• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari Segi Bentuknya

Dalam dokumen HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 76-80)

BAB II PERJANJIAN KERJA SAMA TRANSPORTASI

B. Perbandingan Perjanjian Baku dengan Perjanjian Akta

2. Dari Segi Bentuknya

Perjanjian baku dibuat dalam bentuk sudah tercetak dalam bentuk formulir-formulir oleh salah satu pihak yakni ketika kontrak ditanda tangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya dimana pihak lain daalm kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut.

Bentuk Perjanjian baku yang dibakukan adalah model, rumusan dan ukurannya tidak diatur dalam undang-undang dan tanpa perantara atau tidak dihadapan Pejabat Umum yang berwenang tetapi tidak boleh melanggar doktrin-doktrin dalam perjanjian baku yaitu:84

a. Doktrin Kontrak Baku An Sich

83Wawancara dengan Yusrizal, Notaris Medan/Ketua Pengda INI, pada tanggal 15 Mei 2015

84Munir Fuady,Op Cit, hal 6

Dengan adanya praktek kontrak baku an sich maka suatu kontrak baku yang mengandung klausula yang berat sebelah tidak pantas untuk diperkenankan oleh hukum, karena itu lewat perangkat perundang-undangan hukum harus melarang pembuatan kontrak baku yang berat sebelah, menurut doktrin ini suatu kontrak yang dibuat oleh salah satu pihak dimana pihak lainnya tidak mempunyai atau terbatas kesempatan untuk bernegosiasi terhadap klausula-klausulanya, jika kontrak tersebut berat sebelah maka kontrak tersebut atau sebagian kontrak menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan.

b. Doktrin Kesepakatan Kehendak Para Pihak

Karena tidak adanya atau terbatas kesempatan bagi salah satu pihak untuk menegosiasikan klausula-klausula dalam kontrak baku maka meskipun pihak akhirnya menandatangani kontraknya masih disangsikan apakah isi kontrak tersebut memang benar seperti yang diinginkan dan kata sepakat daripadanya yang merupakan syarat Pasal 1320 KUHPerdata.

c. Doktrin Kontrak Tidak Boleh Bertentangan dengan Kesusilaan.

Jika terdapat klausula yang sangat berat sebelah dalam kontrak baku, dan menyodorkan kontrak formulir baku dalam keadaan tidak berdaya maka klausul tersebut dianggap telah melanggar prinsip-prinsip kesusilaan, yang merupakan salah satu syarat sahnya suatu kontrak seperti yang tercantum dalam pasal 1337 KUHPerdata.

d. Doktrin Kontrak Tidak Boleh Bertentangan Dengan Ketertiban Umum.

Menurut KUHPerdata Indonesia, suatu kontrak tidak boleh bertentangan dengan prinsip ketertiban umum, jika ada kontrak yang sangat berat sebelah maka dianggap kontrak tersebut bertentangan dengan ketertiban umum sehingga harus dianggap batal demi hukum seperti dalam Pasal 1337 KUHPerdata.

e. Doktrin Ketidakadilan.

Doktrin ketidakadilan mengajarkan bahwa suatu kontrak atau klausul dalam kontrak haruslah dinyatakan batal demi hukum jika klausul tersebut sangat tidak adil bagi salah satu pihak sehingga apabila dibiarkan akan sangat menyentuh rasa keadilan dan merugikan salah satu pihak dan jika terjadi maka harus dinyatakan batal.

f. Doktrin Kontrak Sesuai dengan Itikad Baik.

Agar suatu kontrak sah maka hukum mempersyaratkan agar kontrak dibuat dengan itikad baik, dalam KUHPerdata ketentuan ini didapati dalam Pasal 1338 KUHPerdata alenia ke-3, kontrak baku yang sengaja didesain untuk memberatkan salah satu pihak potensial untuk melanggar prinsip itikad baik, disamping itu suatu kontrak yang tidak dibuat dengan itikad baik akan merupakan kontrak yang tidak mengandung kausa yang legal, yang dalam hal ini dilarang dalam Pasal 1320 alenia kesatu KUHPerdata

Akta otentik bentuk perjanjiannya dibuat dalam minuta akta notaris yang mana ketika Notaris membacakan isi akta tersebut maka para pihak yang membuat perjanjian masih memiliki kesempatan untuk menambah atau mengurangi isi dari klausula perjanjian yang dibacakan Notaris berdasarkan kesepakatan para pihak sebelum akta tersebut dibubuhi cap jempol (ibu jari sebelah kanan) dan dan ditandatangani serta diberi nama yang jelas oleh para pihak, notaris dan saksi-saksi. Artinya walaupun perjanjian telah dibuat oleh Notaris tetapi masih ada kesempatan untuk benar-benar mencapai kesepakatan akhir bersama kedua belah pihak, dan ketika para pihak telah menandatangani akta tersebut maka perjanjian dikeluarkan oleh Notaris kepada para pihak dalam bentuk salinan.85

85 Wawancara denganYusrizal, Notaris Medan, pada tanggal 18 Maret 2015

Bentuk dan sifat akta otentik yang dibuat oleh Notaris86 telah ditentukan oleh Undang-Undang yaitu sesuai Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan notaries yaitu bentuk dan sifat akta yaitu:

(1) Setiap Akta terdiri atas : a. Awal akta atau kepala akta b. Badan akta

c. Akhir atau penutup akta.

(2). Awal akta atau kepala akta memuat : a. judul akta

b. nomor akta

c. jam, hari, bulan dan tahun dan;

d. nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.

(3). Badan Akta memuat :

a. nama lengkap, tempat kedudukan, tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan atau orang yang mereka wakili.

b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap.

c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan dan

d. nama lengkap, tempat, tanggal lahir serta pekerjaan jabatan dan kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

(4). Akhir atau penutup akta memuat :

a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7

86 adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN)

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta jika ada.

c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta.

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.

Dalam dokumen HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 76-80)

Dokumen terkait