• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap tingkat kekritisan lahan bersangkutan. Lahan kritis tersebar di berbagai jenis penggunaan lahan. Selain karena pengaruh kemampuan lahan, terbentuknya lahan kritis juga dipengaruhi fungsi suatu lahan. Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung tersebar diberbagai penggunaan lahan. Perubahan tingkat kekritisan lahan setiap penggunaan lahan umumnya meningkat dari tahun 1996 sampai 2009. Lahan tidak kritis yang mengalami pengurangan luas karena perubahan penggunaan lahan hutan. Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan lindung tersaji pada Tabel 25.

Tabel 25 Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan lindung tahun 1996 dan 2009 Tingkat Kekritisan Lahan Penggunaan Lahan Tahun 1996 Tahun 2009 1996 - 2009

Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%)

Tidak Kritis HT 3.947 18,4 3.774 17,6 -172 -4,4 SN 67 0,3 61 0,3 -6 9,0 WD 0 0,0 144 0,7 144 100,0 Pot. Kritis HT 11.513 53,8 10.705 50,0 -808 -7,0 Agak Kritis SB 66 0,3 81 0,4 15 22,9 PK 871 3,8 656 4,0 39 11,4 SW 174 0,8 171 0,8 -3 -1,9 SWT 383 1,8 399 1,9 16 4,2 TG 1.201 5,6 1.319 6,2 118 9,8 Kritis SB 278 1,3 383 1,8 104 37,6 PK 308 1,4 337 1,6 28 9,1 SW 19 0,1 19 0,1 0 0,0 SWT 421 2,0 478 2,2 58 13,7 TG 2.226 10,4 2.693 12,6 467 21,0 Jumlah (Ha) 21.421 100,0 21.421 100,0

Sumber : Hasil Analisis

Tabel 25 menunjukkan tingkat kekritisan lahan pada tahun 1996 sampai tahun 2009 pada tiap penggunaan lahan. Setiap tingkat kekritisan lahan mempunyai penggunaan lahan yang berbeda pula.

Lahan kritis pada kawasan lindung meliputi penggunaan lahan semak belukar, permukiman, sawah, sawah tadah hujan, dan tegalan/ladang. Pada umumnya luas penggunaan lahan kritis meningkat dari tahun 1996 sampai 2009, kecuali sawah yang tetap luasnya. Penggunaan lahan yang menyebabkan lahan

kritis didominasi oleh penggunaan lahan sebagai tegalan/ladang yang meningkat seluas 467 ha dan semak belukar yang meningkat 104 ha. Penggunaan lahan pada tingkat kritis tersebar pada kawasan lindung meliputi lahan-lahan dengan kelerengan >40% atau sangat curam.

Lahan agak kritis penggunaan lahannya sama dengan lahan kritis. Perbedaanya adalah sebaran lahan agak kritis meliputi lahan-lahan dengan kelerengan antara 25-40% atau lahan-lahan curam. Penggunaan lahan agak kritis dalam periode tahun 1996 sampai 2009 umumnya mengalami peningkatan luas, kecuali sawah yang berkurang 3 ha. Dominasi penggunaan lahan meliputi tegalan/ladang, sawah tadah hujan, permukiman. Gambar 28 memperlihatkan lahan kritis pada kawasan lindung dengan penggunaan lahan tegalan/ladang.

Gambar 28 Lahan Kritis pada Kawasan Lindung dengan Penggunaan Lahan Tegalan/Ladang

Gambar 28 menunjukkan bahwa lahan kritis di kawasan lindung yang

disebabkan penggunaan lahan tegalan/ladang. Kegiatan perladangan

menyebabkan tutupan lahan akan mengalami perubahan dari semula tanaman tahunan menjadi tanaman musiman. Hal ini terjadi karena tanaman tahunan dianggap menghambat pertumbuhan tanaman pertanian karena naungan tajuknya. Oleh karena itu tanaman tahunan banyak yang dikurangi baik ditebang atau dipangkas tajuknya. Pengurangan tanaman tahunan menyebabkan lahan semakin terbuka dan semakin mudah tererosi oleh air hujan. Pengolahan lahan yang intensif pada musim hujan dan kondisi lahan-lahan dengan kelerengan curam atau

sangat curam semakin memperbesar terjadinya erosi. Lahan untuk perladangan juga didominasi batuan sehingga lapisan tanah mudah tererosi bahkan longsor karena pengaruh air hujan. Masa tanah yang berat karena telah jenuh dengan air hujan akan mudah longsor karena batuan yang kedap air dapat berperan sebagai papan luncur.

Pada tingkatan potensial kritis penggunaan lahan hanya meliputi hutan saja. Pada periode tahun 1996 sampai 2009 hutan pada lahan potensial kritis mengalami pengurangan luas sebesar 808 ha. Pada lahan tidak kritis penggunaan lahannya meliputi: hutan, sungai, dan waduk. Penggunaan lahan hutan mengalami pengurangan luas yang cukup besar. Waduk dibangun untuk tujuan utama suplai air untuk irigasi. Gambar 29 memperlihatkan lahan tidak kritis pada kawasan lindung dengan penggunaan lahan hutan.

Gambar 29 Lahan Tidak Kritis pada Kawasan Lindung dengan Penggunaan Lahan Hutan

Penggunaan lahan hutan akan mempertahankan lahan pada kawasan lindung tetap tidak kritis. Kondisi hutan yang masih baik akan mempertahankan tutupan lahan dengan tajuk vegetasi penyusunnya yaitu pohon. Tajuk vegetasi penyusun hutan bertingkat-tingkat. Tajuk paling atas merupakan tajuk tinggi yang tersusun oleh pohon tinggi, sampai pada permukaan tanah masih tertutup oleh tajuk dari tumbuhan bawah dan seresah. Pentupan lahan oleh tajuk membuat hujan yang turun tidak langsung mengenai permukaan tanah akibat. Hal ini akan mencegah

terjadinya erosi terutama pada lahan-lahan curam, sehingga fungsi dan kualitas lahan di kawasan lindung tetap terjaga dan tidak terbentuk lahan kritis.

Tingkat kekrtitisan lahan di kawasan budidaya juga meliputi berbagai penggunaan lahan. Pada kawasan budidaya dari tahun 1996 sampai 2009 mengalami perubahan luasan tingkat kekritisan lahan. Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan budidaya tersaji pada Tabel 26.

Tabel 26 Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan budidaya tahun 1996 dan 2009

Tingkat

Kekritisan Penggunaan Lahan

Tahun 1996 Tahun 2009 1996 - 2009 Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%)

Tidak Kritis Kebun Campuran 15.753 46,1 15.269 44,7 -484 -3,1

Permukiman 1.968 5,8 2.778 8,1 809 41,1

Sawah 8.396 24,6 8.232 24,1 -164 -2,0

Sawah Tadah Hujan 214 0,6 214 0,6 0 0

Tegalan/Ladang 3.120 9,1 2.959 8,7 -161 -5,2

Pot. Kritis Semak Belukar 384 1,1 220 0,6 -164 -42,7

Kebun Campuran 874 2,6 868 2,5 -7 -0,8

Permukiman 569 1,7 748 2,2 180 31,6

Sawah 23 0,1 23 0,1 0 0

Sawah Tadah Hujan 78 0,2 78 0,2 0 0

Tegalan/Ladang 2.128 6,2 2.096 6,1 -31 -1,57

Agak Kritis Semak Belukar 155 0,5 155 0,5 0 0

Permukiman 78 0,2 102 0,3 24 31,5

Sawah 130 0,4 130 0,4 0 0

Sawah Tadah Hujan 42 0,1 42 0,1 0 0

Tegalan/Ladang 280 0,8 278 0,8 -2 -0,8

Jumlah (Ha) 34.193 100,0 34.193 100,0

Sumber : Hasil Analisis

Tabel 26 menunjukkkan bahwa pada tahun 1996 dan 2009 pada lahan tidak kritis, penggunaannya meliputi kebun campuran, sawah, tegalan/ladang. Penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas adalah permukiman sedangkan sawah tadah hujan luasannya tetap. Berdasarkan karakteristik fisik lahan, lahan-lahan tidak kritis tersebar pada wilayah yang datar.

Lahan potensial kritis, penggunaan lahannya didominasi semak belukar, permukiman, dan tegalan/ladang. Lahan sepanjang pesisir pantai dengan

penggunaan lahan adalah semak belukar juga termasuk lahan potensial kritis. Selama periode tahun 1996 sampai 2009 hanya permukiman saja yang mengalami penambahan luas, sedangkan semak belukar, dan tegalan/ladang berkurang luasnya. Penyebaran lahan ini meliputi wilayah dengan karakteristik tingkat kelerengan agak curam.

Lahan agak kritis meliputi berbagai penggunaan lahan dengan penyebaran pada wilayah yang mempunyai tingkat kelerengan lebih dari 40%. Dari tahun 1996 sampai 2009 penggunaan lahan yang menyebabkan lahan agak kritis cenderung tetap. Pertambahan permukiman saja yang paling besar pengaruhnya terhadap terbentuknya lahan agak kritis.

Pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tingkat kekrtitisan lahan juga meliputi berbagai penggunaan lahan. Pada kawasan ini pada tahun 1996 dan 2009 perubahan tingkat kekritisan lahan tidak terlalu besar karena penggunaan lahannya cenderung tetap tidak mengalami perubahan yang dinamis. Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tersaji pada Tabel 27.

Tabel 27 Tingkat kekritisan tiap penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 1996 dan 2009

Tingkat Kekritisan

Lahan

Penggunaan Lahan

Tahun 1996 Tahun 2009 Perubahan 1996-2009 Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Sempadan Mata Air

Tidak Kritis Mata Air 1 2,1 1 2,1 0 0,0 Pot. Kritis Kebun Campuran 17 3,4 17 3,4 0 0,0 Agak Kritis Permukiman 2 4,2 2 4,2 0 0,0 Sawah 5 10,4 5 10,4 0 0,0 Tegalan/Ladang 23 47,9 23 47,9 0 0,0 Jumlah (Ha) 48 100,0 48 100,0

Sempadan Pantai

Tidak Kritis Sungai 29 6,7 29 6,7 0 0,0 Semak Belukar 391 90,3 304 70,2 -87 -22,3 Pot. Kritis Kebun Campuran 6 1,3 93 21,4 87 145,0 Tegalan/Ladang 7 1,7 7 1,7 0 0,0 Jumlah (Ha) 433 100,0 433 100,0

Sempadan Sungai

Tidak Kritis Sungai 383 43,4 383 43,4 0 0,0 Semak Belukar 19 2,1 16 1,8 -3 -15,8 Pot. Kritis Kebun Campuran 270 30,5 272 30,8 2 0,7 Agak Kritis Permukiman 43 4,9 44 4,9 1 2,3 Sawah 72 8,2 72 8,2 0 0,0

Sawah Tadah Hujan 73 8,3 73 8,3 0 0,0 Tegalan/Ladang 23 2,6 23 2,6 0 0,0 Jumlah (Ha) 883 100,0 883 100,0

Sempadan Anak Sungai

Tidak Kritis Anak Sungai 241 22,9 241 22,9 0 0,0 Semak Belukar 71 6,8 57 5,4 -14 -19,7 Pot. Kritis Kebun Campuran 259 24,7 254 24,2 -5 -1,9 Agak Kritis Permukiman 55 5,2 74 7,0 19 34,5 Sawah 228 21,7 228 21,7 0 0,0

Sawah Tadah Hujan 42 4,0 42 4,0 0 0,0 Tegalan/Ladang 132 11,6 132 11,6 0 0,0 Kritis Permukiman 1 0,1 1 0,1 0 0,0 Sawah 17 1,6 17 1,6 0 0,0

Sawah Tadah Hujan 1 0,1 1 0,1 0 0,0 Tegalan/Ladang 3 0,3 3 0,3 0 0,0 Jumlah (Ha) 1.050 100,0 1.050 100,0

Berdasarkan Tabel 27, lahan tidak kritis merupakan lahan dengan penggunaan sebagai semak belukar. Semak belukar mampu mempertahankan kualitas lahan, baik yang terdapat di sempadan sungai dan anak sungai, serta sempadan pantai. Penggunaan lahan selain semak belukar cenderung berdampak terhadap terbentuknya lahan kritis. Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya lahan tidak kritis akibat berubahnya penggunaan lahan semak belukar. Penggunaan lahan sebagai kebun campuran masih mampu mempertahankan kualitas lahan dimana lahan berada dalam tingkat potensial kritis.

5.6 Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Terbentuknya

Dokumen terkait