• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumbangan katekese bagi warga Kebatinan Pangestu yang beragama Katolik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sumbangan katekese bagi warga Kebatinan Pangestu yang beragama Katolik."

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sumbangan Katekese bagi Warga Kebatinan Pangestu Yang Beragama Katolik”. Judul tersebut dipilih berdasarkan

kenyataan penulis selama bergabung menjadi warga Kebatinan Pangestu, menjumpai beberapa penghayatan iman Kebatinan Pangestu yang tidak sesuai dengan penghayatan iman Kristiani. Tradisi yang turun-temurun dari keluarga telah mengajarkan paham Kebatinan Pangestu walaupun identitas mereka beragama Katolik. Hal ini dapat memicu jarak dan bahkan persoalan Gereja terhadap budaya tempat Injil ditanam. Untuk itu saudara Katolik di Pangestu perlu semakin mempunyai pemahaman, pengetahuan yang mendalam dari iman Katolik.

Penulis memahami bahwa Pangestu sama-sama mengajarkan kebaikan demi tercapainya Kerajaan Allah. Persoalan skripsi ini adalah bagaimana menemukan perjumpaan makna antara ajaran Pangestu dengan ajaran Kristiani Katolik, sehingga Pangestu dapat dihayati dalam rangka hidup rohani Kristiani Katolik. Suatu upaya perjumpaan yang akan melahirkan pemahaman baru yaitu melalui katekese yang diberikan bagi saudara Katolik di Pangestu.

(2)

ABSTRACT

This study entitled “Catechism Contribution for Members of Kebatinan Pangestu who are Catholics”. This title was chosen based on the

writer’ experience when affiliated the Kebatinan Pangestu. The writer found some of their faith are not in accordance with the Catholic faith. Their tradition inherited from their family has taught the teaching of Kebatinan Pangestu although they are Catholics. This problem has made them far away from the Catholic community, and even has made some problems with the culture where the Gospel has been proclaimed. Therefore they need to more understand the teaching of the Catholic Church.

The writer understands well that Pangestu also teaches all good things as well as Catholic teaching. The problem of this study is how to find the meeting point between Pangestu and Catholics. So that Pangestu can be lived out in Catholic context. One of the effort is to give catechism to them.

(3)

SUMBANGAN KATEKESE BAGI WARGA KEBATINAN PANGESTU YANG BERAGAMA KATOLIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Y. Bambang Haryanto NIM: 081124052

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk yang tercinta Ayahku, Ibuku, Adikku,

sahabat-sahabatku di IPPAK angkatan 2008, saudaraku di paguyuban Kebatinan Pangestu

Yogyakarta, saudaraku di lingkungan St. Damianus Demen dan Paroki

(7)

MOTTO

”Berbahagialah orang yang bertahan dalam percobaan, sebab apabila ia sudah

tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada

barangsiapa yang mengasihi Dia”.

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sumbangan Katekese bagi Warga Kebatinan Pangestu Yang Beragama Katolik”. Judul tersebut dipilih berdasarkan

kenyataan penulis selama bergabung menjadi warga Kebatinan Pangestu, menjumpai beberapa penghayatan iman Kebatinan Pangestu yang tidak sesuai dengan penghayatan iman Kristiani. Tradisi yang turun-temurun dari keluarga telah mengajarkan paham Kebatinan Pangestu walaupun identitas mereka beragama Katolik. Hal ini dapat memicu jarak dan bahkan persoalan Gereja terhadap budaya tempat Injil ditanam. Untuk itu saudara Katolik di Pangestu perlu semakin mempunyai pemahaman, pengetahuan yang mendalam dari iman Katolik.

Penulis memahami bahwa Pangestu sama-sama mengajarkan kebaikan demi tercapainya Kerajaan Allah. Persoalan skripsi ini adalah bagaimana menemukan perjumpaan makna antara ajaran Pangestu dengan ajaran Kristiani Katolik, sehingga Pangestu dapat dihayati dalam rangka hidup rohani Kristiani Katolik. Suatu upaya perjumpaan yang akan melahirkan pemahaman baru yaitu melalui katekese yang diberikan bagi saudara Katolik di Pangestu.

(11)

ABSTRACT

This study entitled “Catechism Contribution for Members of Kebatinan Pangestu who are Catholics”. This title was chosen based on the

writer’ experience when affiliated the Kebatinan Pangestu. The writer found some of their faith are not in accordance with the Catholic faith. Their tradition inherited from their family has taught the teaching of Kebatinan Pangestu although they are Catholics. This problem has made them far away from the Catholic community, and even has made some problems with the culture where the Gospel has been proclaimed. Therefore they need to more understand the teaching of the Catholic Church.

The writer understands well that Pangestu also teaches all good things as well as Catholic teaching. The problem of this study is how to find the meeting point between Pangestu and Catholics. So that Pangestu can be lived out in Catholic context. One of the effort is to give catechism to them.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Bapa, atas segala

berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“SUMBANGAN KATEKESE BAGI WARGA KEBATINAN PANGESTU

YANG BERAGAMA KATOLIK”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah

satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program Studi Ilmu Pendidikan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik di Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa

adanya dukungan, kerjasama dan bimbingan dari berbagai pihak. Dengan tulus

hati pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Romo Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., yang banyak memberi masukan dan

mendampingi penulis dengan sabar selaku dosen utama dalam menyelesaikan

skripsi ini.

2. Romo Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed selaku dosen

pembimbing akademik, atas segala perhatian dan kebaikan hatinya untuk

bersedia menjadi dosen kedua penguji skripsi ini.

3. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum, selaku dosen penguji ketiga

yang juga selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis untuk

segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu

(13)
(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Metode Penulisan... 6

E. Manfaat Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. AJARAN KEBATINAN PANGESTU ... 10

A. Kebatinan dan Aliran Pangestu ... 10

1. Kebatinan pada Umumnya ... 11

a. Pengertian Kebatinan ... 11

b. Mistik Kebatinan ... 14

c. Ciri-ciri Kebatinan ... 15

d. Penggolongan Kebatinan ... 18

2. Kebatinan Aliran Pangestu ... 19

B. Ajaran tentang Wahyu dan Iman dalam Kebatinan Pangestu ... 20

(15)

2. Iman dalam Pangestu ... 21

C. Ajaran tentang Allah ... 25

D. Ajaran Penciptaan ... 27

1. Penjadian Empat Anasir sebagai Bahan Dasar Penciptaan ... 28

2. Penciptaan Semesta Alam ... 28

3. Penciptaan Manusia ... 29

E. Ajaran Keselamatan ... 32

1. Keselamatan Sejati Kepada Tuhan ... 33

2. Sarana untuk Mencapai Keselamatan... 34

a. Keterbukaan kepada Suksma Sejati ... 34

b. Mengatur Angan-Angan, Nafsu-Nafsu dan Perasaan-Perasaan .. 36

c. Bersatu Luluh dengan Suksma Sejati dan Suksma Kawekas ... 38

F. Ajaran Penghayatan Pangestu dalam Kehidupan ... 39

1. Distansi ... 39

a. Rilo ... 40

b. Narimo ... 40

c. Sabar ... 41

2. Konsentrasi ... 42

a. Tapa ... 42

b. Pamudaran ... 43

3. Representasi ... 44

G. Ajaran Akhir Zaman ... 44

1. Kiamat Dunia Kecil ... 45

2. Kelahiran Kembali (Reinkarnasi) ... 45

3. Kiamat Dunia Besar ... 46

H. Rangkuman Ajaran Kebatinan Pangestu ... 47

BAB III. AJARAN TENTANG IMAN KATOLIK ... 51

A. Ajaran Tentang Wahyu dan Iman dalam Kristiani ... 51

1. Paham Wahyu Kristiani ... 52

a. Pengertian Wahyu Kristiani ... 52

(16)

2. Paham Iman Kristiani ... 54

a. Paham Iman menurut Alkitab ... 54

b. Paham Iman menurut Magisterium Gereja ... 56

3. Terbentuknya Gereja Berkat Perwahyuan Roh Kudus Oleh Kristus Yang Mulia ... 57

4. Pedoman Iman Kristiani sebagai Penjamin Wahyu Allah ... 58

a. Tradisi ... 58

b. Kitab Suci ... 59

c. Ajaran Magisterium ... 59

B. Ajaran Tentang Allah ... 60

1. Paham Allah dalam Perjanjian Lama ... 60

2. Paham Allah dalam Perjanjian Baru ... 61

3. Allah Tritunggal dalam Umat Kristiani ... 63

C. Ajaran Tentang Penciptaan ... 65

1. Penciptaan dalam Kitab Suci ... 65

2. Tujuan Penciptaan ... 66

3. Hakekat Manusia ... 67

D. Ajaran Tentang Keselamatan ... 68

1. Paham Keselamatan dalam Perjanjian Lama ... 69

2. Paham Keselamatan dalam Perjanjian Baru ... 70

3. Dosa Sebagai Penghalang Keselamatan ... 71

4. Penebuasan Sebagai Pemulihan Keselamatan ... 72

5. Keselamatan Pada Masa Kini ... 74

6. Keselamatan Mencapai Kepenuhannya pada Akhir Zaman ... 74

E. Ajaran Penghayatan Iman Katolik dalam Kehidupan ... 75

1. Dasar Penghayatan Iman Katolik ada di dalam Yesus Kristus ... 75

a. Sabda dan Karya dalam kehidupan Yesus sebagai dasar ajaran .. 75

1). Ajaran Dasar dari Yesus ... 76

2). Ajaran Perumpamaan dari Yesus ... 77

3). Mujizat Yesus ... 78

(17)

2. Sikap Penghayatan Ajaran Iman Kristiani dalam Kehidupan Nyata 79

a. Cinta Kasih kepada Sesama ... 79

b. Ketabahan sebagai Ketaatan Iman ... 80

c. Hidup dalam Penuh Pengharapan ... 81

F. Ajaran Akhir Zaman ... 82

1. Kematian ... 82

2. Surga ... 83

3. Neraka ... 84

4. Api Pencucian ... 84

5. Penghakiman Terakhir ... 85

6. Harapan akan Langit Baru dan Bumi Yang Baru ... 86

G. Rangkuman Ajaran Kristiani Katolik ... 86

BAB IV. PERJUMPAAN ANTARA AJARAN KEBATINAN PANGESTU DENGAN AJARAN IMAN KRISTIANI MELALUI SUMBANGAN KATEKESE ... 90

A. Menemukan titik temu ajaran kebatinan dengan ajaran Kristiani ... 90

1. Pandangan Gereja Terhadap Ajaran Non Kristiani Menurut Konsili Vatikan II ... 90

a. Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis mengenai Gereja... 91

b. Nostra Aetate, Deklarasi Mengenai Hubungan Gereja Dengan Agama Non Kristiani ... 91

c. Ad Gentes, Dekrit Tentang Kegiatan Misionaris Gereja ... 92

d. Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Mengenai Gereja dalam Dunia Modern ... 93

2. Perbandingan Ajaran Kebatinan Pangestu Dengan Ajaran Kristiani ... 95

a. Ajaran Wahyu dan Iman ... 95

b. Ajaran tentang Tuhan ... 96

c. Ajaran Penciptaan ... 97

d. Keselamatan Manusia ... 98

e. Ajaran Penghayatan Iman dalam Kehidupan Nyata ... 100

(18)

3. Pemahaman Kebatinan Pangestu Dalam Rangka Hidup Rohani

Kristiani ... 102

a. Pemahaman Manunggaling Kawula Gusti ... 103

b. Pemahaman Tentang Gustining Jagad Cilik dan Gustining Jagad Gedhe ... 104

c. Pemahaman Tentang Sang Guru Sejati ... 105

d. Pertobatan Syarat Bersatu dengan Sang Guru Sejati ... 106

e. Hidup Selalu Berwawan-Sabda dengan Sang Guru Sejati ... 107

B. Sumbangan Program Katekese Dalam Paguyuban Kebatinan Pangestu sebagai wujud Perjumpaan Iman Kristiani dengan Iman Kebatinan Pangestu ... 108

1. Usaha Berkatekese ... 108

a. Pengertian Katekese ... 108

b. Tujuan Katekese ... 109

c. Isi Katekese ... 111

d. Unsur-unsur dalam Katekese ... 112

1). Pengalaman Hidup Peserta ... 112

2). Komunikasi Iman dalam Kitab Suci ... 113

3). Komunikasi dengan Tradisi Kristiani... 113

4). Arah Keterlibatan Baru ... 114

e. Pemilihan Model Pengalaman Hidup sebagai Model Katekese .. 114

2. Sumbangan Program Katekese Bagi Warga Kebatinan Pangestu ... 117

a. Latar Belakang Penyusunan Program ... 118

b. Tujuan Program ... 119

c. Usulan-Usulan Tema Katekese ... 120

d. Matrik Program Katekese ... 122

3. Contoh Persiapan Katekese ... 124

BAB V. PENUTUP ... 137

A. Kesimpulan ... 137

B. Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA ... 142

(19)

Lampiran 1: Gambar Lambang Pangestu... (1)

Lampiran 2: teks lagu “Dalam Yesus” ... (2)

(20)

DAFTAR SINGKATAN

A. SINGKATAN KITAB SUCI

KS : Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini

mengikuti singkatan yang terdapat dalam daftar singkatan Alkitab

Deuterokanonika (1995) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.

B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA

AG : Ad Gentes, Dekrit Tentang Kegiatan Misionaris Gereja,

7 Desember 1965.

CT : Catechese Trandendae, Ajaran Apostolik Paus Yohanes

Paulus II tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

DCG : Directorium Catechisthicum General, Direktorium

Kateketik Umum yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci

para Klerus, 11 April 1971.

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II

tentang Wahyu Ilahi, 18 nopember 1965.

GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II

tentang Gereja Dewasa Ini, 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II

tentang Gereja, 21 November 1964.

NA : Nostra Aetate, Deklarasi Mengenai Hubungan Gereja

(21)

C. SINGKATAN LAIN

Art : Artikel

Bdk : Bandingkan

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

KKGK : Kopendium Katekismus Gereja Katolik

No : Nomor

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam suatu kisah mitologi Jawa, dikisahkan dalam cerita Mahabharata,

suatu gambaran kehidupan. Gambaran kehidupan itu dapat dilihat sebagai

peperangan antara kuasa-kuasa keteraturan dan kuasa-kuasa kekacauan.

Gambaran Pandawa adalah Lima orang bersaudara yang berjuang menegakkan

kesalehan, keadilan, sikap tanpa pamrih. Sedangkan Kurawa adalah gambaran

keangkuhan, kesombongan, keserakahan, hawa nafsu dan pengagungan diri. Bila

Kurawa berkuasa maka kehidupan di dunia ini akan tidak teratur dan adil. Dalam

perang Bharata Yudha, Kurawa akan dilawan oleh Pandawa, bila Pandawa

menang maka kehidupan di bumi ditandai oleh suasana tentram, adil makmur dan

harmonis. Perang terakhir dan besar-besaran dengan Pandawa mengalahkan

Kurawa, maka keteraturan mengalahkan kekacauan (Mulder, 1983: 14).

Dalam mistik Jawa dikenal model jagad gedhe (kosmos) yaitu alam

semesta dan jagad cilik (mikrokosmos) yaitu manusia. Sedangkan kuasa-kuasa

kekacauan dilambangkan oleh segi lahir (segi luar badani) yang mengikat manusia

kepada dunia. Sementara segi batin menghubungkan dengan makna terdalam dari

alam semesta, moralitas dan keteraturan. Dalam upaya-upaya mistiknya, manusia

harus dapat mengatasi segi badani itu, seperti emosi, naluri dan nafsu

keduniaannya, agar batin manusia dapat bersatu kembali dengan asal muasal

(23)

adalah segi batin yang harus ditegakkan. Keteraturan berarti pernyataan rasa

keselarasan dan keserasian dengan tujuan alam semesta (kosmos), dan dalam arti

terdalam terjadi kemanunggalan, kesatuan, persatuan dari segala-galanya,

pencipta dengan yang diciptakan, kawula dengan Gusti, sangkan-paran (asal dan

semua tujuan diciptakan). Dalam hal ini mistik Jawa dikenal dengan nama

Kebatinan, prinsip kesatuan terdalam ini adalah Tuhan, Sang Hyang Kawekas,

Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Esa. Kesatuan terdalam dengan Tuhan

merupakan kewajiban moral dan tujuan pokok dari paraktek Kebatinan. Praktek

Kebatinan bertujuan tercapainya tatanan dan keteraturan alam semesta (kosmos).

Kebatinan pada umumnya menunjuk kepada segala usaha dan gerakan

untuk memberdayakan batin manusia. Manusia adalah makluk lahir-batin,

merupakan cita-cita manusia bila terjadi keseimbangan antara daya batin dan daya

lahir. Akan tetapi di dunia moderen yang serba canggih ini, manusia cenderung

mencari akan hal lahir, akan sensasi dan emosi, akan pangkat dan kehormatan.

Hal semacam ini seringkali mengancam nilai-nilai batin dari manusia. Ajaran

Kebatinan adalah pernyataan Allah yang hadir dalam hati manusia dengan

pencapaian ketenangan dan ketentraman hidup. Disana terdapat kenyataan yang

mutlak, bahwa setiap manusia akan mengarahkan dirinya kepada Sang Pencipta.

Awal mula gerakan Kebatinan merupakan tanda protes dan kritik terhadap zaman,

sebagai jawaban atas berbagai hal seperti: kekhawatiran jangan-jangan dilanda

arus asing yang mengindahkan nilai keaslian, intelektualisme dilawan dengan

perasaan, materialisme dilawan dengan kerohanian. Suatu gejala yang menarik

(24)

jumlah yang besar, terutama di pulau Jawa. Sejak tahun 1945 ratusan aliran

Kebatinan telah lahir, dengan memakai bermacam-macam nama serta membawa

ciri khas masing-masing (Rahmat, 1973: 125).

Ajaran Kebatinan merupakan warisan leluhur di tanah Indonesia ini

sebelum masuknya agama Kristen, Islam, Hindu, Budha. Kebatinan memberikan

kontribusi bagi kehidupan hingga sekarang dalam menata hidup, sebagai perantara

komunikasi manusia kepada yang transenden yaitu Allah Sang Pencipta.

Sebagaimana diungkapkan oleh Mertodipuro (1967: 13). Kebatinan adalah cara

ala Indonesia mendapatkan kebahagiaan. Di Indonesia, Kebatinan, apapun

namanya: tassawuf, ilmu kesempurnaan, teosofi, dan mistik adalah gejala umum.

Kebatinan memperkembangkan inner reality, kenyataan rohani. Maka itulah

selama bangsa Indonesia tetap berwujud Indonesia, beridentitas asli, maka

Kebatinan akan tetap di Indonesia, baik didalam agama atau di luarnya. Kebatinan

seringkali dianggap intisari “kejawen”, gaya hidup orang Jawa adalah Kebatinan

(Suwarno, 2005: 79).

Dari berbagai aliran Kebatinan yang terdapat di Indonesia, ada lima aliran

Kebatinan yang dipandang sebagai mewakili segala aliran yang ada. Aliran

Kebatinan itu adalah: Paguyuban Sumarah, Paguyuban Sapta Darma, Paguyuban

Bratakesawa, Paguyuban Paryosurodipuro, dan Paguyuban Pangestu. Penulis

membatasi dalam satu aliran saja, yaitu aliran Kebatinan Pangestu. Sikap hidup

orang Jawa kejawen telah banyak diaktualisasikan di dalam aliran Kebatinan dan

sastra jawa. Aliran Pangestu dipandang ada pengaruhnya di antara orang-orang

(25)

Pangestu dipandang mencerminkan salah satu sikap hidup orang Jawa (Iman,

2005: 64). Pangestu singkatan dari Paguyuban Ngesti Tunggal yang artinya

“persatuan untuk dapat bertunggal”. Raden Soenarto Mertowardojo merupakan

tokoh yang tidak terlepas dari sejarah kelahiran dan perkembangan aliran

Pangestu. Secara umum R. Soenarto dapat disebut sebagai pendiri Kebatinan

Pangestu. Pangestu didirikan pada tanggal 20 Mei 1949 di Surakarta. Pangestu

bertujuan dan bercita-cita hidup bertunggal dengan semua golongan dengan tidak

membeda-bedakan jenis bangsa, derajat dan agama. Penegasan pengajaran

terdapat dalam buku Sasangka Jati(Jiwa Sejati). Pangestu tidak mengajarkan

hal yang aneh-aneh seperti ilmu ramal meramal, ilmu sihir, ilmu arwah, klenik

dan sebagainya. Aliran Kebatinan Pangestu lebih kekancah bimbingan dan

pengolahan jiwa (Solarso, 1987: 32). D.I.Yogyakarta menurut data Paguyuban

Pangestu periode tahun 2010-2015 ada enam cabang paguyuban yang tersebar

masing-masing di Wates Kulon Progo, Bantul, Sleman dan kota Yogyakarta.

Penulis memberi perhatian dalam hal ini, karena selama penulis bergabung

menjadi warga Kebatinan Pangestu, menjumpai beberapa penghayatan iman

Kebatinan Pangestu yang tidak sesuai dengan penghayatan iman Kristiani. Tradisi

yang turun temurun dari keluarga telah mengajarkan paham Kebatinan Pangestu

walaupun identitas mereka beragama Katolik. Hal ini merupakan persoalan Gereja

terhadap budaya tempat Injil ditanam. Untuk itu saudara Katolik di Pangestu perlu

semakin mempunyai pemahaman, pengetahuan yang mendalam dari iman

(26)

ajaran iman Kristiani. Pemahaman dan pemaknaan ajaran Pangestu haruslah

dalam terang iman Kristiani.

Seberapa besarkah ajaran Kebatinan Pangestu berperan dalam kehidupan

ini? Bagaimana perjumpaan kedua ajaran tersebut? Bagaimanakah pemahaman

Kebatinan Pangestu agar dapat dihayati dalam rangka hidup rohani Kristiani

Katolik? Bagaimana proses berkatekese yang sesuai bagi warga Kebatinan

Pangestu?

Bersama pemikiran-pemikiran dari para tokoh-tokoh Kristiani dan

pemikiran dalam ajaran Kebatinan Pangestu, penulis akan mengajak untuk

memahami dan memaknai Kebatinan Pangestu dalam terang ajaran Kristiani.

Penulis akan mengajak menemukan perjumpaan dan titik temu makna yang tepat

atas ajaran Kebatinan Pangestu dalam rangka hidup rohani Kristiani dengan

menyumbangkan katekese yang tepat bagi warga Kebatinan Pangestu yang

beragama Katolik. Untuk itu penulis memberi judul karya tulis ini sebagai berikut:

“Sumbangan Katekese Bagi Warga Kebatinan Pangestu Yang Beragama Katolik”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah-masalah yang akan dibahas dalam

skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah ajaran Kebatinan Pangestu.

(27)

3. Bagaimanakah pemahaman Kebatinan Pangestu agar dapat dihayati dalam

rangka hidup rohani Kristiani Katolik.

4. Bagaimanakah pelaksanaan katekese yang sesuai dalam warga Kebatinan

Pangestu.

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

1. Memaparkan serta memahami ajaranKebatinanPangestu.

2. Memaparkan ajaran kristiani.

3. Menemukan pemahaman Kebatinan Pangestu dalam rangka hidup rohani

Kristiani Katolik.

4. Mewujudkan katekese bagi warga Kebatinan Pangestu yang beragama katolik

agar memaknai ajaran sesuai dengan terang Kristiani.

D. METODE PENULISAN

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif,

dengan memanfaatkan studi pustaka yang didalamnya memaparkan dan

menguraikan tentang ajaran Kebatinan Pangestu, ajaran iman Kristiani, serta

menemukan perjumpaan dan memaknai ajaran Kebatinan Pangestu dalam terang

ajaran Kristiani dalam rangka hidup rohani Katolik. Serta menemukan tema-tema

(28)

E. MANFAAT PENULISAN

Manfaat penyusunan skripsi ini secara lebih rinci dapat penulis uraikan

sebagai berikut:

1. Dapat lebih memperluas serta memperdalam wawasan pengetahuan tentang

ajaran Kebatinan. Ajaran Kebatinan adalah sebuah kebudayaan warisan

leluhur bangsa Indonesia yang patut kita gali dengan lebih dalam dengan

menemukan nilai-nilai kearifan lokalnya akan membantu bangsa ini dalam

mencari iman kepada Tuhan.

2. Menemukan makna dan titik temu ajaran Kebatinan Pangestu dalam rangka

penghayatan hidup rohani Kristiani Katolik.

3. Menemukan sebuah katekese yang tepat bagi penganut Kebatinan Pangestu

yang beragama Katolik, sehingga iman umat Katolik yang tergabung dalam

Kebatinan Pangestu tetap berpegang dalam terang ajaran iman Kristiani.

F. SISTIMATIKA PENULISAN

Skripsi ini mengambil judul “Sumbangan Katekese Bagi Warga

Kebatinan Pangestu Yang Beragama Katolik” skripsi ini akan diuraikan dalam

5 bab:

Bab I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan,

perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan

(29)

BAB II. AJARAN KEBATINAN PANGESTU

Bab ini menjelaskan ajaran Kebatinan pada umumnya, pada bagian ini

dimaksudkan membantu memahami awal ajaran Kebatinan kemudian mendalami

salah satu aliran Kebatinan yaitu aliran Kebatinan Pangestu. Dalam aliran

Pangestu akan dipaparkan ajaran-ajaran pokok seperti: ajaran wahyu dan iman,

ajaran tentang Allah, ajaran tentang penciptaan, ajaran keselamatan, ajaran

penghayatan Pangestu dalam hidup nyata dan yang terakhir ajaran tentang akhir

zaman.

BAB III. AJARAN IMAN KRISTIANI

Bab ini menjelaskan tentang pemaparan ajaran dalam Kristiani Katolik,

bagian ini akan menghantar kita lebih lanjut tentang pemahaman ajaran Kristiani

Katolik. Pada bagian pertama pembahasan, akan dipaparkan wahyu dan iman

Kristiani, Ajaran penciptaan dalam Kristiani, keselamatan, sikap Kristiani dalam

penghayatan hidup nyata dan ajaran akhir zaman.

BAB IV. PERJUMPAAN ANTARA AJARAN KEBATINAN PANGESTU DENGAN AJARAN IMAN KRISTIANI MELALUI SUMBANGAN KATEKESE

Dalam bab ini akan dipaparkan pandangan kristiani tentang Kebatinan dan

menemukan titik temu dalam kedua ajaran. Dalam bab ini dialog kedua pihak

antara iman Kristiani dengan KebatinanPangestu akan menemukan makna yang

(30)

dalam Kebatinan Pangestu diharapkan mampu meneguhkan iman Kristiani dan

memberikan penerangan iman Kristiani, pemahaman baru bagi warga Pangestu

yang beragama Katolik.

BAB V. PENUTUP

Dalam penutup ini memuat kesimpulan dan saran dari penulis skripsi

dalam mempelajari, memaknai dan mendalami perjumpaan ajaran Kristiani

(31)

BAB II

AJARAN KEBATINAN PANGESTU

Bagian ini menyajikan bagaimana ajaran iman dalam Kebatinan Pangestu.

Menurut Harun Hadiwijono (1970: 9) Pangestu adalah aliran Kebatinan yang

pandangannya dipengaruhi oleh ajaran Kristiani. Bagian pertama bab ini akan

menjelaskan arti Kebatinan, mistik Kebatinan, ciri-ciri Kebatinan pada umumnya

dan secara khusus akan dikenalkan dengan Kebatinan aliran Pangestu. Kemudian

bagian selanjutnya akan disajikan ajaran-ajaran pokok dalam Kebatinan aliran

Pangestu, seperti: ajaran wahyu dan iman, ajaran tentang Allah, ajaran tentang

penciptaan, ajaran keselamatan, ajaran penghayatan Pangestu dalam hidup nyata

dan yang terakhir ajaran tentang akhir zaman.

A. Kebatinan dan Aliran Pangestu

Dalam bagian ini penulis akan memaparkan pandangan pengetahuan

umum tentang Kebatinan. Karena tidak semua paguyuban-paguyuban dalam

Kebatinan bisa dikatakan sebagai sebuah paguyuban Kebatinan yang sebenannya.

Maka dari itu akan dibahas pengertian Kebatinan, ciri-ciri dalam Kebatinan, dan

penggolongan dalam Kebatinan. Kemudian bagian kedua akan dibahas tentang

(32)

1. Kebatinan pada Umumnya

Sebelum masuk kedalam aliran Kebatinan sendiri, perlu dibahas

pengetahuan umum yang terdapat dalam Kebatinan. Dengan demikian pengertian

tentang Kebatinan akan menjadi jelas dan tidak akan di salah artikan dengan

hal-hal yang negatif.

a. Pengertian Kebatinan

Dalam jiwa manusia ada kecenderungan kerinduan akan Tuhan, dari dalam

diri manusia timbullah pertanyaan mengenai Tuhan. Pertanyaan asasi dalam setiap

manusia itu mencapai jawabannya bukan dari diri manusia sendiri, melainkan

mendengarkan dari Tuhan yang mewahyukan Diri. Disinilah peranan batin

manusia sangat diandalkan dalam merasakan wahyu dari Tuhan. Kata Kebatinan

akar katanya batin, berasal dari lafaz bahasa Arab, artinya yang di dalam hati,

yang tersembunyi dan misterius. Batin dipakai untuk menunjukkan sifat, dengan

sifat batin itu manusia merasa dirinya lepas dari segala yang semu. Batin juga

dipergunakan sebagai sifat keunggulan terhadap perbuatan lahir (Suwarno, 2005:

84). Kebatinan ialah suatu ilmu yang menuju ke arah penjelasan tugas hidup

dengan sebaik-baiknya, menuju kepada kesempurnaan. Kebatinan adalah ilmu

kesempurnaan yang mengajarkan bagaimana caranya. Batin adalah keadaan yang

abstrak, tidak nyata, yang tidak ditangkap dengan panca indra (Sarwedi, 1965:9).

Kita bertolak dari definisi Kebatinan seperti yang dirumuskan pada konggres

Kebatinan II (1956), sebagai berikut: “Kebatinan adalah sumber asas dan sila

(33)

kesempurnaan hidup”. Konsep yang hampir sama dalam definisi Kebatinan lainya

disampaikan oleh tokoh Kebatinan Soesilo sebagai berikut:“Kebatinan adalah

bentuk usaha untuk mewujudkan dan menghayati nilai dan kenyataan rohani

dalam diri manusia serta alamnya dan membawa orang kepada penemuan

kenyataan hidup sejati serta pencapaian budi luhur dan kesempurnaan hidup”

(Rahmat, 1973:188).

Kebatinan menegaskan bahwa satu-satunya sumber untuk pengakuan

Tuhan adalah pengalaman batin manusia sendiri. Kebatinan sebagai pangkal

perkembangan manusia, berasaskan budi luhur dan kesempurnaan hidup. Praktek

Kebatinan adalah usaha untuk berkomunikasi dengan realitas asali. Sebagai

cabang pengetahuan, Kebatinan mempelajari tempat manusia dalam dunia

kosmos. Itu didasarkan atas adanya kesatuan yang hakiki diantara segala yang ada

di semesta alam ini. Kebatinan melihat eksistensi manusia dalam susunan

kosmologis, membuat hidup ini menjadi pengalaman religius dan berpartisipasi

dalam kemanunggalan kehidupan (Mulder, 1983: 22).

Paham dasar Kebatinan mengatakan bahwa manusia terdiri dari sifat lahir

dan sifat batin, kedua aspek ini saling berhubungan. Setiap yang ada berkewajiban

moral untuk menciptakan harmoni antara aspek-aspek lahir dan aspek-aspek batin

dari hidup ini. Dalam arti yang batin mengendalikan/menguasai yang lahir,

dengan demikian hidup di dunia akan menjadi harmonis dan terkoordinasi dengan

prinsip kesatuan asali kehidupan. Karena alasan ini masyarakat diatur agar dapat

seimbang melalui tatakrama yang mengatur tingkah laku interpersonal, adat

(34)

hubungan formal antar masyarakat dengan alam adiduniawi. Sedangkan naluri

dan emosi manusia diatur oleh aturan moral yang dikenakan atas tingkah laku

perorangan yang menekankan narimo, sabar, waspada-eling, andapasor dan

prasaja. Semuanya itu penting bagi keseimbangan manusia dan bagi

mempertahankan keseimbangan dengan Ada atau Hidup. Barang siapa yang hidup

harmonis dengan alam, dan masyarkat dengan sendirinya ia harmonis dengan

Kehidupan. Pelanggaran atas harmoni itu, gangguan atas tatanan dianggap

merupakan kesalahan dan hakekatnya merupakan dosa (Mulder, 1983: 23).

Jalan yang dilalui orang Jawa menyelami realitas asali/kehidupan adalah

dengan rasa yang peka dan terlatih (rasa batin yang intuitif). Hakekat realitas

ditangkap oleh rasa dan dibeberkan dalam batin yang tenang. Dengan mengatasi

rintangan dan memelihara keharmonisan manusia akan sungguh-sungguh dapat

memahami langsung tentang rahasia kehidupan. Praktek Kebatinan adalah usaha

perseorangan yang ingin manunggal kembali dengan asal usulnya, berniat

mengalami tersingkapnya rahasia kehidupan atau membebaskan dari ikatan-ikatan

duniawi.

Aliran Kebatinan mempunyai “Ajaran” sendiri yang disebut piwulang, wewarah atau tuntunan. Ajaran itu berasal dari penerangan batin sang guru atau panuntun yang menjadi pendiri atau pendasar aliran itu. Tidak hanya guru atau

panuntun yang dapat mengalami terang batin, tetapi juga setiap warga atau murid,

tentu saja pada tahap permulaan dengan bimbingan guru atau panuntun dapat

mengalaminya sesuai dengan usaha dan anugrah Tuhan. Dalam hal ini disebut

(35)

“perantara”. “terang batin” itu disebut dengan aneka nama: ilham, pituduh,

wangsit, wedharan, wahyu (Banawiratma, 1986: 63).

Ajaran dalam Kebatinan sering disebut ngelmu atau ngelmu batin, yang

dibedakan kawruh atau ngelmu lahir. Ngelmu batin adalah pengetahuan yang

berasal dari penerangan batin dan harus dipahami terutama dengan jalan olah rasa,

yang biasanya juga disertai laku (tapa, mati raga). Yang terpenting bagi para

penganut Kebatinan bukanlah bentuk dan rumusan “ajaran”, melainkan

penghayatan batin akan isi ajaran itu, yang diusahakan dialami dan dilaksanakan

dalam kehidupan pribadinya. Kebatinan bertujuan mencari kebenaran, maka

kebenaran dimengerti sebagai kasunyatan “kebenaran ” yang dihayati dialami,

dilaksanakan dan terbukti dalam kehidupan. Kebenaran macam inilah yang

menjadi pokok pembicaraan dalam sarasehan, bawa rasa (semacam sharring)

bila para warga Kebatinan berkumpul, entah dalam pertemuan organisasi, entah

dalam pertemuan pribadi antara murid dan guru ataupun sesama murid

(Banawiratma, 1986: 63).

b. Mistik Kebatinan

Segala sesuatu yang hidup adalah satu dan tunggal. Manusia dipandang

sebagai percikan dari zat hidup yang meliputi segala sesuatu, manusia mempunyai

dua segi lahir dan batin. Melalui segi batin, manusia dapat mencapai persatuan

dengan Zat Hidup. Untuk mencapai kesatuan dengan zat hidup, manusia harus

mengatasi segi-segi badaniah. Kebatinan merupakan mistik murni yang membuka

(36)

pada dasarnya Kebatinan itu mistik. Konsep mistik dalam aliran Kebatinan,

sebagaimana halnya mistisisme agama, intinya menekankan hubungan langsung

antara manusia dengan Tuhan, manusia sebagai pihak yang aktif berupaya untuk

dekat dengan Tuhan, bahkan bersatu dengan Tuhan, yang sering disebut dengan

Manunggaling Kawula Gusti (Suwarno, 2005: 88).

c. Ciri-ciri Kebatinan

Dalam Kebatinan ada sifat dan ciri yang khas. Pada umumnya sifat-sifat

itu terdapat pada segala jenis aliran Kebatinan, meskipun tidak semua unsur sama.

Sebagai nilai, sebuah sifat dianggap hanya terdapat dalam lingkungan Kebatinan

sendiri. Bersama-sama akan dibahas sifat-sifat atau ciri-ciri dari Kebatinan yang

sebagai berikut:

1) Sifat pertama “Batin”

Kata batin mempunyai arti di dalam diri manusia. Kata tersebut berasal

dari kata arab, mempunyai arti: perut, rasa mendalam, tersembunyi rohani, asasi.

Dalam ilmu jiwa, batin dipergunakan sebagai sifat keunggulan terhadap perbuatan

lahiriah, peraturan dan hukum yang dilahirkan dari luar oleh pendapat umum.

Penilaian duniawi seringkali mementingkan kedudukan dan peranan manusia

yang tidak sebenarnya: gelar, pangkat, harta benda, kekuasaan. Dari semua itu

diremehkan oleh orang Kebatinan, ia berusaha menembus dinding alam

pancaindra untuk bersemayam pada asas terlahir dari kepribadiannya: yaitu Roh

(37)

2) Sifat kedua “Rasa”

Rasa adalah pengalaman rohani yang bersifat subjektif. Sifat “Rasa”

tersebut merupakan reaksi terhadap gejala modernisasi yang mau menekankan

otak sebagai pengganti hati dan akal sebagai pengganti rasa, kegiatan lahiriah

sebagai pengganti pengalaman batin. Melawan itu diadakan latihan-latihan yang

menyiapkan manusia untuk menerima wahyu sendiri, mendengar suara didalam

hati, melukiskan hal yang membuat rasa tenteram dan puas (Rahmat, 1973: 129).

3) Sifat ketiga “Asli”

Sifat keaslian merupakan ciri khas Kebatinan. Sifat “asli” dalam ilmu

Kebatinan merupakan reaksi terhadap gejala keterasingan manusia dalam dirinya

sendiri. Gerakan Kebatinan timbul sebagai gerakan yang mau

memperkembangkan kepribadian “asli”. Sifat asli ini juga merupakan reaksi

terhadap gejala yang cenderung mengabaikan keaslian budaya daerah. Dan

lingkungan universal “asli” merupakan reaksi terhadap gejala internalisasi

kebudayaan. Kebatinan di Indonesia mau menekankan dan mempertahankan gaya

hidup dan kesopanan Timur (Adimassana, 1986:13).

4) Sifat keempat “hubungan erat antar anggota”

Sifat hubungan erat antar warga yaitu mempererat dan mempersatukan

mereka yang tergabung dalam suatu aliran Kebatinan adalah kesamaan pandangan

hidup diantara mereka. Kesamaan tersebut di peroleh melalui “Jumbuhing Kawula

(38)

bagi kebutuhan untuk bersatu sama lain. Masyarakat yang terbentuk adalah

masyarakat yang berpola gotong royong dan kekeluargaan (Rahmat, 1973: 136).

5) Sifat kelima “akhlak sosial”

Dalam situasi sosial masyarakat kita kita banyak mendengar berita tentang

krisis sosial, kemrosotan akhlak, kerusuhan dimana-mana, kasus korupsi yang

merajalela. Bisa dikatakan bahwa dalam kaidah moral, masyarakat dewasa ini

tidak mengenakan tubuh “Kebatinan”. Oleh sebab itu agar manusia kembali pada

langkah kesusilaan asli dengan semboyan jawa “budi luhur dan sepi ing pamrih”. Dengan ungkapan lebih positif dikatakan bahwa “membangun masyarakat ialah

membangun diri sendiri, dan membangun diri sendiri adalah membangun

masyarakat”. Kesadaran semacam itu disebut sebagai “rasa bersatu” dengan

masyarakat. Jadi dalam masyarakat tidak ada rasa individualistis, sehingga yang

ada adalah “rasa sama”, rasa bersatu dengan masyarakat bisa tercapai bila

tiap-tiap individu mempunayai “rasa sama”. Rasa sama itu menimbulkan rasa enak

dalam gerak hidup sosial manusia (Adimassana, 1986: 39).

6) Sifat keenam “gaib”

Kebatinan memiliki kekuatan yang dihasilkan dari alam dan memberikan

gabungan aura positif terhadap orang yang mengalaminya. Maka didalam

Kebatinan umumnya terdapat kepercayaan pada daya-daya “gaib” yang

suprarasional. Daya gaib itu ada dua macam, yaitu magi hitam dan magi putih.

Menurut Wangsanegoro, Kebatinan tidak termasuk sebagai magi hitam, karena

Kebatinan tidak menggunakan “klenik”. Yang dimaksud klenik adalah adanya

(39)

adalah adanya praktek-praktek yang melanggar norma-norma agama, Kebatinan,

kerohanian, kejiwaan, norma susila dan hukum (Adimassana, 1973: 14).

d. Penggolongan Kebatinan

Dalam perkembangan lebih lanjut, menurut Adimassana (1986: 22-23),

aliran-aliran Kebatinan memperkenalkan dengan nama “kepercayaan”. Dalam

nama tersebut badan konggres Kebatinan Indonesia merumuskan tiga unsur, yaitu:

Kebatinan, kejiwaan, dan kerohanian.

Kebatinan mengandaikan adanya ruang hidup dalam diri manusia yang

bersifat kekal. Seluruh alam kodrat dengan segala daya tenaganya hadir secara

imanen di dalam batin itu dalam wujud kesatuan tanpa batas antara bentuk. Bila

manusia mengaktifkan daya batinnya dengan segala rasa atau semedi, dia

membebaskan diri dari prasangka tentang keanekaan bentuk. Melalui kontak alam

gaib manusia menyadari diri sebagai satu dalam semua dan semua dalam satu:

corak Kebatinan adalah kosmosentris; terwujud dalam sakti, astrologi, okultisme

dan ramalan zaman depan.

Kejiwaan mengajarkan psikoteknik, melalui jiwa manusia menyadari diri

sebagai yang ada dan bebas mutlak yang tidak tergantung pada apa saja yang di

luarnya. Manusia dibimbing untuk mengatasi batas-batas hukum alam dan logika

untuk menuju realisasi jiwa sendiri, yang penuh rahasia, daya gaib. Di dalam

kebebasan ini manusia mengalami kemuliaan dan kebahagia. Kejiwaan juga

diartikan sebagai usaha untuk membebaskan jiwa dari belenggu keakuan dan

(40)

Kejiwaan itu berkembang, baik dalam faham pantheis, maupun dalam keyakinan

monotheis.

Kerohanian memperhatikan jalan, melalui mana roh manusia dapat bersatu

dengan Roh Tuhan. Terdapat kerohanian monistis, menurut mana roh insani yang

dianggap mengalir dari Tuhan. Terdapat pula kerohanian theosentris, dimana roh

insani tercipta merasa dipersatukan dengan Tuhan pencipta tanpa kehilangan

kepribadianya sendiri, entah melalui jalan budi atau gnosis, entah melalui cinta,

bhakti atau tawakkul.

2. Kebatinan Aliran Pangestu

Pangestu singkatan dari Paguyuban Ngesti Tunggal yang artinya Persatuan

untuk dapat bertunggal. Tunggal itu dapat ditafsirkan secara horisintal maupun

vertikal melalui kesatuan (solidaritas) dengan golongan-golongan masyarakat,

maupun kesatuan dengan Tuhan. Ajaran Pangestu didirikan tanggal 20 Mei 1949

di Surakarta. Tetapi ajaran Pangestu diwahyukan pada tanggal 14 Febuari 1932

kepada R. Soenarto Mertowerdojo di rumah Widuran Surakarta (Dejong, 1976:

16). Ketika ia sedang duduk di serambi muka rumahnya, tiba-tiba seperti ada yang

bersabda tetapi tidak didengar melalui telinga, melainkan langsung dari hati R.

Sunarto, seperti kalimat berikut “Ketahuhilah yang dinamakan ilmu sejati ialah

petunjuk nyata, yaitu petunjuk jalan yang benar, jalan yang sampai pada asal mula

hidup” (Suwarno, 2005: 291).

Semua wahyu yang diterima oleh R. Soenarto dicatat dan dihimpun oleh

(41)

selama berbulan-bulan dan dihimpunnya menjadi Serat (Kitab) Sasangka Jati

(Jiwa Sejati).

B. Ajaran tentang Wahyu dan Iman dalam Kebatinan Pangestu

Dalam Kebatinan Jawa khususnya hal “wahyu pribadi” dengan aneka

wujudnya merupakan salah satu pokok penting yang banyak digumuli. Sumber

ajaran yang disebut “piwulang” berasal dari penerangan batin guru yang menjadi pendiri aliran, yang didapatkannya melalui wahyu langsung dari Tuhan. Bagian

pertama, penulis akan membahas wahyu dari Tuhan dalam Pangestu yang dikenal

dengan wahyu Sasangka Jati dan bagian kedua akan membahas iman sebagai

jawaban untuk mendekat kepada Tuhan dengan syarat menjalankan ajaran dalam

kitab Sasangka Jati.

1. Wahyu Sasangka Jati dalam Pangestu

Dalam berbagai aliran Kebatinan dikenal beberapa wahyu sesuai dengan

pemberian nama alirannya masing-masing. Kebatinan Pangestu memberi

wahyunya dengan nama “Wahyu Sasangka Jati”. Telah dikisahkan bahwa

penerima wahyu pertama adalah R. Soenarto.

Semua wahyu yang diterima oleh R. Soenarto dicatat dan dihimpun oleh

R. Tumenggung Harjoprakosa dan R. Sumodiharjo. Sabda yang diwahyukan

selama berbulan-bulan dan dihimpunnya menjadi Kitab Sasangka Jati (Jiwa

Sejati). Menurut Harjoprakosa, kitab Sasangka Jati harus dibedakan dengan

(42)

dengan Wahyu Kristus atau Wahyu Ilahi. Dalam ajaran Kebatinan Pangestu,

Wahyu adalah suatu hal yang diberikan oleh yang Maha Esa kepada manusia

terpilih, setelah melampaui ujian-ujian yang berat. Wahyu tidak memiliki sebuah

wujud. Datangnya wahyu tidak sekaligus tiba-tiba, namun secara

berangsur-angsur sedikit demi sedikit, yang berati bahwa derajat Sasangka Jati itu didekati

selangkah demi selangkah melalui waktu yang lama. Wahyu ada dan tumbuh

dalam jiwa manusia terpilih. Wahyu itu anugrah bagi derajat kejiwaannya yang

tinggi. Wahyu tidak berbentuk atau berupa apa-apa. Wahyu merupakan suatu

derajat kejiwaan, pepadang (terang), Suksma Sejati, kesadaran hidup. Sebenarnya

tidak ditentukan siapa yang bisa menerima wahyu Sasangka Jati, yang

menentukan adalah cara atau jalan untuk mendapatkan wahyu yang terdapat

dalam kitab Sasangka Jati (Hardjoprakoso, 2010: 7-8).

2. Iman dalam Pangestu

Iman dalam ajaran Kebatinan Pangestu dirumuskan dengan gambaran

bahwa seorang beriman bersedia mendekati Tuhan dengan jalan menerima dan

melaksanakan ajaran Sang Guru Sejati yang yang terkandung dalam kitab

Sasangka Jati. Terbentuknya iman karena manusia menanggapi wahyu Sasangka

Jati dengan mengimani dan melaksanakannya.

Ajaran Sang Guru Sejati yang terkandung dalam kitab Sasangka Jati

adalah sebagai berikut: (a) Hasta Sila, (b) Paliwara (larangan-larangan), (c)

Gumelaring Dumadi (terbentangnya alam semesta), (d) Tunggal Sabda (satu

(43)

tujuan), (h) Panembahan (pemujaan). Yang akan dipaparkan secara singkat

sebagai berikut (Suwarno, 2005: 297-300):

a. Hasta Sila

Ajaran hasta sila atau panembahan batin delapan sila, sebagai jalan untuk

kembali bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa, dibagi menjadi dua bagian, yakni

Tri Sila dan Panca Sila. Tri Sila adalah panembahan hati dan cipta kepada Tuhan

Yang Maha Tunggal. Tri Sila terdiri atas: sadar (Eling), percaya (Piandel), dan

taat (Mituhu). Panca sila atau lima watak utama, terdiri dari: rela, narima,

jujur,sabar, dan budi luhur. b. Paliwara

Paliwara adalah pokok larangan Tuhan kepada manusia. Pokok larangan

ada lima macam, yaitu:

1) Jangan menyembah selain kepada Allah.

2) Berhati-hatilah dalam hal syahwat.

3) Jangan makan atau mempergunakan makanan yang memudahkan rusaknya

badan jasmani.

4) Taatilah undang-undang negara dan peraturannya.

5) Jangan berselisih.

c. Gumelaring Dumadi

Gumelaring Dumadi berisi penjelasan tentang terjadinya dunia besar atau

(44)

seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, para dewa dan makluk halus seperti

jin, setan.

d. Tunggal Sabda

Tunggal Sabda mengandung arti bahwa baik Kitab Suci Al-quran, maupun

Kitab Suci Injil, demikian juga kitab Sasangka Jati, ketiga-tiganya merupakan

sabda tunggal atau tunggal sabda, dalam arti sama-sama sabda dari Tuhan Allah.

Islam dan Kristen adalah agama besar, keduanya mempunyai nabi dan rasul, yaitu

Nabi Muhammad dan Nabi Isa. Sementara itu Pangestu menyatakan diri bukan

agama dan tidak akan mendirikan agama baru. Pangestu juga tidak mempunyai

nabi dan rasul yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Sementara R. Sunarto

sendiri mengaku hanya sebagai “siswa” Suksma Sejati dan menyebut dirinya

hanya sebagai warana (perantara ) sabda.

e. Jalan Rahayu

Jalan rahayu berarti jalan selamat, yaitu jalan utama untuk mencapai makna

petunjuk dalam hasta sila, terdiri dari lima ajaran sebagai berikut:

1) Pahugeran Tuhan kepada hamba, sebagai dasar kepercayaan.

2) Panembahan sebagai sarana untuk memperkuat kebaktian kepada Tuhan.

3) Budi darma sebagai wujud kasih sayang kepada hidup.

4) Mengekang hawa nafsu.

(45)

f. Sangkan Paran

Sangkan Paran mengandung arti dari mana asal mulanya dan kemana

tujuanya. Sangkan paraning ngaurip, mengandung arti dari mana asalnya dan

kemana tujuan hidupnya. Sangkan paran berisi lima ajaran sebagai berikut:

1) Kembalinya jiwa ke asal mulanya, jika tiba saatnya hamba dipanggil ke

hadirat Tuhan.

2) Sebab-sebab yang merintangi kembalinya jiwa ke asal mulanya, karena

melanggar larangan Tuhan.

3) Pahala dan pidana Tuhan

4) Datangnya pembalasan dan pidana Tuhan.

5) Datangnya pembalasan bagi perbuatan buruk yang belum dibebaskan melalui

pertobatan.

g. Panembahan Tiga Tingkat

1) Panembah raga kepada Roh suci adalah tingkatan panembah bagi jiwa yang

masih muda. Pada tingkatan ini Roh suci berupaya menundukkan empat

nafsu, yakni: lawwamah, amarah, sufiah, dan mutmainah.

2) Panembah Roh suci kepada Suksma Sejati, adalah tingkatan penembah bagi

jiwa yang telah dewasa, karena roh suci telah berhasil menundukkan hawa

nafsunya. Pada tingkatan ini Roh Suci berupaya taat kepada suksma sejati.

3) Panembah Suksma Sejati kepada Suksma Kawekas adalah tingkatan

panembah bagi jiwa yang telah luhur budinya. Panembah pada tingkat ini

(46)

Melalui penyucian jiwa, penjernihan batin, lewat olah rasa, maka di

sanalah wahyu mendapat tempatnya. Iman merupakan sebuah pertemuan atau

perjumpaan manusia kepada Allah dan manusia memberikan diri kepada Allah

sepenuhnya dengan menjalankan ajaran yang menjadi syarat untuk menjadi siswa

Sang Guru Sejati. Selain itu Pangestu juga terbuka untuk belajar sari-sari

kehidupan dari sastra jawa, seperti kisah Dewa Ruci dalam buku pegangan wajib

Pangestu, digunakan untuk penggambaran kehidupan manusia (Soemantri, 2011:

22).

C. Ajaran tentang Allah

Para anggota Kebatinan Pangestu yakin bahwa hanya ada satu Tuhan yang

wajib disembah hal ini dinyatakan dalam kitab Sasangka Jati: “Sesungguhnya

Tuhan yang wajib disembah itu hanya satu, tidak ada Tuhan Yang wajib disembah

kecuali Allah, dan Allah itu tempat sesembahan yang sejati” (Soenarto, 2014:

96).

Tuhan adalah kekal, tidak mengalami perubahan, tidak hidup tidak mati.

Berdiam-Nya Allah ialah di dasar hidup. Hidup itu kekal di situlah Allah berdiam.

Kediaman Tuhan di dasar hidup, di hati sanubari para hamba yang digambarkan

sebagai bayangan matahari yang kelihatan di dalam tempayan-tempayan air yang

diletakkan di halaman rumah. Di setiap tempayan itu nampak ada satu matahari,

walaupun sesungguhnya matahari tidak berada di dalam masing-masing tempayan

itu, dan matahari sebenarnya tetap satu (Solarso, 1987: 44). Tuhan yang mutlak

(47)

ke-tri-tunggalan. Bahwa Allah Yang Esa itu disebut Tri Purusha, yang selanjutnya

paham Allah dalam Tri Purusha akan diterangkan sebagai keadaan satu yang

bersifat tiga, seperti yang diterangkan dibawah ini:

1. Suksma Kawekas (Tuhan Yang Sejati), dalam bahasa Arabnya Allah Ta’Ala.

2. Suksma Sejati (Pemimpin Sejati: Panuntun Sejati-Guru Sejati) Utusan Tuhan.

3. Roh Suci (Manusia Sejati), ialah jiwa Manusia yang sejati.

Allah Yang Maha Esa adalah satu di dalam hakekatnya, tapi menampakkan diri

dalam tiga aspek. Ketiga aspek itu adalah Suksma Kawekas, Suksma Sejati, dan

Roh Suci. Suksma berarti yang membawa hidup, atau yang membuat hidup, yang

menyebabkan kita merasa hidup (Harun, 1970: 55-56).

Suksma kawekas telah bertahta sebelum apa-apa berbentuk dan berwujud.

Ia dipandang sebagai asal mula kesadaran hidup yang tidak terbatas, tenang

tenteram dan tidak bergerak. Suksma Kawekas adalah suksma yang mulia dan

yang tertinggi dalam hidup, hidup dalam keadaaan yang tenang dan statis. Ia

disamakan dengan air lautan yang tenang tanpa gelombang.

Suksma Sejati adalah panutan sejati atau pemberi hidup yang sejati. Dalam

hal ini keadaan hidup yang dinamis, hidup yang sudah memiliki aktivitas,

digambarkan sebagai air lautan yang bergerak , dimana ada gelombang. Ia adalah

kesadaran hidup yang dinamis. Ia adalah utusan yang sejati yang disebut Nur

Muhamad atau cahaya Allah yang selanjutnya dikatakan bahwa Nur Muhamad

ialah yang juga disebut Kristus dalam agama Kristen atau yang disebut Sang

Putra/Sang Anak. Karena kesadaran Agung ini bernuansa kasih sayang, maka

(48)

kepada Suksma Sejati, seperti seorang ayah melimpahkan semua kasihnya kepada

anaknya. Meminjam perimbangan ini maka Suksma Kawekas adalah Sang Rama

dan Suksma Sejati yang disebut Sang Putra (Soemantri, 2011 : 8).

Suksma Sejati dapat disebut sebagai Tuhan yang tersingkap. Keadaan Tuhan yang

terselubung tidak dapat dijangkau oleh akal budi manusia, karena

setinggi-tingginya manusia hanya dapat mempunyai pengetahuan mistis.

Mengenai Roh Suci dikatakan bahwa Ia adalah jiwa manusia atau manusia

sejati dan hakekat manusia. Bila Suksma Kawekas digambarkan samodra yang

tenang, Suksma Sejati digambarkan samodra yang bergelombang, maka Roh Suci

ialah titik-titik air yang menguap yang melepaskan diri dari samodra, ini kecil dan

terbatas bila dibanding dengan samodra, namun sama-sama air (Harun, 1970:

55-57).

D. Ajaran Penciptaan

Kitab Sasangka Jati menerangkan penjadian semesta alam dan segala

isinya dibuka dengan penegasan bahwa sebelum apa-apa ada, Tuhan telah bertahta

dengan Sukma Sejati, yaitu di dalam keadaan yang sejati, ialah istana Tuhan atau

dasar hidup. Tuhan telah ada sebelum sesuatu ada. Sebelum buana tercipta, Tuhan

mempunyai karsa menurunkan Roh suci ialah sinar Tuhan sendiri (Soenarto,

2014: 41). Proses penciptaan dimulai dengan pembuatan bahan dasar yang disebut

(49)

1. Penjadian Empat Anasir sebagai Bahan Dasar Penciptaan

Anasir dalam Pangestu tidak bisa dipandang sebagai semata-mata ilmu

kimia. Yang lebih dahulu diciptakan Tuhan ialah keempat anasir: udara , air , api

dan tanah. Keempat anasir berbentuk halus sekali. Terjadinya keempat anasir

berasal dari kekuasaan Tuhan, oleh sebab itu dapat diumpamakan dengan pelita

dan asapnya (Soenarto, 2014: 41). Atas kehendak Suksma Kawekas yang

disabdakan oleh Suksma Sejati maka terjadilah unsur-unsur (Soemantri, 2011:

10). Gambaran ini harus diartikan sejajar mengingat Suksma Sejati adalah sang

sabda yang berasal dari Suksma Kawekas dan menjadi pemegang kekuasaan

sehingga terjadilah keempat anasir itu. Sumber kekuasaan itu berasal dari Tuhan

sendiri yang digambarkan sebagai nyala pelita, sedangkan asapnya yang berasal

dari pelita itu adalah keempat anasirnya. Penjadian anasir-anasir terjadi dalam

kekuasaan Tri Purusha, konsep penciptaan itu sebagai proses emanasi (Soewarno,

2005: 312).

2. Penciptaan Semesta Alam

Adapun sebab perlunya alam semesta dijadikan ialah Tuhan mempunyai

kehendak untuk menurunkan Roh Suci, yaitu cahaya Tuhan. Tetapi kehendak itu

terhenti karena belum ada wadahnya dan tempatnya. Oleh sebab itu Tuhan lalu

membuat alam semesta. Dengan kata lain dijadikan semesta alam ini supaya Roh

Suci dapat diturunkan (Soenarto, 2014: 42).

Penjadian alam semesta sebagai berikut, mula-mula unsur tanah itu halus

(50)

seperti kabut, kemudian bergerak turun jatuh di air. Lumpur cair tadi makin

banyak dan mengembang di atas air. Panas yang timbul dari api baik yang berada

dilapisan atas dan dilapisan bawah mempengaruhi lapisan air itu. Begitu juga

unsur hawa ikut mempengaruhi air tersebut. Terkumpulnya daya dari keempat

anasir tadi menyebabkan bergeraknya air. Makin lama gerakan air itu makin

hebat, sehingga menggelora sangat dasyat. Oleh geraknya air ini, lumpur yang

mengapung di atas air itu seperti diputar diatas nyiru. Lama kelamaan

terkumpulah menjadi satu. Oleh karena panasnya api, lumpur yang telah

terkumpul tadi lama kelamaan menjadi kering. Sementara menggelorannya air

tidaklah berhenti-henti, oleh karena kekeuasaan Tuhan. Seolah-olah sudah

direncanakan lumpur tadi mengeras lama kelamaan berbentuk semesta raya

(Sularso, 1987: 59).

3. Penciptaan Manusia

Penjadian manusia setelah dunia besar ini terbentuk. Mula-mula Tuhan

menjadikan seorang laki-laki, dialah yang akan menurunkan benih atau menjadi

sarana turunnya Roh Suci. Kemudian Tuhan menjadikan perempuan yang menjadi

sarana untuk memberi tempat turunnya Roh suci. Semua itu terjadi dalam

kekuasaan Tuhan. Sehingga sampai kini turunnya Roh Suci melalui laki-laki dan

perempuan (Soenarto, 2014: 45).

Adapun terjadinya manusia itu adalah dari cahaya kesatuan Tri Phurusa:

Suksma Kawekas, Suksma Sejati, dan Roh Suci. Yang diberi pakaian dari anasir

(51)

dasar kasar dan halus. Manusia mempunya empat anasir yang sama seperti dunia

besar (makrokosmos), maka manusia dapat disebut dunia kecil (mikrokosmos).

Dunia besar dan kecil dapat saling menguasai dan mempengaruhi (Soenarto,

2014: 44).

Susunan manusia adalah sebagai berikut, manusia mempunyai badan

rangkap. Pertama: badan jasmani kasar atau tubuh yang dapat dilihat dengan

mata, yang terjadi dari keempat anasir. Kedua: badan halus/badan Rohani atau

suksma yang tidak kelihatan, yang terjadinya dari cahaya kesatuan Tri Purusha: Suksma Kawekas, Suksma Sejati dan Roh Suci. Badan kasar dapat hidup bergerak

dan bekerja karena dihidupkan oleh Roh yang memakai pakaian badan kasar.

Badan jasmani dan badan halus tersebut diperlengkapi dengan perkakas hidup

sendiri-sendiri. Perkakas badan jasmani adalah alat-alat badan jasmani, yaitu

panca indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa.

Perkakas badan halus adalah alat-alat badan rohani (jiwa), ialah

angen-angen, nafsu dan perasaan. Tugas angen-angen ialah menangkap segala sesuatu

yang ada dalam dunia besar ini kedalam otak, melalui pintu gerbang panca indera.

Angen-angen terjadi dari bayangan Tri Purusha. Kerja angen-angen terdiri dari

tiga segi: pikir (cipta), kekutannya disebut Pangaribawa. Nalar (pikiran),

kekutannya disebut Prabawa. Pangerti atau akal budi kekuatannya disebut

Kemayan. Bayangan Tri Purusha dalam angen-angen sebagai berikut: pikir (cipta)

adalah sebagai pantulan Roh Suci. Nalar (pikiran) adalah sebagai pantulan

(52)

adalah sebagai pantulan suksma kawekas, yang mempunyai fungsi merangkum,

mengerti, mengawasi dan menyadari (Harun, 1970: 64).

Nafsu: terdiri dari empat macam: lauwamah, amarah, sufiah dan

mutmainah, yang terjadi dari cahaya empat anasir. Nafsu empat macam itu adalah

daya yang timbul oleh gerak nafsu keinginan yang mendorong untuk berbuat,

yang menjelma menjadi kehendak untuk mencapai keinginan atau mencapai

kebutuhan. Nafsu Lauwamah, terjadi dari unsur tanah/bumi, dan berada dalam

daging manusia. Lauwamah merupakan dorongan egoisme, keselamatan diri dan

enggan memulai gerak-gerik, mencari enaknya saja, puas diri, nafsu syahwat.

Wataknya: nista, tamak, loba, malas, tidak tau membalas budi dan sebagainya.

Namun jika sudah mau tunduk, dapat menjadi dasar keteguhan. Nafsu Amarah,

terjadi dari unsur api, dan bertempat merata di dalam darah diseluruh tubuh

manusia. Wataknya: keras, lekas naik darah, pemarah, suka uring-uringan.

Amarah menjadi saudara nafsu yang lain untuk berbuat buruk atau baik. Sebab

itu ia berpengaruh bagi kekuatan saudara-saudara yang lain, untuk mencapai apa

yang mereka inginkan. Nafsu Sufiah (kehendak), terjadi dari unsur air, wujud

kasarnya berada dalam sumsung. Wujud halusnya menjadi kehendak. Sufiah itu

menimbulkan keinginan, cinta asmara atau rasa tertarik kepada yang indah. Nafsu

Mutmainah, terjadi unsur hawa, berada dalam nafas (udara). Wataknya: terang

suci, bakti, belas kasihan. Nafsu mutmainah adalah dorongan kearah

perikemanusiaan, sosial, suprasosial dan cinta kepada sesama makluk (Suwarno,

(53)

Perasaan merupakan hasil saling mempengaruhi (interaksi) antara

angan-angan dengan nafsu. Bila angan-angan-angan-angan dan nafsu selaras, maka perasaan menjadi

positif, yaitu menerima senang dan puas. Bila tidak selaras, perasaan menjadi

negatif, menolak, sedih. Fungsi tertinggi dari perasaan adalah taat kepada Tri

Purusha. Diantara badan halus dan alam sejati ada pintu yang disebut Rasha Jati.

Melalui pintu ini Tuhan memancarkan pepadang dan tuntunan-Nya. Rasha Jati

adalah iklim jiwa bersih, murni, terang benderang. Jika angan-angan selalu

ditunjukkan ke dunia luar, Rasha Jati akan selalu tertutup, dalam keadaan

demikian hati manusia menjadi gelap dan tidak suci. Hendaknya manusia

mengarahkan angan-angannya ke alam sejati agar pintu Rasha Jati terbuka. Alam

Sejati tempat bertahta Tri Purusha adalah Kerajaan Allah yang berada di hati

sanubari manusia suci. Keadaan Tri Purusha dalam hati sanubari tidak

memerlukan tempat khusus, tidak terasa, tidak terlihat, tidak teraba. Di ibaratkan

bayang-bayang matahari di dalam air yang tidak memerlukan tempat tersendiri

seolah-olah bersatu dengan airnya. Demikian pula Tuhan meliputi alam semesta

dan seisinya (Soemantri, 2011: 19).

E. Ajaran keselamatan

Pada waktu menjadi manusia Roh Suci diselubungi oleh empat unsur

(badan jasmani). Dalam badan jasmani hubungan antara Roh Suci, Suksma Sejati,

Suksma Kawekas tidak dapat dipisahkan. Tri Puruhsa memang benar-benar

berada dalam jiwa manusia dan tidak terikat oleh badan jasmani. Hanya saja oleh

(54)

itu, maka suasana yang terang, penuh damai dan kebahagiaan, yang mula-mula

dirasakan Roh Suci itu musnah. Perasaan manusia diliputi gelap gulita. Kesadaran

Tri Purusa: Suksma Kawekas, Suksma Sejati, Roh Suci dalam diri manusia

menjadi terpendam. Manusia hidup dalam rasa ketidak damaian, namun Tuhan

yang maha luhur memberikan jalan kebenaran melalui utusan-Nya, kepada

manusia supaya menikmati kemuliaan sejati semasa di dunia sampai akhirat.

Dengan kata lain agar manusia bersatu dengan Tuhan. Oleh karena itu arti dasar

keselamatan hidup manusia di dunia harus dicari dalam hakikat arti “nunggal laras dengan sifat-sifat dan persatuan luluh hidup manusia dengan Tuhan”

(Soenarto, 2013: 12).

Ajaran Kebatinan Pangestu mengajarkan keselamatan/kedamaian sejati

adalah kepada Tuhan dan sarana mencapai keselamatan dengan menerima suksma

sejati, mengatur angan-angan, nafsu, perasaan serta bersatu dengan Suksma Sejati

dan Suksma Kawekas.

1. Keselamatan Sejati kepada Tuhan

Tuhan yang bertahta dipusat hati manusia, bertahta di kerajaan kedamaian

abadi. Di dalam kerajaan tersebut Tuhan hidup dalam kenikmatan sejati: damai

yang tak berubah, bahagia, mulia, kudus. Kerajaan tersebut bukanlah keadaan

suatu tempat dimana masih ada rasa suka duka, tetapi suatu keadaan yang tidak

lagi oleh rasa-merasa, suka-duka, hidup-mati, yang tinggal hanyalah kedamaian

abadi yang tak ada bandingannya. Jadi kedamaian sejati adalah nikmat rasa damai

(55)

kedamaian abdi Tuhan, sejauh hidupnya suci di bawah pimpinan dan bimbingan

Sang Guru Sejati (Suksma Sejati) tanpa itu tidak mungkin.

2. Sarana untuk Mencapai Keselamatan

Tidak begitu mudah bagi manusia untuk memperoleh keselamatan hidup

di dunia. Manusia harus dapat manunggal-laras dengan sifat-sifat Tuhan.

Kesulitan manusia dalam bertunggal dengan Tuhan karena manusia telah

mengenakan selubung empat unsur (udara, air, api, tanah) yang memancarkan

empat nafsu (lauwamah, amarah, sufiah dan mutmainah) bila tidak terarah akan

menghambat jalan menuju kekudusan. Tiga nafsu (lauwamah, amarah, sufiah)

yang tidak mudah diatur oleh sang “Aku” agar selaras dengan kehendak Tuhan.

Juga karena roh jahat dalam diri manusia yang selalu menggoda manusia untuk

berbuat kenikmatan dunia yang akhirnya membuahkan dosa.

Tetapi bagaimanapun juga usaha dari manusia adalah yang paling

menentukan, dalam Pangestu sarana dan jalan memperoleh kedamaian akan

dijabarkan dibawah ini:

a. Keterbukaan pada Suksma Sejati

Agar mempermudah dalam mencapai kedamaian, manusia harus percaya,

memahami dan memaknai akan syahadat dasar Tri Sila yang telah disanggupi

sebagai pedoman hidup. Dan bunyi syahadat tersebut:

Suksma Kawekas adalah tetap pujaan hamba yang sejati, dan Suksma

Sejati adalah tetap utusan suksma kawekas yang sejati ialah pemimpin dan

(56)

hamba semua. Semua kekuasaan ialah kekuasaan Suksma Kawekas, berada ditangan Suksma Sejati dan hamba semua berada di dalam kekuasaan

Suksma Sejati (Soenarto, 2014: 119).

Demikian manusia harus percaya sadar dan menyembah kepada Tri

Purusha. Percaya kepada-Nya merupakan sarana menerima daya kekuatan serta

sarana menaati segala perintah dan petunjuk-Nya. Syahadat dasar ini dilakukan

dengan sadar, percaya, taat yang dihayati dengan sungguh-sungguh. Sadar, akan

menghasilkan kebikjaksanaan yang dapat dipergunakan manusia untuk

membersihkan diri. Percaya, akan menghasilkan untuk mengendalikan

angan-angan, guna menghilangkan rasa benci, iri, sakit hati, putus asa dan rasa negatif

lainnya. Taat, akan menghasilkan keterarahan kehendak Suksma Kawekas dan

Suksma Sejati sehingga cita-cita bersatu dengan Suksma Sejati tercapai.

Bila manusia hatinya belum bersih dan masih diombang-ambingkan oleh

nafsu-nafsunya, maka manusia tidak dapat merasakan pimpinan Suksma Sejati

dalam dirinya. Hati manusia penuh dengan segala semak kedosaan yang

mengotori hati dan memadamkan iman. Semak-semak kedosaan itu harus

dibersihkan. Sebelum hati dibersihkan, manusia tidak akan mampu menerima

pepadang dari Suksma Sejati, yang adalah sabda Tuhan (Suksma Kawekas)

sendiri. Untuk tobat dan pembersihan hati dapat dipelajari dalam ajaran Suksma

Sejati yang tercantum dalam serat Hasta Sila dan serat Paliwara. Sebagai

pelaksanaanya adalah dalam ajaran Jalan Rahayu. Pada intinya disamping

berprasetya pada Tuhan bahwa tidak akan berbuat dosa lagi, manusia harus dapat:

1) Narimo menerima segala percobaan hidup yang telah menimpanya dan

(57)

2) Melaksanakan budi darma, didasarkan pada rasa belas kasih tanpa pamrih.

3) Pasrah penuh kepercayaan kepada sang juru penebus dosa (suksma sejati)

dengan melaksanakan panca sila (rila, narimo, temen, sabar, budiluhur).

4) Mohon pengampunan dan kekuatan kepada Tuhan, baik kalau dijalani dengan

tapa brata yang ikhlas.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil verifikasi lapang, tim dapat memberikan rekomendasi tentang tindak lanjut dari hasil survey lapang yaitu diperlukan rehabilitasi (normalisasi) terhadap.. bangunan

Menurut Diana dan Setiawati (2011:5-7) tujuan sistem informasi akuntansi adalah 1) Mengamankan harta/kekayaan perusahaan. Harta/kekayaan di sini meliputi kas

Jumlah dan Luas Kawasan Hutan Konservasi (Darat) di Jawa Barat sampai dengan Tahun 2016I. Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) Unit

Sekolah Inklusi adalah sekolah regular pada satuan Pendidikan usia dini, Pendidikan dasar dan Pendidikan menengah yang menyelenggarakan Pendidikan bagi peserta didik

Jawaban tidak harus sama dengan orang lain karena setiap orang mempunyai kebebasan untuk menjawab.. Hanya ASI makanan yang terbaik untuk bayi

Merton menyatakan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena tidak adanya kaitan antara tujuan dengan cara yang telah ditetapkan dan dibenarkan oleh struktur sosial.. Lebih jauh

Penderita dikatakan memiliki respon melawan virus jika jumlah virus Hepatitis C begitu rendah sehingga tidak terdeteksi pada tes standar RNA virus Hepatitis C dan jika level

Hubungan itu tidak berbentuk kausal, dan tidak bersifat temporal; (3) ekspresi adalah ciri fisik yang menunjuk pada kandungan mental; (4) ekspresi (yang digunakan oleh Dilthey