• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT DAN BUDAYA

2.2 Asal-Usul Masyarakat Batak Toba

2.2.2 Sejarah Batak

Catatan sejarah mengenai asal-usul suku bangsa Batak tidak banyak ditemukan, sehingga sulit memperkirakan kapan sebenarnya suku bangsa Batak mulai mendiami wilayah Sumatera Utara sekarang. Beberapa catatan sejarah yang umumnya telah dikutip berbagai penulis, yang dapat membuat suatu prediksi tentang asal-usul masyarakat Batak akan dikemukakan sebagai berikut.

Sehubungan dengan asal-usul suku bangsa Batak, Brahma Putro mengemukakan bahwa pada zaman batu terjadi perpindahan bangsa dari Tiongkok Selatan ke Hindia Belakang, dan bangsa-bangsa Hindia Belakang terdesak dan banyak pindah ke selatan, antara lain Campa, Siam, Kamboja. Lalu bertebaran ke Nusantara setelah melalui Malaya, dan sebahagian mereka-mereka ini masuk ke Pulau Sumatera termasuk wilayah Sumatera Utara sekarang. Berdasarkan pendapat dari Brahma Putro tersebut maka suku bangsa Batak adalah berasal dari bangsa-bangsa Hindia Belakang (Putro, 1978:20).

Tentang waktu perpindahan ini Brahma Putro juga mengutip berbagai pendapat, di antaranya pendapat G. Gerrad, V. H. Geldern, Kern, Mhd. Yamin, sebagai berikut:

Menurut G. Gerrad,

perpindahan itu terjadi dalam dua gelombang, gelombang pertama kira-kira 1500 tahun sebelum Masehi, yang disebut ras Proto Malay (Melayu Tua), dan gelombang kedua terjadi kira-kira 1000 tahun sebelum Masehi, yang disebut ras Deutro Malay (Melayu Muda).

V.H. Geldern mengatakan,

Perpindahan pertama terjadi 2000 tahun sebelum Masehi, dan perpindahan kedua terjadi kira-kira 300 tahun sebelum Masehi. Dr. Kern menyebutkan,

Perpindahan ras Proto Malay terjadi kira-kira 4000 tahun sebelum Masehi, dan perpindahan ras Deutro Malay, terjadi kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi.

Mhd. Yamin, sependapat dengan teori Prof. Dr. Kern, yang menyebutkan bahwa perindahan pertama terjadi kira-kira 4000 tahun sebelum Masehi, dan perpindahan kedua terjadi kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi.

Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikutip oleh Brahma Putro di atas, maka dapat diperkirakan bahwa suku bangsa Batak telah lama mendiami wilayah Sumatera Utara sekarang. Dapat diperkirakan bahwa suku bangsa Batak adalah termasuk ras Proto Melayu (Melayu Tua), karena desakan dari ras Deutro Melayu maka melakukan migrasi ke daerah pedalaman Sumatera Utara, sehingga suku bangsa Batak lebih banyak mendiami wilayah pegunungan dan pedalaman, sedang wilayah pesisir pantai didiami oleh suku bangsa Melayu yang kemungkinan besar adalah ras Deutro Malay.

Namun seorang putra Batak Toba yang pernah menjadi pendeta di berbagai gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang tertarik juga mendalami sejarah, Andar M. Lumbantobing mengutip pendapat yang mengemukakan sebagai berikut.

Menurut beberapa prasasti peninggalan zaman Adityawarman abad ke-14, sekelompok murid dan pengikut aliran Mahayani telah memasuki daerah pedalaman Sumatera Utara dan mereka menetap di sana, di tengah-tengah daerah pegunungan. Oleh sebab itu, di daerah pedalaman ini terdapat pengaruh agama Mahayana, yang murid-muridnya, oleh dunia ilmu pengetahuan masa kini, diakui

sebagai nenek moyang suku Batak yang kini mendiami daerah itu. (Lumbantobing, 1996:1)

Berbagai pendapat yang berbeda dilihat berdasarkan tarombo (silsilah tertulis) orang Batak, yang mengatakan bahwa nenek moyang suku bangsa Batak adalah satu yaitu Si Raja Batak. Dari Si Raja Batak inilah berkembang sub-sub suku Batak yang mengembara ke wilayah-wilayah teritorial di atas sejalan dengan perkembangan pemukiman baru atau perkotaan yang semakin meluas. Setiap pembukaan kampung baru biasanya diiringi dengan penabalan marga baru terhadap orang yang membuka perkampungan tersebut. Cara ini terutama dilaksanakan di lingkungan sub-sub suku Batak Toba, sehingga dengan demikian jumlah marga di lingkungan suku Batak Toba adalah relatif lebih banyak. (Schreiner, 2002: 64)

Melihat pendapat di atas maka suku bangsa Batak sebenarnya masih tergolong baru mendiami wilayah Sumatera Utara apabila dibandingkan dengan pendapat yang mengatakan adanya perpindahan dua gelombang yaitu Proto Malay dan Deutro Malay yang telah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun sebelum Masehi. Hal ini apabila diurut dari tarombo Batak tersebut, yaitu Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907).

Mendukung pendapat yang berhubungan dengan Si Raja Batak ini, dari kalangan yang sudah mulai meninggalkan mitos, membuat suatu rekayasa sejarah dengan menggabungkan mitos dan data yang dibuat. Di antara pendapat yang ada golongan ini mengemukakan bahwa Si Raja Batak dan rombongannya data dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan

menghuni Sianjurmulamula, lebih kurang 8 km arah barat Pangunguran, pinggiran Danau Toba sekarang. Versi lain mengatakan, bahwa Si Raja Batak datang dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba (Sinaga, 1997:13).

Sejarawan Batak yang mengatakan bahwa Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang) atau dari Selatan Danau Toba (Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang-orang Tamil di Barus, yang terdesak akibat serangan Mojopahit. Hal ini diperkirakan berdasarkan batu tertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Nilakantisasi (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) yang menjelaskan bahwa pada tahun 1024 Kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang Tamil di Barus. Pada tahun 1275 Mojopahit menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, dan Padang Lawas.

Dilihat dari catatan sejarah bahwa sekitar tahun 1.400 Kerajaan Nagur (Nakur) berkuasa di sebelah Timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh. Dengan memperhatikan tahun dan kejadian di atas diperkirakan bahwa Si Raja Batak adalah salah seorang yang sudah beberapa generasi berdiam di wilayah timur atau selatan atau barat Danau Toba, namun dia mempunyai kemampuan yang menonjol dalam berbagai hal sehingga mendapat simpati dari rakyat banyak, dan dapat dipastikan Si Raja Batak bukan langsung berasal dari Thailand atau India. Hal ini juga didukung pendapat yang mengatakan:

Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba

kepadanya. Demikian halnya keturunan Si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan, dsb. Meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya menurut buku Tarombo Bor-bor Marsada anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu: Guru Tatea Bulan, Raja Isumbaon dan Toga Laut. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya marga-marga Batak.

Dokumen terkait