BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.9 Susu Segar
Susu segar menurut Albana (2012) adalah seluruh cairan yang diperoleh dari ambing sapi pada fase laktasi tanpa mengalami perubahan, penambahan, penggantian apapun dan perlakuan lain terhadap cairan tersebut dan yang tidak mengandung susu kolostrum. Pada dasarnya jumlah dan mutu produk susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
1. Jenis Ras ( breed) dari hewan sapi.
Misalnya susu sapi ras “Yersey atau Guernsey” mempunyai kandungan lemak ± setinggi 5 % sedangkan untuk sapi F.H hanya ± 3 % saja.
2. Individu
Sifat produksi tiap hewan berbeda sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh induk dan pejantan yang diturunkan kepada anak-anaknya.
3. Waktu pemerahan
Susu hasil pemerahan dipagi hari mengandung lemak lebih rendah dari pada susu hasil perahan di sore hari. Waktu pemerahan yang tidak teratur akan berpengaruh terhadap jumlah produksi.
4. Tahap pemerahan
Pada tahap permulaan pemerahan kandungan lemaknya lebih rendah dari pada kandungan lemak pada tahap akhir pemerahan yang sama, sedangkan SNF tidak berbeda.
5. Tahap laktasi
Susu kolostrom pada permulaan laktasi mempunyai kandungan mineral dan protein yang lebih tinggi dari pada susu pada laktasi selanjutnya. Sedangkan laktosa sebaliknya.
6. Makanan
Makanan kurang produksi susu akan menurun. Kurang vitamin pada makanan akan kurang pula kandungan vitamin dalam susu.
7. Umur
Kandungan lemak dan SNF bertendensi menurun dengan semakin tua umur sapi walaupun kecil.
8. Peradangan pada Ambing
Pada mastitis (radang ambing) kandungan garam (Cl) meningkat. Bila keadaan normal 1,5 – 3, tetapi dalam keadaan mastitis lebih dari 3. Kandungan lemak, SNF, Laktosa dan kasein menurun. Sedangkan protein serum dan khlorida (Cl) naik, karena sintesa kasein, laktosa dan
lemak terganggu, maka garam dari darah akan masuk kedalam susu untuk mempertahankan tekanan osmosis yang menurun yang diakibatkannya.
9. Variasi musim
Pada musim panas kandungan lemak susu menurun, sedangkan SNF sedikit menurun/tidak teratur.
10. Teknik pemerahan
Apabila teknik pemerahan susu tidak diperhatikan, maka hasil pemanenan susu tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga dalam hal ini diperhatikan adanya interaksi yang harmonis antara manusia dan hewan, waktu pemerahan yang teratur, sanitasi harus baik, agar hewan benar-benar siap perah.
2.10 Susu Kemasan
Susu kemasan cairadalah produk susu yang dikemas dalam kemasan cair. Berbeda dengan susu bubuk yang sudah banyak mengalami proses menjadi bentuk bubuk, susu kemasan cair tetap berbentuk cair walaupun sudah dikemas. Proses pengemasan tidak banyak mengurangi kandungan gizi serta vitamin yang ada di dalamnya. Selama masih dalam masa belum kadaluarsa susu kemasan cair aman dan sehat untuk dikonsumsi (Paidi,2012).
Kelebihan dari susu kemasan cair adalah masa daya tahannya bisa lebih lama dibandingkan susu segar biasa tanpa kemasan. Daya tahan yang lama ini memungkinkan susu kemasan cair untuk didistribusikan secara meluas berbagai daerah bahkan diekspor ke luar negeri. Adapun kekurangannya, proses
pengemasan akan mengurangi nutrisi dan gizi yang ada, serta kemungkinan dicampur dengan bahan pengawet, pewarna atau penguat rasa (Paidi,2012).
Jenis susu yang termasuk dalam susu kemasan adalah susu yang telah melalui beberapa proses pengolah dan dikemas sedemikian rupa untuk menjaga kualitas susu tersebut untuk memperpanjang masa simpan. Kemasan susu sebaiknya didesain untuk melindungi produk dari kontaminasi oleh debu atau bakteri dan dari pengaruh sinar oleh oksigen. Jenis dan bentuk kemasan susu yang sering digunakan yaitu plastik, karton, kaleng dan gelas.
1. Plastik
Jenis kemasan plastik yang biasa digunakan untuk mengemas susu adalah polietilen dan polistiren yang bersifat kaku berbentuk botol dan gelas dilengkapi dengan tutup yang bervariasi seperti dibuat dari karton alumunium foil yang direkat pada mulut botol, tutup metal bersekrup atau plastik polietilen dengan sumbat. Film plastik juga sering digunakan dengan bentuk kemasan kantung. Contoh susu yang dikemas dalam plastik adalah susu pasteurisasi.
2. Karton
Pengemasan susu dengan karton dalam bentuk kotak yang diberi lapisan Win dan plastik polyvinil khlorida merupakan kemasan yang praktis dan menarik dengan berbagai bentuk, yaitu: bata segi empat (Zupack, Tetra Gabled), tetrahedral (Tetra Pak), bentuk kotak dengan bagian atas dilipat (Tetra Gabled). Susu yang dikemas dalam karton ini menggunakan proses aseptik yaitu produk dan wadah dipanaskan secara terpisah. Metoda pemanasan susu
yang umumnya dikemas dengan karton ini yaitu produk cairan jenis Ultra High Temperatur (UHT) atau High Temperature Short Time (HTST) sehingga dapat bertahan sampai lebih dari 1 bulan.
3. Kaleng
Kaleng digunakan untuk mengemas susu yang diproses dengan cara pemanasan konvensional, dimana pemanasan dilakukan setelah susu dimasukkan ke dalam kaleng, sehingga diperlukan wadah yang kuat untuk mempertahankan produk tidak bocor. Jenis kemasan ini digunakan pula oleh produk lainnya yang menggunakan cara pemanasan konvensional. Kemasan kaleng dengan tutup alumunium dan plastik umumnya digunakan untuk mengemas susu bubuk dan berbagai produk tepung lainnya yang menggunakan proses secara aseptik.
4. Gelas
Kemasan gelas dalam bentuk botol yang bermulut lebar dan tebal digunakan untuk pengemasan susu cair dan produk susu lainnya seperti yoghurt. Tutup gelas menggunakan bahan kertas alumunium, plastik polyethilen, polypropilen dan karton.
2.11 Jamur
Jamur atau fungi adalah sel eukariot yang disebut juga mikrorganisme non fotosintetik karena tidak mempunyai klorofil yang ukuran 5 um, tumbuh dari perpanjangan hifanya. Jamur memiliki cabang-cabang yang disebut miselium. Jamur atau fungi termasuk organisme heterotrofik, yang membutuhkan senyawa organik untuk sumber nutrisinya (Muslimin, 1995)
Untuk mendapatkan makanannya hifa akan menembus ke sumber nutrisinya. Habitat dari jamur atau fungi sangat bervariasi, ada yang hidup dalam perairan tawar atau asin, hidup ditanah atau pada tumbuhan yang mati. Banyak jamur atau fungi yang hidup sebagai parasit pada tumbuhan maupun hewan. Hampir semua fungi bersifat aerob dan tidak aktif pada suasana anaerob atau pada daerah yang kurang oksigen. Reproduksi dari jamur atau fungi dapat secara seksual maupun aseksual. Secara aseksual dengan spora, pada waktu memperbanyak sel, spora akan terbentuk banyak (Muslimin, 1995).
Fungi merupakan organisme heterotrofik. Jika fungi hidup dari benda organik mati yang terlarut maka fungi tersebut disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya (Pelczar, 1986).
Fungi saprofitik juga penting dalam fermentasi industri, misalnya pembuatan bir, minuman anggur, dan produksi antibiotik seperti penicillium. Beberapa fungi meskipun saprofitik dapat juga menyerbu inang yang hidup dan tumbuh dengan subur disitu sebagai parasit. Sebagai parasit mereka menimbulkan penyakit pada tumbuhan dan hewan termasuk manusia. Akan tetapi diantara sekitar 500.000 spesies fungi, hanya kurang lebih 100 yang patogenik pada manusia. Kematian karena infeksi karena fungi selain penyakit kulit sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh diagnosis yang terlambat atau yang salah selama penyakit itu menjalar atau karena tidak tersedianya antibiotik nontoksik yang secara medis tepat guna (Pelczar, 1986).
Banyak fungi patogenik misalnya Histoplasma Capsulatum, yang menyebabkan histoplasmosis (Infeksi mikosis dalam sistem retikuloenendotelium yang meliputi banyak organ), dapat juga hidup sebagai saprofit. Fungsi seperti itu menunjukkan Dimorfisme artinya mereka dapat ada dalam bentuk uniseluler seperti halnya Khamir ataupun dalam bentuk benang (Filamen). Fase Khamir timbul bilamana organisme itu hidup sebagai parasit atau patogen dalam jaringan.
Menurut penelitian yang dilakukan Aminah (2005), tentang Pengamatan Jenis-Jenis Jamur yang Ditemukan pada Minuman Susu Segar dan Susu Kemasan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa susu dalam kemasan kardus, kaleng, botol kaca dan plastik tidak bebas dari cemaran jamur seperti Aspergillus sp, Penicillium sp, Geotricum sp,dan Khamir.
Dari tempat pemerahan susu ditemukan pemerahan jamur yang sama dengan jamur yang ditemukan pada susu kemasan. Pada susu kemasan kaleng yang berasal dari luar Negeri baik yang legal maupun yang illegal hanya ditemukan Penicillium sp dan Khamir berarti cemaran jamur lainnya berasal dari udara. Sedangkan susu kemasan dalam Negeri ditemukan jamur A.Niger, Penicillium sp, Khamir, dan Geotricum sp yang menandakan dapat tercemar dari bahan / susu perah karena penanganan yang kurang higeinis (Aminah, 2005).
2.12 Jamur Penicillium
Jamur Penicillium (dari penicillus Latin: kuas) adalah genus dari ascomycetous. Jamur sangat penting dalam lingkungan alam serta produksi makanan dan obat. Jamur penicillium merupakan salah satu jamur jenis kapang yang dapat menghasilkan penisilin, sebuah molekul yang digunakan sebagai
antibiotik, yang membunuh atau menghentikan pertumbuhan beberapa jenis bakteri di dalam tubuh (Nisa,2011 dan Fernando,2010).
Penicillium sp. adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum Askomycota. Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora yang disebut konidium. Konidium berbeda dengan sporangim, karena tidak memiliki selubung pelindung seperti sporangium. Tangkai konidium disebut konidiofor, dan spora yang dihasilkannya disebut konidia. Konidium ini memiliki cabang-cabang yang disebut phialides sehingga tampak membentuk gerumbul. Lapisan dari phialides yang merupakan tempat pembentukan dan pematangan spora disebut sterigma (Nisa,2012).
2.13 Jamur Khamir
Jamur khamir atau yeast adalah grup nonfilamentus fungi, uniseluler dan berkembangbiak dengan cara “budding”. Khamir yang memproduksi askospora termasuk dalam golongan Ascomycetes. Saccharomyces cereviseae adalah Khamir yang digunakan untuk fermentasi alkohol dan pembuatan roti. Khamir umum berada dalam air dan tanah. Sangat tahan terhadap perubahan temperatur dan dapat berada dalam 10.000/ml air. Mudah tumbuh dalam bermacam-macam sub (Muslimin, 1995).
Khamir merupakan jasad renik (mikoorganisme) yang pertama digunakan manusia dalam industri pangan. Sel khamir mempunyai ukuran bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 mm sampai 20-50 mm dan lebar 1-10 mm. Bentuk khamir dapat berbentuk bulat oval, seperti jeruk, silindris, segitiga, memanjang seperti miselium sejati atau miselium palsu, ogival yaitu bulat panjang dengan salah satu ujung runcing, segitiga melengkung, dan lain-lain. Bagian struktur yang terlihat dinding sel, sitoplasma, vakuola, butir lemak, albumin, dan pati (Firmansyah, 2013).
Gambar 2.2 Jamur Khamir
Khamir kebanyakan tumbuh paling baik pada kondisi dengan air yang cukup. Khamir dapat tumbuh pada medium dengan gula atau garam yang tinggi, sehingga Khamir kebutuhan air untuk pertumbuhan lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Batas aktivitas air khamir terendah untuk pertumbuhan berkisar antara 0,88-0,94. Selain itu banyak khamir bersifat osmofilik yakni dapat tumbuh pada medium dengan aktivitas air relatif rendah yaitu 0,62-0,65. Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya yaitu pada suhu optimum 25-30 0C dan suhu maksimum 34-47 0C. Tetapi beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0 0C (Firmansyah, 2013).
Kebanyakan Khamir lebih cepat tumbuh pada pH 4,0 – 4,5, dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi. Khamir hanya sedikit resisten terhadap pemanasan, dimana kebanyakan khamir
dapat terbunuh pada suhu 600C. Jika makanan kaleng busuk karena pertumbuhan khamir, maka dapat diduga pemanasan makanan tersebut tidak cukup atau kaleng telah bocor. Pada umumnya kerusakan karena khamir disertai dengan pembentukan alkohol dan gas CO2 yang menyebabkan kaleng menjadi kembung (Firmansyah, 2013).
2.14 Bahaya Jamur
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2008), makanan selain harus bergizi dan menarik, pangan juga harus bebas dari bahan- bahan berbahaya yang dapat berupa cemaran kimia, mikroba dan bahan lainnya. Mikroba dapat mencemari pangan melalui air, debu, udara, tanah, alat-alat pengolah (selama proses produksi atau penyiapan) juga sekresi dari usus manusia atau hewan. Penyakit akibat pangan (food borne diseases) yang terjadi segera setelah mengkonsumsi pangan, umumnya disebut dengan keracunan.
Pangan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia. Selain itu, ada juga makanan yang secara alami sudah bersifat racun seperti beberapa jamur/tumbuhan dan hewan (Info POM, 2008).
Berdasarkan teori dalam diktat UGM tentang Jamur dan Mikotoksin Dalam Pangan menyatakan bahwa cemaran jamur pada pangan bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan pangan tetapi berkaitan dengan potensi jamur tersebut untuk menghasilkan mikotoksin serta membentuk konidia yang bersifat patogen atau penyebab alergi. Mikotoksin telah menimbulkan beberapa jenis penyakit
pada manusia dan hewan. Mengkonsumsi makanan yang tercemar mikotoksin dapat menyebabkan keracunan akut (jangka waktu pendek) dan kronik (jangka waktu sedang atau lama) dan dapat mengakibatkan kematian sampai gangguan kronis seperti gangguan syaraf pusat, sistem kardiovaskular dan paru-paru, dan saluran pencernaan.
Kapang dan khamir dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan dan beberapa dapat menyebabkan reaksi alergi dan infeksi terutama pada populasi yang kekebalan tubuhnya kurang. Kapang yang memproduksi mikotoksin terutama adalah jenis Aspergillus, Penicillium, dan Fusarium. Kapang dapat menimbulkan penyakit yang dibedakan atas dua golongan yaitu infeksi oleh kapang (mikosis) dan keracunan (mikotoksikosis). Mikotoksikosis disebabkan oleh tertelannya hasil metabolisme beracun (toksin) dari kapang yang tidak rusak karena proses pengolahan pangan (SNI,2009).
Kapang dan khamir dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai macam makanan dalam kondisi , pH ,dan suhu rendah. Jenis kapang yang dapat merusak makanan di antaranya Aspergillus, Penicillium, Botrytis, Alternaria, dan Mucor. Kapang dan khamir dapat terbawa melalui tanah, permukaan tanaman, permukaan daun, hujan, insekta, dan lain-lain. Khamir dapat menyebabkan kerusakan pada makanan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya yang dinamakan keracunan makanan (Fernando,2010).