• Tidak ada hasil yang ditemukan

Satu Museum untuk Tujuh Jenderal?

Dalam dokumen Merajut Senja di Panti Jompo (Halaman 101-103)

Jadi sejarah sebenarnya hanyalah permainan kata dalam menyusun sebuah cerita panjang tentang kebenaran. Penulisan sejarah adalah arena permainan antara fakta dan fiksi.

Harus disampaikan dalam bentuk cerita dan berhasil dimengerti karena akal manusia memiliki ruang fiksional tempat imajinasi bermain. Tak heran, cerita sejarah sebagai sebuah laporan tentang fakta-fakta kemerdekaan selalu hadir dengan romantis, patriotik, bahkan sedikit mitologis.

Penting suatu peristiwa sejarah, makin romantis dan patriotik wujud pengungkapan- nya. Sebaliknya, bahkan roman paling picisan sekalipun harus dibangun atas setting dan kejadian-kejadian yang logis dan faktual sehingga bisa dimengerti.

Sebagian fakta adalah fiksi dan sebagian fiksi adalah fakta, bagaimana manusia mengingat sejarah? Hanya sebagian kecil saja orang yang begitu berdedikasi pada tanggal seperti para guru sejarah yang idealis dan sejarawan kutu buku. Di luar itu, manusia sebenarnya makhluk egois atau lebih tepat selektif. Dia hanya ingin mengingat hal-hal yang ingin dikenangnya.

Terbatas

Warga negara yang loyal, kita tidak diperbolehkan untuk terlalu bebas memilih mana yang harus diingat dan mana yang harus dilupakan. Masa silam sudah dituliskan oleh pihak lain yang punya kuasa. Ikatan emosional atas suatu peristiwa sejarah adalah nostalgia yang disuntikkan penguasa dalam ruang imajinasi kolektif rakyat, dan jauh dari pengalaman pribadi terhadap peristiwa yang terjadi.

Mengajarkan kita untuk memperbaiki kesalahan yang sudah ditentukan, lewat cara- cara yang sudah ditentukan juga. Sejarah transisi Indonesia 1963-1966 bisa sebagai sebuah laboratorium yang baik untuk melihat bagaimana situasi akhir perang dingin di Asia Tenggara dengan kemenangan telak blok kapitalisme mengubah secara radikal tidak hanya pemetaan geopolitis, pemasaran, demokrasi, informasi, dan arus modal di Indonesia, tapi juga bagaimana sejarah seharusnya dituliskan.

Sistematik ingatan kolektif Indonesia pascaperang dingin dipersiapkan agar siap menerima sistem ekonomi liberal yang lebih menguntungkan pasar modal internasional di akhir 1966. Proses ini harus cepat, mulus, dan efektif karena waktu tidak banyak. Pemerintah baru harus menentukan mana yang harus diingat dan mana yang harus dilupakan.

Pada marxisme dan sosialisme di Indonesia diarahkan pada kebencian kolektif terhadap fakta 30 September. PKI= Binatang dan atribut-atribut senada di media massa jadi senjata retorika efektif dalam menggairahkan pembunuhan mendekati sejuta manusia dengan suka ria hanya beberapa bulan setelah PKI dilarang.

tahun kemudian ?komunisme adalah bahaya laten, sebuah jargon yang lebih intelektual, mengunci imajinasi kita dengan fiksi-fiksi heroik yang sangat faktual dan fakta-fakta yang berbaur dengan fiksi. Tapi itulah wajah kebudayaan kekerasan kita, di mana pembunuhan massal hanyalah statistik dalam laci gelap, sementara pembunuhan tujuh jenderal menjadi drama horror, urban legend untuk generasi tua- muda.

kini kita memetik buah ranum kapitalisme. Tahun 1960-an kita tak punya apa-apa kecuali harga diri. Tahun ini, kita nyaris punya semuanya kecuali harga diri karena harus mengimpor semua kebutuhan, mulai dari peniti sampai handphone, sementara ekspornya TKI serta garmen dan sepatu hasil keringat buruh upahan rendah yang dikendalikan dan dimiliki perusahaan asing.

ekonomi marxisme dibunuh 30 tahun lalu, tanpa ruang untuk mengkaji segi positifnya dari segi pemikiran ekonomi-politik untuk kepentingan negara Dunia Ketiga yang gampang digonjang-ganjing lewat pasar bursa. Maka, kita, generasi muda urban sekarang merasa bahwa ketidakadilan ekonomi adalah risiko biasa dalam kapitalisme yang merupakan kehendak Tuhan.

, hati kecil punya kecerdasan sendiri. Dia bisa terlihat mati, tapia£á¡¨sebagaimana virusa£á¡¨hati kecil sukar dibunuh dan punya kemampuan bertahan sepanjang akal sehat ada. Ada dosa tak terjelaskan dalam ingatan kultural kita hari ini.

menjelaskan secara telanjang bahwa perlu ada sejuta orang awam (barangkali lebih) sengaja dibunuh tanpa pengadilan hanya karena punya hubungan dengan sebuah partai kiri yang dituduh makar dan gagal? Apakah marxisme dilarang karena dia tidak henti-hentinya menawarkan suatu kesadaran kritis akan ketidakadilan yang akan jadi penghambat globalisasi ekonomi? Apakah semuanya sudah direncana- kan? Akal sehat memang selalu bertanya.

sejarah tutur

dari kita memahami fakta-fakta historis karena memiliki ikatan personal terhadap peristiwa-peristiwa yang sangat khusus. Testimonial dari sisa-sisa yang masih bernapas dan mengingat sebetulnya menjadi bahan yang penting dan menunggu untuk disuarakan sebagai data utama bagi sejarah.

dalam perspektif oral tentunya lebih kaya nuansa, sebab para penuturnya hadir secara aktif menceritakan pengalaman pribadi sebagai makhluk kultural yang

memiliki perasaan, kemarahan, humor, ketakutan dan kemampuan otokritik. Testimonial adalah penceritaan identitas diri dalam konteks historis yang aktual. sejarah seharusnya memanusiakan rakyat, bukan memonumenkannya secara narsis. Bangsa menjadi dewasa bukan karena bertempur dan menyembelih manusia tapi karena mengambil risiko untuk memaafkan (termasuk mengaku kesalahan) dan belajar mendengarkan rakyatnya. Strategi kultural yang serius lewat museum dan perekaman, khususnya sisi gelap Orde Baru, sudah saatnya dilakukan. Museum yang berhasil bukan saja membuat pengunjung mencocok-cocokkan pengetahuan kulturalnya dengan artefak budaya, tapi juga menawarkan pilihan konseptual yang kritis, sehingga pengunjung mendapatkan sesuatu yang baru.

konteks peristiwa pembantaian massal, tawaran kritis itu adalah upaya membangun- kan ingatan rakyat dari amnesia sejarah yang ketinggalan zaman. Namun, jika tujuh jenderal yang dibunuh membutuhkan satu museum, berapa museum untuk menampung a£á?suaraa£á? ratusan ribu, bahkan juta nyawa tumbal pembangunan? Iwan Meulia Pirous, Staf Pengajar FISIP-UI

********************************

Sebuah tulisan yang bagus. Dari "tujuh jenderal" yang disebutkan dalam judul, sebetulnya enam yang tewas, yang satu "sakit permanen".

asvi@cbn.net.id

*************** 0 0 0 0 0 0******************

Sumber: http://www.parasindonesia.com/read.php?gid=103 September, 30 2005 @:04 am

Dalam dokumen Merajut Senja di Panti Jompo (Halaman 101-103)