• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah dan Hubungan antar Etnis di kabupaten Langkat

Pengaruh isu yang ditawarkan mislanya kesukuan bersifat situasional terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis. Sementara itu dalam menilai seorang kandidat menurut Weber, terdapat dua variabel yang harus dimiliki oleh seorang kandidat, hal ini berkaitan dengan suku dan kebudayaannya. Variabel pertama adalah kualitas instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan direalisasikan oleh kandidat apabila ia kelak menang dalan pemilu. Variabel kedua adalah kualitas simbolis yaitu kualitas keperbadian kandidat yang berkaitan dengan integrasi diri, ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan pada norma dan aturan dan sebagainya.

Artinya untuk memenangkan sebuah pemilihan itu jika membangun integiritas terkait masalah kesukuan dan kebudayaan relatif lebih bisa masuk kedalam masyarakat. Apalagi yang dihadapi hanya mengandalkan uang saja, artinya didalam masyatrakat sendiri dia tidka pernah terlibat kegiatan-kegiatan yang menyangkut kesukuan, kebudayaan dan berkaitan dengan adat istiadat. Mislanya datang di acara perwiritan, datang keacara pernikahan, datang ke acara adat pemakaman dan acara-acara lain yang sifatnya seremonial.

62

Wawancara dengan Ir. Munhasyar. Spd (Melayu) Anggota DPRD dari partai Golkar Kab. Langkat periode 2014-2019 di kantor DPRD Kabupaten Langkat 4 Juli 2015, Pukul 13.23 Wib.

Suku Jawa Deli, atau kadang disebut Jadel, merupakan suatu kelompok masyarakat yang sejak zaman penjajahan telah diangkut dari pulau Jawa sebagai buruh kontrak di perkebunan-perkebunan Sumatra Utara.salah satu tradisi budaya suku Jawa Deli. Pada tahun 1863 Jacobus Nienhuijs seorang pengusaha firma Van De Arend membuka perkebunan Tembakau Deli. Nienhuijs melihat kawasan antara sungai Wampu dan sungai Ular merupakan daerah yang cocok untuk tanaman tembakau. Setelah mendapat konsesi sewa tanah selama 20 tahun dari Sultan Deli, Nienhuijs kemudian membuka perkebunan tembakau.

Diawali dengan pekerja 23 buruh Melayu dan 88 buruh China. Namun, Nienhuijs hanya menghasilkan tembakau kering sebanyak 75 kilogram.Melihat potensi tembakau yang dihasilkannya ternyata sangat baik, maka Nienhuijs berniat meluaskan areal perkebunannya. Akan tetapi, ia mengalami kesulitan mendapatkan tenaga kerja karena penduduk setempat menolak untuk bekerja sebagai buruh pada saat itu. Lalu Nienhuijs mendatangkan tenaga kerja kontrakan dari China dan Malaysia, India serta orang Tamil dari Negeri Penang.63

Beberapa tahun kemudian, pemerintah China dan Inggris membuat peraturan ketat tentang tenaga kerja. Kebijakan ini lagi-lagi membuat Nienhuijs kesulitan mencari tenaga kerja untuk bekerja di perkebunannya. Tak ada pilihan, ia pun mendatangkan suku Jawa ke Sumatra Utara pada 1880 melalui calo dan kepala kebun sebagai buruh kontrak. Maklum, saat itu tenaga kerja dari pulau

63

Zainal Arifin, Langkat Dalam Sejarah Dan Perjuangan Kemerdekaan., Medan : Mitra, 2013, Hal.1-2.

Jawa jauh lebih murah dibandingkan pegawai kontrak dari China. Oleh karena itu muncul beberapa istilah untuk menyebut orang Jawa Deli di Sumatra Utara, seperti Jadel singkatan dari Jawa Deli.64

Suku Jawa merupakan suku dengan jumlah populasi terbanyak di Indonesia berawal layaknya kelompok etnis Indonesia, kebanyakan termasuk masyarakat Sunda yang ada di Jawa Barat. Nenek moyang masyarakat Jawa adalah orang purba yang berasal dari Austronesia, sebuah spesies yang diperkirakan berasal dari sekitaran Taiwan dan bermigrasi melewati Filipina sebelum akhirnya tiba di pulau Jawa pada tahun 1.500 dan 1.000 sebelum masehi. Suku etnis Jawa memiliki banyak sub-etnis seperti misalnya orang Mataram, orang Cirebon, Osing, Tengger, Boya, Samin, Naga, Banyumasan, dan masih banyak lagi. Dewasa ini, mayoritas suku Jawa memproklamirkan diri mereka sebagai orang Muslim dan minoritasnya sebagai Kristen dan Hindu. Terlepas dari agama yang mereka anut, peradaban suku Jawa tidak pernah bisa dilepaskan dari interaksi mereka terhadap animisme asli yang bernama Kejawen yang telah berjalan selama lebih dari satu milenium, dan pengaruh kejawen tersebut juga masih banyak bisa kita temui dalam sejarah Jawa, kultur, tradisi, dan bidang seni lainnya.65

Kemudian Nienhuijs mendatangkan ribuan para pekerja dari pulau Jawa dan mendiami perkebunan- perkebunan tersebut. Pada masa awal sebagai buruh

64

Ibid.,Zainal Arifin.,Hal.10. 65

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi, Dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 2001, Hal.34.

kontrak, mereka masih belum mampu mengembangkan dirinya secara baik. Mengingat masih terikat kontrak dan aturan yang dibuat pemerintah kolonial Belanda. Tapi pada masa pendudukan Jepang, ribuan masyarakat Jawa juga didatangkan dari pulau Jawa secara paksa untuk dijadikan sebagai buruh kerja paksa.

Namun, seiring waktu komunitas Jawa ini pun lama-lama terbiasa dengan lingkungan barunya. Selama lebih dari seratus tahun hingga saat ini komunitas Jawa di tanah Deli ini pun berkembang. Saat ini tidak saja di tanah Deli (sekarang kabupaten Deli Serdang), bahkan penyebaran mereka pun sampai ke tanah Langkat (sekarang kabupaten Langkat). Komunitas Jawa di tanah Deli dan Langkat pun berkembang pesat jumlahnya bahkan mengalahkan penduduk asli seperti suku Melayu dan berbagai etnis Batak lainnya.Sebagian besar masyarakat Jawa Deli ini bekerja di perkebunan-perkebunan yang tersebar di Sumatra Utara.

Dalam masyarakat suku Jawa Deli, beberapa tradisi budaya suku Jawa tetap dipertahankan, hanya saja para generasi mudanya semakin banyak tidak memahami bahasa Jawa seutuhnya seperti di tanah asal mereka di pulau Jawa. Bahasa Jawa yang mereka gunakan sepertinya sudah tercampur dengan bahasa-bahasa setempat, sehingga muncullah istilah-istilah baru dalam perbendaharaan bahasa Jawa Deli.Jadi janganlah heran apabila bertemu dengan seseorang di Sumatra Utara yang mengaku sebagai orang Jawa, tapi bahasa Jawa nya agak berbeda dengan bahasa Jawa aslinya.

Meski begitu, beberapa kesenian tradisional Jawa masih mampu bertahan dan menjadi salah satu bentuk hiburan masyarakat Jawa Deli. Seperti penuturan beberapa masyarakat suku Jawa Deli, “keluarga saya sudah ada campuran Batak, Aceh, Melayu dan China. Jadi, kebudayaannya itu sudah tidak murni lagi, sehingga minat dan kecintaannya sudah jauh berkurang dari sebelumnya”. Saat ini, untuk beberapa daerah komunitas Jawa, misalnya di kabupaten Deli Serdang masih ditemukan kegiatan kesenian tradisional Jawa. Namun, tidak sebanyak dan serutin sebelum-sebelumnya.Masyarakat Jawa Deli sadar kesenian tradisional harus tetap dipertahankan. Salah seorang Tokoh Jawa Deliserdang Rasiman menyatakan, lunturnya kesenian Jawa disebabkan kurangnya minat generasi muda menggeluti kesenian ini. Budaya modern yang ditularkan melalui media televisi telah membuat anak muda tak lagi peduli budayanya“.

Secara Geogrfis, kabupaten Langkat bersebelahan dengan Nangroe Aceh darusalam (NAD) dan dihuni oleh tiga etnis besar seperti Jawa, Aceh dan Batak (Karo). Stidaknya telah memberikan dampak yang besar dalam akulturasi budaya di daerah tersebut. Ambruknya kesultanan melayu di beberapa tempat seperti Simalungun Deli, Asahan dan Serdang menandai berakhirnya feodalitas di Sumatera Timur. Hal yang sama juga terjadi pada komunitas Langkat dimana tujuh kerajaan feodalistis ini menemui ajalnya.

Menurut Anthony Reid Situasi dan kondisi itu sebagai era dimana terjadi pembalikan arah dalam revolusi Modern. Reid (1984) juga mengemukakan bahwa peristiwa itu (revolusi sosial) adalah tampilan perubahan sosial yang paling

sempurna dalam sejah Revolusi di Indonesia dan merupakan titik balik yang paling dramatis di sekitar mana sejarah modern daerah-daerah itu berputar. Pada masa itu kesetian orang melayu kepada rajanya terkenal sepanjang sejarah. Tidak banyak di negeri ini dimana kerajaan begitu diagungkan seperti kesultanan-kesultanan Melayu di Malaysia, sesudah itu dilanda gejolak kekerasan revolusi selama enam bulan yang menyapu bersih raja-raja Melayu dan Aceh, punah untuk selama-lamanya.66

Fenomena mengenai akulturasi dan sejarah etnisitas di Kabupaten Langkat tidak hanya terjadi di perhiasan. Tetapi, di beberapa desa tetangga terutama di sekitaran Kecamatan Selesai juga terdapat dua atau perpaduan telah bebas dilakukan. Walaupun kawasan ini pada awalnya adalah teritorial Melayu tetapi

Membaurnya warga melayu dan warga beretnis jawa dalam melakukan aktivitas di daerah ini menjadi bukti nyata akulturasi budaya dua etnis berbeda yakni Jawa dan Melayu. Bisa jadi, kondisi itu membuat kawasan perhiasan sulit untuk menampilkan nuansa Jawa secara dominan, begitu pula nuansa Melayu secara dominan. Sebab. Budaya dari etnis seakan menjadi satu dan membentuk nuansa yang berbeda. Meski demikian akultursi tersebut melahirkan budaya baru. Dalam kata lain, meskipun kedua budaya itu berbaur dengan mantap tapi tidak ditemukan klam bahwa budaya tersebut adalah budaya Jawa atau Melayu, Namun cenderung diakui sebagai budaya umum lokal yang berlaku sama.

66

Harun Nur Rasyid, Mengenal Melayu Pesisir Sumatera, Jakarta : Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata, 2004, Hal.17.

bukan berarti alasan bagi etnik lain untuk tidak masuk. Justru selain semakin banyak kelompok etnik yang melakukan hal sama juga semakin banyak membina kehidupan bersama.

Memang adanya akulturasi budaya yang terjadi disuatu daerah, disatu sisi akan memperkaya khazanah budaya masing-masing. Karena dari akulturasi itu tidak jarang akan menimbulkan perkembangan budaya baru. Tentu saja, hal ini memiliki nilai Positif dan sepatutnya di pertahankan.Secara umum perkembangan etnisitas di kabupaten langkat telah menunjukan perkembangan yang cukup berarti. Rumah dengan semi permanen hampir menyeluruh di berbagai pelosok dapat ditemukan, jalan-jalan menghubungkan antar desa, kecamatan dan Provinsi sudah terlihat baik. Dibeberapa kawasan tertentu dengan melihat bentuk rumah yang ditampilkan maka secara spontan dapat kita kemukakan bahwa rumah tersebut adalah milik komunitas tertentu. Seperi melayu dengan panggungnya atau Joglo yakni model Jawa.67

67

Luckman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang,Hal.6-8.

BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang dominan antara kesukuan dengan kemenangan caleg di kabupaten Langkat di Pemilu 2014.

Untuk memberikan penjelasan atas penarikan kesimpulan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipaparkan sebagai hasil analisis tentanghubunganantara kesukuan dengan kemenangan caleg di kabupaten Langkat di Pemilu 2014 yang berkaitan dengan sudut pandang kesukuan lebih ditentukan seberapa besar intensitas kebersamaan di antara mereka atau dikaitkan dengan jarak yang lebih dekat antara calon dan pemilih pada saat pemilihan umum.

Indonesia merupakan negara yang multikultural yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras. Kehidupan masyarakat Indonesia dengan demikian selalu melibatkan perujukan pada pluralitas budaya suku serta fenomena bagaimana pluralitas budaya ini jalankan. Kesukuan secara otomatis kemudian menjadi cara pandang kehidupan manusia diterapkan dimanapun tempat dan kehidupannya dalam menjalankan akitifitasnya. Setiap masyarakat di Indonesia memiliki corak budaya dan suku yang berbeda-beda dan memiliki identitas dalam

menjalankan budayanya. Budaya ini juga tidak lepas dari bagaimana sistem politik yang tumbuh bersama suku yang mendiaminya.

Budaya politik masyarakat sebuah wilayah di Indonesia tidak lepas dari ketergantungan pilihan politik pemimpinnya, baik pemimpin adat, suku, maupun agama akan menggambarkan budaya politik macam apa yang berkembang di dalam masyarakat tersebut. Hal ini berkaitan dengan budaya patronase yang masih melekat dalam politik Indonesia.

Faktor kesukuan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, walaupun sementara pihak seringkali memandang kesukuan dalam politik tidak lebih hanya sebagai kondisi-kondisi yang mewarnai corak kehidupan politik dalam suatu wilayah, tanpa memiliki hubungan baik dengan sistem politik maupun struktur politik. Untuk itu, Kesukuan politik sangat diperhitungkan sama sekali dalam proses-proses politik. Asumsi itu banyak digunakan sebagai pendekatan seorang calon menjelang pemilihan umum. Kesukuan saat ini menjadi subjek yang sangat penting sebagai salah satu variabel penting dalam sistem politik, karena variabel ini mencerminkan faktor-faktor subjektif yang sangat menguntungkan.

Dewasa ini, Dalam setiap perhelatan pemilihan umum. Di banyak wilayah di Indonesia termasuk kabupaten Langkat. kelompok kesukuan seringkali menjadi target kepentingan partai politik, Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati massa dan mendulang kemenangan. Upaya mempolitisasi dengan maksud

menyamakan persepsi anggota dalalm kesukuan tertentu yang seragam untuk diarahkan dalam frame politik dengan memakai baju kesukuan dan adat istiadat.

Kesukuan salah satu aspek yang sangat penting dalam hubungan politik. Hal ini disebabkan munculnya kesukuan menyangkut gagasan tentang perbedaan, dikotomi didalam masyarakat juga sebagai sebuah pembedaan terhadap dasar asal usul, dan karakteristik budaya. Dari perspektif politik, kesukuan berkaitan dengan nasionalisme. Kehidupan politik suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh kesukuan.

Demikian pula sebaliknya kesukuan mempengaruhi kehidupan politik. Kemunculan kesukuan telah menjalin hubungan dengan politik. Kontak dengan kelompok suku yang lain dan masing masing menerima gagasan dan ide ide perbedaan di antara mereka, baik secara kultural maupun politik. Dengan kata lain, Kesukuan muncul dalam kerangka hubungan relasional, dalam interaksinya dengan dunia luar dan komunitas kelompoknya. Kesukuan merupakan satu hal yang berpengaruh terhadap kandidat dalam menjaring masa untuk memperoleh kekuatan politik guna memperoleh dukungan dari masyarakat. Karena dalam konteks politik kesukuan, suku merupakan satu kekuatan yang penting untuk meraih kekuasaan.

Kabupaten Langkatmerupakan sebuah wilayah yang multi budaya, multi etnis, agama, ras, dan multi golongan. Namun, ketika terjadi pemilihan umum terdapat kesetiaan etnis yang relatif tinggi. Mengabaikan faktor suku dapat

menimbulkan kesalahpahaman mengenai politik di Kabupaten Langkat. Maka dapat dikatakan saya simpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat terhadap perilaku politik seseorang. Gambaran mengenai isu kesukuan memang melekat pada beberapa Caleg yang bertarung dalam Pemilihan umum di kabupaten langkat pada tahun 2014 yang lalu. Mayoritas calon melihat peluang berdasarkan kesukuan, agama, dan kapabilitasnya. Secara substansi isu kesukuan seolah menjadi komoditas politik dan dipakai saat memilih para calon menjelang pemiliu saja. Isu kesukuan sangat sering digunakan untuk mendulang suara.

Sebagai sebuah penguatan argumen dalam hubungan kesukuan dan kemenangan calon legislatif di kabupaten Langkat. Melihat fenomena yang terjadi di kabupaten Langkat pada Pemilihan Legislatif 2014 yang lalu. Kesukuan menjadi sebuah identitas politik kesukuan di kabupaten Langkat. Identitas tersebut dapat diketahui dengan cara interaksi antara calon dan masyrakat yang meliliki suku yang sama. Interaksi ini dimanfaatkan sebagai sebuah Identiats seseorang untuk mendapat pengakuan atas kesukuannya dan penentu diterima atau tidaknya seseorang tersebut dalam suatu golonganIdentitas Kesukuanyang ada dalam suatu interaksi yang dilakukan oleh sesama individu, sesama kelompok dan lain sebagainya dalam sebuah wadah masyarakat.

Dalam sebuah diskursus dan studi ilmiah, pola pendekatan untuk memahami politik dalam konteks Pemilihan umum di Kabupaten Langkat.Kesukuan membangkitkan proses pergulatan antar kelompok suku. Pergulatan kelompok suku dengan elit partai politik, dan kesenjangan antara

kelompok suku dengan pemerintahan Kabupaten Langkat. Kebangkitan politik kesukuan terjadi karena perasaan identitas, harkat dan martabat sebuah suku terancam. Oleh karena harkat dan martabat mereka terancam, mereka berkompetisi merebut jabatan strategis untuk memerintah. Dalam rangka mewujudkan harkat dan martabat tersebut mereka mempergunakan simbol-simbol budaya, norma-norma dan hukum adat untuk mengahadang intervensi kelompok suku yang lain.

Disisi yang lain perjuangan mereka mempergunakan simbol kelompok kesukuan hanya sebagai instrumen untukmengembalikan identitas, harkat dan martabat serta berkuasa atas etnis lain yang dianggap mengganggu eksistensi sebuah suku dan mengakomodasi modernisasi dalam kesukuan di Kabupaten Langkat.

Kemudian, hubungan kesukuan dan politik tidak lepas dari masuknya tokoh masyarakat sebuah suku menjadi pemimpin partai politik tertentu.Tokoh-tokoh ini kemudianmemiliki peran aktif menempatkan orang yang sesuku dengannya pada tataran legislatif dan ekskutif. Sebab, para calon legislatif menyadari Partai politik merupakan suatu sarana untuk setiap orang dapat terlibat aktif dalamengambilan kebijakan publik. Partai politik dibentuk oleh masyarakat untuk merespon terhadap pentingnya representasi ditingkat parlemen dan menempatkan wakilnya pada jabatan strategis di kabupaten Langkat.

Keberadaan akan identitas seseorang akan diakui ketika seseorang melakukan interaksi dengan sesamanya. Seseorang calon yang bertarung di Kabupaten Langkat memerlukan identitas sebagai pengakuan jatidiri atas dirinya. Identitas tersebut memungkinkan berjalan peranannya dalam masyarakat. Dalam menyandang identitas dalam kesukuan, seseorang butuh atribut identitas dalam konstetasi politik seperti pemilu. Atribut ini yang memberikan corak dan nantinya akan menjadikan seseorang mampu hidup dan berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan peranannya.

Saya menyimpulkan hubungan antara kesukuan dengan kemenangan caleg di Kabupaten Langkat pada pemilu 2014 lalu tidak dapat dipungkiri memperhatikan aspek-aspek yang cenderung lebih tertutup dalam hal menentukan pilihan dibandingkan dengan masyarakat yang hidup didaerah perkotaan pada umumnya. Sebab para pemilih di kabupaten langkat dalam menentukan pilihannya menjadikan isu kesukuan sebagai pilihan pertama yang dianggap mereka paling rasional.

Meskipun politik bagi kebanyakan orang di kabupaten Langkat dianggap sebagai hal yang tidak penting karena persepsi awal bahwa pemilihan umum tidak akan merubah nasib mereka. Namun, Persuasi politik secara luas bisa diasumsikan sebagai cara pandang yang kuat dan isu kesukuan telah berhasil merubah cara pandang masyarakat di Kabupaten Langkat mengenai pemilihan umum. Jika mereka berhasil memimpin Langkat maka kedepannya kehidupan masyarakat Langkat akan semakin baik pula. Secara substansi isu kesukuan telah berhasil

mempengaruhi para pemilih di kabupaten langkat. Hal ini terbukti sangat maksimal mempengaruhi segmentasi pemilih di kabupaten Langkat.

Para pemilih yang akhirnya terbagi dalam kelompok kesukuan yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, terutama dalam cara memandang masalah dan isu-isu menjelang pemilihan umum berlangsung menjelang pemilu berlangsung. Oleh karena itu, timbulnya perbedaan persepsi ini akan muncul adanya win-win solution yang ditawarkan diantara beberapa kelompok tersebut berkaitan dengan isu kesukuan.

Kemudian dalam menentukan segmentasi sasaran pemilih dalam kampanye, para calon legislatif di Kabupaten Langkat tetap menentukan kesukuan sebagai kunci dalam pemenangan kampanye. Meskipun dalam pelaksanannya para Calon Legislatif dikabupaten Langkat tidak sepenuhnyamemaparkan visi misi atau program kampanye mereka secara maksimal. Namun, para calon legislatif yang sukses di kabupaten Langkat tersebut mengikuti kegiatan-kegiatan yang sifatnya pribadi seperti menghadiri undangan pernikahan, mengikuti arisan kesukuan serta melaksanakan kegiatan yang sifatnya organisasi.

Sosialisasi partai politik beserta calon legislatif yang dilaksanakan kabupaten Langkat secara umum memainkan peranan strategis kesukuan dalam mempengaruhi pilihan massa. Isu Kesukuan dalam hal ini diartikan secara luas, yaitu segala sarana yang terkait dengan penyampaian pesan secara simbolik yang berkaitan dengan identitas, baik yang bersifat riil maupun simbolik dari institusi

politik kepada masyarakat yang lebih luas. Ikatan emosional antara calon legislatif dan pemilih sangat kuat. Dimana pemilih dalam menentukan pilihannya tidak mudah dipengaruhi dan diubah meskipun ada program-program kampanye pemilu yang paling bagus pun sulit sekali menarik perhatian pendukung calon legislatif yang memiliki ikatan emosional kuat. Ikatan emosional ini dapat timbul karena adanya hubungan kedekatan dengan pemilih. Misalnya, calon legislatif pilihannya adalah luarganya sendiri atau memiliki suku yang sama dengannya.

Pola interaksi sosial yang berkaitan dengan kesukuan dan pemenangan calon legislatif di Kabupaten Langkat terkait kesukuan mampu menunjuk pada penyesuaian politik di Kabupaten Langkat. Isu tersebut menjadi sebuah keseimbangan dalam pengikat persaudaraan orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan masa depan politik Kabupaten Langkat.

Dalam akhir penutup ini penulis menjelaskan keberadaan politiketnisitas dan politik identitas masih dipandang penting sebagai salah satu media dalam membangun jaringan politik dan mendekatkan diri dengan masyarakat. Sedangkan di kalanganbirokrasi dan jajaran eksekutif, kesukuan juga berkaitan dengan Etnisitas kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan adat, agama, danbahasa.

Dalam masyarakat yang multietnik di Kabupaten Langkat, dinamika politik senantiasa memiliki tegangan yanglebih tinggi dibandingkan pada daerah yang relatif homogen. Hal tersebut dapat kita lihat padakontestasi politik di

tingkat lokal pada pemilu 2014 yang lalu yang menyita perhatian. Aspek kesukuan dan etnisistas memiliki peran yang sentral dalam politik lokal di Kabupaten langkat. Hal initampak pada proses pemilihan legislatife di Kabupaten Langkat.

4.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka yang menjadi saran penulis adalah sebagai berikut:

Pertama, Para Calon Legislatif yang akan bertarung di Pemilihan Umum

sebaiknya meningkatkan kualitas individu dan Ilmu Pengetahuan, kemampuan berorganisasi dan memimpin, sehingga memberi keyakinan kepada orang banyak bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi pemimpin tidak hanya karena faktor identitas kesukuan dan etnisitas saja. Tetapi juga soal masalah kepastian bahwa masyarakat mendapatkan pemimpin yang benar-benar tahu persoalan masyarakat terkait kesejahteraan.

Kedua,Peningkatan kualitas kaderisasi dan pendidikan politik di internal partai

politik, sehingga apa yang menjadi tujuan dan cita-cita partai sejalan dengan apa yang akan diperjuangankan untuk rakyat secara umum. Sebab agar tidak terjadi

Dokumen terkait