• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Berdiri Majelis Rasulullah SAW

BAB IV : Pada bab keempat ini membahas tentang hasil dan analisis data yang berisi gambaran umum Majelis Rasulullah SAW yang terdiri dari profil

A. Sejarah Berdiri Majelis Rasulullah SAW

Majelis Rasulullah SAW didirikan oleh Habib Munzir bin Fuad Al Musawa. Awal berdirinya majelis ini ialah ketika sang habib pulang menuntut ilmu agama dari Hadramaut, Yaman. Habib Munzir dan ketigapuluh sembilan temannya dari Indonesia berangkat menuju Yaman pada tahun 1994 dan kembali ke Indonesia tahun 1998. Mereka memikul amanah yang sama, yakni menyebarkan ilmu yang sudah didapat selama di Yaman kepada umat.

Pada awal dakwahnya kepada umat setelah menimba ilmu agama di Yaman, Habib Munzir berbeda dengan ketigapuluh sembilan teman seangkatannya dari Yaman yang lain. Dia hanyalah anak dari seorang mantan wartawan yang tidak punya pesantren ataupun institusi sebagai tempat bernaung untuk menyebarkan ilmu agama. Berbeda dengan teman seangkatannya yang langsung menempati posisi penting di pesantren ataupun di institusi milik keluaganya. Dengan keadaan yang demikian, Habib Munzir tidak putus asa karena memang sudah kewajibannya menyebarkan ilmu agama sebagai seorang ulama. Meskipun beliau sadar

bahwa perjalanan dakwahnya akan menemui kesukaran dan medan yang berat.

Habib Munzir memulai perjalanan dakwahnya di daerah Cipanas, Bogor, namun tidak berkembang. Lalu ia memutuskan untuk berdakwah di Jakarta dengan mulai mencari jamaah atau mendatangi umat, bukan sebaliknya umat yang mendatanginya. Tak ada pilihan lagi, hanya cara tersebut yang bisa ia lakukan agar kewajibannya sebagai seorang pendakwah (Da‟i) bisa ditunaikan. Mengawalinya dengan mendatangi rumah demi rumah, mengetuk pintu demi pintu yang berkenan menerima dakwah beliau, duduk dan bercengkrama dengan jamaahnya, hingga mendengarkan masalah para jamaah serta berusaha mencarikan solusi terkait permasalahan tersebut.

Berawal dari enam orang jamaah yang setia mendampingin dakwah Habib Munzir. Merekapun kemudian mengusulkan kepada Habib Munzir agar mendirikan majelis taklim. Beliaupun setuju dan memilih malam selasa sebagai jadwal majelis taklimnya. Malam selasa dipilih oleh Habib Munzir karena ingin mengikuti kebiasaan gurunya yakni Habib Umar bin Hafidh yang juga membuat majelis pada malam tersebut.

Walau berdakwah di Jakarta, Habib Munzir tetap tinggal bersama Ibunya di daerah Cipanas, Bogor. Setiap akan menghadiri majelis malam selasa, ia berangkat dari Cipanas hari senin dengan menumpang bus karena minimnya biaya. Tak jarang ia berangkat pada malam seninnya

karena khawatir dengan „olok-olokan‟ orang terminal bus. Sebab, cara

yang tak seperti orang berpergian pada umumnya. Kemudian jika sampai di Jakarta sudah sangat malam, biasanya beliau berjalan mendatangi rumah-rumah para jamaahnya itu.

Habib Munzir rela berjalan berkilo-kilo meter untuk mengunjungi satu demi satu rumah para jamaahnya itu untuk sekedar menumpang istirahat serta menginap hingga malam Selasa tiba. Terkadang jamaah yang ia datangi rumahnya tidak membukakan pintu, mungkin mereka sudah tertidur pulas karena lelah dan sudah malam sehingga tidak mendengar ketukan dan salamnya. Bila sudah demikian, ia akan berjalan menuju jamaahnya yang lain dan melakukan hal yang sama. Ketika mulai kelelahan untuk berjalan kerumah jamaah lain yang hanya segelintir, ia memutuskan untuk tidur di emperan toko atau di teras rumah jamaahnya yang hanya berbantalkan sorban tanpa selimut.5

Majelis pada malam selasa tersebut berkembang pesat dari minggu ke minggu. Jamaah semakin banyak sehingga rumah pun tidak bisa menampung para jamaah. Akhirnya Habib Munzir membawa para jamaahnya untuk berpindah dari satu Mushola ke Mushola yang lain. Dan terus bertambah jamaah hingga Musholah pun tak mencukupi para jamaah yang semakin banyak, hingga ia pun membawa para jamaah berpindah dari Masjid ke Masjid. Pada saat itu memang mayoritas jamahnya berasal dari kalangan awam tentang ilmu agama bahkan ada pula yang berumur lebih tua darinya.

5

www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item, biografi majelis rasulullah).

Dikisahkan bahwa ketika Habib Munzir sudah duduk dan siap mengajar, para jamaah masih duduk santai sambil ngobrol, minum kopi dan merokok. Tetapi dengan berpegang teguh kepada cara dakwah gurunya, yakni mengajar dengan lemah lembut dan kasih sayang, ia tak membantah dan memaksa untuk segera memulai pengajian. Bahkan ia mempersilahkan mereka untuk merokok, minum kopi dan ngobrol sampai puas. Mereka tak jarang berkata, “santai dulu ya, Bib. Kita ngopi dulu, ngerokok dulu, sambil nunggu yang lain”.6

Di saat banyaknya jamaah yang hadir pada majelis malam selasa tersebut, maka Habib Munzir mengambil lokasi di empat masjid besar dengan bergantian tiap minggunya. Masjid besar tersebut diantaranya Masjid Raya Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan, Masjid Raya At-Taqwa di Pasar Minggu Jakarta Selatan, Masjid Raya At-Taubah Rawa

Jati Jakarta Selatan, dan Ma‟had Darul Ishlah Pimpinan KH. Amir

Hamzah di jalan Raya Buncit Kalibata Pulo. Namun dikarenakan semakin banyaknya jamaah yang hadir, sehingga apabila sering berpindah-pindah tempat kasihan dengan jamaah yang tidak memiliki kendaraan. Maka Habib Munzir memutuskan majelis malam selasa hanya di Masjid Raya Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan.7

Sejak pertama kali pindah ke Masjid Al Munawar, jamaah hanya berkisar separuh dari ruangan Masjid. Kemudian Habib Munzir berucap

kepada jamaah, “Jamaah semakin banyak. Setelah setengah dari Masjid

6

M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah, (Jakarta: QultumMedia, 2013), h. 29.

7

www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item, biografi majelis rasulullah).

ini, nanti mereka akan memenuhi Masjid, kemudian sampai keluar Masjid.

Insya Allah”.8

Ternyata doanya tersebut diijabah oleh Allah, jamaah semakin banyak dan majelis ini pun memerlukan nama untuk kepentingan surat-menyurat, izin serta undangan dan lain sebagainya. Kemudian ada yang memberikan saran kepadanya untuk menamakan majelisnya dengan nama Majelis Habib Munzir, beliau pun tidak menyetujuinya. Dengan

spontan beliau berkata, ”Majelis Rasulullah saja, kan hakikatnya setiap majelis itu mengajarkan ajaran Rasulullah SAW”. Kemudian disepakati majelis tersebut bernama Majelis Rasulullah SAW.9

Sebenarnya Habib Munzir mengambil nama Majelis Rasulullah SAW bukan berdasarkan kaidah tata bahasa Arab yang benar. Ia menghindari persepsi yang salah dari masyarakat awam. Secara kaidah bahasa Arab yang benar ialah Majelis Rasulillah, tetapi masyarakat yang saat itu menjadi jamaahnya kebanyakan dari kalangan awam. Dikhawatirkan kalau memakai kata Rasulillah persepsi mereka bahwa ini adalah Majelis Nabi baru, karena yang mereka tahu hanyalah Rasulullah SAW sebagai Nabi terakhir.10

Hingga kini majelis malam selasa yang menjadi awal mula lahirnya nama Majelis Rasulullah SAW tetap berlangsung hingga sekarang. Banyak majelis di Malam lain yang Majelis Rasulullah SAW buat, tetapi majelis malam selasa tetap ada dan bahkan menjadi majelis induk. Kini

8

M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah, h. 29.

9

www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item, biografi majelis rasulullah).

10

M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah, h. 30-31.

jamaah berkisar 10.000 yang hadir pada majelis tersebut setiap minggunya.11

Dokumen terkait