BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG DAI
D. Sasaran Dakwah Para Dai
Ditinjau dari segi etimologi sasaran dakwah (mad‟u) adalah bahasa arab dari isim maf‟ul dari fi‟il madhi yaitu menyeru, dalam ensiklopedi Islam di artikan
“ajakan kepada Islam”.29 Sedangkan menurut Wahidin Saputra bahwa mad‟u adalah sekelompok/orang yang lazim di sebut dengan jama‟ah yang sedang menuntut agama dari seorang dai, baik itu mad‟u dekat ataupun jauh. Seorang dai akan menjadikan mad‟u sebagai sasaran transformasi keilmuwan yang di milikinya.30
Pada dasarnya sumber utama yang menjadi dasar bagi pendefinisian sasaran dakwah adalah yang di terangkan dalam firman Allah QS. Saba‟, {34}:28, sebagai berikut:
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Dari ayat itu dapat di ketahui bahwa sasaran dakwah merupakan objek tujuan Nabi Muhammad di utus atau dakwah Nabi Muhammad. Lebih jelasnya, yang di
28Anwar Harjono, Dakwah dan Masalah Sosial Kemasyarakatan (Jakarta: Media Dakwah, 1987), h. 16.
29TIM Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 208.
30Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Praja Grafindo Persada, 2011), jilid. 1, h. 23.
maksud pengertian sasaran dakwah, umat manusia yang menjadi sasaran risalah Nabi Muhammad SAW.
Meskipun Al-Qur‟ān secara simple memberikan pengertian tentang sasaran dakwah, namun dalam beberapa ayatnya, Al-Qur‟ān juga memberikan istilah-istilah sasaran dakwah yang lebih khusus. Muhammad Abdul al-Fath al-Bayyuni dalam Madkhal Ila „Ilmi al-Dakwah menyebutkan beberapa istilah khusus sasaran dakwah Islamiyah berdasarkan Al-Qur‟ān. Di antaranya, istilah berdasarkan sudut pandang iman terhadap al-Quran, terdiri dari dua kelompok sasaran dakwah, dakwah kedalam kalangan umat Islam (Internalisasi Dakwah) dan dakwah kekalangan non-Muslim. Selanjutnya masyarakat muslim mendapatkan istilah Ummah (al-Istijābah). Dalam sudut pandang yang lebih sempit, ruang lingkup Ummah terbagi lagi berdasarkan kualitas–kualitas keimanan mereka. Al-Qur‟ān menyebutkan bagian-bagian tersebut dengan istilah-istilah tertentu seperti fasik, fajir, shalih, taqwa dan sebagainya. Sedangkan kalangan non-muslim mendapat sebutan dengan istilah kafir. Keduanya masuk dalam satu cakupan dakwah yang di sebut dengan ummat al-da‟wah (masyarakat sasaran dakwah).
Dari pandangan di atas dapat di pahami bahwa sasaran dakwah (mad‟u) dalam istilah-istilah Al-Qur‟ān merupakan tingkat keimanan manusia terhadap ajaran Islam, dengan lingkup utamanya umat dakwah. Jadi dakwah meliputi tingkatan-tingkatan keimanan yang rendah sampai yang tertinggi. Begitu juga dari tingkatan-tingkatan pengingkaran terendah sampai pada tingkatan yang sama sekali anti ajaran Tuhan.
Peristilahan di atas juga menandakan bahwa sudut pandang utama hakikat sasaran dakwah adalah berpijak pada Al-Qur‟ān sebagai dasarnya.31
Di dalam buku Manajemen Dakwah karangan Munir dan Wahyu Ilahi, yang mana di terangkan bahwa di dalam Al-Qur‟ān menjelaskan tiga tipe sasaran dakwah, yaitu :
1. Mukmin.
2. Kafir.
3. Munafik.32
Dari ketiga klasifikasi tersebut sasaran dakwah kemudian di kelompokkan lagi berbagai macam pengelompokkan antara lain: Orang mukmin di bagi menjadi tiga, Dzālim Linafsī, Muqtashid, dan Sabiqūn bil Khairāt. Kafir di bagi menjadi dua, Kafir Zimmi dan Kafir Harbi. Mad‟u itu terbagi dalam berbagai macam golongan, sehingga menggolongkan sasaran dakwah sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek profesi ekonomi, dan seterusnya.
Oleh karena itu ulama Muhammad Abduh membagi sasaran dakwah (mad‟u) menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dapat berfikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan.
b. Golongan awam, yaiitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
31Ridho Syabibi, Metodologi Ilmu Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 83-85.
32Munir & Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 23.
c. Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut yang di mana mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batasan tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam.
Ketiga golongan tersebut yang di mana secara garis besar kita dapat mengetahui sasaran dakwah (mad‟u) itu dapat digolongkan berbagai macam golongan dalam memahami mad‟u atau seseorang yang menjadi sasaran kita dalam dakwah.33
Manusia yang menjadi audiens yang akan di ajak ke dalam Islam secara kaffah. Mereka bersifat heterogen, baik dari sudut ideologi, misalnya atheis, animis, musyrik, munafik, bahkan ada juga yang muslim tetapi fisiknya penyandang dosa dan maksiat. Dari sudut lain juga berbeda baik intelektualitas, status social, kesehatan, pendidikan, dan seharusnya ada atasan ada bawahan, ada yang berpendidikan ada yang buta huruf, ada yang kaya ada juga yang miskin, dan sebagainya.
Sehubungan dengan kenyataan-kenyataan di atas, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat, yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat di lihat dari segi sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
b. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat di lihat dari segi struktur kelembagaan, berupa masyarakat desa, pemerintah dan keluarga.
33Moh. Ali dan Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), h. 91.
c. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat di lihat dari tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
d. Sasaran yang di lihat dari tigkat hidup social-ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah, miskin dan seterusnya.
e. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat di lihat dari segi social cultural berupa golongan priyayi, abangan, santri (klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat jawa).34
f. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat di lihat dari segi okuposional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negri dan sebagainya.35
Bila di lihat dari kehidupan psikologis, masing-masing golongan masyarakat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan kontekstualitas lingkungannya. Sehingga hal tersebut menuntut kepada system dan metode pendekatan dakwah yang efektif dan efisien. Mengingat dakwah adalah penyampaian ajaran agama sebagai pedoman hidup yang universal, rasional dan dinamis. Kita dapati bahwa Al-Qur‟ān mengarahkan dakwah kepada semua pihak, semua golongan dan siapa saja, sesuai dengan misi dakwah Nabi sebagai Rahmatan Lil „Alamin.
Beranjak dari heterogenitas objek dakwah seperti gambaran di atas, maka seorang dai di samping di tuntut memahami keberagaman audiens tersebut, juga perlu menerapkan strategi dengan berbagai metode dalam berdakwah. Banyak metode yang memungkinkan diterapkan seperti bi al-lisan, bi al-hāl, bi al-amal
34Arifin, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi) (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 3.
35Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta:Mitra Pustaka, 2000), h. 32-34.
dan sebagainya, sesuai sabda Nabi “Khotibu al-Nāsa „Ala Qadri „Uqūlihim”
(Berbicaralah dengan mereka (manusia) sesuai dengan kemampuannya).36
Objek dakwah adalah manusia, baik seorang atau lebih, yaitu masyarakat.
Pemahaman mengenai masyarakat itu bias beragam, tergantung dari cara memandangnya. Di pandang dari bidang sosiologi, masyarakat itu mempunyai struktur dan mengalami perubahan-perubahan. Di dalam masyarakat terjadi interaksi antara satu orang dengan orang lain, antara satu kelompok dengan kelompok lain, individu dengan kelompok. Di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok, lapisan-lapisan, lembaga-lembaga, nilai-nilai, norma-norma, kekuasaan, proses perubahan. Itulah pandangan sosiologi terhadap masyarakat.
pandangan psikologi lain lagi, demikian pula pandangan dari bidang antropologi, sejarah, ekonimi, agama dan sebagainya.37