• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW

BAB IV : Pada bab keempat ini membahas tentang hasil dan analisis data yang berisi gambaran umum Majelis Rasulullah SAW yang terdiri dari profil

D. Kantor Sekertariat

2. Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW

Majelis Rasulullah SAW sebagai sebuah majelis taklim dapat dikategorikan sebagai organisasi pendidikan luar sekolah yaitu lembaga pendidikan non-formal. Lembaga yang tidak didukung dengan aturan akademik seperti kurikulum, lamanya waktu belajar, buku rapot, ijazah dan sebagainya sebagaimana menjadi syarat pada lembaga penddikan formal seperti sekolah.

Dalam proses dakwahnya sebagai sebuah majelis taklim, Majelis Rasulullah SAW (MR) terus berkembang menyesuaikan sistemnya dengan kondisi dan situasi, baik sosial, ekonomi, dan teknologi. Hal tersebut menjadi

penting mengingat MR berpusat di Ibukota DKI Jakarta yang umumnya masyarakat bersifat heterogen. Langkah tersebut diambil untuk mempertahankan eksistensi sistem MR dan memberi gambaran pada publik bahawasanya MR merupakan sebuah komunitas yang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Selain itu untuk menepis wacana islamofobia16 yang berkembang di Negara Barat dimana Islam mendapat diskriminasi terutama komunitas-komunitas Islam.

Untuk mempertahankan eksistensinya, MR bertransformasi pada praktek dakwah yang lebih modern dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Sebagai sebuah landasan dalam hal ini terdapat pada Al Qur‟an surat Al Ra‟d

ayat 11:                                                 

Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung selain Dia. (QS Al

Ra‟d [13]: 11)

Inti dari ayat tersebut ialah pada kalimat “sesungguhnya Allah tidak

merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada

pada diri mereka sendiri”. Keadaan yang dimaksud disini salah satunya adalah

16

Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim (orang-orang Islam). Istilah itu sudah ada sejak 1980-an, tetapi menjadi lebih popular setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Pada tahun 1997 Runnymede Trust seorang Inggris mendefinisikan islamofobia sebagai rasa takut dan kebencian terhadap Islam.

Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.17 Jadi, Islam pun memiliki nilai yang secara universal mengajarkan umatnya untuk senantiasa berubah kearah yang lebih baik (transformatif). Sebagaimana diketahui bahwa pada awal periode kepemimpinan Habib Munzir, MR masih bersifat majelis tradisional di mana di dalamnya hanya berfokus pada praktek keagamaan yaitu pengajian rutin yang diadakan setiap malam selasa. Penggunaan perkembangan teknologi seperti website dan media sosial belum dimaksimalkan sebagaimana yang dilakukan pada peride sekarang yaitu periode Dewan Syuro.

Peneliti mencatat beberapa tranformasi yang dilakukan sistem MR dari periode kepemimpinan Habib Munzir hingga periode Dewan Syuro. Di antaranya: 1) tranformasi dalam aspek internal organisasi; 2) transformasi dalam bidang dakwah; 3) transformasi dalam bidang sosial; dan 4) transformasi dalam bidang kewirausahaan.

a. Transformasi dalam Aspek Internal Organisasi

Sosok pendiri dalam sebuah organisasi memiliki kedudukan yang kuat di dalam sebuah struktur organisasi. Di awal berdirnya organisasi MR pada tahun 2000, Habib Munzir membuat struktur kepengurusan yang terdiri dari pemimpin sekaligus pengajar, tim inti, staf, kru dan aktivis. Habib Munzir sendiri berposisi sebagai pimpinan sekaligus pengajar tetap di MR. Sebagai seorang pemimpin, Habib Munzir menjadi motor penggerak roda dakwah yang dijalankan di MR. Di bawah pimpinan, Habib Munzir membentuk tim inti yaitu adalah orang-orang yang dipilih

17

Al-Qur‟an wa Tarjamatu Maanihi ilal Lughotil Indonesia, (Saudi Arabia: Mujamma‟

langsung oleh Habib Munzir karena kedekatan pribadi dengan Sang Habib dan turut serta mendampinginya dalam terbentuknya organisasi MR. Mereka di antaranya, Saiful Zahri, H. Hamidi, Ust. Syukron

Makmun, Muhammad Ainiy, Syafi‟i, Muhammad Qolby, KH. Ahmad

Baihaqi.

Dalam teori strukturasi, otoritas bukanlah gejala yang terkait dengan struktur ataupun sistem, melainkan kapasitas yang melekat pada pelaku.18 Saat merumuskan ide dan teknis setiap program atau kegiatan dakwahnya, Sang Habib selalu berdiskusi dengan Tim Inti dalam sebuah rapat internal. Dalam diskusi tersebut, Habib Munzir sebagai pemimpin memiliki otoritas penuh dalam memutuskan hasil rapat. Tak jarang rapat tersebut hanya membahas teknis pelaksanaannya saja, sebab ide program atau kegiatan dakwah dari Sang Habib bersifat mutlak. Seperti yang diungkapkan Giddens bahwa struktur mirip pedoman ini menjadi sarana (medium), dalam hal ini sebuah rapat internal yang memunculkan praktek-praktek sosial yakni program atau kegiatan dakwah yang dilakukan di MR.

Pada sosok Habib Munzir sebagai pelaku sentral di MR, segala kebijakan yang dikeluarkannya merupakan aturan yang dalam perspektif Giddens merupakan sebuah struktur pada bingkai legitimasi. Segala yang diucapkannya menjadi aturan dalam MR. Habib Munzir sebagai pemangku kebijakan berpengaruh terhadap apapun yang terjadi pada sistem MR. Dalam proses perekrutan, Habib Munzir memiliki pertimbangan sendiri dalam memilih orang-orang yang akan diberikan

18

tugas. Misalnya saat perekrutan staf, Habib Munzir berdiskusi dengan tim inti dengan pertimbangan kesiapan waktu, sebab staf yang bertugas memonitoring kinerja dan koordinator dari kru di lapangan harus siap kerja 24 jam bila dibutuhkan oleh Habib Munzir.

Dalam perekrutan kru yang bertugas membantu tugas staf dalam hal teknis di lapangan, Habib Munzir mencari pemuda-pemuda yang bersemangat membantu dakwah MR yang umumnya mereka dari kalangan pelajar, mahasiswa, maupun jamaah. Hal tersebut dilakukan Sang Habib sebagai upaya menanamkan nilai dakwah kepada para pemuda dan pemanfaatan waktu luang mereka untuk kegiatan yang positif yakni membantu dakwah Islam.

Begitu pula dengan aktivis yang bertugas ketika MR mengadakan acara besar tahunan, contohnya pada peringatan tahun baru Islam atau Muharram, Isra‟ Mi‟raj, peringatan Maulid Nabi, peringatan malam Nudzulul Qur‟an, dan lain sebagainya. Menurut Giddens, Skema yang mirip aturan ini merupakan struktur yang dibangun oleh Habib Munzir (pelaku) sebagai sarana berlangsungnya praktek sosial yakni perekrutan.19 Dalam hal perekrutan ini, tidak ada unsur paksaan atau intervensi dari pihak MR. Umumnya para jamaah secara sukarela mengajukan diri untuk menjadi bagian dari sistem MR. Misalnya seorang yang ingin menjadi kru harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari staf, kemudian staf mengajukan kepada tim inti yang berkoordinasi langsung dengan Habib Munzir dan seterusnya.

19

Dalam menjaga keharmonisasian sistemnya, Habib Munzir terkadang turut memberikan pandangan kepada staf dan kru dalam praktek di lapangan. Arahan yang diberikan Sang Habib bersifat motivasi, seperti memberi kesadaran kepada mereka bahwa membantu mensyiarkan dakwah merupakan hal yang mulia. Mengingat melihat realita yang terjadi hari ini banyak orang yang disibukkan oleh urusan duniawi sehingga melupakan nilai-nilai Islam. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Giddens dalam konsep monitoring tindakan. Setiap pelaku tidak hanya memonitoring tindakan atau aktifitasnya sendiri, tetapi juga memonitoring segala aktifitas yang dilakukan orang lain dimana aktifitas tidak hanya melibatkan individu tetapi juga tindakan orang lain. Habib Munzir juga sebagai pelaku yang berada pada taraf rasionalisasi tindakan yang mengerti tentang betapa pentingnya syiar dakwah, memberikan penjelasan kepada orang-orang yang membantunya tentang hal tersebut. Seperti yang dikisahkan oleh Sang Habib ketika bersama-sama dengan staf dan kru menziarahi pemakaman salah satu kru MR yang wafat yakni Doni Andrianto yang bertugas memasang umbul-umbul dan baliho pada setiap pengajian yang dilakukan MR:

“Kalau Rasul memandang seluruh umatnya di barat dan timur di

muka bumi, berapakah hati yang perduli dakwah Sayyidina Muhammad? Siapa yang perduli dengan dakwah Rasul di masa ini? Siapa yang perduli dengan Rasul di masa ini? Umat Muhammad tidak perduli dengan Rasul SAW apalagi dakwahnya. Namun beliau (Doni) dengan semangat, hujan, panas, atau dalam keadaan apapun tetap selalu yang beliau kerjakan mendirikan bendera Sayyidina Muhammad SAW. Kalian tau tempat orang-orang yang mendirikan bendera Sayyidina Muhammad SAW? Semestinya bukan kita yang mendoakan beliau, tetapi kita yang mengalap berkah dari beliau, karena beliau orang yang dimuliakan

Allah sebagai laskar Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW dengan dakwah kelembutan dengan dakwah kasih sayang yang

dimana beliau salah satu diantaranya.”20

Untuk memberi semangat kepada para pengurus yang telah

membantu dakwah MR, Habib Munzir menjuluki mereka „Ahlul Khidmah‟ yang bermakna orang-orang yang dengan sepenuh hati membantu dakwah MR, dan pengurus yang keseluruhannya berjumlah 313 orang, Sang Habib mengikuti jumlah para sahabat yang ikut berperang dalam Perang Badar. Hal tersebut untuk mengambil keberkahan dari para syuhada yang turut serta membantu dakwah Nabi Muhammad SAW. Pemaknaan tersebut merupakan skema yang dimunculkan Habib Munzir dalam bingkai signifikasi atau penandaan.

Melihat pada perubahan yang terjadi pada internal organisasi MR paska wafatnya Habib Munzir, otoritas kepemimpinan dipegang oleh Dewan Syuro yakni sebuah lembaga yang dibentuk oleh guru dari Habib Munzir yaitu Habib Umar bin Hafidh, atau dalam hal ini selaku Dewan Kehormatan. Dewan tersebut terdiri dari tiga orang yakni Habib Mukhsin al Hamid, Habib Nabiel al Musawa, dan Habib Ahmad al Bahar.

Dalam struktur organisasi tradisional, sistem pemilihan kepemimpinan dengan cara aklamasi yaitu ditunjuk dari pemimpin sebelumnya. Habib Munzir sebagai tokoh sentral dalam internal MR yang segala kebijakannya bersifat otoritatif. Semasa hidupnya tidak pernah menyebut nama seseorang sebagai pengganti kedudukannya dikemudian

20

www.youtube.com, Pesan Penting Habib Munzir saat Ziarah ke Makam Crew MR (29 September 2012, diakses pada 5 September 2016 pukul 10.00 WIB, (Subscribe: Pesukan Sayyidina Muhammad).

hari. Habib Munzir hanya memberikan pesan bahwa majelis yang dibangunnya ini merupakan wujud bakti terhadap Rasul SAW dan gurunya yaitu Habib Umar bin Hafidh. Dengan demikian, bentuk otoritas Habib Munzir pada konteks pemilihan kepemimpinan MR setelahnya merujuk pada otoritas dari Habib Umar bin Hafidh.

Secara fungsional, Dewan Syuro setara dengan pimpinan. Hanya yang membedakan ialah di masa Habib Munzir segala kebijakan dan otoritas berada pada sosok Sang Habib. Sedangkan pada saat ini, segala kebijakan dan otoritas bersifat mufakat yakni, kesepakatan antara orang-orang yang berada dalam Dewan Syuro. Segala bentuk birokrasi dalam internal organisasi harus melalui prosedur yang dibuat dewan tersebut. Meskipun demikian, secara umum program ataupun kegiatan dakwah yang dilakukan Dewan Syuro hanya mengikuti apa yang sudah dibentuk Habib Munzir di masa kepimpinannya.

Melihat pada konteks perubahan kepemimpinan, MR sebagai sebuah organisasi tradisional mencoba menyesuaikan sistemnya menjadi organisasi ke arah lebih modern. Dari organisasi yang menisbikan sosok Habib Munzir dalam prakteknya seperti menjadi pimpinan organisasi sekaligus penanggung jawab dalam hal pengajaran, kerjasama-kerjasama ekternal, dan menjadi pengontrol dalam pergerakan dakwah. Kesemua itu berada pada sosok Sang Habib. Dalam konteks sekarang, terbentuknya Dewan Syuro seperti yang dikemukakan Giddens merupakan salah satu bentuk praktek signifikasi yang dilakukan MR sebagai suatu pelembagaan institusi yang memiliki dominasi setara dengan kepemimpinan. Dengan

dominasinya sebagai sebuah dewan yang diberikan otoritas, Dewan Syuro memiliki kewenangan untuk memberikan legitimasi berupa aturan-aturan terkait perannya dalam sistem MR. Peran tersebut tercermin dalam tugas yang diberikan kepada orang-orang yang ada di dalam Dewan Syuro. Tugas tersebut diantaranya pada bidang keorganisasian dipegang oleh Habib Mukhsin al Hamid, pada bidang dakwah dipegang oleh Habib Nabiel al Musawa dan pada bidang kewirausahan dipegang oleh Habib Ahmad al Bahar.

Transformasi MR dalam keorganisasian salah satunya juga terbentuknya Dewan Guru sebagai pengajar yang pada masa Habib Munzir hanya dipegang beliau sendiri. Langkah tersebut diambil untuk menggantikan sosok Habib Munzir yang sangat memiliki pengaruh bagi para jamaah. Dewan ini merupakan bentukan dari Habib Umar bin Hafidh. Di dalam dewan tersebut ada tiga pengajar tetap di antaranya, Habib Ja‟far

al Athas (Ketua), Habib Alwi al Habsyi (Wakil), dan Habib Bagir bin Yahya (Ketua Pengurus Harian). Mereka yang dipilih Habib Umar bin Hafidh juga merupakan muridnya ketika menimba ilmu di Yaman seperti halnya Habib Munzir. Dengan demikian, MR menjadi sebuah organisasi modern yang bersifat struktural yang sudah tidak lagi berporos pada penokohan Habib Munzir.

Sosok pengajar dalam MR sangat memperhitungkan sanad keguruan. Guru yang mempunyai riwayat guru-guru hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Sosok guru yang benar-benar memanut gurunya. Pedoman ini terus dipegang oleh MR sampai terbentuknya Dewan Guru

yaitu mereka yang memiliki sanad keguruan yang jelas langsung dari Habib Umar bin Hafidh seperti halnya Habib Munzir. Hal tersebut dilakukan guna menjaga kemurnian ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul

yang diteruskan dibawa oleh Sahabat kemudian oleh Tabi‟in, terus

berlanjut sampai kepada para Imam Hadits dan seterusnya hingga sampai kepada mereka para guru baik Habib Munzir ataupun Dewan Guru di MR dan disampaikan kepada umat. Sanad ini peneliti lampirkan pada bagian lampiran dalam penelitian ini.

Dalam konteks ini peneliti melihat, ralasi antara pelaku dan struktur pada periode kepemipinan Habib Munzir nampaknya belum tercermin seperti dalam konsepsi Giddens yang menggambarkan relasi tersebut berupa dualitas atau saling mengandaikan. Segala bentuk struktur yakni aturan dan sumber daya, masih tersentral pada sosok pelaku yaitu Habib Munzir. Tidak adanya struktur tanpa adanya pelaku yaitu sosok Habib Munzir. Tidak mungkin struktur di MR itu ada tanpa keputusan yang dibuat olehnya. Sang Habib sebagai pelaku sekaligus segala hal yang diucapkannya menjadi sebuah struktur yang suatu saat bisa berubah sesuai keinginannya. Hal tersebut dikarenakan signifikasinya sebagai seorang pendiri, pemimpin sekaligus pengajar di MR membuat sosoknya dominan. Maka, sistem yang digunakan MR pada periode Habib Munzir masih mengadopsi sistem otoritarianisme atau kediktatoran.

Pada periode sekarang yaitu periode Dewan Syuro, relasi antara pelaku dan struktur sudah bersifat dualitas. Dewan Syuro terbentuk dikarenakan struktur kepemimpinan memerlukan pelaku sebab wafatnya

Habib Munzir. Begitu pula sebaliknya, para pelaku yang berada dalam dewan tersebut tak mungkin bergerak pada posisinya sebagai pemimpin melainkan sudah adanya skema atau struktur kepemimpinan yang terbentuk pada periode Habib Munzir. Secara fungsional, semua aktifitas yang dilakukan Dewan Syuro dalam sistem MR hanya mengikuti skema yang sudah dibangun oleh Habib Munzir. Sama halnya dengan terbentuknya Dewan Guru pada periode sekarang. Skema pengajaran yang terbentuk pada periode Habib Munzir memampukan terbentuknya Dewan Guru dan begitu pula relasi sebaliknya. Maka dari relasi dualitas tersebut, pada periode Dewan Syuro, MR mulai mengadopsi sistem struktural.

b. Transformasi dalam Bidang Dakwah

Seperti majelis taklim lain pada umumnya, fokus awal Majelis Rasulullah SAW ialah pada pengajian atau majelis. Pengajian menjadi wadah utama dalam mengawali pergerakan dakwahnya. Dilihat dari awal proses terbentuknya MR pada tahun 2000. Habib Munzir sebagai seorang Da‟i mendapat amanat dari gurunya untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya serta mengabdi pada masyarakat melalui berdakwah. Hal tersebut sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 104:

                 

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [2]: 104)

Karakter dakwah yang dilakukan oleh MR melalui pengajian, tercermin dalam sosok Habib Munzir. Sang Habib dalam dakwahnya yang identik dengan kelemah lembutan, kasih sayang terhadap sesama, dan tidak pernah mencampuri dakwahnya dengan urusan politik. Sang Habib terus menanamkan hakikat tujuan utama manusia diciptakan yakni untuk ibadah kepada Allah SWT. Bukan berarti beribadah dengan duduk berzikir sepanjang hari tanpa bekerja atau melakukan urusan yang bersifat dunia lainnya, tetapi mewarnai setiap hari-hari dengan kehidupan yang islami dalam tuntunan Nabi Muhammad SAW. Kalau seorang itu adalah mahasiswa, dia harus menjadi mahasiswa yang islami yang dalam belajarnya diliputi sunah-sunah yang diajarkan Rasul. Jika seorang itu adalah pengusaha, dia harus menjadi pedagang yang islami dengan meneladani cara Rasul dalam berdagang. Begitu pula seterusnya jika seorang itu pengusaha, petani, pegawai dan lain sebagainya.

Pada masa kepemimpinannya, Habib Munzir memiliki otoritas penuh terhadap proses pengajaran yang ada di MR. Sang Habib sebagai pimpinan berposisi sebagai pengajar tunggal. Meskipun demikian, otoritas Habib Munzir dalam konteks tertentu juga harus merujuk kepada otoritas Habib Umar bin Hafidh sebagai gurunya dalam ilmu agama. Konteks tersebut salah satunya berkenaan dengan kajian dan kitab bahasan yang akan dibahas setiap pengajiannya. Kitab-kitab yang dipilih oleh Habib Umar bin Hafidh, itulah yang digunakan oleh Habib Munzir. Adapun beberapa bidang ilmu yang diajarkan setiap pertemuan, dilakukan secara sistematis dengan menuntaskan atau mengkhatamkan satu kitab. Kitab yang

diajarkan di antaranya, Kitab Hadits Bukhori Muslim (hadits), As Syifa (Akidah akhlak), Kitab Ar Risalah Al Jamiah (fiqih), dan disiplin ilmu agama lain.

Sebagai seorang pengajar yang memiliki otoritas penuh dan pengaruh yang kuat dalam pengajiannya, Habib Munzir tidak pernah memanfaatkan posisinya itu untuk urusan yang sifatnya pribadi atau untuk urusan yang keluar dari ajaran Rasul di dalam pengajiannya. Sang Habib tidak pernah mengajari jamaahnya untuk memberontak kepada negara, menyakiti sesama muslim dan memerangi orang-orang yang berseberangan dalam memahami ajaran Islam. Dakwah dengan lemah lembut dan kasih sayang menjadi pakaian dakwahnya.

Pada periode Habib Munzir terdapat banyak perkembangan terutama bertambahnya jamaah yang hadir setiap minggunya. Dalam menjaga komitmen jamaahnya, Sang Habib menginsiasi untuk mendistribusikan kepada para jamaah berupa pembahasan hadits yang di fotokopi dan dibagikan di pintu masuk sebelum pengajian dimulai. Praktek pendistribusian tersebut hanya dilakukan pada pengajian rutin malam selasa. Hal yang demikian sebagai upaya menarik jamaah untuk tetap hadir pada pengajian selain malam selasa sebab di malam-malam lain hanya memperluas pembahasan dari hadits yang dibagikan pada pengajian malam selasa.

Seiring dengan kemajuan teknologi yang terus berkembang, pada tahun 2004 MR membuat website resmi yakni www.majelisrasulullah.org. Hal tersebut sebagai upaya dari sistem MR dalam beradaptasi dengan

perubahan zaman yang dinamis. Hadirnya website tersebut melihat pada pentingnya media komunikasi dan publikasi antara MR dengan jamaahnya yang sudah semakin luas cakupannya. Pemanfaatan website tidak hanya diperuntuhkan untuk jamaah MR saja, melainkan untuk semua orang yang ingin mengetahui informasi terkait MR lebih jauh. Dengan demikian, upaya tersebut juga sebagai bagian dari cara MR menjaga komitmen jamaahnya dan meraih jamaah lebih banyak.

Mengingat bertambahnya jumlah jamaah hingga merambah Jabodetabek, Habib Munzir dibantu pengurus MR berinisiatif mencetuskan radio dan video live streaming yang bisa diakses melalui website resmi MR yaitu www.majelisrasulullah.org. Selain itu juga, hal tersebut guna menjawab keresahan jamaah yang berhalangan hadir mengikuti pengajian yang setiap minggunya dilakukan di Masjid Al Munawar, Pancoran, Jakarta Selatan atau pengajian di malam-malam lain yang berlokasi berpindah-pindah sesuai undangan.

Fungsi website MR bisa dikatakan sangat kompleks dalam menunjang dakwah Sang Habib. Pada setiap pengajiannya Habib Munzir selalu menulis resensi terkait apa saja yang disampaikannya kemudian diposting pada website MR tesebut. Hal demikian dilakukan untuk menjaga keharmonisan antara Habib dengan para jamaah yang berhalangan hadir maupun yang kurang memahami apa yang disampaikan pada saat pengajian.

Transformasi dalam bidang dakwah pada periode Habib Munzir yang tak kalah penting ialah dibentuknya forum tanya jawab. Forum tanya

jawab dilakukan di website MR dan cukup mendapat antusias dan respon yang baik. Baik dari jamaah khususnya dan umumnya kepada publik. Pada forum ini berisi pertanyaan seputar akidah, akhlak, hadits, fiqih, dan masalah lain yang berkaitan dengan agama. Forum ini dikelola langsung oleh Habib Munzir dalam menjawab pertanyaan yang ada di dalamnya. Forum ini dibuat untuk menjaga keharmonisasian MR dengan para jamaahnya guna mempermudah jamaah untuk bertanya kepada Habib Munzir.

Untuk pembahasan lebih jauh seputar agama, Habib Munzir turut serta menyumbangkan karyanya untuk ilmu pengetahuan agama dengan menulis beberapa buku di antaranya, Kenalilah Akidahmu jilid 1, Kenalilah Akidahmu jilid 2, Meniti Kesempurnaan Iman, 70 Ceramah Habib Munzir Almusawa, dan 77 Ceramah Habib Munzir Almusawa. Tidak hanya berupa buku, beberapa karya Sang Habib berupa ceramah agama juga dituangkan dalam bentuk audio-visual misalnya, kaset tape recorder, DVD, maupun rekaman ceramah yang diunggah ke Youtube.

Pemanfaatan media sosial (medsos) sebagai sarana dakwah juga tak luput dari pandangan Habib Munzir. Beliau memanfaatkan facebook dan

Dokumen terkait