatan yang masih kurang dan belum memadai seperti sound
timer, Kartu Nasehat Ibu (KNI), pipa lambung dan alat pengisap lendir untuk
kasus berat yang tidak ada dan ruangan pelaksanaan MTBS masih bergabung
dengan ruangan poli KIA. Tantangan eksternal yang dihadapi yaitu wilayah kerja
Puskesmas Belawan yang sangat luas, sehingga mengalami kesulitan dan
membuat pemantauannya tidak bisa dilaksanakan satu orang saja. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara pengetahuan, kesadaran dan kemauan masyarakat. Sehingga masyarakat sulit
menangkap informasi kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Hal ini
dilihat dari tabel 4.12 sebagai berikut:
Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan Tentang Tantangan Internal dan Eksternal dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia Dengan MTBS Di Puskesmas Belawan
Informan Pernyataan
Informan 1
(Kepala Puskesmas)
Yang jadi kendala biasanya kesiapan tenaga kesehatan yang masih kurang dan tingkat pengetahuannya tentang MTBS. Selain itu soal dana juga merupakan tantangan, karena dana untuk MTBS tidak ada jadi tergantung pada dana BOK saja. Sehingga dana untuk MTBS sangat minim. Kalau tantangan-tantangan tentang pelaksanaannya yang tau kan petugasnya itu sendiri, coba aja ditanyakan langsung ke petugasnya.
Informan 2
(Penanggung jawab MTBS di Puskesmas)
Tantangan internal dan eksternal pasti banyak, terutama tantangan-tangangan terberat sebenarnya di SDM ibunya, kita bicara apapun kalau ibunya daya pengetahuan dan pemahamannya kurang jadi susah, bagaimana ibu bisa menatalaksanakan balitanya kita bicara apapun sampai rumah tidak diterapkan pada balitanya dan luas wilayah kerja Puskesmas Belawan yang cukup luas membuat pemantauannya tidak bisa dilaksanakan satu orang jadi harus ada penambahan petugas seperti yang saya bilang sebelumnya.
Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Universitas Sumatera Utara 4.5.6 Pernyataan Informan Tentang Strategi yang Dilakukan dalam
Mengatasi Kendala Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa untuk menanggulangi masalah
keterbatasan sarana dan prasarana tidak banyak strategi yang bisa dilakukan
puskesmas karena keterbatasan dana untuk pelaksanaan MTBS. Hal ini dilihat
dari tabel 4.13 berikut ini:
Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan Tentang Strategi yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala Proses Penatalaksanaan Pneumonia Dengan MTBS Di Puskesmas Belawan
Informan Pernyataan
Informan 1
(Kepala Puskesmas)
Strateginya ya menyarankan tenaga kesehatan untuk lebih aktif dalam mengikuti pelatihan MTBS. Mengatasi kendala yang berhubungan dengan dana kita sudah mengajukan permohonan ke dinas kesehatan atau dinas terkait untuk fasilitas yang lebih baik lagi dengan mendatangkan sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan MTBS tersebut, tapi permohonan sampai saat ini belum ada di proses oleh dinas kesehatan.
Informan 2
(Penanggung jawab MTBS di Puskesmas)
Untuk mengatasi kendala-kendala yang ada di puskesmas ini jangan bosan-bosan memberikan penyuluhan diluar atau didalam gedung dan penyuluhan kepada ibu balita/masyarakat baik di posyandu, penyuluhan perorangan, penyuluhan kelompok dan penyuluhan di puskesmas tetap kita berikan. Pokoknya setiap anak ada yang batuk pilek dan demam harus diperiksa, ada batuk lebih dari 2 minggu harus segera diperiksa dahaknya dan ada anak yang pernapasan cepat harus di periksa dan dihitung napasnya dengan sound timer disitu kita tau anak penumonia atau tidak. Untuk petugas harus ada penambahan karena pasien banyak dan tidak bisa hanya satu atau dua petugasnya saja. Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
Universitas Sumatera Utara 4.5.7 Pernyataan Informan Tentang Beban Kerja dan Efisiensi Kinerja
Tenaga Kesehatan dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan.
Dari pernyataan informan dapat diketahui bahwa Kepala Puskesmas hanya
menunggu laporan dari bagian tenaga kesehatan untuk pelaksanaan MTBS dan
untuk pengelola kegiatan MTBS, sangat terbebani karena banyaknya pasien yang
berobat di bagian MTBS, jumlah tenaga kesehatan di MTBS yang hanya 2 orang
dan petugas MTBS bukan hanya memegang kegiatan MTBS saja tapi juga
membuka praktek di luar wilayah kerja puskesmas. Sedangkan menurut petugas
kesehatan mereka sudah membagi tugasnya masing-masing dengan jumlah tenaga
yang ada. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.14 berikut:
Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan Tentang Beban Kerja dan Efisiensi Kinerja Tenaga Kesehatan dalam Proses Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan.
Informan Pernyataan keseluruhan semua masih berjalan lancar dan baik. Informan 2 kesulitan dalam mengiput data dan laporan karena hanya saya saja yang di tugaskan untuk menginput data MTBS, memberi pengobatan, terapi dan mendiagnosa, sedangkan bu esra hanya mengisi formulir MTBS saja. Dengan pasien yang banyak setiap harinya dan saya khawatirkan mana tau salah satu dari kami gak bisa hadir jadi cuma saya yang menanganinya.
Informan 3
(Tenaga Kesehatan)
63 Universitas Sumatera Utara BAB V
PEMBAHASAN 5.1 Masukan (Input)
Terdapat beberapa aspek yang dikategorikan sebagai masukan (Input)
dalam penatalaksanaan pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
5.1.1 Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia puskesmas
terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan (Permenkes RI No.75
Tahun 2014). Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya
manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta
terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan
kesehatan.
Puskesmas Belawan mempunyai tenaga kesehatan yang tidak mengikuti
pelatihan MTBS dan berjumlah 2 orang. Pasien balita sakit yang berobat ke
puskesmas banyak setiap harinya paling sedikit pasien 8 orang setiap harinya dan
dalam pelaksanaan MTBS yang di tangani bukan pnuemonia saja, ada juga diare,
demam, status gizi dan status imunisasi dengan pengetahuan tenaga kesehatan
yang kurang akan memperlama proses pelaksanaan MTBS dan kurangnya
Universitas Sumatera Utara pemeriksaan menjadi lebih lama dan waktu tunggu balita sakit semakin lama
karena tenaga kesehatan hanya mengharapkan diagnosa dari dokter saja dengan
pasien yang banyak dan tenaga kesehatan hanya mengisi formulir MTBS saja.
Sehingga waktu tunggu balita sakit semakin lama dan mengakibatkan anak
menjadi rewel. Sedangkan untuk tenaga kesehatan sumber daya manusianya harus
mencukupi dalam jumlah dan kualitasnya, dalam kenyataannya tenaga kesehatan
di Puskesmas Belawan tidak mengikuti pelatihan MTBS yang di berikan oleh
Dinas Kesehatan. Tenaga kesehatan tidak mengikuti pelatihan MTBS karena tidak
datang ke pelatihan MTBS tersebut. Menurut Penelitian Husni dkk, (2012)
mengatakan bahwa keikutsertaan petugas dalam pelatihan MTBS, akan
berdampak pada kurangnya pelayanan balita sakit dengan menggunakan
pendekatan MTBS. Tenaga kesehatan yang mengelola MTBS memiliki tugas
dalam hal pengisian formulir, untuk pemberian terapi, pengobatan dan tindak
lanjut dilakukan oleh dokter yang merupakan penanggung jawab MTBS di
ruangan poli KIA dimana MTBS dilaksanakan. Pelatihan terakhir kali dilakukan
di Puskesmas Belawan pada tahun 2008 yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kota Medan.
Puskesmas Belawan tidak semua balita dengan kasus pneumonia ditangani
dengan pendekatan MTBS, ini disebabkan karena petugas MTBS di Puskesmas
Belawan tidak mengikuti pelatihan MTBS, sehingga pengetahuan dan
kemampuan petugas MBTS yang masih kurang. Menurut Kepala Puskesmas
Belawan kesiapan dari tenaga kesehatan belum maksimal karena tingkat
Universitas Sumatera Utara Dalam modul MTBS penyesuaian alur pelayanan dilakukan guna
menggurangi waktu tunggu balita sakit. Jika informasi mengenai MTBS
dilakukan dengan baik oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS kepada
tenaga kesehatan lainnya di puskesmas yang belum mendapatkan pelatihan
MTBS, maka alur pelayanan MTBS bisa disesuaikan hingga mengurangi waktu
tunggu balita sakit. Tapi pada kenyataannya di Puskesmas Belawan belum sesuai
dengan alur pelayanan karena tenaga kesehatan untuk pelaksanaan MTBS yang
belum dapat pelatihan sehingga pengetahuan untuk pelaksanaan MTBS yang
kurang dan kegiatan pelaksanaan MTBS belum berjalan dengan baik dan waktu
tunggu untuk balita sakit semakin lama, ini juga di pengaruhi dengan terbatasnya
jumlah tenaga kesehatan yang dilatih MTBS dan dengan terbatasnya jumlah
tenaga kesehatan yang dilatih MTBS, sarana dan prasarana juga berkaitan dengan
waktu tunggu untuk balita semakin lama karena banyak alat-alat yang rusak/ tidak
ada sehingga pemeriksaan balita semakin lama.
Tenaga kesehatan MTBS belum melaksanakan penatalaksanaan
pneumonia sesuai dengan modul MTBS dan kemudian mengisi formulir MTBS,
namun dalam pengisian formulir MTBS ada beberapa yang tidak diisi oleh tenaga
kesehatan, bagian konseling kapan kunjungan ulang. Berdasarkan penelitian
Mardijanto (2005) bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat keparahan
dengan kelengkapan pengisian formulir MTBS, jadi petugas akan lengkap
mengisi formulir MTBS jika tingkat keparahan penyakit semakin parah.
Universitas Sumatera Utara Pendanaan untuk MTBS bersumber dari Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK). BOK merupakan salah satu program pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan. Namun kenyataannya Puskesmas Belawan hingga saat ini masih
menggunakan dana BOK untuk melaksanakan MTBS. Sebenarnya dana BOK
untuk MTBS belum mencukupi dan sangat minim dalam pelaksanaan MTBS di
wilayah kerja puskesmas. Menurut Wibowo, (2008) yang mengatakan bahwa
adanya keterbatasan sumber daya dapat menghambat pelaksanaan suatu
kebijakan. Semakin besar dana yang dikeluarkan untuk memperbaiki sebuah
program, maka hasilnya pun akan semakin efektif, apabila dana yang diberikan
seefisien mungkin dan semakin kecil dana yang digunakan untuk sebuah program,
maka program hanya berjalan lambat dan hasilnya pun tidak akan efesien. Oleh
sebab itu dengan dana yang minim tenaga kesehatan tidak dapat menjalankan
tugasnya dalam menangani balita sakit karena pneumonia dengan menggunakan
MTBS di wilayah puskesmas.
Dana yang mendukung pelaksanaan MTBS di Puskesmas Belawan ada
akan tetapi sangat minim hanya menggunakan dana BOK. Sedangkan untuk
penyediaan sarana dan prasarana diambil dari dana APBD seperti obat-obatan.
Dana untuk perbaikan fasilitas pelaksanaan MTBS, penambahan alat, transportasi
tenaga kesehatan untuk kunjungan kerumah-rumah tidak ada. Pemantauan dan
pembinaan tenaga kesehatan dalam melaksanakan MTBS ini tidak terlaksana
dengan baik di karenakan kendala dana itu sendiri.
Menurut penelitian Husni, (2012) mengatakan bahwa pembiayaan
Universitas Sumatera Utara vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai
berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya
adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses serta pelayanan yang
berkualitas. Oleh karena itu, reformasi kebijakan kesehatan disuatu negara
seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan
untuk menjamin terselenggaranya kecukupan, pemerataan, efisiensi dan
efektivitas dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.
5.1.3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan
Sarana prasarana dan peralatan kesehatan yang tersedia di puskesmas
untuk MTBS tidak mencukupi, karena banyak alat-alat yang tidak ada/rusak
seperti alat pemeriksaan kesukaran bernapas (sound timer), KNI, pipa lambung
dan alat pengisap lendir untuk kasus berat. Pemeriksaan kesukaran bernapas
hanya dengan jam tangan saja, mengakibatkan pemeriksaan menjadi lebih lama
dan waktu tunggu balita semakin lebih lama dan untuk alat pengisap lendir yang
tidak ada mengakibatkan anak yang berdahak tidak bisa di tangani karena alat
pengisap lendir itu sendiri yang tidak ada, hanya langsung di rujuk kerumah sakit
dan tidak ada penanganan di puskesmas. Peralatan yang diperlukan untuk
terlaksananya MTBS antara lain sound timer, termometer, timbangan badan, tensi
dan manset anak. Bahan cetakan juga diperlukan dalam pelaksanaan MTBS
seperti formulir MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan buku bagan. Sarana dan
prasarana merupakan suatu aspek terpenting dalam mencapai target-target dari
program-program yang dibuat oleh puskesmas. Namun kenyataannya yang terjadi
Universitas Sumatera Utara prasarana serta peralatan dalam melaksanakan MTBS masih kurang. Hal ini
terjadi akibat dari sumber dana yang dimiliki puskesmas terbatas sehingga
pelayanan kesehatan untuk MTBS menjadi rendah.
Peralatan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program dan
dapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada di setiap
puskesmas dan harus dalam kondisi yang baik atau tidak rusak, fasilitas harus ada
pada setiap puskesmas untuk membantu para petugas puskesmas dalam
melaksanakan kegiatannya (Wibowo, 2008). Ada hubungan yang bermakna antara
sarana prasarana dengan keberhasilan berjalannya suatu program (Ardani, 2010).
KNI di berikan oleh tenaga kesehatan pada saat konseling yang berguna
bagi si ibu sebagai panduan dalam merawat balita sakit dirumah. Puskesmas
Belawan tidak melakukan konseling kepada ibu balita secara langsung atau lisan,
ini disebabkan karena tidak tersedianya KNI sebagai perantara dalam pemberian
konseling kepada ibu. Padahal konseling sangat perlu di lakukan untuk
penanganan balita sakit karena jika anak di anjurkan perawatan dirumah dan
pemberian makanan/pemberian obat secara baik dan benar maka akan
mempercepat proses kesembuhan balita.
Fasilitas ruangan untuk MTBS di Puskesmas Belawan tidak ada karena
ruangan MTBS bergabung dengan ruangan poli KIA. Diruangan poli KIA ada
sekitar 3 orang tenaga kesehatan dengan tanggung jawab mengelola program yang
berbeda-beda. Puskesmas yang pelaksanaan MTBS masih bergabung dengan
bagian ruang poli KIA menyebabkan pelaksanaan MTBS tidak berjalan dengan
Universitas Sumatera Utara mengatur waktu agar pasien tidak terlalu lama menunggu. Pelaksanan MTBS
sendiri memberi konsekuensi pemeriksaan menjadi lebih lama sehingga petugas
tidak melaksanaan MTBS dengan alasan tidak sempat. Untuk mengatasi hal
tersebut memang perlu diusahakan ruangan tersendiri agar pelaksanaan MTBS
menjadi lebih baik, tidak hanya semata menjadi tanggung jawab petugas saja tapi
membutuhkan dukungan dari Kepala Puskemas Belawan.
Menurut McMahon, (1999) mengatakan bahwa manajemen yang baik
adalah juga melakukan penataan ruangan tempat para tenaga kesehatan akan
bekerja. Tujuan akhir dari pengaturan ruangan ini adalah untuk memperlancar
komunikasi kerja tenaga kesehatan serta mempermudah koordinasi dan
pengawasan dan dengan demikian meningkatkan efisiensi penggunaan waktu
pada khususnya dan efisiensi kerja pada umumnya. Memberikan rasa nyaman dan
senang bekerja kepada tenaga kesehatan dan memberikan kesan yang baik
terhadap para pasien (Soedjadi, 1989).
5.2 Proses
Dalam proses manajemen kasus MTBS setelah dinilai dan
mengklasifikasikan penyakit anak, langkah selanjutnya adalah menentukan
tindakan dan memberi pengobatan yang dibutuhkan. Pengobatan anak sakit dapat
dimulai diklinik dan diteruskan dengan pengobatan lanjutan di rumah. Pada
beberapa keadaan, anak yang sakit berat perlu di rujuk ke rumah sakit untuk
perawatan lebih lanjut. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pra rujukan
Universitas Sumatera Utara 5.2.1 Proses Alur Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu
pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit,
perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan.
Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga
kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi
informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan metode ban
berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh
balita sakit pendaftaran, pemeriksaan dan konseling, pemberian tindakan yang
diperlukan, pemberian obat dan rujukan bila diperlukan (Depkes RI,2008).
Dalam proses penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas
Belawan pada kenyataannya tidak sesuai dengan alur pelayanan balita sakit.
Karena sarana prasarana dan peralatan penunjang untuk alur pelayanan balita sakit
tidak tersedia di puskesmas untuk pelaksanaan MTBS, karena banyak alat-alat
yang tidak ada/rusak seperti alat pemeriksaan kesukaran bernapas (sound timer),
KNI, pipa lambung dan alat pengisap lendir untuk kasus berat. Pemeriksaan
kesukaran bernapas hanya dengan jam tangan saja, mengakibatkan pemeriksaan
menjadi lebih lama dan waktu tunggu balita semakin lebih lama dan Puskesmas
Belawan tidak melakukan konseling kepada ibu balita secara langsung atau lisan,
ini disebabkan karena tidak tersedianya KNI sebagai perantara dalam pemberian
Universitas Sumatera Utara penanganan balita sakit karena jika anak di anjurkan perawatan dirumah dan
pemberian makanan/pemberian obat secara baik dan benar maka akan
mempercepat proses kesembuhan balita. Serta Fasilitas ruangan untuk MTBS di
Puskesmas Belawan tidak ada karena ruangan MTBS bergabung dengan ruangan
poli KIA menyebabkan pelaksanaan MTBS tidak berjalan dengan baik karena
banyaknya pasien yang menuntut petugas MTBS harus dapat mengatur waktu
agar pasien tidak terlalu lama menunggu. Pelaksanan MTBS sendiri memberi
konsekuensi pemeriksaan menjadi lebih lama sehingga petugas tidak melaksanaan
MTBS dengan alasan tidak sempat.
Alur penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puksesmas Belawan
di mulai dari pasien datang berobat langsung ke bagian kartu untuk pengisian
formulir MTBS, kemudian diarahkan ke ruangan poli KIA dimana MTBS
dilaksanakan untuk dilakukan pemeriksaan. Di ruangan dilakukan pemeriksaan
berat badan, tinggi badan dan juga ditanyakan untuk pemberian vitamin A untuk
balita yang belum mandapatkannya yang ditanyakan oleh tenaga gizi. Di ruangan
yang sama kemudian balita dilakukan pemeriksaan penilaian dan klasifikasikan
penyakit anak, memeriksa beberapa tanda bahaya umum seperti tidak bisa minum,
muntahkan semuanya, kejang, serta tidak sadar. Kemudian jika keluhan balita
kesukaran bernapas maka di hitung frekuensi napas balita dengan hasil frekuensi
napas balita dapat dinilai dan diklasifikasi pneumonia atau bukan pneumonia.
Setelah beberapa tahap kegiatan diatas, kemudian dilakukan kegiatan
untuk menentukan jenis tindakan atau pengobatan yang perlu dilakukan dan
Universitas Sumatera Utara penyakit anak maka kolom tindakan harus dilengkapi mulai dari penilaian, tanda
atau gejala, klasifikasi dan tindakan yang akan dilakukan dan hasilnya di isi
kedalam formulir MTBS. Pada kenyataannya Puskesmas Belawan dalam tahap ini
hasilnya tidak selalu di masukkan kedalam formulir MTBS.
Menurut Mardijanto (2004) mengatakan bahwa kepatuhan terhadap
pengisian formulir sangan penting karena formulir adalah instrumen standar untuk
pengumpulan data pelaksanaan MTBS dan untuk pengambilan keputusan.
Berkaitan dengan ketaatan penggunaan dan pengisian formulir. Formulir MTBS
menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan yang
harus dilakukan.
Dalam alur penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS belum berjalan
secara efektif. Kondisi tersebut dialami oleh Puskesmas Belawan, karena berbagai
kendala antara lain terbatasnya jumlah tenaga yang dilatih MTBS, kurang
lengkapnya sarana dan prasarana pendukung seperti sound timer, Kartu Nasehat
Ibu (KNI), pipa lambung dan alat pengisap lendir dan sangat minimnya
pendanaan untuk kegiatan MTBS hanya menggunakan dana dari BOK.
Pemberian konseling harus mempersiapkan konseling yang baik, dalam
modul pedoman MTBS di jelaskan bahwa supaya menggunakan Kartu Nasehat
Ibu (KNI) saat konseling yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pemberian
konseling juga sebagai bagian dari penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS
tidak berjalan dengan baik di Puskesmas Belawan, karena tidak semua ibu balita
Universitas Sumatera Utara MTBS dan KNI sebagai panduan dari pemberian konseling pada ibu juga tidak
ada di Puskesmas Belawan.
Pelaksanaan MTBS belum berjalan dengan baik karena waktu tunggu
balita sakit yang terlalu lama yang disebabkan oleh pelaksanaan MTBS tidak
memiliki ruang MTBS, apalagi pasien yang banyak setiap harinya ruangan akan
menjadi sempit dan mengakibatkan masalah semakin bertambah, karena jika anak
rewel ketika di hitung frekuensi napasnya hasilnya tidak akan maksimal sehingga
harus ditunggu anak diam agar bisa di hitung frekuensi napasnya.
Berdasarkan UU No 36 tahun 2009 dan SKN tahun 2012 bahwa pelayanan
kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang didapat
seseorang dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit (kuratif) dan pemulihan
penyakit (rehabilitatif) tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan (promotif) dan
pencegahan penyakit (preventif). Pelayanan yang ada di Puskesmas Belawan lebih
mengutamakan pelayanan kuratif dan rehabilitatif sedangkan promotif dan
preventif tidak di berikan pada ibu balita. Promotif dan preventif adalah pelayanan
yang digunakan sebagai sarana konseling yang diberikan tenaga kesehatan kepada
ibu balita, sehingga ibu bisa mendapatkan pengetahuan tentang penyakit dan
perawatan pertama yang akan diberikan di rumah, jika seorang ibu tidak
mengetahui penyakit dan cara pencegahan penyakit anaknya maka untuk
selanjutnya anaknya bisa kembali menderita penyakit yang sama.
Universitas Sumatera Utara Monitoring atau pengawasan akan membantu untuk menjamin agar
program yang dilakukan dapat berjalan seperti yang diharapkan dan membantu
tenaga serta pegawas untuk mempertahankan jumlah dan mutu pekerjaan yang
diharapkan. Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang tepat waktu,
sederhana, minimal dan luwes (McMahon, 1999).
Monitoring dan pengawasan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kota Medan secara langsung belum ada, pengawasan hanya dalam bentuk laporan
yang dikumpulkan oleh tenaga kesehatan setiap bulan pada Dinas Kesehatan Kota
Medan. Untuk tenaga kesehatan yang tidak mengumpulan laporannya akan
mendapatkan sanksi teguran secara lisan oleh Kepala Puskesmas Belawan. Terkait
dengan pengawasan pelaksanaan MTBS, berdasarkan penelitian Husni, dkk
(2012) untuk evaluasi MTBS menunjukkan bahwa pengawasan atau supervisi
rutin dilakukan di awal pelaksanaan MTBS oleh Kepala Puskesmas, petugas
kabupaten maupun provinsi. Dengan berjalannya waktu frekuensi pengawasan
yang didapat puskesmas semakin berkurang.
Evaluasi di diadakan untuk mengetahui sejauh mana program yang
dilaksanakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan tenaga kesehatan.
Informasi yang didapat untuk memperbaiki kuantitas, kualitas, aksebilitas,
efisiensi dari pelayanan kesehatan. Keefektifitasan suatu program adalah
menentukan nilai dari hasil yang dicapai oleh tenaga kesehatan (McMahon, 1999).
Evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan maupun Kepala
Puskesmas berasal dari informasi yang didapat dari laporan rutin tenaga kesehatan
Universitas Sumatera Utara akan dibacakan oleh tenaga kesehatan yang memegang program MTBS dan akan
dibahas didalam rapat secara detail dan memberikan laporan ke dinas kesehatan.
Tidak ada pengawasan secara langsung yang diberikan Dinas Kesehatan Kota
Medan maupun Kepala Puskesmas Belawan.
Evaluasi memerlukan analisis mengenai penyebab kegagalan suatu
program dengan cara yang baik untuk menjamin manajemen kesehatan berjalan
dengan baik dan benar. Analisis pelaksanaan suatu program dapat berjalan dengan
baik jika pengawasan dilakukan dengan maksimal dan langsung ikut serta
melakukan pengawasan kelapangan. Kepala puskesmas merupakan peranan yang
sangan penting dalam rangka pengawasan pelaksanaan tatalaksan pneumonia
dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), karena kepala puskesmas harus
berhubungan langsung dengan tenaga kesehatan pengelola MTBS.
5.3 Output (Keluaran)
Cakupan penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS pada balita umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun adalah presentasi yang di peroleh dari anak sakit
dengan kasus pneumonia dengan umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun yang
diperoleh melalui pelayanan sesuai dengan standar MTBS dari jumlah kunjungan
anak balita sakit dengan kasus pneumonia setiap harinya di Puskesmas Belawan.
Jumlah anak balita sakit dengan kasus pneumonia yang mendapatkan pelayanan
yang sesuai dengan standar diperoleh dari format Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Puskesmas (Simpus).
Puskesmas Belawan tidak memenuhi kriteria sudah melakukan pendekatan
Universitas Sumatera Utara Puskesmas Belawan dan tidak mencapai angka cakupan MTBS. Hal ini terjadi
karena tidak semua balita sakit yang berobat ke Puskemas Belawan yang
ditangani dengan pelayanan MTBS disebabkan oleh berbagai faktor yang telah di
sebutkan di atas.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan Husni, dkk (2012) yang
mengatakan bahwa di Puskesmas Makasar menunjukkan hasil output pada
program ini belum mencapai tujuan dan sasaran dari program MTBS pneumonia.
Hal ini terjadi karena adanya hambatan-hambatan yang dialami pada saat
pelaksanaan. Strategi yang digunakan untuk menanggulangi hambatannya belum
cukup efektif dan efesien, sedangkan evaluasi belum semua puskesmas
melaksanakannya.
Ketidakseragaman antara laporan dengan kenyataan yang ada di lapangan
menunjukkan bahwa kurangnya pengawasan dari Dinas Kesehatan Kota Medan
dengan Puskemas Belawan. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak berjalannya
pemantauan, pengawasan, koordinasi dan pembinaan antara Dinas Kesehatan
Kota Medan terhadap Pukskesmas Belawan dalam pelaksanaan MTBS karena
dana yang sangat minim untuk kegiatan pelaksanaan MTBS tersebut.
Berdasarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak adanya dana khusus
dalam pemantauan, pengawasan, dan pembinaan MTBS yang menyebabkan
masih rendahnya pencapaian output dari penatalaksanaan pneumonia dengan
77 Universitas Sumatera Utara BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang penatalaksanaan pneumonia pada balita
dengan MTBS dilakukan di Puskesmas Belawan masih kurang. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian sebagai berikut :
1. Analisis penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Belawan pada kenyataannya tidak sesuai dengan alur pelayanan balita sakit. Karena
sarana prasarana dan peralatan penunjang untuk alur pelayanan balita sakit
kurang lengkap, terbatasnya jumlah tenaga yang dilatih MTBS dan dana yang
sangat minim untuk pelaksanaan MTBS, mengakitbatkan pemeriksaan
menjadi lebih lama, waktu tunggu balita semakin lebih lama dan sehingga
petugas tidak melaksanaan MTBS dengan alasan tidak sempat dan konseling
tidak diberikan kepada ibu balita, karena tidak tersedianya KNI.
2. Tenaga kesehatan MTBS di Puskesmas Belawan tidak mengikuti pelatihan MTBS yang di berikan oleh Dinas Kesehatan, sehingga pengetahuan tenaga
kesehatan yang kurang akan memperlama proses pelaksanaan MTBS dan
kurangnya pelayanan balita sakit dengan menggunakan pendekatan MTBS.
Seperti pemeriksaan menjadi lebih lama dan waktu tunggu balita sakit
semakin lama.