• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR ᾹN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR ᾹN"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

AL-QUR’ᾹN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

As’ad Nurshodiqin 1113034000170

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN HADITS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015.

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak di Lambangkan

ب B Be

ث T Te

ث Ts Te dan Es

ج J Je

ح H H dengan garis di bawah

خ Kh Ka dan Ha

د D De

ذ Dz De dan Zet

ر R Er

ز Z Zet

س S Es

ش Sy Es dan Ye

ص S Es dengan garis di bawah

ض ḏ De dengan garis di bawah

ط ṯ Te dengan garis di bawah

ظ ẕ Zet dengan garis di bawah

ع ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan

غ Gh Ge dan Ha

ف F Ef

ق Q Ki

ك K Ka

ل L El

م M Em

ن N En

و W We

ه H Ha

ء ` Apostrof

ي Y Ye

(6)

2. Vokal Tunggal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

ُ U ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي AI A dan I

و AU A dan U

3. Vokal panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا Ā A dengan garis di atas

ي Ī I dengan daris di atas

و Ū U dengan garis di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan asy-syamsiyyah, al-rijāl bukan ar-rijāl.

5. Tasydīd

Huruf yang ber-tasydīd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-turut, seperti تَّن سلا = al-sunnah.

(7)

6. Ta marbūṯah

Jika ta marbūṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih- aksarakan menjadi huruf /h/, seperti ةَرْيَر ه وبأ = Abū Hurairah.

7. Huruf Kapital

Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya, seperti يراخبلا = al-Bukharī.

(8)

vii

KATA PENGANTAR ميحرلا نمح رلا الله مسب

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan kasih sayang, kesehatan dan ridha-Nya serta memberikan istiqomah, keikhlasan dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : Idealitas Karakter Da’i Modern Perspektif Al- Qur’ȃn.

Shalawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw junjungan para umat yang berpikir, dimana mencari sebuah kebenaran dalam sebuah konsep ketuhanan yang telah dikonsep secara rapih dan sistematis untuk umatnya hingga akhir zaman.

Penulis sangat bersyukur atas selesainya tugas akhir untuk jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis tempuh. Penulis yakin di dalam penulisan skripsi ini pasti banyak kekurangan di dalam menyelesaikannya. Maka dari itu penulis menyadari dan mempunyai kewajiban untuk menghaturkan permintaan maaf kepada pembaca atas ketidak sempurnaan yang memang itu telah kodrat bagi manusia itu sendiri.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat tercapai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu sebagai ungkapan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, MA. Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Segenap Civitas Akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr.Yusuf Rahman, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Ibu Dr. Lilik Ummi Kultsum, MA. Selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir dan Ibu Dra.

Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir dan Segenap Civitas Akademika Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

3. Bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis, sehingga skripsi dapat terselesaikan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika selama proses bimbingan penulis banyak merepotkan. Semoga bapak selalu sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Amin.

(9)

4. Bapak Dr. Muhammad Zuhdi, MA selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dari semester satu hingga selesai. Dan seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin khususnya di Program Studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan wawasan dan pengalaman yang telah diberikan. Kepada seluruh Civitas Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Umum, dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi ayahanda alm. H. Sholahuddin, yang semoga Allah ampuni segala kesalahan dan Allah tempatkan disurganya. dan ibunda tercinta Hj. Masropah yang selalu memberikan masukan kepada saya untuk selalu semangat dan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini dan tidak lupa mereka selalu mendoakan saya agar selalu diberikan kesehatan dan waktu luang agar dapat mengerjakan skripsi ini dengan baik dan benar.

7. Kepada Nur Azmi Fadhillah, dialah seorang wanita yang selalu menemani dari awal kuliah hingga selesainya skripsi ini, besar harapan saya kepada Allah semoga dialah jodoh saya hingga akhir hayat. Amiin

8. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Tafsir Hadis angkatan 2013. Seperti Salman yang sudah memberikan fasilitas kosan serta memeberikan arahan pada skripsi ini.

Seperti Ibad yang juga sudah memberikan fasilitas kosan untuk mengerjakan skripsi ini.

9. Kepada teman-teman seperjuangan yakni Kaum Jenggot (Haikal, Aristo, Feby, Fauzan, dan Fauzi) yang telah membantu serta menjadi penghibur disaat penulis sedang pusing dalam penelitian ini semoga kalian selalu dirahmati Allah. Amiin.

10. Kepada teman-teman Pondok Pesantren At-Taqwa telah memberikan semangat serta masukan-masukan, semoga kita selalu menjaga silaturrahim dan juga semoga Allah memeberikan kesehatan kepada kita semua.

11. Teman-Teman KKN 104: kebersamaan dengan kalian selama kurang lebih sebulan banyak memberi saya pelajaran yang sangat berharga, serta memberi banyak masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

12. Kepada para sahabat Front Market, yang sudah mensupport dan menghibur dan selalu menemani dari kecil hingga sekarang. Semoga kita semua diberi kesehatan dan kemudahan untuk mencapai segala sesuatu. Amiin

(10)

Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Sungguh hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Jakarta, April 2019

As’ad Nurshodiq

(11)

x

Idealitas Karakter Dai Modern Perspektif Al-Qur’an

Skripsi ini membahas tentang Idealitas Karakter Dai Modern Perspektif Al-Qur’ān dengan menggunakan metode Mauḏu’i (tematik). Pengankatan tema ini berangkat dari realitas banyaknya aktivis dakwah yang menyepelekan soal berdakwah (mudahnya dalam berdakwah). Sehingga yang terjadi pada saat ini, keberhasilan dakwah itu sulit untuk ditempuh melainkan kemunduran yang di hasilkan. Kemunduran itu disebabkan karena kurangnya kualifikasi yang ditempuh oleh para aktivis dakwah.

Dengan demikian, karena banyak sekali ayat yang membahas tentang Idealitas Karakter Dai Modern Perspektif Al-Qur’ān, maka penulis membatasi hanya pada beberapa kualifikasi, di antaranya yaitu : 1. Keilmuan dan Wawasan Seorang Dai, 2. Sinkronisasi Antara Ilmu dan Akhlak, 3. Metode Penyampaian ; a. Dakwah dengan Cara Lemah Lembut, dan b. Dakwah Kepada Kerabat dan Sekitar, c. Dakwah dengan Cara Hikmah, Mau’izah dan Diskusi. Kemudian, dalam memaparkan penafsiran ayat-ayat tersebut, penulis menggunakan Tafsir Al- Misbah karangan Quraish Shihab dan Tafsir Al-Jamī’Li Ahkām Al-Qur’ān karangan Imam Al-Qurṯubī dan lain sebagainya.

Hasil dari penelitian ini penulis berkesimpulan bahwa di antara faktor- faktor penyebab kurangnya berhasil mencapai tujuan dalam dakwahnya antara lain : kurangnya kompetensi seorang dai dalam keilmuan dan wawasan, seringnya ketidak sinkronan antara prilaku dan ucapan seorang dai, dan kurangnya menguasai metode penyampaian dalam dakwanya, sehingga tidak bisa membedakan sasaran dakwahnya.

Kata kunci : Dai Modern, Karakter dan Amar Ma’rūf Nahi Munkar

(12)

xi

DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 11

D. Tujuan Masalah ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Metodologi Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG DAI A. Pengertian Dai ... 16

B. Tujuan Dai Dalam Berdakwah ... 19

C. Motivasi Dai Dalam Berdakwah ... 25

D. Sasaran Dakwah Para Dai ... 27

E. Metode Yang Diserukan Dai Dalam Dakwah ... 32

BAB III : WACANA DAN KRITIK KARAKTER DAI INDONESIA A. Dai dan Dakwah di Indonesia ... 49

(13)

B. Pergeseran Karakter Dai di Indonesia ... 61

C. Kritik Intelektual Dai di Masa Modern ... 66

BAB IV : KRITERIA DAI IDEAL DALAM AL-QUR’AN A. Keilmuan dan Wawasan Seorang Dai ... 73

B. Sinkronisasi Antara Ilmu dan Amal ... 86

C. Akhlak dalam Berdakwah Bagi Seorang Dai... 95

D. Metode Penyampaian Dai ... 100

1. Dakwah Dengan Cara Lemah Lembut ... 100

2. Dakwah Kepada Kerabat Terdekat dan Sekitar ... 108

3. Dakwah Dengan Cara Hikmah, Mau’izhah dan Diskusi ... 111

4. Tujuan Dalam Penyampaian Dai ... 116

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(14)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata Dai berasal dari bahasa Arab bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti orang yang mengajak, sedangkan bentuk muannas (perempuan) di sebut Daiyah.1 Dai adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga. Kata dai ini sering di sebut dengan sebutan muballigh (orang yang menyempurnakan ajaran islam) namun, sebenernya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya.

Menurut Muriah, dai di bagi menjadi dua kriteria yaitu umum dan khusus.

Secara umum adalah setiap muslim dan muslimat yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat tidak terpisahkan dari misinya dari sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah "ًةيَا وَلَو ىِّنَع وُغِّلَب". Sedangkan secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah Islam dengan kesungguhan dan Qudwah Hasasah.2 Dakwah sebagai sarana usaha bagi para dai untuk terwujudnya ajaran Islam pada semua segi kehidupan manusia, dakwah

1Enjang As dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), h. 73.

2Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pusaka, 2000), h. 23.

(15)

merupakan kewajiban bagi setiap muslim.3 Dakwah yang dilakukan oleh setiap muslim harus berkesinambungan, yang bertujuan mengubah perilaku manusia berdasarkan pengetahuan dan sikap yang benar, yakni untuk membawa manusia mengabdi kepada Allah secara total.

Landasan yang mendasar untuk menjadi seorang dai atau muballigh yaitu amar ma‟ruf nahi munkar yang berarti syarat mutlak bagi seorang dai untuk kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini merupakan kewajiban fitrah manusia sebagai makhluk sosial (makhluk ijtima‟i).4 Untuk mencapai tujuan ini, perlu direnungkan betapa pentingnya dakwah dalam kehidupan seorang muslim.

Oleh karena itu, tidak tepat jika ada asumsi bahwa dakwah ditujukan hanya kepada orang non muslim, sedangkan orang muslim sejak lahir hidup dalam keluarga muslim, tidak lagi membutuhkan dakwah. Pengertian di atas bersifat ungkapan amar ma‟ruf nahyi munkar seperti dalam firman Allah SWT dalam QS.

Ali Imrān, {5}:104.































Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

Ungkapan ini sangat relevan dengan kegiatan dakwah. Dakwah pada awalnya hanyalah merupakan tugas sederhana yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang di terima dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu

3Muhammad Abu Zahra, Al-Dakwah Ila Al-Islam (Dar al-Fiqry al-Araby) h. 129. Dedy Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi Masyarakat Kontemporer (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999). Cet. 1, h. 54.

4Muhammad Nastsir, Fiqhud Dakwah (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiah Indonesia.

1977), h. 26.

(16)

Rasulullah SAW menganjurkan tiap-tiap manusia untuk berdakwah sebagaimana yang ditegaskan oleh hadits Rasulullah SAW :

َعوَا ٍغِّلَ بُم َّبُرَ ف َبِئاَغْلا ُدِىاَّشلا ْغِّلَ بُيْلَ ف ْدَهْشا َّمهّللا َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ُّيِبَّنلا َلاَق اْوُعِجْرَ ت َلاَف ٍعِماَس ْنِم ى

ُبِرْضَي اًراَّفُك ىِدْعَ ب ٍضْعَ ب َباَقِر ْمُكُضْعَ ب

: ىراَخُب ُهاَوَر(

۱٦۲٥ )

Rasulullah SAW bersabda : Ya Allah, saksikanlah. Maka hendaklah yang menyaksikan menyampaikannya kepada yang tidak hadir, karena betapa banyak orang yang disampaikan dapat lebih mengerti dari pada orang yang mendengar. Dan janganlah kalian menjadi kafir sepeninggalku, kalian saling memukul tengkuk kalian satu sama lain (saling membunuh).

(HR. Bukhȃrī: 1625).5

Kata غِّلَبُيْلَف pada hadis tersebut Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu aktivitas dakwah memang harus berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan oleh orang-perorang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat melakukan dakwah.

Dakwah di ranah publik bukanlah aktivitas yang remeh. Sedangkan melihat dari realitanya sekarang ini dakwah di anggap hal yang remeh, Seperti penulis temukan pada salah satu media stasiun televisi di mana seorang ustazah sedang berdakwah namun pada kajian dakwah tersebut terdapat beberapa kesalahan. Oleh sebab itu ketika seseorang masuk dalam bidang dakwah yang di butuhkan sekarang ini bukanlah dai yang pandai dalam beretorika saja melainkan seorang dai harus memperhatikan kapasitas keilmuan dan pengetahuan dalam agama islam yang dimilikinya. Oleh karena itu sebelum menjadi seorang dai alangkah baik

5HR. Bukhȃrī, Kitab Hajji – Khutbah Pada Hari-Hari Mina, Hadis No. 1625

(17)

mempelajari terlebih dahulu ilmu agama, sebagaimana Allah SWT telah menjelaskan di dalam QS. At-Taubah, {9}:122, sebagai berikut :















































Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.

Tidak seharusnya semua orang-orang mukmin itu mendatangi Rasulullah apabila keadaan tidak menuntut itu. Tetapi hendaknya ada satu golongan yang memenuhi seruan Rasulullah untuk memperdalam pengetahuan agama dan berdakwah dengan memberi peringatan dan kabar gembira kepada kaum mereka saat kembali, agar kaum mereka itu tetap dalam kebenaran dan menjaga diri dari kebatilan dan kesesatan.

Yang perlu di pahami bahwa dakwah harus di mulai dari diri sendiri sebelum berdakwah kepada orang lain. Oleh karena itu, berdakwah secara berkesinambungan, bukan pekerjaan yang mudah. Dakwah merupakan sesuatu yang sangat penting demi tercapainya tujuan dakwah Islam. Dalam hubungan ini, seorang dai harus benar-benar memiliki akhlak yang terpuji sehingga dapat menjadi panutan bagi orang-orang yang di dakwahinya. Sebagaimana Allah Azza Wa Jalla mewahyukan kepada Nabi Allah Isa A.s “Yang pertama, bimbinglah dirimu menuju keridhaan-Nya. Kalau sudah tunduk, barulah engkau menasihati orang lain. Sebab kalau tidak demikian, malulah engkau kepada-Ku dalam menasihati orang lain.”6 Nasihat ini bukan haya ditujukan kepada Nabi Isa A.s.

dalam arti statusnya sebagai Rasul-Nya. Akan tetapi nasihat tersebut juga mencakup seluruh para Rasul dan setiap orang yang bergerak di bidang dakwah.

6Lihat lebih lanjut penjelasannya dalam kitab Al-Risalah (Karya Imam Al-Qusyairi), h.

216. Juga dalam kitab Ihya „Ulumiddin (Karya Imam Al-Ghazali), jilid. 1, h. 78.

(18)

Sedangkan dengan para dai yang bertolak belakang antara perbuatan dan ucapan.

Kalian akan mendapati mereka menyesatkan hanya orang yang megekor kepada apa yang mereka sampaikan, sehingga semuanya terjatuh kedalam lembah yang sama, yaitu kebinasaan.

Muncul sebuah kritik dari seorang psikiater kondang menulis sebuah artikel, ini di maksudkan untuk menasehati dan mengkritisi para dai yang berprilaku kesehariannya bertentangan dengan materi dakwah yang ia sampaikan. Sebagai sebuah nasehat semoga Allah SWT telah memberikan pahala kepada beliau.

Namun fenomena dai pada masa berikutnya justru kian bermunculan, bahkan lebih parah lagi daripada tahun sebelumnya. Seperti kasusnya ustadz yang sempat viral pada saat itu, di mana dai tersebut melakukan kekerasan pada salah satu bagian akomodasi pada saat acara tabligh berlangsung. Sehingga dai tersebut harus berurusan dengan penegak hukum atas kesalahan yang dialaminya. Dalam masalah ini dakwah itu tidak cukup dilakukan dengan lidah, tetapi juga harus sinkron antara perkataan dengan perbuatan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah, {2}:44, sebagai berikut:























Mengapa engkau menyuruh orang lain mengerjakan kebaikan, sedangkan engkau melupakan kewajibanmu sendiri, padahal engkau membaca Al- Kitab (Taurat)? Maka tidaklah engkau berpikir?.

Berdasarkan ayat tersebut beberapa ulama berpendapat bahwa apakah kalian meminta orang lain untuk selalu berbuat kebajikan dan tetap dalam ketaatan serta menghindari kemaksiatan, sedangkan kalian tidak melaksanakan apa yang kalian katakan dan tidak berpegang teguh kepada apa yang kalian minta?

(19)

sebenernya hal ini merupakan penyia-nyiaan terhadap diri sendiri. Kalian seakan- akan melupakan diri sendiri. Padahal, kalian sudah membaca Taurat yang memuat ancaman, seandainya perkataan bertentangan dengan perbuatan. Bukankah kalian memiliki akal yang membentengi kalian dari perilaku yang hina itu?.

Selain melihat dari kapasitas ilmu pengetahuan dan kepribadian seorang dai, seorang dai juga dituntut harus pandai melihat kondisi keadaan. Di mana jika terdapat suatu keadaan yang konflik disitulah peran dai di butuhkan untuk memberi soulusi yang baik terhadap konflik. Namun yang ada sekarang ini realitasnya masih banyak dai yang seharusnya perannya sebagai pemberi solusi tetapi melainkan menjadi provokator. Seperti salah satu masalah adanya seruan di suatu masjid di daerah Setia Budi, Jakarta Selatan. Di mana seruan tersebut

“Menolak Menshalati Jenazah Orang Munafik”. Sehingga seruan yang kontroversi ini menyulut rencana ketetapan kemenag dalam Standarisasi Dai.

Dalam masalah ini apabila seorang dai melihat adanya suatu masalah, seharusnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang baik sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl, {16}:125.















































Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.

Wahai Nabi, ajaklah manusia meniti jalan kebenaran yang di perintahkan oleh tuhanmu. Pilihlah jalan dakwah terbaik yang sesuai dengan kondisi manusia. Ajaklah kaum cendikiawan yang memiliki pengetahuan

(20)

tinggi untuk berdialog dengan kata-kata bijak, sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhadap kaum awam, ajaklah mereka dengan memberikan nasihat dan perumpamaan yang sesuai dengan taraf mereka sehingga mereka sampai kepada kebenaran melalui jalan terdekat yang paling cocok untuk mereka. Debatlah Ahl-Kitab yang menganut agama- agama terdahulu dengan logika dan retorika yang halus, melalui perdebatan yang baik, lepat dari kekerasan dan umpatan agar mereka puas dan menerima dengan lapang dada. Itulah metode dakwah yang benar kepada agama Allah sesuai dengan kecenderungan setiap manusi. Tempuhlah cara itu dalam menghadapi mereka. Sesudah itu serahkan urusan pada Allah yang Maha Mengetahui siapa yang larut dalam kesesatan dan menjauhkan diri dari jalan keselamatan, dan siapa yang sehat jiwanya lalu mendapat petunjuk dan beriman dengan apa yang kamu bawa.

Demikian pula yang ada saat ini, jalan dan tantangannya sama seperti dulu, hanya saja teradapat sedikit perbedaan polanya. Sebagaimana pola dakwah para Nabi dan para Shalihin terdahulu. Setiap gerak dan langkahnya mereka menuntun manusia ke jalan Allah SWT. Mereka telah menyampaikan dan menerapkan misi yang mereka bawa secara simultan. Sedangkan pola dakwah sekarang ini jika ada seorang dai yang ikhlas dan kuat imannya dalam berdakwah menyebarkan ajaran Islam, langsung mendapat sambutan yang begitu hangat dari banyak kalangan.

Adapun yang sukses dalam berdakwah adalah gerakan yang terpancar dari keimanan, dan jauh dari unsur campur tangan kepentingan pribadi yang mengandalkan bentuk atau tampilan luarnya saja.

Di zaman seakarang ini, khususnya di Indonesia seiring dengan perkembangan zaman kinerja seorang dai sangat dituntut untuk membangun mental serta spiritual mad‟u, namun problema pun juga mengiringi tuntutan tersebut.7 Persoalan yang di hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku

7Abu Muhammad Al-Misri, Bolehkah Ustadz Menerima Amplop (Jakarta: Pustaka Inner, 1992)

(21)

dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan dunia internet, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika.8

Terjadinya ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Oleh sebab itu umat Islam harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat aqidah yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit umat Islam yang telah menjadi korban dari efek globalisasi informasi yang membuat identitas keislamannya mengalami pengaburan dan masa depan generasi muda semakin suram. Jika umat Islam terlena oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, maka secara perlahan akan meninggalkan ajaran agama. Dengan demikian akan terjadi kehampaan rohani yang justru merusak kepribadian setiap umat Islam.Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam mengakses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tertinggal. Melihat dari fenomena-fenomena perkembangan zaman sekarang ini seorang dai memang sudah seharusnya untuk mengikuti zaman, di mana seorang dai harus mengubah atau menambah setrategi dakwah demi menyebarkan agama Islam Rahmat Lil‟Alamin yang mimiliki nilai kehidupan sepanjang zaman dan berlaku untuk setiap generasi dan tempat. Sebagaimana para ulama berpendapat bahwa hukum islam atau nilai-nilai Islam itu memiliki

8Dewasa ini, fenomena sosial di berbagai daerah di Indonesia mengindikasikan kerawanan, kesenjangan, keresahan dan ketidakstabilan. Banyak orang dengan mudah terpancing untuk melakukan tindakan yang melawan hukum. Tindak kekerasan dan penyimpangan memperlihatkan intensitas yang tinggi. Banyak orang seperti kehilangan akal sehat, jauh dari nila- nilai luhur yang bersumber dari ajaran agama. Sikap materialisme, konsumerisme dan hedonisme di kalangan masyarakat, munculnya berbagai macam patologi sosial adalah sejumlah permasalahan umat Islam sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: STAIN Purwokerto dan Pustaka Pelajar, 2006), h. 61.

(22)

karakter, antara lain: Universal yang berlaku untuk seluruh umat manusia di mana dan kapan saja.9 Pada hal ini tertuang dalam QS. As-Saba‟, {34}:28.



























Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Dalam kaitannya dengan ayat tersebut, Syaikh Sayid Sabiq, dalam bukunya Fiqh al-Sunnah menjelaskan bahwa tujuan syari‟at Islam itu di bangun untuk mengembangkan kemashlahatan manusia. Dalam Islam, menurutnya terdapat dua ketentuan: Pertama, Ketentuan khusus dan Kedua, Ketentuan umum.

Ketentuan khusus adalah ketentuan yang menyangkut persoalan akidah dan ibadah yang tidak berubah, dan tidak boleh dirubah serta dengan jelas dan terperinci. Sedangkan ketentuan umum yang berkaitan dengan duniawi, politik, perang dan sebaginya, diungkap secara mujmal (global) untuk menangkap persoalan yang berkembang guna kemashlahatan hidup manusia sepanjang masa, dan dari generasi ke generasi. Agar hal ini dapat di jadikan sebagai burhan (petunjuk) para penguasa untuk menegakkan kebenaran dan keadlian.10 Dalam kontek mujmal (global) inilah hukum dalam Islam sangat kondisional dan tidak harga mati.11

Pandangan penulis, kajian tentang dakwah ini relevan untuk di kaji dalam kondisi sekarang, khususnya bagi bangsa Indonesia dewasa ini sedang berada di

9Yusan Asmuni, Dirasah Islamiyah, Pengantar Studi Sejarah kebudayaan Islam dan Pemikiran (Jakarta: Grafindo Persada, 1996) h. 43.

10Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah (Beirut: Dar al-Fik, 1996), Jilid. 1, h. 9.

11Abu Zahrah, Ushul Fiqh (Dar al-Fikr al-„Arabi), h. 364-467.

(23)

era modernisasi. Melihat dari pemaparan di atas berdakwah berdasarkan hadis yang penulis paparkan sebelumnya memang diharuskan. Tetapi soal dakwah bukan hal yang remeh, gampang dan mudah untuk dilakukakan. Karena perlunya pemahaman yang matang dalam agama dan perlunya sinkronisasi dalam kehidupan dengan apa yang disampaikan ketika berdakwah, untuk menjadi panutan masyarakat dan menjunjung tinggi Islam Rahmatan Lil „Alamin. Oleh karena itu pelaksanaan dakwah yang diusung dengan cara yang baik pasti akan ada efek baik pula kedepannya begitupun juga sebaliknya.

Berdasarkan deskripsi di atas, maka penulis akan mengambil judul penelitian ini “IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL- QUR’ĀN”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan tadi, penulis mengidentifikasi adanya beberapa permasalahan yang relevan dengan penulis angkat diantaranya:

1. Kewajiban dalam berdakwah secara perorangan.

2. Komparasi bentuk dakwah klasik dan kontemporer.

3. Dakwah modernisasi.

4. Aturan dan Tata Cara dalam berdakwah.

5. Praktik Rasulullah dalam berdakwah.

6. Ayat-ayat dakwah dalam Al-Qur‟ān

(24)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah yang telah penulis sebutkan di atas, maka untuk menghindari pembahasan yang berbelit-belit dan tidak mengarah kepada maksud dan tujuan penulisan, sekiranya perlu dibuat pembatasan dan perumusan masalah. Dalam penulisan skripsi ini penulis hanya membatasi pada ayat-ayat Al-Qur‟ān tentang hal-hal yang di perhatikan ketika berdakwah dan penulis membatasi pada penggunaan tafsir Imam Al-Qurṭubi dan Quraish Shihab.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan hal yang akan menjadi pertanyaan besar dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana Kriteria Dai Modern yang Ideal menurut Al-Qur’ān ?.

D. Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari penelitian ini yang paling utama adalah untuk mengkaji Ayat-ayat Al-Qur‟ān tentang hal-hal yang harus di perhatikan ketika berdakwah.

Adapun manfaat yang di dapat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu (S-1) Sarjana Agama (S.Ag) pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(25)

2. Untuk sebuah institusi yaitu memperkaya keilmuan Fakultas Ushuluddin dengan mengungkapkan konsekuensi dalam menyelaraskan isi dakwah dan prilaku kesehariannya.

3. Mengajak kepada aktivis dakwah untuk lebih di perhatikan kembali etika dan keilmuan sebelum melaksanakan berdakwah kepada publik.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini dengan skripsi lain, terlebih dahulu penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat metodologi atau pendekatan yang sama, sehingga diharapkan kajian yang penulis lakukan tidak plagiat dari kajian yang telah ada.

Berdasarkan pengamatan dan pencarian yang penulis lakukan melalui Google Cendekia, Google Schoolar dan UIN Repository, dan lainnya penulis belum menemukan skripsi yang secara khusus membahas tentang Idealitas Karakter Dai Modern Perspektif Al-Qur‟ān. Namun pada pencarian di atas, penulis menemukan beberapa tulisan seperti journal yaitu Dakwah Cerdas di Era Modern Karya Abdul Basit. Melihat dari judul skripsi penulis dengan journal ini tidak terdapat kesamaan pembahasan. Namun di sini penulis pastikan bahwa kajian skripsi penulis berbeda dengan journal ini, karena isi journal ini lebih condong menjelaskan terhadap seorang dai akan metodologi dakwah di era modern.

Sedangkan skripsi penulis tidak hanya terpacu pada satu term saja melainkan mencakup seluruh kepribadian seorang dai baiknya seperti apa berdasarkan apa yang di jelaskan dalam alqur‟an. Begitu juga pada journal tentang Konsep

(26)

Dakwah Dalam Islam karya Nurwahidin Alimuddin. Melihat dari isi journal ini yang sangat sedikit yaitu hanya enam lembar, sudah penulis pastikan bahwa journal ini kurangnya pembahasan mengenai konsep dakwah. Selain itu melihat dari beberapa pembahasan tentang konsep dakwah yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu maka dari itu penulis tegaskan bahwa penulisan pada skripsi ini penulis tidak terfokus membahas tentang konsep dakwah, melainkan penulis tekankan pada sikap atau profil seorang dai agar untuk lebih hati-hati lagi dalam menyampaikan ditambah dengan kondisi yang seperti ini yang sensitif mengenai tentang pesoalan agama.

F. Metode Penelitian

Sebagai karya-karya ilmiah pada sebuah di siplin ilmu, setiap pembahasan masalah tentunya mesti menggunakan metodologi untuk menganalisa permasalahan. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan berpijak dalam mengelaborasinya sehingga dapat di jelaskan secara mendetail dan dapat di pahami.

Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukakn penelitian dengan jenis penilitian kualitatif melalui metode kepustakaan (Library Research) sebagai landasan dalam mengumpulkan data yaitu penelitian yang menggunakan buku- buku yang berkaitan erat dengan judul yang penulis ambil.

(27)

Adapun teknik pembahasan pada skripsi ini adalah tematik (maudhu‟ī).

Langkah-langkah atau cara kerja metode Maudhu‟ī di jelaskan oleh tim penyusun Kementrian Agama RI12, sebagai berikut :

a. Menentukan topik atau tema yang akan dibahas

b. menghimpun ayat-ayat al-Qur‟ān menyangkut topik yang akan dibahas c. Menyusun urutan ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologis

masa turunnya

d. Memahami korelasi (munāsabah) antar ayat

e. Memperhatikan Asbābun Nuzūl untuk memahami konteks ayat

f. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadits-hadits nabi dan pendapat para ulama

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara mendalam

h. Menganalisa ayat-ayat secara utuh dan komprehensif dengan jalan mengkompromikan antara ayat yang umum (ām) dan khusus (khās), mutlak dan terkait (muqayyad) dan lain sebaginya

i. Membuat kesimpulan dari masalah yang dibahas.

Adapun teknis penulisan skripsi ini, penulisan berpedoman pada buku

“Pedoman Akademik Program Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013/2014”.

12Tim penyusun berpedoman pada beberapa langkah yang telah di rumuskan oleh para ulama, dan di sepakati dalam musyawarah para ulama al-Qur’ān di Ciloto, 14-16 Desember 2006.

Lihat, Kementrian Agama Ri, Tafsir Al-Qur’ān Tematik: Jihad, Makna dan Implementasinya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’ān, 2013), jilid. 1, h. Xxix.

(28)

G. Sistematika Penulisan

Untuk keserasian pembahasan dan mempermudah analisis materi dalam skripsi ini, maka berikut ini penulis jelaskan dalam sistematika penulisan.

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab di bagi menjadi sub bab, dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-masing yang antara satu dan lainnya saling berkaitan.

Bab I, berisi pendahuluan yang menguraikan argumentasi signifikansi studi ini. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, berisi tentang Tinjauan Umum Tentang Dai yang di dalam penulisan bab ini meliputi : Pengertian Dai, Tujuan Dai dalam Berdakwah, Motivasi Dai Dalam Berdakwah, Sasaran Dakwah Para Nabi, Metode Penyampaian Dakwah.

Bab III, berisi tentang Wacana dan Kritik Karakter Dai Indonesia, yang di dalam penulisan bab ini meliputi : Dai dan Dakwah di Indonesia, Pergeseran Karakter Dai di Indonesia, Kritik Intelektual Dai di Masa Modern.

Bab IV, berisi tentang Kriteria Dai Ideal dalam Al-Qur‟ān, yang di dalam penulisan bab ini meliputi : Keilmuan dan Wawasan Seorang Dai, Sinkronisasi Antara Ilmu dan Akhlak dan Metode Penyampaian Dai.

Terakhir, merupakan penutup yang berisi meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang dibuat oleh penulis, serta saran-saran yang insya allah mendapat manfaatnya.

(29)

16 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG DAI

A. Pengertian Dai

Dai menurut etimologis berasal dari bahasa arab yang berarti orang yang mengajak. Dengan kata lain Dai adalah bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti orang yang mengajak, sedangkan muannas(perempuan) di sebut Daiyah.1 Dalam ilmu komunikasi yakni mempunyai arti yang sama dengan komunikator.

Sedangkan secara terminologi dai adalah orang yang mengajak kepada orang lain baik secara langsung atau tidak langsung, melalui lisan, tulisan atau perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam atau menyebarluaskan ajaran Islam, melakukan upaya perubahan kearah kondisi yang lebih baik menurut Islam.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Dai adalah orang yang kerjanya berdakwah, pendakwah: melalui kegiatan dakwah, para menyebarluaskan ajaran agama. Dengan kata lain2. Kata dai ini sering di sebut dengan sebutan muballigh (orang yang menyempurnakan ajaran Islam) namun, sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya.

Menurut Muriah dai di bagi menjadi dua kriteria yaitu umum dan khusus.

Secara umum adalah setiap muslim dan muslimat yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat tidak terpisahkan dari misinya dari sebagai penganut

1Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), h. 73.

2DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 231.

(30)

Islam sesuai dengan perintah ةَيا وَنَو ىِّنَع وُغِّهَب. Sedangkan secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah Islam dengan kesungguhan dan Qudwah Hasanah.3 Dai adalah pelaku sejarah, penerus tugas para nabi untuk menyampaikan risalah atau amanah Allah SWT bagi umat manusia.4 Seorang dai pada hakekatnya adalah pemberi, karenanya ia harus kaya ilmu dari pengetahuan.5

Pada dasarnya semua pribadi Muslim itu berperan secara otomatis sebagai dai, dalam bahasa komunikasi di sebut komunikator untuk itu dalam komunikasi dakwah yang berperan sebagai dai adalah:

1. Secara umum adalah setiam Muslim atau Muslimat yang Mukhallaf (dewasa) di mana bagi mereka berkewajiban untuk berdakwah.

2. Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus (muthakhasis) dalam bidang agama Islam yang dikenal dengan sebutan ulama/kiyai/dai6.

Menurut Quraish Shihab, agaknya lebih tepat dai di definisikan sebagai pelaku dakwah atau pemberi dakwah7. Dai adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan (bil al-Qolam) ataupun perbuatan (bil al-Hal) dan baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi maupun lembaga8.

Seorang dai mempunyai peran penting dalam proses pelaksanaan dakwah.

Kepandaian atau kepiawaian seorang dai akan menjadi daya tarik tersendiri bagi

3Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h. 23.

4Ali Gharisah, Kami Dai Bukan Teroris (Solo: CV Pustaka Mantiq, 1992), cet. 4, h. 7.

5Yusuf Qarḏawī, Kritik dan Saran Untuk Para Dai (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 6.

6Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), cet. 1, h. 79.

7Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟ān (Bandung: Mizan, 1992), h. 193.

8Nurul Baddruttamam, Dakwah Kolaboratif (Jakarta: Grafindo, 2005), h. 101.

(31)

para obyek dakwah (mad‟u). Karena setiap dai mempunyai ciri khas masing- masing. Mengingat perkembangan perubahan kebutuhan masyarakat yang begitu pesat maka seorang dai memiliki tugas sebagai central of change dalam suatu masyarakat yakni tergantung dari wacana keilmuan, latar belakang pendidikannya, dan pengalaman kehidupannya.

Dakwah sebagai sarana usaha bagi para dai bentuk terwujudnya ajaran Islam pada semua segi kehidupan manusia, dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim.9 Dakwah yang di lakukan oleh setiap muslim harus berkesinambungan yang bertujuan mengubah perilaku manusia berdasarkan pengetahuan dan sikap yang benar yakni untuk mengubah manusia mengabdi kepada Allah secara total.

Mengajak manusia untuk menuruti jalan Allah SWT adalah tugas para Rasul dan Nabi, yang merupakan hamba-hamba pilihan-Nya guna menjadi duta untuk semua manusia dan makhluk. Tugas ini bukan hanya monopoli para Rasul itu semata, tetapi juga menjadi kewajiban para khalifah dan ulama-ulama yang sadar akan fungsinya sebagai pewaris dan penerus dakwah nabi-nabi.10 Mengajak manusia untuk mentaati ajaran Allah SWT merupakan manifestasi atau pengejawantahan yang paling utama dari pada iman yang di miliki seseorang sebab dakwah itu tidak lain kecuali menujukkan jalan yang hak kepada segenap insan, menanamkan rasa cinta kepada kebaikan dan kebencian kebathilan serta kejahatan, dan membawanya keluar dari kebodohan serta kekalutan.11

9Dedy Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi Masyarakat Kontemporer (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 1999), cet. 1, h. 54.

10Yusuf Qarḏawī, Kritik dan Saran Untuk Para Dai (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 1

11Yusuf Qaḏrawī, Kritik dan Saran Untuk Para Dai (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 2.

(32)

B. Tujuan Dai dalam Berdakwah

Dai sebagai komunikator sudah barang tentu usahanya tidak hanya terbatas pada usaha menyampaikan pesan (statement of fact)semata-mata, tetapi dai harus juga concern terhadap kelanjutan efek komunikasinya terhadap komunikan, apakah pesan-pesan dakwah tersebut sudah cukup membangkitkan rangsangan/dorongan bagi komunikan tertentu sesuai dengan apa yang di harapkan, ataukah komunikan tetap pasif (mendengar tapi tidak mau melaksanakan) atau bahkan menolak serta antipati dan apatis terhadap pesan tersebut12. Komunitas dai yang memiliki Visi Etis, Profektif, dan Transformatif dan syarat dengan muatan dinamik, dihadapkan kepada pemikiran-pemikiran yang solutif terhadap permasalahan realitas umat yang beragama termasuk di dalamnya bagaimana materi dakwah yang di sampaikan maupun mengambil posisi sebagai stimulator yang dapat memotivasir menuju tingkah laku atau sikap yang sesuai dengan pesan-pesan dakwah.

Di dalam Al-Qur‟ān surah al-Ahzāb, {33}:70.



















Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar.

Allah SWT berfirman memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk bertakwa dan beribada kepada-Nya, suatu ibadah yang seakan dia melihat-Nya serta mengatakan )ا ذْيِذَس لا ْوَق( “perkataan yang benar.”

Yaitu yang lurus, tidak bengkok dan tidak menyimpang. Allah menjajikan mereka, jika mereka melakukan demikian, Allah akan membalas mereka dengan di perbaikinya amal-amal mereka, yaitu dengan di berinya taufiq

12Munzier Suparta, dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2003), cet. 1, h. 161.

(33)

untuk beramal shalih, diampuni dosa-dosanya yang lalu, serta apa yang akan terjadi pada mereka di masa yang akan datang.13

Perlbagai pesona dai saja tidak cukup untuk mengantarkan pada peluang keberhasilan dakwah, manakala apa yang di sampaikan oleh dai tidak dengan perkataan yang benar sesuai dengan ajaran Islam. selain itu juga, keberhasilan dakwah harus di barengi keahlian dalam mengemas pesan dakwah menjadi menarik dan dapat di pahami oleh mad‟u. Lebih tepatnya dai selaku komunikator harus mampu melogikakan pesan dakwah dengan bahasa yang mudah di pahami sehingga mempunyai daya panggil yang sangat berwibawa terhadap seseorang.14

Tujuan dai dalam berdakwah demikian nampak sesuai dengan definisi komunikasi persuasif, yakni perubahan situasi orang lain. Perubahan di maksud bukan hanya sekedar perubahan yang bersifat sementara melaikan perubahan yang mendasar berdasarkan kesadaran dan keyakinan. Sebagaimana di ketahui bahwa komunikasi persuasif adalah proses komunikasi untuk mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri15.

Tujuan dakwah adalah suatu faktor yang menjadi pedoman arah proses yang dikendalikan secara sistematis dan konsisten, kemudian dalam kegiatan dakwah selalu terjadi interaksi antara dai dan mad‟u yang akan membawa perubahan sikap sesuai dengan tujuan dakwah yang mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

13Abdullāh bin Muhammad bin Abdurrahmān bin Ishāq Al-Syeikh, Lubābut Tafsīr Min Ibni Katsīr, di terjemahkan oleh M. Abdul Ghofar, dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsi (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2004), Jilid. 6, Cet. 1, h. 542-543.

14Munzier Suparta, dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2003), cet. 1, h. 162.

15Jepph A. Devito, Human Communication: The Basic Course (New York: Harper Collins Publisher Fifth Edition, 1991), h. 5.

(34)

Dalam hal ini tujuan dakwah Asmuni Syukir membagi tujuan dakwah kedalam dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus16 :

1. Tujuan Umum (mayor objektive)

Tujuan umum dakwah adalah mengajak umat manusia meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau musyrik kepada jalan yang benar dan diridhoi Allah SWT. Agar mau menerima agama Islam dan mengamalkannya dalam dataran kenyataan kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, maupun sosial kemasyarakatan agar mendapat kehidupan di dunia dan di akhirat.

2. Tujuan Khusus (minor objektive)

Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini di maksudkan agar dalam pelaksanaan aktifitas dakwah dapat di ketahui arahnya secara jelas, maupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa dakwah dan media apa yang dipergunakan agar tidak terjadi miss komunikasi antara pelaksanaan dakwah dengan audience (penerima dakwah) yang hanya disebabkan karena masih umumnya tujuan yang hendak di capai.

Olehnya itu tujuan umum masih perlu di terjemahkan atau di klasifikasi lagi menjadi tujuan khusus, sehingga lebih memperjelas maksud kandungan tujuan khusus tersebut adalah:

a. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT.

16Asmuni Syukir, Dasar-Dasae Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 51

(35)

b. Membina mental agama Islam bagi mereka yang masih mengkhawatirkan tentang keIslaman dan keimanannya (orang mukallaf), seperti yang terdapat dalam Q.S al-Baqarah, {2}:286.

c. Mengajar dan mendidik anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.17 Tujuan ini di dasarkan pada Al-Qur‟ān surat ar-Rūm, {30}:30.















































Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Allah SAW berfirman, maka perkokohlah padanganmu dan istiqamahlah di atas agama yang di syari‟atkan Allah kepadamu, berupa kesucian inilah Ibrāhīm AS yang Allah bimbing kamu kepadanya dan di sempurnakan Allah agama itu untukmu dengan sangat sempurna. Di samping itu hendaknya engkau konsekuen terhadap fitrah lurusmu yang di fitrahkan Allah atas makhluk-Nya.18 Karena Allah SWT telah memfitrahkan makhluknya untuk mengenal dan mengesakan-Nya yang tidak ada Ilah (yang haq) selain-Nya, sebagaimana penjelasan yang lalu dalam firman-Nya.19

17Gafi Ashari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 87.

18Abdullāh bin Muhammad bin Abdurrahmān bin Ishāq Al-Syeikh, Lubābut Tafsīr Min Ibni Katsīr, di terjemahkan oleh M. Abdul Ghofar, dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2004), Jilid. 6, Cet. 1, h. 371.

19





















































Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau

(36)

Sebagian Ulama berpendapat mengenai Firman Allah ta‟la ِالل ِقْه َخِن َمْيَذْبَت َلا“tidak ada perubahan pada fitrah Allah”, bahwa “kalimat itu menjadi kabar pada kalimat sebenarnya. Maknanya bahwa Allah SWT menyamakan seluruh makhluk- Nya dengan fitrah dalam tabi‟at yang lurus, di mana tidak ada satupun yang lahir kecuali berada dalam kondisi demikian serta tidak ada tingkat perbedaan manusia dalam masalah tersebut”.20

Dengan lahirnya manusia dalam keadaan yang fitrah sebagaimana firman Allah SWT terangkan sebelumnya, oleh karena itu penyampaian pesan dakwah dengan metode mengajar dan mendidik yang di gunakan oleh para Dai itu bertujuan untuk mengambalikan fitrah manusia yang telah rusak, sehingga mengubah fitrah manusia yang telah rusak itu kembali ke jalan yang benar (yang hak) berdasarkan fitrahnya yang Allah SWT berikan.

Pada dasarnya dakwah di maksudkan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat manusia baik dalam kehidupan mereka di dunia maupun di akhirat.

Adapun yang di maksud dengan tujuan dakwah, M.Syafaat Habib merinci sebagai berikut :

a. Membentuk masyarakat yang konstruktif.

b. Mengadakan koreksi terhadap situasi atau tindakan yang menyimpang dari ajaran agama.

c. Menembus hati nurani seseorang sebagai sarana untuk membentuk mayarakat yang di ridhai Allah SWT.

Tuhan Kami), kami bersaksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.

20Abdullāh bin Muhammad bin Abdurrahmān bin Ishāq Al-Syeikh, Lubābut Tafsīr Min Ibni Katsīr, di terjemahkan oleh M. Abdul Ghofar, dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsi (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2004), Jilid. 6, Cet. 1, h. 372.

(37)

d. Menjauhkan manusia dari segala bentuk frustasi, kejahilan, dan kekatan fikiran21.

Di samping itu, tujuan dai dalam berdakwah itu adalah mendapat kebaikan dunia dan akhirat serta bebas dari azab neraka. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah, {2}:202.



















Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan bagian dari apa yang mereka usahakan dan Allah sangat cepat perhitungannya.

Dan jika di lihat dari sasaran aktivitasnya, tujuan dakwah dapat di klasifikasi menjadi:

a. Mengajak orang yang belum masuk Islam untuk menerima Islam, hal ini dapat di pahami dalam firman Allah SWT.

b. Amar ma‟rūf, perbaikan dan pembangunan masyarakat. amr ma‟rūf di sini, di artikan sebagai usaha dorongan dan mengeratkan umat manusia agar menerima dan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

c. Nahi Munkar, muatan dakwah yang berarti usaha dorongan dan menggerakan umat manusia untuk menolak dan meninggalkan hal-hal yang munkar22.

Meskipun definisi tentang tujuan dakwah bervariasi, namun pada hakekatnya tujuan dawkah Islam merupakan aktualisasi imani di manifestasikan dalam suatu kegiatan sistem manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang di

21M. Syafaat Habib, Pedoman Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1982), h. 130.

22Muhammad Munir & Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 88-89.

(38)

laksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual serta kultural dalam rangka kehidupan manusia, dengan menggunakan cara tertentu. Dengan demikian, dari semua tujuan-tujuan tersebut di atas, merupakan penunjang dari pada tujuan akhir aktifitas dakwah. Tujuan akhir ini aktifitas dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteran manusia lahir dan batin di dunia dan di akhirat nanti.

C. Motivasi Dai dalam Berdakwah

Motivasi dai dalam berdakwah adalah dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan dalam mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan juga di akhirat.

Dalam sejarah, memang dai pada awalnya menjadi cultural brokeri atau makelar budaya (Clifford Geertz). Bahkan, berdasarkan penelitiannya di Garut, Hiroko Horikhosi23 memberikan penegasan bahwa peran kyai sekaligus sebagai dai tidak sekedar sebagai makelar budaya, tetapi sebagai kekuatan perantara (intermediary forces), sekaligus sebagai agen yang mampu menyeleksi dan mengarahkan nilai-nilai budaya yang akan memberdayakan masyarakat. fungsi mediator ini dapat juga diperankan untuk membentengi titik-titik rawan dalam jalinan yang menghubungkan sistem lokal dengan keseluruhan sistem yang lebih luas, dan sering bertindak sebagai penyangga atau penengah antara kelompok-

23Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1987), h. 3.

(39)

kelompok yang saling bertentangan menjaga terpeliharanya daya pedorong dinamika masyarakat yang di perlukan.24

Berdasarkan fungsi ini, para dai memiliki basis yang kuat untuk memerankan sebagai mediasi bagi perubahan sosial melalui aktifitas pemberdayaan (umat).25 Ini adalah bentuk peran dai sebagai agen perubahan sosial.

Para dai merupakan umat yang di harapkan dapat memerangi kebodohan, kesesatan, kebobrokan dan keburukan-keburukan lainnya. Untuk itulah mereka harus memiliki perlengkapan dan persenjataan yang di perlukan bagi kemenangan tersebut. Mereka harus memiliki kemampuan menyerang, sebagaimana juga kemampuan bertahan.26

Kemampuan berdakwah bukanlah semata-mata suatu ilmu yang di ajarkan atau seni yang di pelajari. Tetapi lebih dari itu, kecakapan berdakwah merupakan anugrah dan karunia yang di berikan Allah SWT kepada orang-orang yang Dia kehendaki.27

Dakwah bukan saja menjadi kewajiban umat Islam, baik secara individual maupun secara kelompok, tetapi juga merupak keperluan umat manusia. Dakwah pada tingakat pertama kelihatan sebagai keperluan rohani, tetapi pada hakikatnya ia juga merupakan keperluan jasmani. Rohani yang sehat akan membawa

24Abdullah Cholis Hafidz, Ahmad Syariful Wafa, dkk, Dakwah Transformatif (Jakarta:

PP Lakspedam NU, 2006), Cet. 1, h. 3,

25Abdullah Cholis Hafidz, Ahmad Syariful Wafa, dkk, Dakwah Transformatif, h. 3.

26Yusuf Qarḏawī, Kritik dan saran Untuk Para Dai (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 4.

27Ali Gharisah, Kami Dai Bukan Teroris (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1992), h. 45.

(40)

pengaruh yang sehat pula pada jasmani. Dakwah juga bukan saja merupakan keperluan untuk hidup ukhrawi, melainkan untuk keperluan hidup duniawi.28

D. Sasaran Dakwah Para Dai

Ditinjau dari segi etimologi sasaran dakwah (mad‟u) adalah bahasa arab dari isim maf‟ul dari fi‟il madhi yaitu menyeru, dalam ensiklopedi Islam di artikan

“ajakan kepada Islam”.29 Sedangkan menurut Wahidin Saputra bahwa mad‟u adalah sekelompok/orang yang lazim di sebut dengan jama‟ah yang sedang menuntut agama dari seorang dai, baik itu mad‟u dekat ataupun jauh. Seorang dai akan menjadikan mad‟u sebagai sasaran transformasi keilmuwan yang di milikinya.30

Pada dasarnya sumber utama yang menjadi dasar bagi pendefinisian sasaran dakwah adalah yang di terangkan dalam firman Allah QS. Saba‟, {34}:28, sebagai berikut:

























Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Dari ayat itu dapat di ketahui bahwa sasaran dakwah merupakan objek tujuan Nabi Muhammad di utus atau dakwah Nabi Muhammad. Lebih jelasnya, yang di

28Anwar Harjono, Dakwah dan Masalah Sosial Kemasyarakatan (Jakarta: Media Dakwah, 1987), h. 16.

29TIM Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 208.

30Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Praja Grafindo Persada, 2011), jilid. 1, h. 23.

(41)

maksud pengertian sasaran dakwah, umat manusia yang menjadi sasaran risalah Nabi Muhammad SAW.

Meskipun Al-Qur‟ān secara simple memberikan pengertian tentang sasaran dakwah, namun dalam beberapa ayatnya, Al-Qur‟ān juga memberikan istilah- istilah sasaran dakwah yang lebih khusus. Muhammad Abdul al-Fath al-Bayyuni dalam Madkhal Ila „Ilmi al-Dakwah menyebutkan beberapa istilah khusus sasaran dakwah Islamiyah berdasarkan Al-Qur‟ān. Di antaranya, istilah berdasarkan sudut pandang iman terhadap al-Quran, terdiri dari dua kelompok sasaran dakwah, dakwah kedalam kalangan umat Islam (Internalisasi Dakwah) dan dakwah kekalangan non-Muslim. Selanjutnya masyarakat muslim mendapatkan istilah Ummah (al-Istijābah). Dalam sudut pandang yang lebih sempit, ruang lingkup Ummah terbagi lagi berdasarkan kualitas–kualitas keimanan mereka. Al-Qur‟ān menyebutkan bagian-bagian tersebut dengan istilah-istilah tertentu seperti fasik, fajir, shalih, taqwa dan sebagainya. Sedangkan kalangan non-muslim mendapat sebutan dengan istilah kafir. Keduanya masuk dalam satu cakupan dakwah yang di sebut dengan ummat al-da‟wah (masyarakat sasaran dakwah).

Dari pandangan di atas dapat di pahami bahwa sasaran dakwah (mad‟u) dalam istilah-istilah Al-Qur‟ān merupakan tingkat keimanan manusia terhadap ajaran Islam, dengan lingkup utamanya umat dakwah. Jadi dakwah meliputi tingkatan- tingkatan keimanan yang rendah sampai yang tertinggi. Begitu juga dari tingkatan pengingkaran terendah sampai pada tingkatan yang sama sekali anti ajaran Tuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian, (1) Persiapan pemberdayaan masyarakat dalam implementasi manajemen berbasis sekolah di SD Negeri 1 Menawan, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka

Sesuai dengan laporan Sekretaris DPRD tadi bahwa dari jumlah Anggota Dewan 35 orang, yang hadir dan telah menandatangani daftar hadir berjumlah 26 orang, maka untuk

melalui prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi prinsip kebebasan beragama, prinsip saling menerima, prinsip saling menghargai, prinsip saling kerjasama atau

Alhamdulillah, penulis syukuri atas kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul: “Penerapan Layanan Informasi Teknik

Pada BAB III berisi pembahasan tentang “Kritik Al Quran Terhadap Gaya Hidup Hedonisme dalam Tafsir Juz Amma Karya Muhammad Abduh” yang meliputi: biografi

Dalam hal ini Kepala Desalah yang berperan penting dalam memahami dan melayani segala kebutuhan warga, karena sikap warga yang belum mencerminkan rasa

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Tabloid Modis sebagai media komunikasi Islam, karena Tabloid Modis dalam menyampaikan pesan kepada pembaca berlandaskan

KEPUTUSAN PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN METODE TSUKAMOTO (STUDI KASUS PADA PT TANINDO SUBUR PRIMA).. Kategori :