• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sasaran Pembangunan Kehutanan

Dalam dokumen RPJMN Kehutanan 2015 2019 (Halaman 95-98)

Berdasarkan kebijakan prioritas di atas, dalam periode 2015-2019 perlu ditetapkan sasaran pembangunan kehutanan yang secara fundamental mampu meletakan platform bagi menyelesaikan akar permasalahan, menguatkan kapital sosial dan mendorong para pihak untuk berkiprah dalam pembangunan kehutanan secara berkelanjutan, sebagai berikut:

1. Terwujudnya seluruh kawasan hutan tetap yang diakui dalam tata ruang kabupaten dan provinsi yang mampu mengakomodasikan ruang kelola masyarakat adat.

Background Study RPJMN Kehutanan 2015 – 2019: Final Report 91

2. Terwujudnya seluruh KPH yang mampu membuktikan peningkatan kinerja pengelolaan hutan lestari, baik aspek ekonomi, lingkungan, konservasi maupun sosial-budaya.

3. Terwujudnya peningkatan produktivitas hutan alam dan hutan tanaman pada 120 KPH model, baik untuk produk hasil hutan kayu, non kayu, maupun jasa lingkungan.

4. Meningkatnya kinerja sektor riil yang menopang pembangunan ekonomi kehutanan, baik di hulu maupun di hilir (industri kehutanan).

Penyusunan prioritas kegiatan pembangunan kehutanan ini juga disesuaikan dengan berbagai rencana yang telah disusun dan sedang berjalan serta kondisi hutan serta sosial/budaya dan kecenderungan ekonomi wilayah, antara lain:

1. Kawasan hutan

a. Ditetapkannya beberapa wilayah kabupaten/kota di masing-masing provinsi sebagai wilayah percontohan pemantapan kawasan hutan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan luasan yang memadai dan persebaran yang optimal.

b. Tertatanya batas kawasan hutan secara parsial di wilayah kabupaten/kota percontohan sebagai dasar bagi penerbitan ‘forest title’ sehingga kepastian statusnya dalam jangka panjang lebih terjamin.

c. Dikukuhkannya beberapa kawasan konservasi (KSA dan KPA) dengan melibatkan para pihak, termasuk pemerintah daerah dalam rangka penyelesaian konflik pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.

d. Dikukuhkannya kawasan hutan lindung dan hutan produksi, terutama yang tidak dibebani hak sebagai bagian dari KPH, baik bagi KPH yang sudah ada maupun yang direncanakan.

e. Dipetakannya rencana perubahan peruntukan kawasan hutan di masing- masing wilayah kabupaten/kota dan provinsi percontohan.

2. Pengelolaan hutan, terkait dengan kinerja organisasi pada aspek ekonomi, lingkungan, konservasi dan sosial :

a. Meningkatnya kapasitas organisasi untuk menjamin pengelolaan secara lestari, setidaknya terhadap 120 KPH model di seluruh Indonesia yang telah ditetapkan sebagai prioritas dan KP hutan milik, terutama di wilayah kabupaten/kota percontohan.

b. Ditetapkannya kawasan hutan untuk dikelola dengan prinsip berbasis ekosistem yang arahnya optimalisasi fungsi ekosistem/lingkungan, ekonomi serta sosial/budaya dalam konteks pembangunan daerah dan nasional c. Sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari terhadap seluruh unit

manajemen hutan alam aktif (130 unit) dan hutan tanaman aktif (106 unit) serta restorasi ekosistem (4 unit).

d. Menurunnya laju deforestasi dan degradasi hutan secara nasional dan mendekati nol di kabupaten/kota percontohan.

e. Menurunnya jumlah luasan hutan yang terbakar secara nasional dan mendekati nol di kabupaten/kota percontohan.

Background Study RPJMN Kehutanan 2015 – 2019: Final Report 92

f. Menurunnya jumlah DAS Kritis (super prioritas) secara nasional dan terehabilitasinya DAS kritis serta kawasan hutan rusak di wilayah kabupaten kota dan provinsi percontohan.

3. Produktivitas hutan alam dan tanaman

a. Diterapkannya multisistem silvikultur di hutan alam produksi untuk peningkatan produktivitas hutan alam, terutama di wilayah kabupaten/kota dan provinsi percontohan.

b. Terjaminnya areal dan terkelolanya hutan alam produksi dengan penerapan multisistem silvikultur, termasuk SILIN, di kabupaten/kota dan provinsi percontohan.

c. Meningkatnya produksi kayu dari hutan tanamansecara nasional, terutama di kabupaten/kota dan rovinsi pecontohan untuk berbagai penggunaan di sektor industri yang mencakup pulp, plywood, kayu gergajian, dan bio- energi.

d. Meningkatnya produksi hasil hutan bukan kayu, antara lain rotan, jernang, gaharu, kemedangan, damar, sagu, gondorukem, kopal, madu, terpentin, sutera, kayu putih, bambu, dan arang, dari nilai saat ini 9,5 trilyun rupiah pertahun secara nasional, khususnya di kabupaten/kota dan provinsi percontohan.

4. Meningkatnya kinerja industri berbasis kayu dan non kayu: a. Industri berbasis bahan baku kayu

i. Meningkatnya penggunaan bahan baku industri pulp dan kertas dari hutan tanaman, terutama di kabupaten/kota percontohan.

ii. Meningkatnya penggunaan bahan baku industri kayu gergajian dari hutan hutan tanaman, terutama di kabupaten/kota percontohan. iii. Meningkatnya produksi wood working dan furniture dari kayu

gergajian, terutama di kabupaten/kota percontohan.

iv. Meningkatnya produksi kayu lapis dengan bahan baku dari hutan alam dan hutan tanaman (29% dari total produksi hutan alam dan 19% dari hutan tanaman dialokasikan bahan baku kayu lapis).

v. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku kayu dari hutan tanaman dan limbah kayu pemanenan hutan alam, terutama di kabupaten/kota percontohan.

b. Industri berbasis bahan baku non kayu

i. Meningkatnya pengolahan rotan dan furniture rotan, serta pengolahan jernang, dengan sumber bahan baku dari HL dan HP (khususnya dari restorasi ekositem hutan alam) penggunaan bahan baku rotan.

ii. Terbangunnya industri pengolahan minyak nabati tengkawang, dengan penggunaan bahan baku buah tengkawang.

iii. Meningkatnya produksi minyak kayu putih dari kondisi saat ini yang sebesar 1.400 ton/tahun.

iv. Meningkatnya produksi terpentin, meningkat dari kondisi saat ini yang sebesar 247 ton/tahun.

Background Study RPJMN Kehutanan 2015 – 2019: Final Report 93

v. Meningkatnya pengolahan gaharu, dengan bahan baku 770 kg dapat meningkat minimal 3.850 kg/tahun.

c. Industri berbasis jasa lingkungan (jasa pengaturan) ekosistem hutan

Termanfaatkannya potensi jasa lingkungan, berupa stok karbon 2,96 gigaton, massa air 1.300 juta m3 untuk industri pemanfaatan massa air baku dan air minum dalam kemasan, ataupun industri energi air untuk menghasilkan listrik kebutuhan rumah tangga atau industri serta potensi panas bumi yang mencapai 1.134 mega watt.

5. Ekonomi Kehutanan

a. Meningkatnya investasi swasta dan publik untuk pembangunan hutan alam dan hutan tanaman serta restorasi ekosistem.

b. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja sejalan dengan investasi yang ditanamkan.

c. Meningkatnya nilai PDRB kehutanan dan mulai diperhitungkannya nilai seluruh hasil hutan (total economic value), termasuk nilai tidak langsung serta jasa ekosistem/lingkungan.

Dalam dokumen RPJMN Kehutanan 2015 2019 (Halaman 95-98)

Dokumen terkait