• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI

C. Kudeta

2. Sebab-Sebab Terjadinya Kudeta

masyarakat dengan sifat netral yang dimilikinya, serta kesanggupannya menjalin komunikasi dengan rakyat bawah. Kedua, terjadinya jurang kelas sosial yang tajam akibat dari pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial yang sangat cepat sehingga melahirkan jurang antara kaya dengan miskin. Di mana secara kuantitatif kaum miskin jauh lebih banyak daripada kaum kaya. Ketiga, terjadinya aksi sosial berdasarkan kelompok-kelompok (baik yang sadar politik atau tidak) dan

mobilisasi sumber-sumber materil dalam negeri yang rendah.19 Masyarakat

terpecah belah dan hidup berdasarkan nilai-nilainya sendiri, program pemerintah

tidak mendapat dukungan, bahkan selalu dirong-rong sehingga selalu gagal,

sumber materil yang diperlukan pemerintah tidak ada. Para pengusaha berusaha tidak membayar pajak, kaum birokrat berusaha menerima suap dan petani hanya menimbun hasil pertaniannya.

2. Sebab-Sebab Terjadinya Kudeta

Dalam pembahasan ini, perlu dikatakan bahwa banyak faktor yang membuat militer melakukan kudeta, atau mengambil alih pemerintahan. Dari pertanyaan sederhana tentang kapan kah militer akan mengambil alih pemeritahan? Sederhananya adalah ketika terdapat kegagalan pemerintahan sipil dan pada saat yang bersamaan kehilangan keabsahannya. Militer seringkali menuduh pemerintah yang digulingkan gagal menjalankan tugasnya, melakukan tindakan yang tidak sah di luar kelembagaannya, tidak bertanggung jawab atas kemerosotan ekonomi, tidak mampu mengendalikan perasaan kecewa dan penentangan politik tanpa menimbulkan kekerasan dan kekacauan. Kegagalan itu

19

27

memperkuat rasa tidak hormat dan benci militer pada pemerintah, kegagalan ini biasanya akan menggambarkan kemerosotan citra pemerintah sipil di mata

masyarakat yang interest pada politik. Ditambah lagi dengan citra militer sebagai

golongan nasionalis utama, militer mengidentifikasi diri dengan negara, dan negara sendiri adalah militer. Jadi, yang dianggap baik oleh militer juga baik untuk negara, dan mencitrakan kudeta sebagai kepentingan menjaga konstitusi

negara.20

Penggambaran motif dan faktor-faktor penyebab terjadinya kudeta dapat dilihat sebagai berikut: (1) Adanya kepentingan politis dari korporat militer sendiri; (2) menurunnya keabsahan pemerintahan sipil yang disebabkan gagalnya mengendalikan kemerosotan kesejahteraan ekonomi (3); banyak timbulnya huru-hara kekerasan; (4) dan tindakan pemerintah sipil yang mengacu pada sentralisasi kekuasaan. Faktor-faktor tersebut menjadi motif pendorong para perwira untuk melakukan campur tangan, apalagi ketika para perwira memandang rendah para pemangku kekuasaan. ini lebih memudahkan militer memberi alasan dan menghalalkan tindakan kudeta pada kelompok sedang berkuasa yang mereka anggap lemah. Belum lagi kegagalan pemerintah yang keabsahannya menurun pada kalangan masyarakat yang sadar poitik. Selanjutnya akan dijelaskan motif dan fakor-faktor terkait timbulnya kudeta.

Pertama, dalam tubuh mliter sendiri. Tidak dipungkiri para perwira militer memperhatikan masa depan karir poilitik mereka, ini menjadi kepentingan pribadi para perwira militer. Keinginan mereka untuk mendapatkan promosi, cita-cita

20

28

politik, dan ketakutan dipecat juga menjadi faktor penting dalan kudeta. Namun seringkali faktor ini terlihat tidak secara kasat mata, karena sebelumnya militer coba menyelaraskan sejauh mana kepentingan pribadi mereka sejalan dengan berbagai faktor pendukung lainnya, yang kemudian bisa dipakai untuk menjalankan kudeta tanpa harus terlihat kalau kudeta ini murni berdasarkan

kepentingan sendiri. 21 Militer akan sigap mengkudeta ketika rakyat meneriakkan

keburukan pemerintah, selain mosi tidak percaya rakyat dan segala kekacauan yang terjadi selama protes, akan dijadikan faktor pendukung yang membuat kepentingan pribadi militer merebut kekuasaan tidak kentara. Seolah-olah militer bersama dengan kelompok orang-orang yang merasa dirugikan pemerintah, padahal militer hanya memakai tuntutan kelompok itu agar tindakan kudeta mereka dianggap keniscayaan dan pro terhadap rakyat.

Kedua, dalam suatu pemerintahan yang keadaan ekonominya baik adalah suatu kritera prestasi yang sangat penting, tidak dipungkiri bahwa pertumbuhan ekonomi yang baik itu dijunjung tinggi di seluruh dunia, dan pemerintah dianggap yang paling bertanggung jawab atas kemajuan ekonomi itu. Ini sangat berkaitan dengan motif militer yang nantinya akan mengkudeta pemerintahan, karena laju ekonomi yang rendah akan memicu timbulnya kegaduhan pada masyarakat yang berpengaruh pada negara secara langsung. Kemunduran ekonomi yang dikelola pemerintah semakin menambah perasaan tidak hormat militer terhadap pemerintah, memeperkuat anggapan para perwira profesional dapat berperan sebagai pembuat keputusan yang berhubungan dengan keputusan ekonomi guna

21

29

mempertahankan kepentingan masyarakat dan negara.22 Birokrasi militer yang

solid dan otonom, dapat menciptakan peraturan-peraturan yang penting guna memacu pembangunan ekonomi, namun di sisi lain militer harus menghadapi dan meyakinkan kelas-kelas sosial yang ada, agar langkah yang diambil militer ini dianggap sah dan baik bagi negara. Sebelum tampil, militer harus mencitrakan kehebatan dan kepedulian yang mencolok agar semakin terlihat meyakinkan, dengan sebelumnya menawarkan konsep-konsep yang baku atas jalan keluar

menuju kemajuan negara.23

Ketiga, pemerintah sebagai penguasa juga dipercaya sebagai pengelola keamanan yang baik. Bila banyaknya keresahan dan pertentangan politik tidak dapat diselesaikan secara baik, akan membuat prestasi pemerintah merosot dan dinilai tidak mementingkan rakyat sehigga menimbulkan huru-hara kekerasan di

kalangan masyarakat yang tidak merasa puas.24 Pemerintah juga dinilai tidak

berupaya menjalankan tujuan yang mendasar, yaitu menjaga ketertiban serta melindungi negara, dengan tidak dapatnya mengatasi kekacauan dan menghentikan pemogokan-pemogokan atas huru-hara tersebut. Pada saat pergolakan dan huru-hara terjadi, militer mulai menyadari kalau pemerintah sangat bergantung pada militer, tanpa dukungan dan ikut campur militer negara

akan rubuh.25 Pada akhirnya, keadaan yang bergejolak itu mengurangi keabsahan

pemerintah. Kemudian banyak orang yang terlibat dalam kancah politik

22

Eric A. Nordlinger, Militer Dalam Politik: Kudeta dan Pemerintahan, h. 29-130.

23

Louis Irving Horowitz, Revolusi, Militerisasi, dan Konsolidasi Pembangunan (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1985), h. 223.

24

Alfred Stephan, Militer dan Demokratisasi, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1988), h. 128-131.

25

30

melancarkan aksi-aksi ujuk rasa, menunjukkan suatu penentangan yang kuat pada pemerintah, pemerintah dianggap tidak lagi mempunyai hak moral untuk memerintah. Lalu semakin memperkuat dorongan miiter melakukan kudeta.

Keempat, militer juga menuduh pemimpin sipil melakukan berbagai tindakan inkonstitusional, termasuk melaksanakan undang-undang secara sewenang-wenang, perluasan kekuasaan mereka ke dalam bidang yang dilarang oleh konstitusi dan mempertahankan jabatan melampaui batas yang ditentukan oleh peraturan. Militer berdalih pada kudeta yang mereka lakukan bertujuan menghidupkan kembali kegiatan politik yang sehat, memberangus korupsi, dan meningkatkan kejujuran yang tinggi pada masyarakat. Penyelewengan yang dilakukan oleh pihak sipil memudahkan para perwira untuk mengambil tindakan yang inkonstitusional, militer beranggapan pemerintah sipil telah menunjukan sikap tidak hormat pada konstitusi, ini juga berakibat pada keabsahan pemerintah

sipil yang akan menurun.26

Dalam situasi seperti ini, pemerintah berada di sepanjang antara keabsahan dan ketidakabsahan. Sebagian rakyat percaya bahwa pemerintah mempunyai hak moral untuk memerintah, dengan begitu rakyat akan mematuhinya. Namun bila sebagian besar masyarakat merasa pemerintah tidak memerintah sesuai dengan peraturan yang ada, dan tidak membuat rakyat sejahtera, sudah dipastikan pemerintah tidak layak menerima kesetiaan mereka. Senada dengan yang dikatakan Samuel Huntington bahwa:

26

31

“romantisnya hubungan sipil-militer sebagaian besar tergantung

dari tindakan pemimpin sipil dalam mengelola pemerintahan. Romantisme itu akan hilang ketika pemerintah sipil tidak mampu meningkatkan perkembangan ekonomi, memelihara ketertiban umum, dan hukum. Dalam situasi seperti itu, politisi mungkin tergoda untuk menggunakan militer dalam setiap permasalahan yang terjadi, dan mungkin lebih jauh lagi demi memperoleh ambisi politik mereka. atau malah mliter sendiri yang sedari awal aktif berniat untuk memperoleh kekuasaan dengan memanfaatkan

momentum tersebut.”27

Apalagi ketika pemerintah memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan umum, lalu terindikasi terdapat kesewenangan dalam memerintah, dan menghalangi kelompok lain dalam pemerintahan untuk memperoleh

fungsinya sebagai penguasa politik.28

Dokumen terkait