• Tidak ada hasil yang ditemukan

SASTRA PORTAL RUMAH BELAJAR Eri Afrizal

PEMANFAATAN FITUR KARYA BAHASA DAN SASTRA

SASTRA PORTAL RUMAH BELAJAR Eri Afrizal

Duta Rumah Belajar Kalimantan Utara SMA Negeri 1 Bunyu, Kalimantan Utara

Email: dekyeri@gmail.com Abstrak

Telaah Diksi dan Gaya Bahasa dalam Ragam Jejak Sunyi Tsunami: Antologi Puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)” melalui Fitur Karya Bahasa dan Sastra dalam Portal Rumah Belajar bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang penggunaan diksi, dan untuk mengetahui gaya bahasa apa saja yang terdapat didalamnya. Sumber data penelitian ini berupa teks puisi “Tentang Aceh (Bergulung

137

Ombak Memecah Daratan)”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan deskriptif analitis, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan stilistika. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah teknik kajian pustaka dan teknik dokumentasi. Analisis data terhadap diksi ditinjau dari bidang ketepatan dan kesesuaian, sedangkan analisis gaya bahasa didasarkan pada klasifikasi yang dirincikan oleh Tarigan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diksi dalam puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)” masih terdapat kekurangan di bidang ketetapan dan kesesuaian dalam memilih kata. Gaya bahasa yang terdapat dalam hikayat tersebut terdiri atas 7 gaya bahasa, yaitu perumpamaan atau smile, metafora, personifikasi, hiperbola, litotes, klimaks, dan metonimia. Hal ini menunjukkan bahwa puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)” menggunakan gaya bahasa yang beragam.

Kata Kunci: Telaah diksi, gaya bahasa, puisi, Fitur

Karya Bahasa dan Sastra

Pendahuluan

Latar Belakang

Menurut KBBI sastra adalah bahasa, kata-kata, gaya bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab, bukan bahasa sehari-hari, kesusastraan merupakan karya kesenian yang diwujudkan dengan bahasa seperti gubahan-gubahan prosa dan puisi yang indah-indah (Poerwadarminta, 2003:1037). Sastra adalah aset bangsa yang perlu dilestarikan, terutama untuk menghadapi era globalisasi. Dalam sastra terkandung berbagai ajaran, baik moral, etika, maupun nilai budaya yang dikembangkan masyarakat, salah satu contohnya adalah puisi (Badrun, 1889:2)

138

Bahasa yang digunakan dalam puisi adalah bahasa yang khas dan terpilih, agar terdengar indah dan menarik untuk dinikmati oleh penikmat sastra. Biasanya puisi disampaikan kepada penikmat secara lisan atau dibacakan oleh pembaca puisi. Gaya bahasa sangat berpengaruh terhadap keindahan sebuah puisi, karena keindahan yang menjadikan sebuah puisi hadir sebagai karya sastra yang bernilai artistik tinggi.

Ketepatan dan kesesuaian penggunaan kata-kata dalam kalimat sangat diutamakan. Ketepatan berkaitan dengan kemampuan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, dan gagasan itu dapat diterima secara tepat oleh pembaca atau pendengar. Keraf (2006:87) mengemukakan bahwa ketetapan diksi mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dirasakan oleh penulis.

Kesesuaian pilihan kata merupakan kemampuan untuk memilih kata yang paling cocok, untuk mewakili maksud atau gagasan penulis, sesuai situasi dan kondisi pembacanya. Tujuannya agar situasi dan kondisi pembaca dapat terpelihara dengan baik, dengan demikian diharapkan gagasan penulis dapat diterima pembacanya dengan baik juga (Wibowo, 2003:31).

Penggunaan diksi yang baik dalam tulisan akan memudahkan pembaca dalam memahami gagasan yang disampaikan penulis. Sebaliknya, tanpa pengetahuan yang baik tentang diksi, seorang penulis akan sukar mengungkapkan hal yang akan disampaikan kepada pembaca.

Diksi sangat diutamakan dalam sebuah tulisan, di samping itu gaya bahasa juga mempunyai peranan penting. Keraf (2006:112) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah bagian dari diksi yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa untuk menghadapi situasi tertentu.

139

Oleh sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan. Keraf (2006:113) gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Pembelajaran ini didasari oleh literasi baca-tulis, dengan memiliki kemampuan baca-tulis, seseorang dapat menjalani hidupnya dengan kualitas yang lebih baik. Terlebih lagi di era yang semakin modern yang ditandai dengan persaingan yang semakin ketat dan pergerakan yang cepat, sehingga kompetensi individu sangat diperlukan agar dapat bertahan hidup dengan baik. Maka dari itu, pembelajaran “Telaah Diksi dan Gaya Bahasa dalam Ragam Jejak Sunyi Tsunami: Antologi Puisi“Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)” melalui Fitur Karya Bahasa Sastra dalam Portal Rumah Belajar” merupakan upaya meningkatkan minat baca-tulis peserta didik.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, secara fokus rumusan masalahnya sebagai berikut.

1) Bagaimana penggunaan diksi dalam Puisi “Tentang Aceh (Bergulung

Ombak Memecah Daratan)”?

2) Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam Puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)”?

Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui penggunaan diksi dalam Puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)”.

140

2) Untuk mengetahui gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam Puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)”.

Manfaat

1) Secara teoretis penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti sendiri, dalam rangka menambah wawasan dan pemahaman tentang diksi dan gaya bahasa dalam Puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)”, serta dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang bahasa dan sastra.

2) Secara praktis penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan yang berharga bagi mahasiswa, tenaga pengajar, masyarakat, dan peneliti di masa yang akan datang, sekaligus memicu semangat para peminat sastra, khususnya para kritikus sastra untuk mengadakan penelitian di bidang sastra.

Kajian Teori

Pengertian Puisi

Menurut KBBI puisi adalah “karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografi atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekedar untuk meramaikan pesta” (Alwi, 2008:498).

Pengertian Diksi

Aktivitas tulis-menulis baik karya ilmiah maupun karya sastra, diksi (pilihan kata) merupakan unsur yang sangat penting, karena persoalan diksi bukan hanya menyangkut pemilihan kata secara tepat dan sesuai, melainkan juga meliputi persoalan gaya bahasa dan ungkapan. Hs (2005:87) mengemukakan bahwa diksi adalah ketepatan pilihan kata.

141

Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sehingga mampu mengomunikasikan secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.

Gaya Bahasa

Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tersebut, pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahliaan untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf, 2006: 112).

Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan suatu alat untuk melukiskan atau menggambarkan, menegaskan inspirasi atau ide dalam bentuk gaya yang indah. Tarigan (1985:5) mengatakan gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek, dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan hal lain yang lebih umum.

Jenis-jenis Gaya Bahasa

Tarigan (1985:6) mengklasifikasikan gaya bahasa menjadi empat kelompok, yaitu gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan, keempat kelompok tersebut, yaitu sebagai berikut.

Gaya Bahasa Perbandingan

Gaya bahasa perbandingan merupakan suatu gaya bahasa sebagai tamsil pada sebuah peristiwa atau benda ke dalam

142

pendapat atau bentuk lain, yang merupakan kreativitas pengarang dalam imajinasinya.

1) Perumpamaan (Simile)

Perumpamaan adalah gaya bahasa yang berupa perbandingan dua hal, yang pada hakikatnya berlainan dan sengaja dianggap sama. Gaya bahasa perumpamaan ini ditandai oleh pemakain kata seperti, ibarat, bak, sebagai,

umpama, laksana, penaka, dan serupa.

2) Metafora

Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan, jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan (Waluyo, 1991:84). Metafora merupakan pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Dalam metafora membandingkan dua hal secara langsung, tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagaikan, dan sebagainya, tetapi dalam bentuk yang singkat, contoh:

Bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan

lain-lain.

3) Personifikasi

Personifikasi merupakan gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 1985:17). Personifikasi dapat dikatakan gaya bahasa kiasan yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan, dalam artian benda mati seolah-olah hidup (Keraf, 2006:140), contoh: Angin yang meraung di

tengah malam, rumput menari-nari di hadapanku.

Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan merupakan gaya bahasa yang bersifat berlawanan dengan dengan hal yang sebenarnya, diungkapkan dengan bahasa yang mempertentangkan suatu hal atau keadaaan.

143 1) Hiperbola

Hiperbola merupakan gaya bahasa yang mengandung pernyataan berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya, memperbesar-besarkan sesuatu hal dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, serta meningkatkan kesan (Tarigan, 1985:55). contoh: Bekerja membanting tulang, menunggu seribu tahun. 2) Litotes

Litotes yaitu majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya, tujuannya untuk merendahkan diri, contoh: Singgahlah ke gubukku. 3) Ironi

Tarigan (1985:61) mengemukakan bahwa ironi merupakan majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok. Maksud tersebut dapat dicapai dengan mengemukakan makna yang bertentangan, ketidaksesuaian antara suasana dengan kenyataan yang mendasarinya, serta ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. contoh: Bagusnya nilai rapor Feri, banyak benar

angka merahnya.

4) Paradoks

Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada, contoh:

Aku kesepian di tengah keramaian.

5) Klimaks

Klimaks berasal dari bahasa Yunani klimax yang berarti

tangga. Klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan

ungkapan semakin lama semakin mengandung penekanan (Tarigan, 1985:78). Contoh: Seorang guru haruslah bertindak

144

sebagai pengajar, pembimbing, pengelola, penilai, pemberi kemudahan, pendeknya pendidik yang sejati.

6) Sinisme

Sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya. Sinisme merupakan sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati, contoh: Memang Andalah

tokohnya yang selalu menghancurkan desa ini dalam sekejab mata.

7) Sarkasme

Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati. Sarkasme lebih kasar dibandingkan dengan ironi dan sinisme. Ciri utama gaya bahasa ini adalah selalu mengandung celaan, kepahitan, menyakiti hati, dan tidak enak didengar, contoh: Sikapmu

seperti anjing yang tak tahu sopan-santun.

Gaya Bahasa Pertautan

Gaya bahasa pertautan merupakan kata-kata kiasan yang menunjukkan adanya pertautan (berasosiasi) dengan gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra pembicara atau penulisnya. 1) Metonimia

Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal sebagai penggantinya. Dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang dimaksud adalah ciptaan atau buatannya, dan dapat menyebut nama bahannya jika yang dimaksudkan barangnya, contoh: Terkadang pena justru lebih

tajam dari pada pedang, kami berkodak di tepi pantai.

2) Sinekdoke

Sinekdoke adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya,

145

contoh: Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi

makan.

3) Eufemisme

Eufemisme adalah gaya bahasa yang berupa ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau tidak menyenangkan, contoh: tunaaksara (buta huruf).

Gaya Bahasa Perulangan

Gaya bahasa perulangan bertujuan untuk memberi tekanan dan memperoleh efek keindahan dari sebuah karya. Gaya bahasa ini berbentuk perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting.

(1) Aliterasi

Aliterasi merupakan sejenis gaya bahasa yang memanfaatkan pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya.

Contoh: Takut titik lalu tumpah

Keras-keras kerak kena air lembut juga.

146

Fitur karya bahasa dan sastra portal Rumah Belajar ini menyediakan buku-buku digital (e-book) mengenai bahasa dan sastra untuk jenjang pendidikan SD/ MI, SMP/ MTS, SMA/ MA dengan kategori prosa, puisi, dan literatur yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung literasi baca-tulis dan gerakan literasi sekolah (GLS).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan metode deskriptif analitis. Metode kualitatif adalah metode yang tidak menggunakan rumus-rumus statistik. Semi (1993:9) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif yang diutamakan bukan kuantifikasi berdasarkan angka-angka, tetapi kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris. Ratna (2004:47) mengatakan bahwa dalam ilmu sastra sumber datanya adalah karya, naskah, sebagai data penelitiannya, sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana.

Metode deskriptif analitis yaitu cara kerja dengan menguraikan atau menggambarkan objek penelitian dan menganalisis unsur-unsur dalam objek penelitian yaitu diksi dan gaya bahasa. Semi (1993:24) mengatakan bahwa penelitian yang deskriptif artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Data pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen, atau catatan-catatan resmi lainnya.

Ratna (2004:53) mengatakan bahwa metode deskriptif analitis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian dianalisis. Secara etimologi deskripsi dan analisis bukan hanya menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.

147

Diksi dalam Puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)” dianalisis berdasarkan dua bidang yaitu ketepatan, dan kesesuaian penggunaan kata-kata dalam puisi tersebut. Konsep menganalisis diksi dalam puisi ini bukan bermaksud menggeser hak pengarang dalam memilih kata pada karyanya. Analisis ini bermaksud memberi kemudahan pada pembaca untuk memahami atau menikmati isi puisi. Tujuan dari analisis ini yaitu untuk menemukan kekurangan-kekurangan penggunaan diksi dari kedua bidang tersebut.

Analisis data di bidang ketepatan diksi menyangkut pada makna kata sebuah kalimat untuk mengungkapkan sebuah gagasan. Kesesuaian yang di maksud adalah kecocokan kata-kata yang dipakai dalam kesempatan atau situasi dan keadaan pembaca.

Puisi menggunakan kata-kata yang benar-benar terpilih. Kata-kata dalam puisi yang belum memenuhi persyaratan diksi, ada juga yang tidak dapat digolongkan ke dalam kesalahan penggunaan diksi karena diksi tersebut sengaja dipilih pengarang dengan alasan untuk menyesuaikan rima pada tiap baitnya, sehingga bait tersebut akan terdengar indah bila disimak. Jadi, telaah diksi pada artikel ini dikhususkan pada kata yang tidak memenuhi syarat diksi, serta kata yang bukan sengaja dipilih dengan alasan kesesuaian rima pada bait. 1) Ketepatan

Berikut ini merupakan penggunaan kata-kata yang kurang memenuhi persyaratan diksi di bidang ketepatan pilihan kata. Kata yang kurang tepat, yang terdapat dalam Puisi Tentang Aceh (Bergulung ombak memecah daratan), adalah sebagai berikut.

- Pertempuran melumpuhkan segala

Bait keenam di atas, terdapat kekurangan pada pilihan kata, yaitu kata segala. Segala mengandung makna semua. Penggunaan kata segala kurang lengkap untuk menyatakan

148

semuanya. Kata yang lebih tepat untuk menambahkan kata

tersebut adalah segalanya yang berarti semuanya. Perbaikan bait di atas sebagai berikut.

- Pertempuran melumpuhan segalanya. 2) Kesesuaian

Berikut ini merupakan penggunaan kata-kata yang tidak memenuhi persyaratan diksi, di bidang kesesuaian pilihan kata. Kata yang tidak sesuai yang terdapat dalam Puisi Tentang Aceh (Bergulung ombak memecah daratan adalah sebagai berikut.

- Memecah tangis perempuan-perempuan berjilbab Menidurkan anak melantunkan syair sabil

Menaruh dendam merentang panah memendam amarah.

Kata panah pada bait keenam tidak sesuai digunakan. Kata tersebut dapat diganti dengan kata parang. Pemakaian kata

parang lebih cocok perpaduaan rima dengan kata merentang

pada kata sebelumnya. Dari segi penggunaannya, kata parang lebih cocok dan sesuai dengan kata perempuan, kata yang terdapat pada larik sebelumnya. Perbaikan bait di atas sebagai berikut.

- Memecah tangis perempuan-perempuan berhijab Menidurkan anak melantunkan syair sabil

Menaruh dendam merentang parang memendam amarah

Analisis Gaya Bahasa

Gaya bahasa dapat dikategorikan dalam berbagai macam. Lain penulis lain pula klasifikasi yang dibuatnya. Dalam menganalisis gaya bahasa, penulis menggunakan pendapat Tarigan, yang di dalamnya ada sekitar lima puluh lima gaya bahasa, yang diklasifikasikan dalam empat kelompok (Tarigan, 1985:6). Dalam deskripsi data ini penulis hanya menampilkan

149

gaya bahasa yang ada dalam Puisi Tentang Aceh (Bergulung ombak memecah daratan), yaitu sebagai berikut.

Gaya Bahasa Perbandingan

Gaya bahasa perbandingan merupakan suatu gaya bahasa sebagai tamsil pada sebuah peristiwa atau benda ke dalam pendapat atau bentuk lain, yang merupakan kreatifitas pengarang dalam imajinasinya.

1) Perumpamaan (Simile)

Perumpamaan adalah gaya bahasa yang berupa perbandingan dua hal, yang pada hakikatnya berlainan dan sengaja dianggap sama. Gaya bahasa perumpamaan ini ditandai oleh pemakain kata seperti, ibarat, bak, sebagai,

umpama, laksana, penaka, dan serupa. Gaya bahasa

perumpamaan atau simile yang terdapat dalam Puisi Tentang Aceh (Bergulung ombak memecah daratan), yaitu sebagai berikut.

- Sebagaimana dulu aku mengenalmu Dalam puisi nyanyian melelapkan tidur

2) Metafora

Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan, jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan (Waluyo, 1991:84). Metafora merupakan pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Dalam metafora membandingkan dua hal secara langsung, tidak mempergunakan kata: seperti, bak,

bagaikan, dan sebagainya, tetapi dalam bentuk yang

singkat, contoh: Bunga bangsa, buaya darat, buah hati,

cindera mata, dan lain-lain. Gaya bahasa Metafora yang

terdapat dalam Puisi Aceh (Bergulung ombak memecah daratan), yaitu sebagai berikut.

150 3) Personifikasi

Personifikasi merupakan gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 1985:17). Personifikasi dapat dikatakan gaya bahasa kiasan yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan, dalam artian benda mati seolah-olah hidup (Keraf, 2006:140), contoh: Angin

yang meraung di tengah malam, rumput menari-nari di hadapanku. Gaya bahasa perumpamaan atau Personifikasi

yang terdapat dalam Puisi Aceh (Bergulung ombak memecah daratan), yaitu sebagai berikut.

- Meski maut telah menghantamkan laut

- Tentang gelombang laut menghantam wajah-wajah kemiskinan

Tentang amuk perang meninggalkanya dalam kesulitan Gelombang itu pun meninggalkan dalam

ketidakberdayaan.

Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan merupakan gaya bahasa yang bersifat berlawanan dengan dengan hal yang sebenarnya, diungkapkan dengan bahasa yang mempertentangkan suatu hal atau keadaan.

1) Hiperbola

Hiperbola merupakan gaya bahasa yang mengandung pernyataan berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya, memperbesar-besarkan sesuatu hal dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, serta meningkatkan kesan (Tarigan, 1985:55). contoh: Bekerja membanting tulang, menunggu seribu tahun. Gaya bahasa pertentangan atau Hiperbola yang terdapat dalam Puisi Aceh (Bergulung ombak memecah daratan), yaitu sebagai berikut.

151

- Meneteskan embun memandikan pagi

- Pertempuran melumpuhkan segala

2) Litotes

Litotes yaitu majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya, tujuannya untuk merendahkan diri, contoh: Singgahlah ke

gubukku. Gaya bahasa pertentangan atau Litotes yang

terdapat dalam Puisi Aceh (Bergulung ombak memecah daratan), yaitu sebagai berikut.

- Menidurkan anak melantunkan syair sabil

3) Klimaks

Klimaks berasal dari bahasa Yunani klimax yang berarti

tangga. Klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan

ungkapan semakin lama semakin mengandung penekanan (Tarigan, 1985:78). Contoh: Seorang guru haruslah bertindak

sebagai pengajar, pembimbing, pengelola, penilai, pemberi kemudahan, pendeknya pendidik yang sejati. Gaya bahasa

pertentangan atau Klimaks yang terdapat dalam Puisi Aceh (Bergulung ombak memecah daratan), yaitu sebagai berikut. - Akankah Aceh bangkit dari tidur lelap

Sedang di mataku

Ia bagai malam menyimpan gelap.

Gaya Bahasa Pertautan

Gaya bahasa pertautan merupakan kata-kata kiasan yang menunjukkan adanya pertautan (berasosiasi) dengan gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra pembicara atau penulisnya. 1) Metonimia

Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal sebagai penggantinya. Dapat menyebut pencipta atau

152

pembuatnya jika yang dimaksud adalah ciptaan atau buatannya, dan dapat menyebut nama bahannya jika yang dimaksudkan barangnya, contoh: Terkadang pena justru lebih tajam dari pada

pedang, kami berkodak di tepi pantai. Gaya bahasa pertautan atau Metonimia yang terdapat dalam Puisi Aceh (Bergulung ombak

memecah daratan), yaitu sebagai berikut.

- Inilah ziarahku setelah gelombang tenang

Membentang senandung ayat-ayat suci takbir Ilahi.

Kegiatan Pembelajaran di Sekolah

Kegiatan Pembelajaran dilakukan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Bunyu dengan materi “Telaah Diksi dan Gaya Bahasa dalam Ragam Jejak Sunyi Tsunami: Antologi Puisi “Tentang Aceh (Bergulung Ombak Memecah Daratan)” melalui Fitur Karya Bahasa Sastra dalam Portal Rumah Belajar. Pembelajaran ini bertujuan untuk menumbuhkan minat baca-tulis peserta didik dalam menghadapi abad 21. Selain itu, pembelajaran ini juga dilakukan untuk memberikan variasi pembelajaran agar tidak monoton dan mampu menumbuhkan literasi baca-tulis di sekolah.

Kegiatan Awal

Guru memulai pembelajaran dengan mengajak peserta didik berdoa supaya mendapat keberkahan atas ilmu yang akan diperoleh dalam pembelajaran. Guru menyampaikan