• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : Pada bab keempat ini membahas tentang hasil dan analisis data yang berisi gambaran umum Majelis Rasulullah SAW yang terdiri dari profil

D. Unsur-unsur Majelis Taklim

4. Teori Strukturasi

a. Dasar Pemikiran Teori Strukturasi Anthony Giddens

Sebelum melihat lebih dalam tentang teori strukturasi yang digunakan dalam penelitian ini, penulis memaparkan terlebih dahulu hal-hal yang menjadi landasan pemikiran Anthony Giddens dalam teorinya. Sejarah

pemikiran ilmu sosial terbentuk oleh perdebatan dua kubu mazhab teoritis besar. Pada kubu pertama memprioritaskan pemikiran bahwa gejala keseluruhan di atas pengalaman pelaku perorangan seperti fungsionalisme, strukturalisme dan post-strukturalisme. Pemikir kubu pertama di antaranya Karl Marx, Emile Durkheim, Talcott Parsons dan Louis Althusser. Kubu kedua memprioritaskan tindakan pelaku perorangan di atas gejala keseluruhan, diantaranya fenomenologi, etnometodologi dan psikoanalisis. Mereka antara lain Erving Goffman, Alfred Schuts, Harold Garfinkel dan dalam hal tertentu juga termasuk Max Weber.25

Anthony Giddens memulai pemikiran teorinya dari dua kubu mazhab besar ilmu sosial tersebut. Giddens secara khusus memfokuskan perhatian pada masalah dualisme yang menjadi gejala dalam teori ilmu-ilmu sosial. Dualisme itu berupa tegangan antara subjektivisme dan objektivisme, voluntarisme dan determinisme. Subjektivisme dan voluntarisme merupakan kecenderungan cara pandang yang memprioritaskan tindakan atau pengalaman individu di atas gejala keseluruhan. Sedangkan objektivisme dan determinisme merupakan kecenderungan cara pandang yang memprioritaskan gejala keseluruhan di atas tindakan atau pengalaman individu.26

Menurut Giddens, akar dualisme terletak pada kerancuan melihat

objek kajian ilmu sosial. Objek utama ilmu sosial bukan “peran sosial” seperti dalam fungsionalisme Parson, bukan pula “kode tersembunyi”

seperti dalam strkturalisme Levi-Strauss, bukan. Bukan keseluruhan,

25

Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, ( Jakarta: Kencana, 2013), h. 291.

26

bukan bagian struktur dan bukan bagian pelaku perorangan, melainkan titik temu antara struktur dan pelaku. Itulah praktek sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu.27 Praktek sosial itu bisa berupa korupsi, praktek lalu lintas di jalan atau kebiasaan sekolah mengadakan ujian nasional.

Gagasan tersebut perlu dipahami lebih dalam ketika Giddens mulai membangun teorinya, yaitu ketika ilmu-ilmu sosial dikuasai oleh mazhab pemikiran fungsionalisme dan strukturalisme. Dalam refleksi Giddens, mahzab tersebut hanya memprioritaskan pada struktur dengan menisbikan pelaku. Ia melihat bahwa kaitan yang memadai antara keseluruhan dan bagian hanya bisa dimulai dari kekurangan yang ada yakni kurangnya teori tindakan. Untuk memahami refleksi kritis itu, baiknya bisa melihat dua contoh kritik Giddens terhadap fungisonalisme dan strukturalisme.

Pertama, kritik terhadap fungsionalisme Talcott Parsons yang merupakan mazhab pemikiran yang cukup laris di Indonesia. Dalam tindakan apapun, kita sebagai anggota masyarakat merupakan pelaksana peran-peran sosial tertentu. Peran sosial inilah yang menjadi fokus utama kajian ilmu sosial dalam mahzab ini, entah peran itu disebut buruh, manajer, guru ataupun murid. Peran tidak diciptakan oleh individu, karena apa yang menjadi isi peran sosial adalah apa yang dituntut atau diharapkan oleh peran tersebut.

Ada tiga hal yang membuat Giddens keberatan dengan pemikiran ini. Pertama, fungsionalisme meniadakan fakta bahwa kita sebagai anggota

27

Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), h. 3.

masyarakat bukan orang-orang dungu. Kita mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita dan buka pula robot yang bertindak berdasarkan naskah peran yang sudah ditentukan. Kedua, yang juga merupakan kunci dari kritik ini bahwa fungsionalisme merupakan cara berfikir yang mengklaim sistem sosial punya kebutuhan yang harus dipenuhi. Tetapi menurut Giddens, sistem sosial tidak punya kebutuhan apapun melainkan kita sebagai pelaku yang punya kebutuhan. Sebagai contoh bahwa tidak mungkin ada kediktatoran tanpa ada tindakan otoriter dari seseorang. Ketiga, fungsionalisme membuang dimensi ruang dan waktu dalam menjelaskan gejala sosial.

Kedua, kritik terhadap strukturalisme yang merupakan gagasan dalam filsafat bahasa Ferdianand de Saussure.28 Dalam ilmu-ilmu sosial, strukturalisme merupakan penerapan analisis bahasa ke dalam gejala sosial. Pokok strukturalisme yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial adalah perbedaaan antara bahasa (lengue) dan ujaran/percakapan (parole). Sebagai contoh kata „presiden‟ merupakan kata umum dalam tataran

lengue. Pada tataran itu kata tersebut bisa merujuk pada Barack Obama di

Amerika ataupun Joko Widodo di Indonesia. Adapun „presiden yang memerintah Indonesia selama 32 tahun‟ merupakan ujaran spesifik pada taraf parole. Yang tidak mungkin menunjuk selain kepada Soeharto dari tahun 1966 sampai 1998.

Ketika diterapkan dalam ilmu sosial seperti yang dilakukan oleh Claude Levi-Strauss, hanya menjelaskan secara analogis. Analisis sosial

28

yang menjadi pokok utamanya adalah menemukan „kode tersembunyi‟

yang ada di balik gejala kasat mata, sebagaimana langue menjadi kunci otonom untuk memahami arti parole. Kode tersembunyi itulah yang

disebut struktur. Dari contoh di atas, istilah „presiden‟ dipakai bukan

karena orang yang menjadi kepala negara dalam pemerintahan presidensial, melainkan karena kaitan dan perbedaanya dengan kata-kata

„gubernur‟, „camat‟, „raja‟ dan lain sebagainya. Begitu juga halnya dengan kata „kursi‟ yang tidak ada kaitannya dengan benda yang kita duduki. Itu

disebut kursi karena ada hubungannya dengan kata lain seperti „meja‟, „lemari‟, „pintu‟ dan sebagainya. Dengan kata lain, pada tataran logue, semua bisa dipahami secara lepas atau otonom, dan tidak terikat dengan objek yang ditunjuk.

Giddens mengakui bahwa dia mengartikan struktur dalam pengertian yang lebih dekat dengan yang dipakai mazhab strukturalisme ketimbang dengan apa yang dipakai dalam fungsionalisme. Akan tetapi, Giddens tetap tidak menerima bahwa subjek tersingkirkan di dalam strukturalisme tersebut.29

b. Pelaku dan Perilaku Tindakan (agen dan agency)

Dalam teori strukturasi, yang dimaksud pelaku atau agen adalah orang-orang yang secara konkret dalam arus kontinu tindakan dan peristiwa.30 Orang-orang yang melakukan tindakan dengan terus menerus dan terpola melintasi ruang dan waktu. Setiap individu dalam pengalaman kesehariannya bertindak dengan rangkaian hasil dari apa yang dilihatnya.

29

B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 17. 30

Mereka melihat kondisi-kondisi di mana dan kapan tindakan itu dilakukan. Maka tidak mungkin ada suatu tindakan tanpa adanya pelaku.

Giddens membedakan tiga dimensi internal pelaku yang didasari dari gagasan Freud, yaitu motivasi tak sadar, kesadaran diskursif dan kesadaran praktis.31 Motivasi tidak sadar menunjuk pada keinginan pelaku yang berpotensi mengarahkan tindakan, tetapi bukanlah tindakan itu sendiri. Berbeda dengan motivasi tak sadar, kesadaran diskursif mengacu pada kapasitas pelaku merefleksikan dan memberikan penjelasan secara rinci atas tindakan yang dilakukan. Sedangkan kesadaran praktis adalah kawasan diri pelaku yang berisi pengetahuan praktis yang tidak bisa selalu diuraikan secara eksplisit.

Kesadaran praktis merupakan kunci memahami proses bagaimana berbagai tindakan dan praktik sosial yang dilakukan para pelaku yang lambat laun akan menjadi struktur dan bagaimana struktur tersebut mengekang serta memampukan tindakan atau praktek sosial. Reproduksi sosial berlangsung lewat keterulangan praktek sosial yang jarang dipertanyakan kembali. Namun tidak berarti bahwa yang terjadi hanyalah reproduksi tanpa adanya perubahan. Dalam refeksi Giddens, perubahan selalu terlibat dalam proses strukturasi, betapapun kecilnya perubahan itu.32

Batas antara kesadaran praktis dan kesadaran diskursif sangat cair dan fleksibel serta tidak ada dinding pemisah, tidak seperti kesadaran diskursif dengan motivasi tak sadar. Dengan mengadopsi gagasan Ervin Goffman,

31

Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 10-12.

32

Giddens mengajukan argumen bahwa setiap pelaku mempunyai kemampuan untuk introspeksi atau mawas diri.33 Gagasan tersebut terlihat sebagaimana gambar berikut:

(Gambar 2.1)

Kemampuan Introspeksi Pelaku

Pada level monitoring tindakan reflektif, aktifitas merupakan ciri dari terus menerusnya tindakan sehari-hari dan melibatkan perilaku yang tidak hanya individu namun juga perilaku orang-orang lain. Pada intinya, para pelaku tidak hanya senantiasa memonitoring arus aktivitasnya sendiri, tetapi mengharapkan orang lain melakukan seperti yang dilakukan.

Pada level rasionalitas tindakan, monitoring tindakan reflektif dihadapkan kepada latar belakang rasionalitas tindakan, yakni kemampuan pelaku menjelaskan mengapa mereka bertindak berdasarkan alasan yang mereka lakukan. Pada level inilah tindakan dapat ditemukan motif dan alasan tindakan aktor.

Sementara itu, pada level atau komponen motivasi tindakan yakni bagian atau aspek kesadaran dan ketidaksadaran pengetahuan serta emosi

33

Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 6-7.

aktor. Giddens mengatakan bahwa konsepsi ketidak sadaran adalah sesuatu yang sangat penting dalam teori sosial.34

c. Struktur (structure)

Teori strukturasi memang berpijak pada pandangan tentang struktur. Namun konsep tentang struktur Giddens berbeda dengan pandangan strukturalisme ataupun post-strukturalisme, meskipun hingga pada batas tertentu konsep Giddens mengenai struktur tidak mudah dipahami dan mengundang kritik.35 Dalam teori ini struktur dapat diartikan sebagai sebuah aturan (rules) dan sumber daya (resourse) yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktek sosial. Aturan yang dimaksud bisa bersifat konstitutif dan regulatif, guna memberikan kerangka pemaknaan dan norma. Adapun sember daya menunjuk pada sumber alokatif (ekonomi) dan sumber otoritatif (politik).

Berbeda dengan pandangan strukturalisme yang memandang struktur berada di luar (eksternal) yang menentang dan mengekang pelaku, teori strukturasi Giddens memandang struktur tidak bersifat eksternal melainkan melekat pada tindakan dan praktek sosial yang kita lakukan. Struktur bukanlah benda melainkan skema yang hanya dapat terlihat dalam pengorganisasian berbagai praktek-praktek sosial.36

Dari berbagai prinsip struktural, Giddens melihat ada tiga gugus besar dalam struktur. Pertama, struktur penanda atua signifikasi (signification) yang menyangkut skema simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana.

34

Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), h. 305-308.

35

Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, h. 316.

36

Kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination) yang mencakup skema penguasaan atas orang (politik) dan barang/hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation) yang menyangkut skema peraturan normative, yang terungkap dalam tata hukum.37

Dari ketiga gugus tersebut, Giddens memberikan analisisnya terkait dengan kekuasaan. Dualitas struktur yang terbingkai dalam gugus di atas dapat berfungsi sebagai alat analisis kehidupan sosial yang penting terutama mengenai hubungan antara tindakan manusia dengan struktur. Ketiga gugus tersebut dalam prosesnya saling berkaitan satu dengan lainnya. Struktur signifikasi pada gilirannya mencakup struktur dominasi dan legitimasi. Begitu pula dengan struktur dominasi, dengan adanya struktur signifikasi memiliki kekuasaan dengan membuat struktur legitimasi.

d. Dualitas Struktur

Hubungan pelaku dan struktur merupakan poros dari pemikiran Giddens dalam teori strukturasi. Mengatakan bahwa pelaku berbeda dengan struktur sama dengan mengatakan sesuatu yang sudah jelas. Begitu pula jika mengatakan bahwa struktur terkait dengan pelaku dan sebaliknya. Masalah yang mendasar ialah perbedaan antara pelaku dan struktur berupa dualisme (pertentangan) ataukah dualitas (timbal balik)? Disini Giddens melihat bahwa ilmu-ilmu sosial dijajah oleh gagasan dualisme pelaku vesus struktur. Ia memproklamirkan hubungan keduanya

37

dengan relasi dualitas, yakni tindakan dan struktur saling mengandaikan seperti dua mata koin.

Dualitas struktur dan pelaku terletak dalam proses dimana struktur sosial merupakan sarana (medium) dan sekaligus hasil (outcome) dari praktek sosial.38 Terdapat proses dinamis yang terjadi secara berkelanjutan dan terpola dari dan dalam suatu struktur. Reproduksi hubungan dan praktek sosial juga sekaligus suatu proses produksi, sebab tidak dilakukan oleh subjek yang pasif. Oleh karena itu, suatu struktur sosial dapat dipandang sebagai sistem aturan dan sumber daya yang diperoleh dari tindakan manusia, dimana proses dan hasil produksi tersebut hanya mungkin terjadi bila ada struktur yang menjadi saranannya.

Bagi Giddens struktur merujuk pada aturan-aturan dan sarana-sarana atau sumber daya yang memiliki perlengkapan-perlengkapan struktural yang memungkinkan pengikatan ruang dan waktu yang mereproduksi praktik-praktik sosial dalam sistem-sistem sosial kehidupan masyarakat. Giddens memformulasikan konsep struktur, sistem, dan strukturasi sebagai berikut:39

Strktur Sistem Strukturasi

Aturan dan sumber daya, atau seperangkat relasi transformasi terorganisasi sebagai kelengkapan-kelengkapan dari Relasi-relasi yang direproduksi di antara para aktor atau

kolektivitas, terorganisasi sebagai praktek-praktek sosial regular. Kondisi-kondisi yang mengatur keterulangan atau transformasi struktur-struktur, dan karenanya reproduksi sistem-sistem sosial 38

Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, h. 300. 39

Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 40.

sistem-sistem sosial. itu sendiri.

(Tabel 2.2)

Konsep Struktur, Sistem dan Strukturasi

Dalam hal ini, struktur, sistem dan strukturasi dapat dikatakan memiliki wujudnya masing-masing. Struktur digambarkan sebagai sebuah aturan dan sumber daya atau rangkaian jaringan perubahan dalam bentuk properti praktek sosial. Struktur mengikat ruang dan waktu, dan ditandai dengan tanpa kehadiran subjek. Sementara sistem sosial memuat tentang situasi aktivitas manusia sebagai pelaku melakukan proses produksi dan reproduksi sepanjang ruang dan waktu. Sedangkan strukturasi merupakan mode dimana sistem sosial didasarkan pada aktivitas aktor yang diketahui yang juga menggambarkan aturan dan sumber daya dalam berbagai konteks tindakan.40

e. Ruang dan Waktu

Berkaitan dengan ruang dan waktu, dalam teori strukturasi Giddens memberikan kritiknya terhadap beberapa teori-teori sosial yang cenderung memperlakukan waktu dan ruang sebagai lingkungan (environment) tempat suatu tindakan sosial dilakukan atau sebagai faktor yang tidak tetap. Padahal menurut Giddens, ruang dan waktu turut serta membentuk tindakan atau kegiatan sosial. Tanpa ruang dan waktu tidak akan ada suatu yang dimaknakan sebagai tindakan. Misalnya ketika mahasiswa mendengarkan dosen di kelas (ruang) pada jam 8 sampai jam 10 (waktu), tindakan tersebut dimaknakan sebagai berkuliah.

40

Dalam berbicara tentang ruang, Gidens mengartikan ruang sebagai lokal (locale) daripada tempat. Dalam konteks ini Giddens menawarkan konsep regionalitas (regionalization) dimana konsep tersebut menujuk pada pola lokalisasi atau penzonaan tindakan sosial sehari-hari manusia dalam ruang dan waktu. Saat di kampus misalnya, terdapat ruang kelas, ruang dosen dan kamar mandi. Berbagai ruang tersebut tidaklah sama waktu penggunaan, siapa yang menggunakan, aktivitas apa yang dilakukan, maupun cara menggunakannya. Contoh tersebut sebagai ilustrasi sederhana yang memberikan gambaran adanya regionalisasi atau penzonaan tindakan sosial sehari-hari dalam konteks ruang dan waktu.

Guna mengkaji lebih dalam tentang ruang dan waktu dalam strukturasi, Giddens memberikan konsep perentangan waktu-ruang (time-space distanciation). Yang sebenarnya berisi pencabutan waktu dari ruang. Perentangan waktu-ruang merupakan merentangkan sistem-sistem sosial melintasi ruang-waktu, atas dasar mekanisme sistem sosial dan integrasi sistem. Dalam konteks ini, integrasi sosial adalah timbal balik antara pelaku individual atau kelompok dalam rentang waktu yang lebih luas di luar kehadirannya satu sama lain (co presence).41 Dari konsep ini, Giddens membedakan masyarakat moderen dengan masyarakat tradisional melihat pada bentuk pengkoordinasian ruang dan waktu dalam praktek-praktek sosial yang dilakukan. Pada masyarakat tradisional, koordinasi sosial beserta praktek-prakteknya dilakukan melalui pertemuan atau kehadiran pelaku (co presence). Transaksi jual beli harus dengan

41

Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, h.303.

pertemuan antara pembeli dan penjual. Memakan waktu yang cukup lama jika melihat jarak antara pembeli dan penjual berada di daerah yang berbeda. Sedangkan dalam konteks masyarakat moderen, transaksi tesebut bisa dilakukan dalam sekejap lewat telepon. Pada konteks ini, transaksi jual beli moderen tersebut merupakan tindakan pencabutan (disembedding) waktu dari ruang.

37

Dokumen terkait