• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

A. Balai Harta Peninggalan Sebagai Kurator

1. Sejarah Keberadaan Balai Harta Peninggalan

Masuknya Belanda sebagai penjajah di Indonesia tidak hanya mengambil hasil bumi Indonesia, tetapi juga merubah sistem hukum yang berlaku di Indonesia yaitu Sistem Hukum Adat dan Sistem Hukum Islam, yang kemudian bertambah lagi Sistem Hukum Belanda. Berlakunya Sistem Hukum Belanda tersebut di Indonesia berdasarkan asas Konkordansi yaitu terhadap orang-orang Belanda di Indonesia tetap diberlakukan Hukum Belanda.42

42

Amri Marjunin, Perwalian Dan Pengampuan Dan Segala Permasalahan Yang Ada Serta Penyelesaiannya (Medan : Balai Harta Peninggalan, 2004), hal. 2

Balai Harta Peninggalan adalah suatu lembaga yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda yang diatur dalam Hukum Perdata Barat. Istilah Balai Harta Peninggalan merupakan terjemahan dari istilah Belanda yaitu Weeskamer. Pada waktu didirikannya lembaga tersebut hanya mengurusi harta warisan dari orang-orang Belanda yang tidak ada pengurusnya, serta menyangkut kepentingan dari anak-anak orang Belanda yang masih di bawah Umur.43

Namun dalam perkembangan selanjutnya, tugas Balai Harta Peninggalan tidak hanya mengurusi kepentingan anak-anak orang Belanda yang belum dewasa saja, melainkan tugas dari lembaga ini menjadi lebih luas lagi yaitu mengurusi harta kekayaan bagi orang-orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, juga mengurusi harta kekayaan bagi orang-orang yang hilang, serta mengurusi harta kekayaan dari orang-orang yang dinyatakan pailit.

Didirikannya Balai Harta Peninggalan berdasarkan Pasal 415 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) yang menetapkan bahwa dalam daerah hukum Pengadilan Negeri ada sebuah Balai Harta Peninggalan yang daerah dan tempat kedudukannya sama dengan daerah dan kedudukan Pengadilan Negeri.44

Namun hingga saat ini ketentuan pasal tersebut tidak dapat terpenuhi, mengingat tugas dari Balai Harta Peninggalan tidak mencakup kepentingan seluruh

43

Tanpa Pengarang, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Balai Harta Peninggalan (Jakarta : Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman, Buku I, 1974), hal. 9.

44

R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta : Pradnya Paramitha, 1992), hal. 130.

warga negara Indonesia, melainkan hanya sebagian kecil saja dari kepentingan warga negara Indonesia yaitu orang-orang yang masih menundukkan diri kepada Hukum Perdata Barat (Burgerlijk Wetboek) saja, seperti orang Timur Asing keturunan Cina, Orang Timur Asing Keturunan Indian dan orang Indonesia yang beragama non- Muslim.45

Pengaturan Balai Harta Peninggalan dalam KUHPdt dapat dijumpai dalam beberapa bab, antara lain46 :

1. Buku I Bab XV Tentang Keadaan Belum Dewasa atau Perwalian. 2. Buku I Bab VII Tentang Pengampuan.

3. Buku I Bab VIII Tentang Keadaan Tidak Hadir (Afwezig).

4. Buku II Bab VIII Tentang Harta Peninggalan Yang Tidak Terurus, Staaatblad

1905 No. 217 jo Staatblad 18 No, 166 Tentang Instruksi Bagi Balai Harta Peninggalan.

Sebagai penuntun tugasnya sehari-hari, terhadap Balai Harta Peninggalan diberikan dasar hukum yang dituangkan dalam bentuk suatu Instruksi. Di dalam

Weeskamer (Balai Harta Peninggalan) tersebut dikenal 4 (empat) instruksi, antara lain47 :

1. Tanggal 16 Juli 1625 terdiri dari 49 pasal yang mengatur organisasi dan tugas- tugas Weeskamer (Balai Harta Peninggalan).

45

Tanpa Pengarang, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Balai Harta Peninggalan, Op. Cit., hal. 9.

46

Ibid.

47

2. Tahun 1642, pada perlakuan kodifikasi yang mengatur organisasi pertama hukum Indonesia, yang isinya kira-kira sama dengan yang pertama.

3. Stb. 1818 No. 72, yang dibuat setelah pemulihan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia sesudah pemerintahan tentara Inggris, juga dalam hal ini tidak banyak perbedaan dengan yang terdahulu.

4. Stb. 1872 No. 166 yang didasarkan pada berlakunya perundang-undangan baru Indonesia pada tahun 1842 dan masih berlaku sampai sekarang.

Saat ini ada 5 (lima) wilayah Balai Harta Peninggalan di Indonesia yaitu48 :

1. Balai Harta Peninggalan Jakarta yang mempunyai 11 (sebelas) kota perwakilan, antara lain : Bandung, Palembang, Bogor, Tasikmalaya, Sukabumi, Cirebon, Purwakarta, Serang, Pangkal Pinang, Pontianak dan Singkawang.

2. Balai Harta Peninggalan Semarang yang mempunyai 6 (enam) kota perwakilan, antara lain : Yogyakarta, Purwokerto, Magelang, Pekalongan, Tegal dan Surakarta.

3. Balai Harta Peninggalan Surabaya yang mempunyai 6 kota perwakilan, antara lain : Malang, Samarinda, Kediri, Probolinggo, Jember dan Banjarmasin.

4. Balai Harta Peninggalan Medan yang mempunyai 6 (enam) kota perwakilan, antara lain : Banda Aceh, Binjai, Bengkalis, Kisaran, Pematang Siantar dan Tanjung Pinang.

5. Balai Harta Peninggalan Ujung Pandang yang mempunyai 3 (tiga) kota perwakilan, antara lain : Manado, Ambon, dan Denpasar.

48

Masing-masing daerah tersebut dengan perwakilan-perwakilannya yang ditetapkan tempat kedudukan dan wilayah kerjanya oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan Pasal 40 Instruksi Balai-Balai Harta Peninggalan di Indonesia Stb. 1872 No. 166 dan seorang anggota utusan Balai Harta Peninggalan Medan yang berkedudukan di Padang.

Namun begitu, perwakilan-perwakilan Balai Harta Peninggalan diberbagai daerah tersebut, secara bertahap dihapuskan. Penghapusan perwakilan Balai Harta Peninggalan tersebut dilakukan dengan 4 (empat) Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, yaitu 49:

1. Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02-PR.07-01 Tahun 1986.

2. Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-PR.07-01 Tahun 1987.

3. Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.04-PR.07-01 Tahun 1987.

4. Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.06-PR.07-01 Tahun 1987.

Penghapusan terhadap perwakilan Balai Harta Peninggalan tersebut dilakukan dengan beberapa alasan, antara lain50 :

49

Ibid.

50

1. Peraturan Perundang-Undangan tentang Balai Harta Peninggalan di Indonesia berlaku untuk golongan tertentu masyarakat Indonesia saja dan hal ini dirasakan bersifat diskriminatif.

2. Volume pekerjaan masih sangat kurang, bahkan banyak yang nihil dan dengan menanti adanya pemberlakuan Hukum Perdata Nasional Indonesia, maka perlu untuk mengurangi perwakilan-perwakilan di Balai Harta Peninggalan tersebut dengan menghapusnya secara bertahap.

Saat ini, Balai Harta Peninggalan Medan yang mempunyai 6 (enam) kota perwakilan, antara lain : Banda Aceh, Binjai, Bengkalis, Kisaran, Pematang Siantar dan Tanjung Pinang.51

Balai Harta Peninggalan mempunyai visi dan misi dalam menunjang kinerja tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Dalam hal tersebut, visi dan misi Balai Harta Peninggalan antara lain :

1. Visi Balai Harta Peninggalan adalah mengayomi Hak Asasi Manusia. khususnya yang oleh hukum dan penetapan pengadilan dianggap tidak cakap bertindak di bidang harta milik.

2. Misi Balai Harta Peninggalan adalah mewakili dan mengurus kepentingan orang- orang yang karena hukum atau Keputusan Hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

51

Tanpa Pengarang, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Balai Harta Peninggalan, Op. Cit., hal. 9.

Sumber Data : Balai Harta Peninggalan Medan (Tahun 2008)

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Harta Peninggalan Medan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01.PR.07.01.80 Tahun 1980

Balai Harta Peninggalan adalah unit pelaksana penyelenggaraan Hukum di Bidang Harta Peninggalan dalam lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung-jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum melalui Direktorat Perdata.

Balai Harta Peninggalan dipimpin seorang Ketua dan dibantu oleh Sekretaris serta Anggota Teknis Hukum.52 Ketua yang mempunyai tugas memimpin perencanaan, pelaksanaan, pemberian bimbingan dan pengawasan atas penyelenggaraan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Balai

PERWAKILAN

Ka. Sub. Bag.TU

Ka. Sie. Wil. I Ka. Sie. Wil. II Ka. Sie. Wil. III

Seks. Anggota Teknis Hukum Anggota Teknis Hk Anggota Teknis Hk Anggota Teknis Hk Anggota Teknis Hkm KETUA Ka.Ur. Keuangan Ka. Ur. Pegawai Ka. Ur. Umum 52

Amirullah dkk, Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan (Jakarta : Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2006), hal. 6.

Harta Peninggalan. Sedangkan Sekretaris yang mempunyai tugas memberikan pelayanan-pelayanan teknis administratif kepada semua unsur di Balai Harta Peninggalan, serta juga merangkap sebagai Anggota Teknis Hukum dan dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretaris dibantu oleh Sub Bagian Tata Usaha dan Seksi-Seksi.

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan Tata Usaha dan Rumah Tangga Balai Harta Peninggalan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :

a. Melakukan Tata Usaha Kepegawaian. b. Melakukan Tata Usaha Keuangan.

c. Melakukan Tata Usaha dan Rumah Tangga.

Sub Bagian Tata Usaha tersebut terdiri dari, antara lain : a. Urusan Kepegawaian.

b. Urusan Keuangan. c. Urusan Umum.

Sedangkan Seksi-Seksi yang meliputi, antara lain : a. Seksi Harta Peninggalan Wilayah I.

b. Seksia Harta Peninggalan Wilayah II. c. Seksi Harta Peninggalan Wilayah III.

Untuk masing-masing Seksi mempunyai tugas mempersiapkan penyelesaian masalah-masalah Perwalian, Pengampuan, Ketidakhadiran dan Harta Peninggalan

yang tidak ada kuasanya dan kepailitan dalam wilayah kerja yang ditetapkan dimana wilayah kerja seksi-seksi ditentukan oleh Ketua Balai Harta Peninggalan.53

Sementara untuk para Anggota Teknis Hukum mempunyai tugas untuk secara kolegial melaksanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan.

2. Tugas-Tugas Balai Harta Peninggalan Sebagai Kurator

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 19 Juni 1980 No. M.01.Pr.07.01-80 Tahun 1980 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan yang menyatakan tentang Tugas dan Fungsi Balai Harta Peninggalan, maka ada 4 (empat) hal pokok yang menjadi tugas dari Balai Harta Peninggalan tersebut yang sebagaimana telah diutarakan sebelumnya yang sesuai dengan pasal-pasal yang terdapat dalam KUHPerdata dan Instruksi Balai Harta Peninggalan dan dapat diperinci tugas-tugasnya, antara lain :

a. Balai Harta Peninggalan selaku wali pengawas atau wali sementara.54

b. Masalah pengampuan diatur dalam Pasal 433 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut yang diletakkan di bawah pengampuan (onder curatele gesteld), yaitu orang- orang dewasa atau sudah cukup umur menurut KUHPerdata.55

c. Pembukuan dan pendaftaran Surat Wasiat (hal ini sesuai dengan Pasal 41 dan Pasal 42 O.V jo Pasal 937 dan Pasal 942 KUHPerdata).

53

Ibid., hal. 7.

54

Komar Andasasmita, Notaris II (Bandung : Sumur, 1983), hal. 135-136.

55

d. Kurator dalam Kepailitan (hal ini diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau disingkat UUK dan PKPU)

Tugas Balai Harta Peninggalan yang akan dibahas dalam tulisan ini terbatas hanya satu tugas saja yaitu tugas Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator pemerintah.

Kurator merupakan lembaga yang sangat penting keberadaannya dalam kepailitan. Dalam Kepailitan, Kurator adalah orang yang memiliki keahlian khusus untuk mengurus dan/atau membereskan harta pailit dengan tujuan untuk melakukan pembagian harta kekayaan debitor kepada para kreditornya dengan prosedur serta tata cara tertentu.56 Vollmar menyatakan bahwa “De kurator is belast, aldus de wet, met het beheer en de vereffening van de failliete boedel” (kurator adalah bertugas, menurut Undang-undang, mengurus dan membereskan harta pailit).57

Pengangkatan kurator dimuat dalam putusan pailit. Pasal 15 UUK dan PKPU menegaskan bahwa :

a. Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan;

56

Yuhelson, Tugas Dan Kewenangan Kurator Dalam Proses Kepailitan, (Jakarta : Departemen Hukum dan HAM RI, 2006), hal. 2

57

Dikutip dalam Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, ( Jakarta : Prenada Media Group, 2008) hal 108.

b. Dalam hal debitor, kreditor dan atau pihak yang berwenang mengajuka permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan kurator kepada pengadilan, maka BHP diangkat selaku kurator.

Pasal 70 ayat (1) UUK dan PKPU menyatakan bahwa, “Kurator sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 69 adalah Balai Harta Peninggalan atau Kurator lainnya”. Selanjutnya Pasal 70 Ayat (2) menyebutkan bahwa yang dapat menjadi kurator lainnya adalah :

a. Orang perseorangan yang berdomisil di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit; dan b. Terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jwabnya di bidang

hukum dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69 UUK dan PKPU secara tegas menyebutkan bahwa tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Tugas pengurusan dan pemberesan harta atas harta pailit dilakukan sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan itu diajukan Kasasi atau peninjauan kembali.58

Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UUK dan PKPU menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pemberesan” adalah penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang. Dengan ditunjuknya kurator sebagai pihak yang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka untuk itu perlu diketahui tugas dan wewenang dari kurator tersebut sesuai dengan UUK dan PKPU.

58

Tugas-tugas Kurator dalam rangka pengurusan dan pemberesan harta pailit, antara lain :

a. Memuat pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia.59

b. Mengamankan harta pailit.60

c. Mengadakan rapat-rapat Kreditor seperti : Rapat kreditor

d. , Rapat Verifikasi, Rapat Pembahasan Perdamaian dan Rapat-Rapat lain yang dibutuhkan dalam proses kepailitan.

e. Menghadapi segala tuntutan terhadap harta pailit.61 f. Menerima pendaftaran tagihan dari para kreditor.62 g. Menyusun daftar kreditor.63

h. Melakukan sidang perselisihan apabila terdapat perselisihan mengenai status dan jumlah tagihan kreditor.64

i. Menyusun daftar Inventaris harta pailit.65

59

Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

60

Pasal 98 dan Pasal 99 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

61

Pasal 26 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

62

Pasal 27 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

63

Pasal 117 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

64

Pasal 127 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

65

Pasal 100 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

j. Melakukan Rapat pembahasan rencana perdamaian, apabila debitor pailit mengajukan rencana perdamaian.66

k. Membuat Laporan kepada Hakim Pengawas.67

l. Melakukan pengakhiran Kepailitan dan Rehabilitasi68 yaitu berakhir karena Pasal 166, Pasal 202 dan Pasal 207 UUK dan PKPU.

Sementara itu, untuk Kewenangan Kurator dalam proses Kepailitan antara lain, yaitu :

a. Melanjutkan kegiatan usaha atau operasional debitor pailit, apabila dipandang menguntungkan dan memaksimalkan budel pailit.69

b. Melakukan Pencocokan atau verifikasi terhadap utang-piutang.70 c. Mewakili debitor pailit baik di dalam maupun di luar Pengadilan.71

d. Melakukan peminjaman dana, apabila diperlukan, yaitu semata-mata dalam rangka meningkatkan harta pailit.72

66

Pasal 146-Pasal 148 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

67

Pasal 74 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

68

Pasal 115-Pasal 221 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

69

Pasal 104 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

70

Pasal 113-Pasal 116 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

71

Pasal 69 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

72

Pasal 69 ayat (2) huruf b Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

e. Menjual budel pailit semata-mata untuk mempertahankan dan membayar biaya- biaya Kepailitan. Kurator mempunyai hak untuk menjual asset sebelum diadakan rapat para kreditor.73

f. Meminta kepada Pengadilan untuk menahan debitor yang tidak kooperatif.74 g. Melakukan penjualan dan/atau pelelangan atas asset debitor pailit.75

h. Membagikan hasil penjualan asset kepada para kreditor.76

Dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit, kurator melaksanakan prinsip transparansi. Prinsip transparansi ini dilaksanakan kurator dengan tujuan agar debitor, kreditor dan para pihak yang berkepentingan dapat mengetahui setiap proses yang dilalui dan tidak merugikan kepentingan para pihak. Pengaturan Prinsip Transparansi dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dapat dilihat antara lain dalam :

a. Melakukan pinjaman dana untuk meningkatkan harta pailit. Hal ini berdasarkan Pasal 69 ayat (2) huruf b UUK dan PKPU jo Pasal 104 UUK dan PKPU.

b. Melakukan penguangan aktiva atau asset untuk membayar atau melunasi utang. Hal ini berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UUK dan PKPU jo Pasal 184

73

Pasal 184 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

74

Pasal 93-Pasal 95 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

75

Pasal 185 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

76

Pasal 188-Pasal 192 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

UUK dan PKPU, Pasal 185 UUK dan PKPU, Pasal 188 sampai dengan Pasal 192 UUK dan PKPU.

Dalam melakukan fungsi dan tugasnya, Kurator harus memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit terutama dalam melakukan asset recovery dalam upaya mengumpulkan dan memaksimalkan harta pailit untuk kemudian dapat dibagikan kepada para kreditor.

Melihat peran serta tanggung-jawab yang luas dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka terhadap Kurator (pemerintah atau perorangan) sangat dituntut profesionalisme, independensi dan integritas moral yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dalam rangka melaksanakan tugas kurator di bidang kepailitan, pemerintah telah menindak lanjuti isi UUK dan PKPU dengan mengeluarkan ketentuan khusus yaitu Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01-HT.05-10 Tahun 2005 Tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus.

Secara umum untuk dapat menjadi seorang Kurator, harus memenuhi syarat- syarat memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Penguasaan dalam bidang hukum( hukum perdata dan hukum pidana) yang cukup memadai.

2. Penguasaan dalam bidang hukum Kepailitan dan Perseroan.

3. Penguasaan dalam bidang Manajemen (dalam hal debitor pailit merupakan suatu perusahaan yang masih dapat diselamatkan kegiatan usahanya).

4. Penguasaan dasar mengenai keuangan.77

Keahlian ini sangat diperlukan karena pengurusan dan pemberesan harta pailit merupakan proses yang rumit yang membutuhkan sebagaimana disyaratkan di atas.

77

Kuratorlah yang melakukan segala tindakan hukum baik pengurusan dan pemberesan harta pailit di bawah pengawasan hakim pengawas. Kurator harus bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

3. Asas-Asas Dan Prinsip-Prinsip Yang Terdapat Dalam Kepailitan

Kepailitan adalah “suatu penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitor untuk kepentingan kreditor secara bersama-sama. Pailit hanya mengenai kekayaan dan tidak mengenai pribadi dari orang yang dinyatakan pailit (debitor). Faillisement

adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang yang berpiutang secara adil”.78

Sebagaimana yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa Kepailitan merupakan eksekusi massal yang ditetapkan dengan suatu Keputusan Hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama Kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditor, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwenang, sehingga sesungguhnya Kepailitan bertujuan untuk :

a. Mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditor secara perorangan.

78

Victor M. Situmorang dan Hendri Sukarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), hal. 11.

b. Ditujukan hanya mengenai harta benda Debitor, bukan pribadinya. Jadi Debitor, tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum di luar kekayaan.79

Pasal 1 ayat (1) UUK dan PKPU yang menyatakan bahwa, “kepailitan adalah sita umum atas semua harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.

Lembaga Kepailitan merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimanakah hukum harus bertindak manakala seorang Debitor tidak dapat membayar utang- utangnya dan bagaimana pertanggung-jawaban Debitor tersebut dalam hubungannya dengan harta kekayaan yang masih ada atau akan dimilikinya.

Dilakukannya penyitaan secara massal dimaksudkan untuk menghindari para kreditor bertindak sendiri-sendiri, agar semua kreditor memperoleh manfaat dari harta kekayaan debitor yang mengalami pailit, dengan cara dibagi menurut pertimbangan hak tagihan atau tuntutan mereka masing-masing.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, tujuan kepailitan antara lain :

a. Melindungi para Kreditor konkruen untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakuknya asas hukum jaminan, bahwa “semua harta kekayaan Debitor baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baikyang telah ada maupun akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi perikatan Debitor”, yaitu dengan cara memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan- tagihannya terhadap debitor. Menurut Hukum Indonesia, asas jaminan tersebut dijamin oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Hukum Kepailitan menghindarkan terjadinya saling rebut di antara para kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya UUK dan PKPU, maka akan terjadi

79

Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung : Mandar Maju, 1999), hal 1.

Kreditor yang lebih kuat akan mendapatkan bagian yang lebih banyak dari pada Kreditor yang lemah.

b. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor di antara para kreditor sesuai dengan asas pari-passu (membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor konkruen atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing Kreditor tersebut). Di dalam Hukum Indonesia, asas pari-passu dijamin oleh Pasal 1132 KUHPerdata.

c. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan seorang debitor pailit, maka debitor tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit tersebut status hukum dari harta kekayaan debitor menjadi harta pailit.

d. Pada Hukum Kepailitan Amerika Serikat, memberikan perlindungan hukum terhadap debitor yang beritikad baik dari para kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum Kepailitan Amerika Serikat, seorang debitor perorangan (individual debtor) akan dibebaskan dari utang- utangnya setelah selesai tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta

Dokumen terkait