DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdullah, Taufik & A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi
Moralitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Arifin, Zainal, 2013, Langkat Dalam Sejarah Dan Perjuangan Kemerdekaan., Medan : Mitra.
Aris Ananta, 2004, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, , Indonesia’s
Population. Series No. 7, Singapore, Institute of Southeast Asian Studies.
Barker , 2006,Cultural StudiesTeori dan Praktek, Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Duverger,Maurice, 1985,Sosiologi Politik. 1985 Jakarta: CV. Rajawali.
Firmansyah,Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realita, 2007, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Goodman,Douglas J, 2008, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai
Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta: Kreasi
Kencana.
Geertz, Clifford, 2001,Abangan, Santri, Priyayi, Dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya.
Habib, Achmad 2004. Konflik Antar Etnik di Pedesaan. Yogjakarta: LKIS Yogyakarta.
Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif, 2009, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Hefner, RW, 20011, Politik Multikulturalisme: Menggugar Realitas Kebangsaan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Maunati, Yekti, 2004,Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan, Yogyakarta:LKIS.
Malesevic, Sinisa, 2004. The Sociology of Ethnicity. London: Sage Publications.
Nur, Harun Rasyid, 2004,Mengenal Melayu Pesisir Sumatera, Jakarta : Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata.
Prasteyo, Bambang dkk,2005, Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Sinar, Luckman, 2007,Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera
Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang.
Zuhro, S, Peran Aktor Dalam Demokratisasi, 2009, Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Wawancara :
Wawancara dengan Bapak Surialam (Jawa) anggota DPRD Kabupaten Langkat dari Partai Golkar dan Ketua Pujakesuma Kabupaten Langkat di Kantor DPRD Kabupaten Langkat, 4 Juli 2015 Pukul 10.34 Wib.
Wawancara dengan Ir. Munhasyar. Spd (Melayu) Anggota DPRD dari partai Golkar Kab. Langkat periode 2014-2019 di kantor DPRD Kabupaten Langkat 4 Juli 2015, Pukul 13.23 Wib.
Wawancara dengan Surya Darma Ginting (Karo), ST Anggota DPRD dari partai Gerindra Kab. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 10.00 Wib.
Wawancara dengan bapak Joni Sitepu (katro) Anggota DPRD dari partai Golkar kabupaten. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 6 Juli 2015 Pukul 13.00 Wib.
Wawancara dengan bapak Amir Husni (Melayu) Anggota DPRD dari Partai Keadilan sejahtera (PKS) kabupaten. Langkat periode 2014-2019, pada tanggal 16 oktober 2015 Pukul 09.00 Wib.
Wawancara dengan bapak Riska Purnawan (Jawa), ST Anggota DPRD dari partai hanura Kab. Langkat periode 2014-2019 di Kantor DPRD Kabupaten Langkat, 3 Juli 2015 11.03 Wib.
Wawancara dengan Sujono (Jawa) masyarakat langkat bersuku jawa (konstituen Agus Salim) di batang serangan, Kabupaten Langkat pada tanggal 2 Juli 2015 Pukul 11.30 wib.
Wawancara dengan Terkelin Ginting (Karo) masyarakat langkat bersuku jawa (konstituen Romelta Ginting) di kelurahan batang serangan, Kabupaten Langkat 2 Juli 2015.
Internet :
http;//teorietnisitas.barker.diakses19/7/2014 diunduh tanggal 17 juli 2015
Data pendukung lain :
BAB III
HUBUNGAN ANTARA KESUKUAN DENGAN KEMENANGAN CALEG
1. Membangun Solidaritas Kelompok
Dalam setiap pemilihan umum di Indonesia isu kesukuan tiba-tiba
menguat dan sangat kental dalam diri sebagian calon pemilih (voters). Rasa yang
muncul dari pandangan pertama atau dari kesamaan tempat asal dan dimana
dibesarkan. Baik disadari penuh atau hanya setengah-setengah.Kesukuan adalah
salah satu bagian kecil dari primordialisme disamping isu kepercayaan, adat
istiadat, tradisi dan sebagainya. Saat mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam
lingkungan dan bentuk interaksi suku yang terasa dominan atau memang
sedarah.38
38
Hefner, RW . Politik Multikulturalisme: Menggugar Realitas Kebangsaan. 2011. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal.13.
Pemilihan Legislatif tahun 2014 di Kabupaten langkat merupakan salah
satu pemilu yang lekat dengan permasalahan isu mobilisasi karena kesukuan
dimana pembentukan image kandidat calon legislatif kabupaten langkat dalam
hubungannya dengan membangun solidaritas kelompok dilakukan oleh kandidat
melalui media cetak dan media elektronik dalam bentuk iklan politik maupun
materi pemberitaan. Iklan politik dan materi pemberitaan di media massa ini
bertujuan untuk menciptakan image positif kandidat bahwa mereka layak dipilih
Aktivitas para politisi yang meningkat dalam hal membangun solidaritas
kelompok membuat isu kesukuan menjadi Public relation dalam aktivitas politik
di kabupaten langkat dimana ini menjadi alat dalam membangun solidaritas
kelompok. Keterikatan antara isu kesukuan dan proses kampanye Caleg
dikabupaten langkat berangkat dari pemahaman tentang sekelompok orang yang
menaruh perhatian pada sesuatu hal yang sama, mempunyai minat dan
kepentingan yang sama.39Sebagai makhluk sosial, manusia dengan sendirinya
tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial sekitarnya. Dia harus
melakukan komunikasi dengan sesamanya. Dalam jalinan komunikasi tersebut
muncullah saling memahami antara seseorang dengan orang lainnya. Di sinilah
timbul rasa solidaritas antar sesama. Pada giliran selanjutnya rasa solidaritas
tersebut memunculkan empati di antara sesama, sehingga seseorang dapat
merasakan kesedihan dan kesenangan yang dirasakan sahabatnya.40
Dalam bukunya yang berjudul The Division of Labour in Society, Sosiolog
Perancis, Emile Durkheim, mengemukakan secara panjang lebar tentang
solidaritas ini. Durkheim, membagi ikatan solidaritas di antara sesama manusia
menjadi dua, yaitu: solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas
mekanik berkembang secara pesat di kalangan masyarakat tradisional, yang lebih
mengutamakan hubungan emosional dan sentimentil, serta dalam format
39
Maunati, Yekti. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.2004. Yogyakarta:LKIS. Hal.65.
40
hubungan yang tidak jelas. Pada posisi tersebut kekerabatan, persamaan ras, suku,
agama (kepercayaan) di atas segalanya.
Sementara itu, solidaritas organik berkembang di masyarakat moderen,
dengan meninggikan keberfungsian diri atas lingkungan sekitarnya. Pada
masyarakat semacam ini telah ada pembagian kerja yang jelas. Melihat
perkembangan sejarah, tampak dihadapan kita ikatan solidaritas yang hadir dalam
panggung sejarah Indonesiamengalami fluktuasi. Terlebih jika hal tersebut
dikaitkan dengan latar belakang sosial mereka yang melakukannya.
Puncak kejayaan ikatan solidaritas tersebut di Indonesia dicapai dengan
dijadikannya negara ini sebagai rujukan bagi contoh pola hubungan antar agama
yang harmonis hingga menjelang akhir jaman orde baru. Pada masa itu, tidak ada
seorang sosiolog pun yang berani meramalkan akan porak porandanya ikatan
manis persaudaraan baik antar agama, ataupun antar suku di Indonesia.
Membangun solidaritas kelompok merupakan aktivitas kelompok
masyarakat atau sintesa dari pedapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari
pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan.Dalam Membangun solidaritas
kelompok, yang dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority)
namun mayoritas yang efektif (effective majority). Memahami opini seseorang,
apalagi opini publik, bukanlah sesuatu yang sederhana. Haruslah dipahami opini
yang sedang beredar di segmen publiknya. Membangun solidaritas kelompok
sendiri memiliki kaitan yang erat dengan pendirian (attitude). lebih lanjut, opini
sesuatu), attitude (apa yang sebenarnya dirasakan seseorang), dan perception
(persepsi).
Era otonomi daerah saat ini melaksanaan pembangunan desa yang
meliputi segi kehidupan, baik politik, ekonomi, dan sosial budaya akan berhasil
apabila solidaritas sosial tetap terpelihara dan melibatkan partisipasi masyarakat
secara bottom up (dari atas ke bawah). Yaitu bagaimana mendorong kekuatan
masyarakat dari bawah menjadi kekuatan pembaharuan menuju keeadaan kondisi
yang lebih baik dalam upaya mendorong keberhasilan pembangunan.
Isu kesukuan merupakan hal yang sering digunakan dalam setiap
pemilihan di Indonesia dimana dengan adanya bebrepa faktor sehingga kelompok
yang mendengar isu sesuai latar belakang masing-masing calon dimana ada yang
berdasarkan fakta,sentimen,prinsif,harapan, dan lain-lain. Hal ini sangat menarik
sehingga masyarakat mengikuti dan mengakaji kemudian menanggapi dan
memberi komentar terhadapap masalah tersebut, berdasarkan pada
kesukuannya.Dengan adanya opini publik calon legislatif memanfaatkanta
tersebut untuk membangun solidaritas kelompok untuk mengatakan bahwa isu
kesukuan sangatlah penting.41
41
Barker, C, Cultural StudiesTeori dan Praktek, 2006, Yogyakarta: Kreasi Wacana, Hal.23. Dimana menurut data anggota DPRD Kabupaten
TABEL 3.1.1. ANGGOTA DPRD KABUPATEN LANGKAT PERIODE
13 SITI NURHAYATI,S.Ag. Melayu Dapil 2
14 ADE KHAIRINA ,SE Jawa Dapil 2
30 RAHMADUDDIN RANGKUTI Mandailing Dapil 5
31 AJAI ISMAIL Jawa Dapil 1
43 RISNA LELA SARI Melayu Dapil 4
TABEL 3.1.2. PESEBARAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN LANGKAT
BERDASARKAN DAERAH PEMILIHAN DAN ETNISITAS.43
No
Dari data tersebut dijelaskan bagaimana suku jawa mendominasi di 3
daerah Pemilihan yaitu Dapil 1, dapil 2 dan dapil 3 dan suku Karo mendominasi
di 2 daerah pemilihan yaitu di Dapil 4.
Bapak Surialam berpandangan mengenai hubungan kesukuan dan
kemenangan caleg mengatakan bahwa bahwa :
43
“Hubungan antaranya memiliki keterikatan, hal ini mempengaruhi perkembangan solidaritas kelompok yang berkembang di masyarakat dimana akan terbentuk dengan sendirinya di masyarakat. Ini semacam beban moral dalam setiap pemilihan di langkat, kalau ada kita ngapain milih orang lain, hal-hal seperti ini terus berlangsung tahun demi tahun dan tidak hanya pada pemilu 2014 tahun lalu saja namun ini sudah seperti membudaya disini bahwa orang akan tersendirinya memilih yang sesuku, kebanyakan seperti itu bahwa isu masalah kesukuan dan agama selalu berkaitan dengan penggiringan opini pada saat pemilihan.44
Dapil saya di dominasi oleh orang jawa, meski tidak banyak di dalam tim sukses pemenangan saya ada juga orang jawa, letaknya hubungan kekesukuan dengan kemenangan calon ada disini juga. Bahwa saya juga harus mengajak orang kita jawa dalam tim pemenangan sebab hal ini penting untuk mengajak pemilih masyarakat jawa juga opini dan pandangan tentang siapa yang akan dipilih secara langsung akan terbangun juga, tidak hanya itu saya juga mengajak orang karo yang mengatakan kebaikan-kebaikan kesukuan saya.
Ditekankan lagi dengan pandangan Bapak Ir. Munhasyar:
45
Konsep solidaritas kelompok merupakan konsep sentral Emile Durkheim
yang menyatakan bahwa solidaritas kelompok merupakan suatu keadaan
hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan
moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman
emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar
individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan
dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat.
44
Wawancara dengan Bapak Surialam (Jawa) anggota DPRD Kabupaten Langkat dari Partai Golkar dan Ketua Pujakesuma Kabupaten Langkat di Kantor DPRD Kabupaten Langkat, 4 Juli 2015 Pukul 10.34 Wib.
45
Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional,
sehingga memperkuat hubungan antar mereka.
Solidaritas Kelompok juga dapat diartikan sebagai wujud kepedulian antar
sesama kelompok ataupun individu secara bersama yang menunjukkan pada suatu
keadaan hubungan antara indvidu dan atau kelompok yang di dasarkan pada
persamaan moral, kolektif yang sama, dan kepercayaan yang dianut serta di
perkuat oleh pengalaman emosional.
Solidaritas Kelompok dapat terjadi karena adanya berbagai macam
kesamaan ras, suku dan adanya perasaan yang sama sehingga mereka mempunyai
keinginan kuat dalam memperbaiki keadaanya dan daerah ataupun lingkungan
sekitarnya agar mereka bisa sedikit memperbaiki keadaan di sekitarnya dengan
cara saling membantu satu sama lain terutama dalam hal pembangunan.
Solidaritas sosial juga dipengaruhi adanya interaksi sosial yang berlangsung
karena ikatan cultural, yang pada dasarnya disebabakan munculnya sentiment
komunitas (community sentiment).Menurut Emile Durkheim sentimen solidaritas
kelompok mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Seperasaan, yaitu karena seseorang berusaha mengidentifikasi dirinya
dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut sehingga
kese-muannyaa dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok kami
(warga).
2. Sepenanggungan, yaitu setiap individu sadar akan peranannya dalam
3. Saling butuh, yaitu individu yang tergantung dalam masyarakat setem-pat
me-rasakan dirinya tergantung pada komunitasnya meliputi fisik maupun
psikologinya.
Hal ini sejalan dengan hubungan antara kesukuan dan kemenangan calon
di kabupaten Langkat. Solidaritas kelompok yang dibangun para Calon legislatif
di kabupaten langkat berkaitan dengan rasa senang, suka, sayang, dan terhadap
kesukuan dalam memberikan penjelasan tentang bagaimana kesukuan itu sangat
penting. komponen tersebut merupakan perasaan seseorang yang secara emosi
(aspek emosional) menghasilkan penilaian yang baik. Solidaritas kelompok yang
bersama-sama menetapkan isunya, mengapa dapat membangkitkan kepedulian
publik, dan apa yang dapat dilakukan atasnya.
Hal ini di tegaskan oleh Bapak Surya Darma Ginting yang mengatakan :
“Ini sangat penting, bahwa hubungan kesukuan dan terpilihnya calon legislatif khususnya saya karena ada seperti keterikatan batin. Bahwa majunya sebuah suku sejalan dengan banyak lahir orang-orang besar yang berasal dari suku itu juga, sesama orang karo akan saling ajak ketika pemilu untuk mendukung orang karo juga. Semua nya seperti diarahkan tapi tidak diarahkan secara langsung bisa dibilang kesadaranlah, karena sudah tertanam didalam diri setiap masyarakat yang akan memilih di Pemilihan umum setiap lima tahun sekali di kabupaten Langkat”46
46
Bapak Surya Darma Ginting merupakan Calon Legislatif terpilih
yang bersuku Karo dari dapil 4, dimana di dapil 4 suku karo mendominasi
dengan 4 kursi dari 7 kursi secara keseluruhan. Kemudian Lanjut Bapak Joni
Sitepu yang juga anggota terpilih dari dapil 4 bersuku karo mengatakan :
“Salah satu cara saya mengkampanyekan diri adalah ketika saya
menjadi penggagas di kecamatan Sirampit dapil saya yang mayoritas suku karo membuat acara Gendang Guro-guro aron, disitu saya memberi kata sambutan sekalian memperkenalkan diri lewat budaya. Ini juga merupakan salah satu cara dalam mengatasi politik uang di masyarakat. Saya bilang untuk apa uang 100-200 ribu jika 5 tahun kedepan banyak korupsi di Langkat.”47
“Setiap manusia pasti mempunyai sifat egoisme, sifat yang mementingkan diri sendiri padahal didunia ini kita hidup tidak sendiri, kita membutuhkan orang lain untuk membantu kita dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Maka perlu dihilangkanlah sifat egoisme tersebut terutama jika kita masuk didalam suatu organisasi. Jadi solidaritas terhadap pemikiran orang lain juga perlu kita pikirkan bukan hanya ego kita saja. Sebagai orang melayu saya merupakan anggota dari Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI. Menjelang pemilihan kemarin saya juga didukung Majelis adat
Membangun Solidaritas kelompok sebagai salah satu ikatan dalam
mempertahankan kesukuan, dan memposisikan hampir sama dengan
perkembangannya dengan melibatkannya dalam situasi politik. Tampaknya
menyeret setiap suku dalam kancah politik di kabupaten Langkat. Munculnya
solidaritas kelompok merupakan keinginan untuk mewujudkannya dalam politik
daerah. Hal ini dikuatkan oleh Bapak Amir Husni yang mengatakan :
47
melayu, tidak hanya saya. Namun kita buat acara pemberangkatan untuk caleg-caleg dari suku melayu, kita membangun sebuah komunitas untuk membangun kebersamaan ”48
2. Sebagai Proses Interaksi
Sementara proses tersebut sudah pasti melibatkan kognisi pribadi, pendapat
individu tentang isu sosial sebagian besar bergantung pada diskusi publik dalam
hal bentuk maupun isu yang dibangun. Kegiatan Hubungan kesukuan dan dan
kemenangan calon ditentukan siapa yang akan memenangkan kondisi solidaritas
kelompok dimana sangatlah berkaitan satu sama lain. Keduanya tak dapat
dipisahkan begitu saja. Solidaritas kelompok merupakan pendapat umum suatu
kelompok tertentu atas suatu hal yang penting atau suatu permasalahan.
Solidaritas kelompok adalah suatu hal yang baku.
Hubungan antara kesukuan dengan kemenangan calon legislatif di
kabupaten Langkat di pemilu 2014 terkait dimana menurut Simmels interaksi
adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek
mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting
dalam konsep interaksi, sehingga ada lawan dari hubungan satu arah yang terjadi
pada sebab akibat. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang dinamis
antara individu dan individu, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok
dengan kelompok, baik dalam bentuk kerjasama, persaingan atau pertikaian.
Interaksi sosial melibatkan proses-proses sosial yang bermacam-macam yang
48
menyusun unsur-unsur dari masyarakat, yaitu proses tingkah laku yang dikaitkan
dengan struktur sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang-perorangan, bukan manusia dengan benda
mati. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai. Saling menyapa,
menegur, berjabat tangan, saling berbicara, berbahasa isyarat bahkan hingga
berkelahi juga termasuk didalam interaksi sosial. Selama ada aksi dan reaksi
antara kedua belah pihak maka, hal tersebut sudah dikatakan interaksi sosial. Saat
SESEORANG memukul benda mati, itu tidak termasuk dalam interaksi sosial
karena, tidak adanya reaksi balasan dari benda mati tersebut. Interaksi sosial
terjadi apabila adanya komunikasi, tukar-menukar tanda atau formasi lisan.
Komunikasi mengandaikan terciptanya mediasi dan respons-respons sosial
secara terus-menerus, artinya, selalu terjadi substitusi interaksi sosial ke dalam
pola-pola perilaku yang relatif lama, ke dalam institusi, yang pada dasarnya
mengarah pada stabilitas struktur sosial. Meskipun demikian, kehidupan sosial
tidak perlu diartikan sebagai stagnasi, sebab interaksisosial tidak pernah berhenti.
Proses interaksi adalah proses pemberian makna, baik secara positif maupun
negatif, baik dengan tujuan konstruktif maupun dekstruktif.
Interaksi sosial menghasilkan tindakan sosial. Weber mengatakan bahwa
tindakan- tindakan yang kurang “rasional” oleh Weber digolongkan kaitannya
dengan pencarian “tujuan-tujuan absolut”, sebagai “tradisional”. Karena tujuan
sebuah tindakan bisa menjadi rasional dengan mengacu pada sarana yang
digunakan tetapi, “irasional” dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai
Bentuk interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa
kerja sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan
kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial
atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan
kepada kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama
antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama.
Pola interaksi sosial terkait pola interaksi yaitu akomodasi menunjuk pada
suatu keadaan/penyesuaian, berarti adanya suatu keseimbangan dalam interaksi
antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya
dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam
masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha
manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai
kestabilan. Pola interaksi menyangkut amalgamasi merupakan proses peleburan
kebudayaan, dari suatu kebudayaan tertentu yang menerima dan mengolah
unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari
kebudayaan itu sendiri.
Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui posisi siapa kita dan siapa
mereka, siapa diri (self) dan siapa yang lain. Dalam pandangan Simmels, Dalam
pemahaman tentang pembentukan diri sosial yang positif. Pembentukan diri
sosial ini, sosial memiliki peranan yang sangat penting. Konsep diri individu
memperoleh eksistensinya jika dia sudah melebur dalam identitas kelompok.
Bahkan secara dominan konsep diri dibentuk berdasarkan pada identitas
kelompok. identitas ditentukan oleh pengetahuanindividu tentang kategori sosial
dan kelompok sosial.49
49
Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif, 2009, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Hal.70.
Masyarakat kabupaten Langkat memberikan pemahamanya pada ide yang
universal tentang diri dan sosialnya. Proses interaksi dari aspek eksternal individu
yang membentuk identitas diri. Aspek eksternal itu adalah relasi individu
dengan struktur sosial yang mengelilinginya.
Proses interaksi berbeda dengan identitas diri dan kelompok sosial. Proses
interaksi lebih memeberikan pemahaman tentang atribusi diri sebagai kepribadian.
Proses interaksi ini dimiliki oleh setiap individu dan tidak dimiliki secara
komunal. Berbeda halnya dengan identitas sosial, kepribadian dan identitas
dimaknai secara komunal oleh kelompok sosial. Kadangkala kelompok sosialjuga
masih membawa identitas dirinya dalam kelompokSedangkan kelompok sosial
adalah gabungan dari dua orang atau lebih. Biasanya mereka memiliki
pemahaman tentang pandangan hidup, atribut dan definisi yang sama untuk
mendefinisikan siapa mereka. Selain itu, kelompok sosial biasanya membentuk
karakter yang berbeda dengan kelompok yang lain. Hal ini dilakukan dikarenakan
Proses interaksi bagian dari konsep diriseseorang yang berasal dari
pengetahuanmereka tentang keanggotaan dalam suatukelompok sosial bersamaan
dengan signifikansinilai dan emosional dari keanggotaatersebut. Identitas
sosialyang dimilikioleh seorang anggota kelompok ataskelompoknya yang
dianggap sesuaidengan identitas yang ada pada dirinya.Keberadaannya pada
kelom-pok akanmembentuk ikatan emosi antara dirinyadan kelompoknya.50
“Ini yang terpenting bahwa sesama orang jawa harus saling memiliki keyakinan terhadap orang jawa juga, rasa saling percaya dan saling meyakinkan. Ini sperti seperti rutinitas kita melakukan
pertemuan-Peran norma dalamperspektif identitas sosial sebagai dasar untuk sejumlah
fenomena komunikatifyang nyata, menjelaskan bagaimananorma kelompok di
kabupaten langkat yang direpresentasikansebagai kognitif tergantung pada
konteksprototipe yang menangkap sifat khaskelompok ynag kemudian
dimamfaatkan dalam kegiatan Pemilihan Umum. Proses yang sama yang
mengaturarti-penting psikologis prototipe yangberbeda, dan dengan demikian
menghasilkanperilaku kelompok normatif,dapat digunakan untuk
memahamipembentukan, persepsi, dan difusi norma,dan juga bagai-mana
beberapa anggotakelompok menjelang pe,milihan umu, misal-nya, para Caleg
yang juga merupakan tokoh masyarakat memiliki pengaruh yang lebih
normatifdaripada caleg lain yang juga bertarung di kabupaten Langkat.
Bapak Surialam berpandangan mengenai hubungan kesukuan dan
kemenangan calek sebagai pengikat Identitas mengatakan bahwa :
50
pertemuan setiap waktu. Tidak hanya menjelang pemilu saya tetapi terus berkesinambungan dibuat pertemuan sesama orang jawa, saya sebagai ketua Pujakesuma selalu rutin mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat jawa yang ada di langkat membahas hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan masyarakat Jawa di langkat, Tujuannya adalah untuk Proses interaksijawa itu sendiri.”51
Selama ini pola-pola yang dilakukan baik masyarakat jawa dan melayu
lebih kepada pendekatan melalui perwiritan, Serikat Tolong Menolong dan arisan
bulanan. Dalam setiap acara tersebut tidak hanya berbicara mengenai agama dan
kebudayaan saja tetapi bagaimana kelompok mereka masuk kedalam kekuasaan
juga. Karena dengan masuk kedalam struktur pemerintahan berarti ikut dalam
pembangunan kelompok tersebut. Hal ini ditegaskan kembali oleh Bapak Riska
Purnawan yang mengatakan:
Pola-pola kampanye yang dilakukan Pujakesuma selama ini dengan
menggunakan pendekatan dialog. Hal yang dibangun adalah pola kesatuan
menurut Emile Durkheim yang menekankan kepada keteraturan bahwa
masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau
elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.
Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula
terhadap bagian yang lain, dengan kata lain masyarakat senantiasa berada dalam
keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara
keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi
sistem sosial itu.
51
“ Tentu saja sangat penting, faktor kesukuan merupakan pengikat dalam identitas sosial di kabupaten Langkat dimana ini akan sebagai pengikat kita sebagai masyarakat yang memiliki suku yang sama. Hal ini disebabkan persamaan kebiasaan, kebudayaan dan sifat yang dimiliki orang jawa memiliki kemiripan. Jadi dalam mendukung satu dengan yang lain dibutuhkan keterikatan. Di acara pujakesuma misalnya arisan kita juga ngomongin politik bagaimana kita berkontribusi dalam pemerintahan ya solusinya jadi caleglah”52
Alasan memilih calon legislatif masyarakat kabupaten Langkat disebabkan
adanya rasa percaya, aman tentang pola perilaku, dan diyakini jika terpili menjadi
anggota DPRD maka akan bisa memperjuangkan kepentingan mereka.
Kepercayaan menjadi faktor utama dalam pengikat identitas sosial tersebut dan ini Proses interaksi di kabupaten langkat ini merupakankekuatan yang
benar-benarintegratif untuk disiplin komunikasi. Kesukuan Calon Legislatif
mempengaruhi arti-penting relatif dariidentitas pribadi atau sosial dankarenanya
pilihan standar untuk mengontrolperilaku kemudian akan dilanjutkan penentuan
pilihan pada saat Pemilu berlangsung.Ikatan identitas sosial akan menguat sejalan
dengan komitmen kelompok tertentu, di satu sisi,dan fitur dari konteks sosial, di
sisi lain,merupakan penentu penting dari masalah identitas suku.
Mengembangkantaksonomi situasi untuk mencerminkankeprihatinan yang
berbeda dan motifyang ikut bermain sebagai akibat dariancaman terhadap
identitas pribadi dankelompok dan tingkat komitmen terhadapkelompok.
52
tidak lepas dari pengaruh budaya, tanpa adanya kepercayaan yang di anut maka
tidak akan terbentuk suatu identitas budaya yang melekat dan akan memilih calon
yang memili suku yang sama dengan calon. Kemudian Perasaan aman atau positif
bagi masyarakat menjadi faktorterbentuknya ikatan yang kuat tentang identitas
sosial, karena tanpa adanya rasa aman dari pelaku kegiatan budaya maka tidak
akan dilakukan secara terus menerus sesuatu yang dianggapnya negatif dan tidak
aman. Pola perilaku masyarakat Langkat tersebut mencerminkan identitas budaya
yang dianut.
Terdapat hubungan yang tegas antara kesukuan dan kemenangan Caleg
dimanan antara hubungan peran sebagai sebuah identitas dengan struktur
kebudayaan dan struktur sosial. Karena itu, kita harus jeli membedakan antara
peran yang diharapkan sebagai bagian dari struktur budaya suatu masyarakat
dengan tampilan peran yang merupakan bagian dari struktur sosial suatu
masyarakat kabupaten Langkat. Yang dimaksud dengan struktur budaya adalah
pola persepsi, berpikir dan perasaan, sednagkan struktur sosial adalah
pola-pola perilaku sosial.
Proses interaksi ini merupakan cara mendekatkan jati diri yang dimiliki
seseorang yang ia peroleh sejak lahir hingga melalui proses interaksi yang
dilakukannya setiap hari dalam kehidupannya dan kemudian membentuk suatu
pola khusus yang mendefinisikan tentang orang tersebut. Kaitannya dengan
pemilihan, sudut pandang kesukuan lebih ditentukan seberapa besar intensitas
kesukuan yang mana sejumlah calon yang bertarung di kabupaten langkat,
terdapat beberapa orang yang memiliki suku yang sama.53
“Masyarakat suku Melayu Langkat ini hampir seluruhnya memeluk agama Islam, yang telah berkembang di kalangan orang Melayu Langkat sejak beberapa abad yang lalu. Agama Islam begitu kuat tumbuh dalam masyarakat Melayu Langkat, terlihat dari segala bentuk tradisi adat-istiadat dan budaya suku Melayu Langkat banyak dipengaruhi unsur budaya. Jadi ini yang harus dipertimbangkan jika ingin maju dalam pemilihan dilangkat dan memperoleh dukungan dari masyarakat melayu, melayu itu identik dengan islam juga”
Hal ini kembali ditegaskan oleh Bapak Ir. Munhasyar. Spd yang
mengatakan :
54
Pemilih yang berlatar berlakang suku yang sama akan mencari sesuatu
atau kesamaan yang lebih dekati. Siapa sosok calon yang benar-benar terasa
dekat, baik hubungan darahnya, tempat tinggalnya, pernah ngasih apa dan
sebagainya. Mencocokkan diri dari hal general kepada hal yang lebih spesifik, dan
minus dalam mencocokkan dalam hal kompetensi, kapabilitas serta integritas. Jadi
identitas sosial sangat menentukan dalam pemenangan calon di kabupaten
Langkat, hal ini menenkankan bahwa berasal dari suku yang sama akan
menguatkan pilihan dalam pemilihan umum di Langkat. Isu kesukuan di
kabupaten langkat merupakan Isu yang menjamin eksistensi suatu suku
dimanapun dan kapanpun. Penilaian dan pemilihan calon hanya semata-mata
53
Ibid., Hardiman, Hal.90.
54
berdasarkan kesamaan dari sudut pandang suku saja, sementara kriteria dan sudut
pandang lain diabaikan begitu saja. Masyarkat jawa menggunakan semua
simbol-simbol jawa sejalan dengan pendapat weber yang mengatakan pencarian
“tujuan-tujuan absolut”, sebagai “tradisional” ini sebagai pengikat identitas.
Salah satu tantangan yang dihadapi para Calon Legislatif adalah
persaingan mengenai politik uang yang beredar di msyarakat menjelang Pemilihan
umum. Hubungan kesukuan dan kemenangan calon erat hubungannya dengan
pola interaksi. Dimana tantangan dalam berinteraksi adalah kondisi materialis
yang mendominasi setiap pemikiran menjelang pemilihan dimana menurut Bapak
Surya Darma Ginting menjelaskan :
“Memang benar bahwa tantangan setiap Caleg pada pemilihan legislatif tahun 2014 menyangkut maslaah persaingan besaran uang juga. Banyak isu yang beredar dimasyarakat menjelah hari pemilihan. Misalnya si A ngasi sekian, si B ngasi sekian atau si C ngasi Sekalian. Namun, disinilah uniknya kesukuan ini. Kita berinteraksi bukan sekedar ngasi berapa, tapi lebih kepada bagaimana komunikasi yang kita lakukan dengan konstituen. Realnya itu kita kasih dana menjelang kegiatan itu saja”55
Kondisi ini tentunya berbanding lurus dengan apa yang dikatakan oleh
Simmel dalam teori etnisitasnya yang menjelaskan bahwa sociation merupakan
suatu bentuk di mana individu tumbuh bersama hingga membentuk kesatuan dan
kepentingan individu-individu di dalamnya dapat terealisasi. Atau dalam bahasa
yang lebih sederhana sosiasi merupakan proses di mana suatu masyarakat atau
55
kelompok etnis terjadi, yang meliputi interaksi timbal balik. Artinya politik uang
(money politic) merupakan bentuk kepentingan pribadi. Namun, pola interaksi
yang telah dibangun berdasarkan kelompok akan membangun kesadaran bersama.
Disinilah titik temunya agar menang dalam Pemilihan Legislatif di kabupaten
Langkat bahwa pola interaksi yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan rakyat akan
membuat rakyat akan memberi pilihan yang lebih realistis mengenai apa yang
akan dipilih.
3. Sebagai Mobilisasi Politik
Dalam model sosiologis tentang perilaku pemilih, factor-faktor sosiologis
diyakini memiliki pengaruh penting pada perilaku pemilih. Baik itu dalam
partisipasi maupun pilihan politik. Factor-faktornya antar lain demografi yang
mencakup perbedaan jenis kelamin, umur, kelompok etnik atau kedaerahan ,
afiliasi agama dan tingkat ketaatan terhadap agama yang dianut, kelas social yang
dapat diidentifikasi dari wilayah tinggal, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan.
Namun untuk melihat partisipasi dan pilihan politik maka terdapat tiga factor
sosiologis yang lebih diperhatikan, yaitu : agama, suku bangsa, dan kelas social.56
Banyak studi yang menunjukan bahwa kesukuan di banyak Negara
demokrasi merupakan factor pendorong keterlibatan warga dalam kegiatan
komunitas kesukuan yang tidak politis Warga yang aktif ini kemudian masuk dan
berada dalam jaringan kesukuan yang luas dan dengan mudah untuk terdeteksi
untuk dijangkau oleh berbagai kegiatan politik.Kegiatan politik sering
memanfaatkan kesukuan yang luas tersebut sehingga terjadi interaksi antara
warga yang fanatik terhadap kesukuannya dan yang aktif dalam kegiatan
kesukuan disatu pihak, dengan kegiatan social nonkesukuan dipihak lain. pada
gilirannya warga tersebuat mempunyai kesempatan lebihi banyak untuk terlibat
dalam aktivitas politik, berada dalam jaringan untuk mobilisasi politik sehingga
cenderung untuk ikut dalam pemilu atau kampanye menjelang pemilihan umum.57
Hubungan lain antara kesukuan dan kemenangan Caleg di kabupaten
langkat 2014-2019 adalah terkait dalam melakukan Mobilisasi massa.Faktor
Kesukuan menawarkan kerangka kelembagaan untuk aksi-aksi mobilisasi politik
massa dan instrumenbagi pembentukan sikap-sikap politik pemilih di Pemilihan
umum di kabupaten langkat. Guna mencapai hal ini, kesukuan memenuhihal
seperti memiliki kemampuankeorganisasian untuk mengendalikan sumber-sumber
dukungan yang tersedia secarapermanen seperti kesukuan dan memiliki
kemampuan keorganisasian yang responsif dan adaptif terhadap situasi yang Pola hubungan kesukuan dan partisipasi politik semacam juga berlaku
dalam masyarakat di kabupaten langkat. Dimana partisipasi politik yang merujuk
data tingkat partisipasi menurut afiliasi kesukuan. Terlihat dalam kampanye
sebagai bentuk partisipasi yang lain. Kesukuan bukan hanya tentang indentitas
57
berkembang di kabupaten langkat . perkembangan situasi eksternal tanpa harus
mengganggu stabilitas internalnya. Pada situasi. Tingkat fanatisme kesukuan yang
tinggi merupakan kondisi ataupersyaratan politik yang harus ada jika suku-suku
tertentu ingin melanggengkan eksistensinya Pola mobilisasi politik yang dipilih
masyarakat untuk menggalang dukungan pemilih.
Penerapan mobilisasi politik sangat bergantung pada karakter dan situasi
politik yang dihadapi masing-masing Calon Legillatif. mobilisasi politik di
kabupaten langkat yang dilakukan calon legislatif jugadipengaruhi oleh karakter
kesukuan di yang mendorong suku-suku mayoritas untuk menghadirkan massa
sebesar-besarnya.
Mobilisasi Politik di Kabupaten langkat yang kuat ini diperlukan untuk
mendukung kerja calon legislatif Caleg kabupaten langkat dalam melakukan
mobilisasi politik secara luas. Keorganisasianyang kuat juga diperlukan ketika isu
kesukuan menghadapi situasi krisis pendukungan misalnya Kuatnya dominasi
partai politik sebagai mobilizer dapat dilihat dari konsep mobilisasi politik.
Bapak Surya Darma Ginting (Karo) berpandangan bahwa :
“Saya sudah aktif di kegiatan-kegiatan kesukuan, apalagi orang-orang karo ini lebih kental sukunya daripada agamanya. Identitas kesukuan karo itu sangat kuat dimana walaupun berbeda agama tapi tetap identitas budaya karo sangat toleran. Perkumpulan muslim karo dan masyarakat GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) menyatu dalam Marga silima. Nah dari sinilah terbentuk sebuah kesadaran dalam masyarakat karo itu sendiri dan nanti pas pemilu kita akan saling mengajak ke TPS dan saling mendukung, tak jarang ini seperti digiring secara massa”58
58
Hal ini ditegaskan kembali oleh bapak Sujono (Jawa) yang memilih Caleg yang
bersuku jawa juga yang mengatakan :
“Tentunya seperti itu bahwa saya memilih bapak Agus Salim karena sama-sama orang Jawa, saya juga mengajak teman-teman dan keluarga untuk memilih agus Salim. Hal ini disebabkan kan semua orang punya kepentingan yang berbeda dan keinginan yang berbeda-beda juga, tentunya kita orang jawa pasti lebih mengertilah jika yang dipilih orang Jawa juga. Ini udah kayak perjanjian tidak tertulis bahwa kemajuan suku karena suku itu juga”59
Aktivitas mobilisasi politik yang dilakukan karena faktor kesukuan
mendorong pemilih lebih partisan datang ke TPS. Rasa ketertarikanatau kedekatan
pemilih pada suatu Calon disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut kesukuan
calon tersebu yang berhubungan dengan sosiokultural (keluarga, ras/etnik)
Instrumen-instrumen kesukuan ini misalnya jaringan sosial etnik, agama, Cara-cara yang dilakukan oleh Caleg untuk memilih berdsarkan kesukuan
dengan menimbulkan rasaketertarikan pemilih potensial untuk lebih terlibat dalam
hal-hal yang dihubungkan dengan aktivitas budaya atau suku. Menciptakan
suasana kedekatan pemilih dengan calon. Misalnya para pemilih potensial dari
suku yang sama yang dikontak atau didekati aktivis tokoh tokoh masyarakat,
ternyata aktif terlibat dalam memasang atribut caleg, menghadiri kampanye
Calon, bekerja membantu calon dan mempengaruhi pemilih lain dengan isu
kesukuan yang dijual.
59
ketokohan, keluarga, klienhingga jaringan kerja sebagai sarana penggalangan
dukungan pemilih.
Dengan beragamnya suku di kabupaten langkat, adat serta agama yang
dimiliki oleh kabupaten langkat yang masing-masing suku memiliki khasnya
masing-masing, telah memunculkan perilaku politik yang berbeda-beda.
Mobilisasi politik dikabupaten langkat pencerminan dari budaya politik suatu
masyarakat yang penuh dengananeka bentuk kelompok dengan berbagai macam
tingkah lakunya dengan pola mobilisasi.
Struktur masyarakat di kabupaten langkat ditandai oleh dua ciri yang
bersifat unik.Secara horizontal, hal itu ditandai dengan adanya perbedaan suku
bangsa, agama, adat istiadat, dan kedaerahan. Secara vertikal, struktur di
kabupaten langkat ditandai oleh adanya perbedaan antara lapisan atas dan lapisan
bawah yang cukuptajam. Secara horizontal, masyarakat di kabupaten langkat
dalam hubungan politik dalamperbedaan perspektif suku melahirkan perbedaan
kepentingan yang merucing dan menuju konflik sertaperbedaan kepentingan
politis antara masyarakat lapisan atas dan masyarakatlapisan bawah memicu
terjadinya penguasaan lapisan masyarakat bawah olehlapisan masyarakat atas.
keberadaan politiketnisitas dan politik identitas masih dipandang penting
sebagai salah satu media dalam acara mobilisasi politik, membangun jaringan
politik membangun koalisikoalisipartai dan membangun jaringan lobi politik.
Sedangkan di kalanganbirokrasi dan jajaran eksekutif, kesukuan juga berkaitan
mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan adat, agama,
danbahasa. 60
“orang karo harus memilih orang karo juga. Kalau ada orang kita ngapain kita memilih yang lain dan keluarga-keluarga juga memilih orang karo juga, terserah dia siapa yang penting orang karo. Meskipun, Istri saya br. Bangun, kemarin dia memilih Romelta ginting, karena sama-sama orang karo”
Dalam masyarakat yang multietnik dikabupaten langkat, dinamika politik
senantiasa memiliki tegangan yanglebih tinggi dibandingkan pada daerah yang
relatif homogen. Hal tersebut dapat kita lihat padakontestasi politik di tingkat
lokal pada pemilu 2014 yang lalu yang menyita perhatian. Aspek memiliki peran
yang sentral dalam politik lokal di Kabupaten langkat. Hal initampak pada proses
pemilihan legislative di Kabupaten Langkat. Mobilisasi pemilih dapat
dilakukandengan mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan etnisitas, baik etnis,
agama dan sebutanpenduduk asli atau pendatang.
Hal ini kembali diperkuat oleh Terkelin Ginting yang memilih Romelta
Ginting Caleg terpilih dari PDI Perjuangan yang mengatakan bahwa :
61
Latar belakang etnis kandidat sedikit banyak mempengaruhipilihan
pemilih. Ini terutama terjadi di wilayah-wilayah yang mempunyai perimbangan
etnisdimana ada dua atau lebih suku dominan di Kabupaten Langkat. Dalam
Pemilihan legislatif 2014 kabupaten langkat faktor kesukuan memainkan peranan
penting. Pemilihcenderung memilih kandidat yang berasal dari etnis yang
60
Zuhro, S, Peran Aktor Dalam Demokratisasi, 2009, Yogyakarta: Penerbit Ombak, Hal,89. 61
sama.putra daerah dan etnisitas lainnya. Ditambah lagi dengan disparitas agama
yangdianut.
Salah satu tantangan dalam Mobilisasi politik menjelang pemilihan umum
adalah terkait Money Politik. Dengan cara Money Politics hanya calon yang
memiliki dana besar yang dapat melakukan kampanye dan sosialisasi ke seluruh
Indonesia. Ini memperkecil kesempatan bagi kandidat perorangan yang memiliki
dana terbatas. Namun, kondisinya berbeda ketika walaupun memiliki integritas
tinggi. Misalnya orang tersebut merupakan tokoh di komunitas masyarakat Jawa,
suku Melayu atau suku Karo. Para pemilih akan lebih memilih mereka dengan
menggunakan pendekatan kesukuan misalnya datang kesetiap acara pernikahan,
acara-acara yang sifatnya kedaerahan atau acara tahunan untuk suku karo.
Hal ini kembali ditegaskan oleh Bapak Ir. Munhasyar. Spd yang
mengatakan :
“Memang betul untuk mengajak orang datang ke TPS dan memilih
bahwa mereka bisa aja menerima uang dari mana-mana namun untuk pilihan pada saya”.62
4. Sejarah dan Hubungan antar Etnis di kabupaten Langkat
Pengaruh isu yang ditawarkan mislanya kesukuan bersifat situasional
terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum, dan
keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis. Sementara itu dalam menilai
seorang kandidat menurut Weber, terdapat dua variabel yang harus dimiliki oleh
seorang kandidat, hal ini berkaitan dengan suku dan kebudayaannya. Variabel
pertama adalah kualitas instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan
direalisasikan oleh kandidat apabila ia kelak menang dalan pemilu. Variabel kedua
adalah kualitas simbolis yaitu kualitas keperbadian kandidat yang berkaitan
dengan integrasi diri, ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan
pada norma dan aturan dan sebagainya.
Artinya untuk memenangkan sebuah pemilihan itu jika membangun
integiritas terkait masalah kesukuan dan kebudayaan relatif lebih bisa masuk
kedalam masyarakat. Apalagi yang dihadapi hanya mengandalkan uang saja,
artinya didalam masyatrakat sendiri dia tidka pernah terlibat kegiatan-kegiatan
yang menyangkut kesukuan, kebudayaan dan berkaitan dengan adat istiadat.
Mislanya datang di acara perwiritan, datang keacara pernikahan, datang ke acara
adat pemakaman dan acara-acara lain yang sifatnya seremonial.
62
Suku Jawa Deli, atau kadang disebut Jadel, merupakan suatu kelompok
masyarakat yang sejak zaman penjajahan telah diangkut dari pulau Jawa sebagai
buruh kontrak di perkebunan-perkebunan Sumatra Utara.salah satu tradisi budaya
suku Jawa Deli. Pada tahun 1863 Jacobus Nienhuijs seorang pengusaha firma Van
De Arend membuka perkebunan Tembakau Deli. Nienhuijs melihat kawasan
antara sungai Wampu dan sungai Ular merupakan daerah yang cocok untuk
tanaman tembakau. Setelah mendapat konsesi sewa tanah selama 20 tahun dari
Sultan Deli, Nienhuijs kemudian membuka perkebunan tembakau.
Diawali dengan pekerja 23 buruh Melayu dan 88 buruh China. Namun,
Nienhuijs hanya menghasilkan tembakau kering sebanyak 75 kilogram.Melihat
potensi tembakau yang dihasilkannya ternyata sangat baik, maka Nienhuijs
berniat meluaskan areal perkebunannya. Akan tetapi, ia mengalami kesulitan
mendapatkan tenaga kerja karena penduduk setempat menolak untuk bekerja
sebagai buruh pada saat itu. Lalu Nienhuijs mendatangkan tenaga kerja kontrakan
dari China dan Malaysia, India serta orang Tamil dari Negeri Penang.63
Beberapa tahun kemudian, pemerintah China dan Inggris membuat
peraturan ketat tentang tenaga kerja. Kebijakan ini lagi-lagi membuat Nienhuijs
kesulitan mencari tenaga kerja untuk bekerja di perkebunannya. Tak ada pilihan,
ia pun mendatangkan suku Jawa ke Sumatra Utara pada 1880 melalui calo dan
kepala kebun sebagai buruh kontrak. Maklum, saat itu tenaga kerja dari pulau
63
Jawa jauh lebih murah dibandingkan pegawai kontrak dari China. Oleh karena itu
muncul beberapa istilah untuk menyebut orang Jawa Deli di Sumatra Utara,
seperti Jadel singkatan dari Jawa Deli.64
Suku Jawa merupakan suku dengan jumlah populasi terbanyak di
Indonesia berawal layaknya kelompok etnis Indonesia, kebanyakan termasuk
masyarakat Sunda yang ada di Jawa Barat. Nenek moyang masyarakat Jawa
adalah orang purba yang berasal dari Austronesia, sebuah spesies yang
diperkirakan berasal dari sekitaran Taiwan dan bermigrasi melewati Filipina
sebelum akhirnya tiba di pulau Jawa pada tahun 1.500 dan 1.000 sebelum masehi.
Suku etnis Jawa memiliki banyak sub-etnis seperti misalnya orang Mataram,
orang Cirebon, Osing, Tengger, Boya, Samin, Naga, Banyumasan, dan masih
banyak lagi. Dewasa ini, mayoritas suku Jawa memproklamirkan diri mereka
sebagai orang Muslim dan minoritasnya sebagai Kristen dan Hindu. Terlepas dari
agama yang mereka anut, peradaban suku Jawa tidak pernah bisa dilepaskan dari
interaksi mereka terhadap animisme asli yang bernama Kejawen yang telah
berjalan selama lebih dari satu milenium, dan pengaruh kejawen tersebut juga
masih banyak bisa kita temui dalam sejarah Jawa, kultur, tradisi, dan bidang seni
lainnya.65
Kemudian Nienhuijs mendatangkan ribuan para pekerja dari pulau Jawa
dan mendiami perkebunan- perkebunan tersebut. Pada masa awal sebagai buruh
64
Ibid.,Zainal Arifin.,Hal.10. 65
kontrak, mereka masih belum mampu mengembangkan dirinya secara baik.
Mengingat masih terikat kontrak dan aturan yang dibuat pemerintah kolonial
Belanda. Tapi pada masa pendudukan Jepang, ribuan masyarakat Jawa juga
didatangkan dari pulau Jawa secara paksa untuk dijadikan sebagai buruh kerja
paksa.
Namun, seiring waktu komunitas Jawa ini pun lama-lama terbiasa dengan
lingkungan barunya. Selama lebih dari seratus tahun hingga saat ini komunitas
Jawa di tanah Deli ini pun berkembang. Saat ini tidak saja di tanah Deli (sekarang
kabupaten Deli Serdang), bahkan penyebaran mereka pun sampai ke tanah
Langkat (sekarang kabupaten Langkat). Komunitas Jawa di tanah Deli dan
Langkat pun berkembang pesat jumlahnya bahkan mengalahkan penduduk asli
seperti suku Melayu dan berbagai etnis Batak lainnya.Sebagian besar masyarakat
Jawa Deli ini bekerja di perkebunan-perkebunan yang tersebar di Sumatra Utara.
Dalam masyarakat suku Jawa Deli, beberapa tradisi budaya suku Jawa
tetap dipertahankan, hanya saja para generasi mudanya semakin banyak tidak
memahami bahasa Jawa seutuhnya seperti di tanah asal mereka di pulau Jawa.
Bahasa Jawa yang mereka gunakan sepertinya sudah tercampur dengan
bahasa-bahasa setempat, sehingga muncullah istilah-istilah baru dalam perbendaharaan
bahasa Jawa Deli.Jadi janganlah heran apabila bertemu dengan seseorang di
Sumatra Utara yang mengaku sebagai orang Jawa, tapi bahasa Jawa nya agak
Meski begitu, beberapa kesenian tradisional Jawa masih mampu bertahan
dan menjadi salah satu bentuk hiburan masyarakat Jawa Deli. Seperti penuturan
beberapa masyarakat suku Jawa Deli, “keluarga saya sudah ada campuran Batak,
Aceh, Melayu dan China. Jadi, kebudayaannya itu sudah tidak murni lagi,
sehingga minat dan kecintaannya sudah jauh berkurang dari sebelumnya”. Saat
ini, untuk beberapa daerah komunitas Jawa, misalnya di kabupaten Deli Serdang
masih ditemukan kegiatan kesenian tradisional Jawa. Namun, tidak sebanyak dan
serutin sebelum-sebelumnya.Masyarakat Jawa Deli sadar kesenian tradisional
harus tetap dipertahankan. Salah seorang Tokoh Jawa Deliserdang Rasiman
menyatakan, lunturnya kesenian Jawa disebabkan kurangnya minat generasi muda
menggeluti kesenian ini. Budaya modern yang ditularkan melalui media televisi
telah membuat anak muda tak lagi peduli budayanya“.
Secara Geogrfis, kabupaten Langkat bersebelahan dengan Nangroe Aceh
darusalam (NAD) dan dihuni oleh tiga etnis besar seperti Jawa, Aceh dan Batak
(Karo). Stidaknya telah memberikan dampak yang besar dalam akulturasi budaya
di daerah tersebut. Ambruknya kesultanan melayu di beberapa tempat seperti
Simalungun Deli, Asahan dan Serdang menandai berakhirnya feodalitas di
Sumatera Timur. Hal yang sama juga terjadi pada komunitas Langkat dimana
tujuh kerajaan feodalistis ini menemui ajalnya.
Menurut Anthony Reid Situasi dan kondisi itu sebagai era dimana terjadi
pembalikan arah dalam revolusi Modern. Reid (1984) juga mengemukakan bahwa
sempurna dalam sejah Revolusi di Indonesia dan merupakan titik balik yang
paling dramatis di sekitar mana sejarah modern daerah-daerah itu berputar. Pada
masa itu kesetian orang melayu kepada rajanya terkenal sepanjang sejarah. Tidak
banyak di negeri ini dimana kerajaan begitu diagungkan seperti
kesultanan-kesultanan Melayu di Malaysia, sesudah itu dilanda gejolak kekerasan revolusi
selama enam bulan yang menyapu bersih raja-raja Melayu dan Aceh, punah untuk
selama-lamanya.66
Fenomena mengenai akulturasi dan sejarah etnisitas di Kabupaten Langkat
tidak hanya terjadi di perhiasan. Tetapi, di beberapa desa tetangga terutama di
sekitaran Kecamatan Selesai juga terdapat dua atau perpaduan telah bebas
dilakukan. Walaupun kawasan ini pada awalnya adalah teritorial Melayu tetapi Membaurnya warga melayu dan warga beretnis jawa dalam melakukan
aktivitas di daerah ini menjadi bukti nyata akulturasi budaya dua etnis berbeda
yakni Jawa dan Melayu. Bisa jadi, kondisi itu membuat kawasan perhiasan sulit
untuk menampilkan nuansa Jawa secara dominan, begitu pula nuansa Melayu
secara dominan. Sebab. Budaya dari etnis seakan menjadi satu dan membentuk
nuansa yang berbeda. Meski demikian akultursi tersebut melahirkan budaya baru.
Dalam kata lain, meskipun kedua budaya itu berbaur dengan mantap tapi tidak
ditemukan klam bahwa budaya tersebut adalah budaya Jawa atau Melayu, Namun
cenderung diakui sebagai budaya umum lokal yang berlaku sama.
66
bukan berarti alasan bagi etnik lain untuk tidak masuk. Justru selain semakin
banyak kelompok etnik yang melakukan hal sama juga semakin banyak membina
kehidupan bersama.
Memang adanya akulturasi budaya yang terjadi disuatu daerah, disatu sisi
akan memperkaya khazanah budaya masing-masing. Karena dari akulturasi itu
tidak jarang akan menimbulkan perkembangan budaya baru. Tentu saja, hal ini
memiliki nilai Positif dan sepatutnya di pertahankan.Secara umum perkembangan
etnisitas di kabupaten langkat telah menunjukan perkembangan yang cukup
berarti. Rumah dengan semi permanen hampir menyeluruh di berbagai pelosok
dapat ditemukan, jalan-jalan menghubungkan antar desa, kecamatan dan Provinsi
sudah terlihat baik. Dibeberapa kawasan tertentu dengan melihat bentuk rumah
yang ditampilkan maka secara spontan dapat kita kemukakan bahwa rumah
tersebut adalah milik komunitas tertentu. Seperi melayu dengan panggungnya atau
Joglo yakni model Jawa.67
67
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang dominan antara kesukuan dengan
kemenangan caleg di kabupaten Langkat di Pemilu 2014.
Untuk memberikan penjelasan atas penarikan kesimpulan tersebut, ada
beberapa hal yang perlu dipaparkan sebagai hasil analisis tentanghubunganantara
kesukuan dengan kemenangan caleg di kabupaten Langkat di Pemilu 2014 yang
berkaitan dengan sudut pandang kesukuan lebih ditentukan seberapa besar
intensitas kebersamaan di antara mereka atau dikaitkan dengan jarak yang lebih
dekat antara calon dan pemilih pada saat pemilihan umum.
Indonesia merupakan negara yang multikultural yang terdiri dari berbagai
suku, agama dan ras. Kehidupan masyarakat Indonesia dengan demikian selalu
melibatkan perujukan pada pluralitas budaya suku serta fenomena bagaimana
pluralitas budaya ini jalankan. Kesukuan secara otomatis kemudian menjadi
cara pandang kehidupan manusia diterapkan dimanapun tempat dan
kehidupannya dalam menjalankan akitifitasnya. Setiap masyarakat di Indonesia
menjalankan budayanya. Budaya ini juga tidak lepas dari bagaimana sistem
politik yang tumbuh bersama suku yang mendiaminya.
Budaya politik masyarakat sebuah wilayah di Indonesia tidak lepas dari
ketergantungan pilihan politik pemimpinnya, baik pemimpin adat, suku, maupun
agama akan menggambarkan budaya politik macam apa yang berkembang di
dalam masyarakat tersebut. Hal ini berkaitan dengan budaya patronase yang masih
melekat dalam politik Indonesia.
Faktor kesukuan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan politik, walaupun sementara pihak seringkali memandang kesukuan
dalam politik tidak lebih hanya sebagai kondisi-kondisi yang mewarnai corak
kehidupan politik dalam suatu wilayah, tanpa memiliki hubungan baik dengan
sistem politik maupun struktur politik. Untuk itu, Kesukuan politik sangat
diperhitungkan sama sekali dalam proses-proses politik. Asumsi itu banyak
digunakan sebagai pendekatan seorang calon menjelang pemilihan umum.
Kesukuan saat ini menjadi subjek yang sangat penting sebagai salah satu variabel
penting dalam sistem politik, karena variabel ini mencerminkan faktor-faktor
subjektif yang sangat menguntungkan.
Dewasa ini, Dalam setiap perhelatan pemilihan umum. Di banyak wilayah
di Indonesia termasuk kabupaten Langkat. kelompok kesukuan seringkali menjadi
target kepentingan partai politik, Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati
menyamakan persepsi anggota dalalm kesukuan tertentu yang seragam untuk
diarahkan dalam frame politik dengan memakai baju kesukuan dan adat istiadat.
Kesukuan salah satu aspek yang sangat penting dalam hubungan politik.
Hal ini disebabkan munculnya kesukuan menyangkut gagasan tentang perbedaan,
dikotomi didalam masyarakat juga sebagai sebuah pembedaan terhadap dasar asal
usul, dan karakteristik budaya. Dari perspektif politik, kesukuan berkaitan dengan
nasionalisme. Kehidupan politik suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh
kesukuan.
Demikian pula sebaliknya kesukuan mempengaruhi kehidupan politik.
Kemunculan kesukuan telah menjalin hubungan dengan politik. Kontak dengan
kelompok suku yang lain dan masing masing menerima gagasan dan ide ide
perbedaan di antara mereka, baik secara kultural maupun politik. Dengan kata
lain, Kesukuan muncul dalam kerangka hubungan relasional, dalam interaksinya
dengan dunia luar dan komunitas kelompoknya. Kesukuan merupakan satu hal
yang berpengaruh terhadap kandidat dalam menjaring masa untuk memperoleh
kekuatan politik guna memperoleh dukungan dari masyarakat. Karena dalam
konteks politik kesukuan, suku merupakan satu kekuatan yang penting untuk
meraih kekuasaan.
Kabupaten Langkatmerupakan sebuah wilayah yang multi budaya, multi
etnis, agama, ras, dan multi golongan. Namun, ketika terjadi pemilihan umum
menimbulkan kesalahpahaman mengenai politik di Kabupaten Langkat. Maka
dapat dikatakan saya simpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat terhadap
perilaku politik seseorang. Gambaran mengenai isu kesukuan memang melekat
pada beberapa Caleg yang bertarung dalam Pemilihan umum di kabupaten langkat
pada tahun 2014 yang lalu. Mayoritas calon melihat peluang berdasarkan
kesukuan, agama, dan kapabilitasnya. Secara substansi isu kesukuan seolah
menjadi komoditas politik dan dipakai saat memilih para calon menjelang pemiliu
saja. Isu kesukuan sangat sering digunakan untuk mendulang suara.
Sebagai sebuah penguatan argumen dalam hubungan kesukuan dan
kemenangan calon legislatif di kabupaten Langkat. Melihat fenomena yang terjadi
di kabupaten Langkat pada Pemilihan Legislatif 2014 yang lalu. Kesukuan
menjadi sebuah identitas politik kesukuan di kabupaten Langkat. Identitas tersebut
dapat diketahui dengan cara interaksi antara calon dan masyrakat yang meliliki
suku yang sama. Interaksi ini dimanfaatkan sebagai sebuah Identiats seseorang
untuk mendapat pengakuan atas kesukuannya dan penentu diterima atau tidaknya
seseorang tersebut dalam suatu golonganIdentitas Kesukuanyang ada dalam suatu
interaksi yang dilakukan oleh sesama individu, sesama kelompok dan lain
sebagainya dalam sebuah wadah masyarakat.
Dalam sebuah diskursus dan studi ilmiah, pola pendekatan untuk
memahami politik dalam konteks Pemilihan umum di Kabupaten
Langkat.Kesukuan membangkitkan proses pergulatan antar kelompok suku.
kelompok suku dengan pemerintahan Kabupaten Langkat. Kebangkitan politik
kesukuan terjadi karena perasaan identitas, harkat dan martabat sebuah suku
terancam. Oleh karena harkat dan martabat mereka terancam, mereka
berkompetisi merebut jabatan strategis untuk memerintah. Dalam rangka
mewujudkan harkat dan martabat tersebut mereka mempergunakan simbol-simbol
budaya, norma-norma dan hukum adat untuk mengahadang intervensi kelompok
suku yang lain.
Disisi yang lain perjuangan mereka mempergunakan simbol kelompok
kesukuan hanya sebagai instrumen untukmengembalikan identitas, harkat dan
martabat serta berkuasa atas etnis lain yang dianggap mengganggu eksistensi
sebuah suku dan mengakomodasi modernisasi dalam kesukuan di Kabupaten
Langkat.
Kemudian, hubungan kesukuan dan politik tidak lepas dari masuknya
tokoh masyarakat sebuah suku menjadi pemimpin partai politik
tertentu.Tokoh-tokoh ini kemudianmemiliki peran aktif menempatkan orang yang sesuku
dengannya pada tataran legislatif dan ekskutif. Sebab, para calon legislatif
menyadari Partai politik merupakan suatu sarana untuk setiap orang dapat terlibat
aktif dalamengambilan kebijakan publik. Partai politik dibentuk oleh masyarakat
untuk merespon terhadap pentingnya representasi ditingkat parlemen dan
Keberadaan akan identitas seseorang akan diakui ketika seseorang
melakukan interaksi dengan sesamanya. Seseorang calon yang bertarung di
Kabupaten Langkat memerlukan identitas sebagai pengakuan jatidiri atas dirinya.
Identitas tersebut memungkinkan berjalan peranannya dalam masyarakat. Dalam
menyandang identitas dalam kesukuan, seseorang butuh atribut identitas dalam
konstetasi politik seperti pemilu. Atribut ini yang memberikan corak dan nantinya
akan menjadikan seseorang mampu hidup dan berinteraksi dengan orang lain
sesuai dengan peranannya.
Saya menyimpulkan hubungan antara kesukuan dengan kemenangan caleg
di Kabupaten Langkat pada pemilu 2014 lalu tidak dapat dipungkiri
memperhatikan aspek-aspek yang cenderung lebih tertutup dalam hal menentukan
pilihan dibandingkan dengan masyarakat yang hidup didaerah perkotaan pada
umumnya. Sebab para pemilih di kabupaten langkat dalam menentukan
pilihannya menjadikan isu kesukuan sebagai pilihan pertama yang dianggap
mereka paling rasional.
Meskipun politik bagi kebanyakan orang di kabupaten Langkat dianggap
sebagai hal yang tidak penting karena persepsi awal bahwa pemilihan umum tidak
akan merubah nasib mereka. Namun, Persuasi politik secara luas bisa diasumsikan
sebagai cara pandang yang kuat dan isu kesukuan telah berhasil merubah cara
pandang masyarakat di Kabupaten Langkat mengenai pemilihan umum. Jika
mereka berhasil memimpin Langkat maka kedepannya kehidupan masyarakat
mempengaruhi para pemilih di kabupaten langkat. Hal ini terbukti sangat
maksimal mempengaruhi segmentasi pemilih di kabupaten Langkat.
Para pemilih yang akhirnya terbagi dalam kelompok kesukuan yang
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, terutama dalam cara memandang
masalah dan isu-isu menjelang pemilihan umum berlangsung menjelang pemilu
berlangsung. Oleh karena itu, timbulnya perbedaan persepsi ini akan muncul
adanya win-win solution yang ditawarkan diantara beberapa kelompok tersebut
berkaitan dengan isu kesukuan.
Kemudian dalam menentukan segmentasi sasaran pemilih dalam
kampanye, para calon legislatif di Kabupaten Langkat tetap menentukan kesukuan
sebagai kunci dalam pemenangan kampanye. Meskipun dalam pelaksanannya
para Calon Legislatif dikabupaten Langkat tidak sepenuhnyamemaparkan visi
misi atau program kampanye mereka secara maksimal. Namun, para calon
legislatif yang sukses di kabupaten Langkat tersebut mengikuti kegiatan-kegiatan
yang sifatnya pribadi seperti menghadiri undangan pernikahan, mengikuti arisan
kesukuan serta melaksanakan kegiatan yang sifatnya organisasi.
Sosialisasi partai politik beserta calon legislatif yang dilaksanakan
kabupaten Langkat secara umum memainkan peranan strategis kesukuan dalam
mempengaruhi pilihan massa. Isu Kesukuan dalam hal ini diartikan secara luas,
yaitu segala sarana yang terkait dengan penyampaian pesan secara simbolik yang
politik kepada masyarakat yang lebih luas. Ikatan emosional antara calon legislatif
dan pemilih sangat kuat. Dimana pemilih dalam menentukan pilihannya tidak
mudah dipengaruhi dan diubah meskipun ada program-program kampanye pemilu
yang paling bagus pun sulit sekali menarik perhatian pendukung calon legislatif
yang memiliki ikatan emosional kuat. Ikatan emosional ini dapat timbul karena
adanya hubungan kedekatan dengan pemilih. Misalnya, calon legislatif pilihannya
adalah luarganya sendiri atau memiliki suku yang sama dengannya.
Pola interaksi sosial yang berkaitan dengan kesukuan dan pemenangan
calon legislatif di Kabupaten Langkat terkait kesukuan mampu menunjuk pada
penyesuaian politik di Kabupaten Langkat. Isu tersebut menjadi sebuah
keseimbangan dalam pengikat persaudaraan orang-peorangan atau
kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan masa depan politik Kabupaten
Langkat.
Dalam akhir penutup ini penulis menjelaskan keberadaan politiketnisitas
dan politik identitas masih dipandang penting sebagai salah satu media dalam
membangun jaringan politik dan mendekatkan diri dengan masyarakat. Sedangkan
di kalanganbirokrasi dan jajaran eksekutif, kesukuan juga berkaitan dengan
Etnisitas kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai
arti atau kedudukan tertentu karena keturunan adat, agama, danbahasa.
Dalam masyarakat yang multietnik di Kabupaten Langkat, dinamika
politik senantiasa memiliki tegangan yanglebih tinggi dibandingkan pada daerah
tingkat lokal pada pemilu 2014 yang lalu yang menyita perhatian. Aspek
kesukuan dan etnisistas memiliki peran yang sentral dalam politik lokal di
Kabupaten langkat. Hal initampak pada proses pemilihan legislatife di Kabupaten
Langkat.
4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka yang menjadi saran penulis adalah
sebagai berikut:
Pertama, Para Calon Legislatif yang akan bertarung di Pemilihan Umum
sebaiknya meningkatkan kualitas individu dan Ilmu Pengetahuan, kemampuan
berorganisasi dan memimpin, sehingga memberi keyakinan kepada orang banyak
bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi
pemimpin tidak hanya karena faktor identitas kesukuan dan etnisitas saja. Tetapi
juga soal masalah kepastian bahwa masyarakat mendapatkan pemimpin yang
benar-benar tahu persoalan masyarakat terkait kesejahteraan.
Kedua,Peningkatan kualitas kaderisasi dan pendidikan politik di internal partai
politik, sehingga apa yang menjadi tujuan dan cita-cita partai sejalan dengan apa
yang akan diperjuangankan untuk rakyat secara umum. Sebab agar tidak terjadi
keslah pahaman tentang bagaimana calon wakil yang akan di pilih di Pemilihan
Ketiga, Penguatan Sosialisasi terhadap masyarakat bahwa etnisitas dan faktor
kesukuan memang penting namun faktor kemampuan Calon Legislatif
menyampaikan visi misi dan menjalankan program kerakyatan jauh lebih penting
karena bersifat menyeluruh untuk semua kalangan dan tidak dibatasi faktor
kesukuan dan etnisitas.
Ketiga hal ini sangat penting sebagai saran penulis tentang penelitian
hubungan antara kesukuan dan kemenangan calon dalam pemilihan legislatif di
Kabupaten langkat. Pemahaman tentang politik, sosialisasi politik dan pendidikan
politik baik itu untuk para calon legislatif dan masyarakat sangatlah penting. Agar
supaya budaya-budaya yang terkait patronasi politik dapat diminimalisir secara
maksimal serta Calon Legislatif yang terpilih dapat memegang amanah yang akan
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
II. 1 Sejarah Kab. Langkat
II.1.1. Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus
keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang
disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten.
Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang
orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang-orang-orang asli (pribumi) berada di tangan
pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh
:
1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892
2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927
3. Sultan Mahmud 1927-1945/46
Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen struktur pemerintahan
disebut LUHAK dan dibawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik,
secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada didesa.
Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin
jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah
menjadi raja di daerahnya.
Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak
1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh
T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu :
o Kejuruan Selesai
o Kejuruan Bahorok
o Kejuruan Sei Bingai
o Distrik Kwala
o Distrik Salapian
2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh
Pangeran Tengku Jambak/T.Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2
kejuruan dan 4 distrik yaitu :
o Kejuruan Stabat
o Kejuruan Bingei
o Distrik Secanggang
o Distrik Padang Tualang