BAB II. AJARAN KEBATINAN PANGESTU
E. Ajaran Keselamatan
2. Sarana untuk Mencapai Keselamatan
Tidak begitu mudah bagi manusia untuk memperoleh keselamatan hidup
di dunia. Manusia harus dapat manunggal-laras dengan sifat-sifat Tuhan.
Kesulitan manusia dalam bertunggal dengan Tuhan karena manusia telah
mengenakan selubung empat unsur (udara, air, api, tanah) yang memancarkan
empat nafsu (lauwamah, amarah, sufiah dan mutmainah) bila tidak terarah akan
menghambat jalan menuju kekudusan. Tiga nafsu (lauwamah, amarah, sufiah)
yang tidak mudah diatur oleh sang “Aku” agar selaras dengan kehendak Tuhan. Juga karena roh jahat dalam diri manusia yang selalu menggoda manusia untuk
berbuat kenikmatan dunia yang akhirnya membuahkan dosa.
Tetapi bagaimanapun juga usaha dari manusia adalah yang paling
menentukan, dalam Pangestu sarana dan jalan memperoleh kedamaian akan
dijabarkan dibawah ini:
a. Keterbukaan pada Suksma Sejati
Agar mempermudah dalam mencapai kedamaian, manusia harus percaya,
memahami dan memaknai akan syahadat dasar Tri Sila yang telah disanggupi
sebagai pedoman hidup. Dan bunyi syahadat tersebut:
Suksma Kawekas adalah tetap pujaan hamba yang sejati, dan Suksma
Sejati adalah tetap utusan suksma kawekas yang sejati ialah pemimpin dan
guru hamba yang sejati. Hanya suksma kawekas pribadi yang menguasai semua alam seisinya, hanya Suksma Sejati pribadi yang menuntun para
hamba semua. Semua kekuasaan ialah kekuasaan Suksma Kawekas, berada ditangan Suksma Sejati dan hamba semua berada di dalam kekuasaan
Suksma Sejati (Soenarto, 2014: 119).
Demikian manusia harus percaya sadar dan menyembah kepada Tri
Purusha. Percaya kepada-Nya merupakan sarana menerima daya kekuatan serta
sarana menaati segala perintah dan petunjuk-Nya. Syahadat dasar ini dilakukan
dengan sadar, percaya, taat yang dihayati dengan sungguh-sungguh. Sadar, akan
menghasilkan kebikjaksanaan yang dapat dipergunakan manusia untuk
membersihkan diri. Percaya, akan menghasilkan untuk mengendalikan angan-
angan, guna menghilangkan rasa benci, iri, sakit hati, putus asa dan rasa negatif
lainnya. Taat, akan menghasilkan keterarahan kehendak Suksma Kawekas dan
Suksma Sejati sehingga cita-cita bersatu dengan Suksma Sejati tercapai.
Bila manusia hatinya belum bersih dan masih diombang-ambingkan oleh
nafsu-nafsunya, maka manusia tidak dapat merasakan pimpinan Suksma Sejati
dalam dirinya. Hati manusia penuh dengan segala semak kedosaan yang
mengotori hati dan memadamkan iman. Semak-semak kedosaan itu harus
dibersihkan. Sebelum hati dibersihkan, manusia tidak akan mampu menerima
pepadang dari Suksma Sejati, yang adalah sabda Tuhan (Suksma Kawekas)
sendiri. Untuk tobat dan pembersihan hati dapat dipelajari dalam ajaran Suksma
Sejati yang tercantum dalam serat Hasta Sila dan serat Paliwara. Sebagai
pelaksanaanya adalah dalam ajaran Jalan Rahayu. Pada intinya disamping
berprasetya pada Tuhan bahwa tidak akan berbuat dosa lagi, manusia harus dapat:
1) Narimo menerima segala percobaan hidup yang telah menimpanya dan
2) Melaksanakan budi darma, didasarkan pada rasa belas kasih tanpa pamrih.
3) Pasrah penuh kepercayaan kepada sang juru penebus dosa (suksma sejati)
dengan melaksanakan panca sila (rila, narimo, temen, sabar, budiluhur).
4) Mohon pengampunan dan kekuatan kepada Tuhan, baik kalau dijalani dengan
tapa brata yang ikhlas.
Dengan jalan yang dilandasi syahadat dasar dan sikap pertobatan dalam
petunjuk serat Sasangka Jati tersebut, manusia akan mengalami kehadiran Suksma
Sejati di pusat hatinya dalam kesatuan dengan Suksma Kawekas dan Roh Suci,
manusia merasa dekat dan bersatu dengan Suksma Sejati di pusat hatinya.
Bila hidup manusia telah berada dalam bimbingan Suksma Sejati maka
manusia menerima pepadang dari Suksma Sejati yang menimbulkan rasa damai
tentram, bahagia yang dapat menyapu segala kekhawatiran, kesusahan, dan hidup
manusia menjadi terang, cipta nalar pangerti tidak sesat, kalau tertimpa
penderitaan tidak mudah bingung dan berkeluh kesah. Dengan rasa bakti, rasa
jatuh cinta, rasa dekat dan rasa bersatu dengan Suksma Sejati yang terlaksana
dalam menyembah dengan sepenuh hati dan tindak cinta kasih kepada sesama
didasari tapa brata secukupnya, manusia menemukan bersatunya dengan Suksma
Sejati yang bertahta di Rasha Jati (pusat hatinya) (Warnabinarja, 1977: 29).
b. Mengatur Angan-Angan, Nafsu-Nafsu dan Perasaan-Perasaan
Angan-angan, nafsu-nafsu dan perasaaan adalah tiga hal yang harus
dikendalikan oleh manusia agar berjalan seimbang dan selaras. Yang dapat
selalu berhubungan dengan Suksma Sejati agar selalu menerima kekuasaan dan
kebijaksanaan. Keseimbangan antara angan-angan dan perasaan menyebabkan
jiwa manusia menjadi tenang dan tenteram, pikiran terang, hati menjadi ringan,
lega dan bahagia, keinginan tidak timbul bagaikan cendana dimusim hujan.
Kenyataan memang tidak mudah menyelaraskan angan-angan, nafsu-nafsu dan
perasaan-perasaan. Hal ini disebabkan karena kekurangan kepercayaan kepada
Suksma Kawekas melalui suksma sejati dalam hati manusia, juga karena manusia
tunduk kepada nafsu duniawinya. Oleh karena itu sebagai keseimbangan, manusia
harus melatih diri dengan melaksanakan pedoman Hasta Sila, yang
pelaksanaannya melalui Jalan Rahayu, panembah dengan memperhatikan
Paliwara. Setiap hari manusia harus sanggup melatih diri, jujur, melihat
kekurangan diri apa yang dimaksud dalam Hasta Sila. Juga setiap hari manusia
harus rajin menjalankan panembahan yang berati menggiatkan Tri Sila
(Warnabinarja, 1977: 30).
Bagaimana ketiga faktor (angan-angan, nafsu, perasaan) bekerjasama,
nafsu-nafsu adalah salah satu unsur dalam jiwa manusia. Nafsu yang
dimaksudkan: lauwamah, amarah, sufiah dan mutmainah. Nafsu-nafsu ini dapat
dikatakan sebagai pendorong kekuatan angan-angan dan perasaan. Lebih
jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut: misal ada keinginan (dari sufiah),
getaran keinginan itu dihubungkan dengan angan-angan sehingga manusia
mempunyai gambaran tertentu tentang apa yang diinginkannya, kemudian
getaran apa yang diinginkan sampai pada perasaan, sehingga manusia merasa
menimbulkan pergolakan dalam angan-angan antara cipta-nalar-pangerti, dari
situ timbulah pengertian yang jelas tentang yang diinginkan, pengertian yang jelas
itu lalu menggerakkan kembali nafsu keinginan supaya lebih giat mendorongnya,
oleh dorongan lebih giat tersebut angan-angan memerintahkan alat-alat pelaksana
(panca indera) untuk mencapai keinginan tersebut. Apa bila keinginan tercapai
perasaan akan merasa positif, apa bila tidak akan merasa ngatif. Untuk dapat
mengekang dan menundukkan angan-angan manusia harus menyerahkan
kesadaran kepada Suksma Sejati.
Cara mudah dalam perasaan positif adalah melaksanakan tapa brata dan
budi darma tertuju kepada perasaan positif dengan selalu membiasakan diri selalu
bergembira dan menjalankan banyak hal untuk keperluan sesama manusia. Lebih-
lebih tentang dirinya sendiri, tidak boleh merasa dengan pedih hati, rendah diri,
karena hal itu berati kurang percaya terhadap keadilan Tuhan. Perasaan positif
adalah syarat mutlak untuk bersatu dengan Suksma Sejati.
c. Bersatu luluh dengan Suksma Sejati dan Suksma Kawekas
Dalam mencapai persatuan luluh manusia harus menyadari bahwa dirinya
terbelenggu oleh keduniaan yang menjadi penyekat persatuan luluh. Belenggu
tersebut akibat dari aktivitas cipta dan angan-angan yang selalu berubah-ubah
sehingga menimbulkan kelekatan pada kebendaan fana menyebabkan timbulnya
rasa seneng sedih, marah bingung, kesal, keluh kesah kecewa. Demikian juga
kalau nafsu-nafsu kemauan keinginan tidak ditaklukkan akan menimbulkan
membebaskan diri dari belenggu kebendaan dan kefanaan dunia sehingga manusia
sampai kepada “pamudaran” yang merupakan kunci untuk dapat bersatu luluh
dengan Tuhan melalui suksma sejati. Cara ini dapat dilakukan dengan
menjalankan perintah sesuai dengan sifat-sifat dari Tuhan sendiri yaitu dengan
melaksanakan “Jalan Rahayu” (Warnabinarja, 1977:32).