• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Kebijakan Proteksi Film Asing di Republik Rakyat Tiongkok

Republik Rakyat Tiongkok adalah salah satu negara yang menerapkan kebijakan proteksi terhadap produk impor. Semua produk impor wajib mematuhi semua aturan telah ditetapkan. Dengan melakukan proteksi, pemerintah dapat melindungi produk dalam negerinya. Kebijakan proteksi tersebut tidak hanya melihat dari sisi ekonomi saja, namun dalam hal menjaga budaya dan nilai-nilai tradisional merupakan salah satu fokus pemerintah yang dilakukan melalui propaganda. 86

Di negara Tiongkok sendiri, kebijakan proteksi juga dilakukan terhadap film asing. Jadi semua film asing yang akan ditayangkan di negara tersebut harus melalui tahapan-tahapan seperti kuota sampai penyensoran. Kita dapat melihat bagaimana Tiongkok bisa dikatakan sangat ketat sekali dalam meloloskan film asing. Dari mulai kebijakan kuota yang hanya 34 dengan 14 film berkualitas IMAX/3D sampai tahapan penyensoran yang dinilai berlebihan bagi perusahaan film asing.87 Adegan tersebut langsung dipotong dan tidak diperbolehkan diubah

kembali oleh perusahaan film asing.

Maka dari itu, dalam melihat kebijakan proteksi film di Tiongkok kita perlu melihat sejarah munculnya kebijakan tersebut. Bagaimana bentuk proteksi tersebut ketika pertama kalinya dilakukan. Berdasarkan sumber yang penulis dapatkan, kebijakan ini awalnya dikeluarkan karena desakan masyarakat

86 Michelle Yang, 2010, Effective Censorship : Maintaining Control In China, University of Pennsylvania : Philadelphia, hal.10

Tiongkok terutama dari kelompok nasionalis terhadap maraknya pemutaran film asing di Tiongkok tahun 1905 sampai pertengahan tahun 1920an.88 Film asing

diperbolehkan untuk ditayangkan di Tiongkok sejak akhir tahun 1890-an atau pada masa Dinasti Qing.89 Dan pada saat itu, tidak ada kebijakan proteksi terhadap

film asing di Tiongkok.

Industri film di Tiongkok terus berkembang pesat. Setidaknya bioskop- bioskop di Tiongkok menjadi tempat hiburan bagi masyarakatnya. Namun berkembangnya industri film di Tiongkok justru membuat dominasi film asing di negara tersebut semakin besar. Dalam sebulan, sebagian besar film yang ditayangkan di Tiongkok berasal dari perusahaan film asing terutama rumah produksi Hollywood dari Amerika Serikat.90 Masyarakat Tiongkok lebih akrab

dengan bintang Hollywood seperti Charlie Chaplin, Douglas Fairbanks, dan lilian Gish daripada aktor lokal.91 Shanghai yang menjadi pusat industri film Tiongkok

hampir keseluruhannya dikuasai oleh pihak asing. Jadi wajar jika film asing sangat dominan di Tiongkok.

Namun yang menimbulkan permasalahan terutama bagi masyarakat Tiongkok adalah penggambaran negatif tentang Tiongkok dan masyarakatnya.92

Film asing yang tidak dikontrol langsung oleh pemerintah membuat perusahaan asing terutama Hollywood membuat film sesuai dengan keinginan mereka. Setidaknya dalam beberapa film Hollywood yang ditayangkan di Tiongkok selalu menampilkan masyarakat Tiongkok yang pecandu rokok berat.93 Di tiongkok, ada

88 Sheldon Hsia Peng Lu, 1997, Transnational Chinese Cinema :Identity, Nationhood, Gender, University Hawai’i Press : Honolulu, hal. 36

89 Ibid,

90 Ibid, hal. 4

91 Ibid,

92 Ibid, hal.36

tanaman yang bernama opium dimana opium digunakan dalam rokok dan dapat membuat orang mabuk. Selain itu, dalam film tersebut masyarakat Tiongkok yang menjadi aktornya selalu digambarkan sebagai penjudi, pencuri sampai pekerja rendahan.94

Masyarakat Tiongkok terutama kelompok nasionalis menentang penggambaran buruk tentang negaranya. Perusahaan film Amerika Serikat secara tidak langsung memberikan stereotyping buruk kepada masyarakat Tiongkok ke seluruh dunia.95 Karena film dari rumah produksi Hollywood tersebut juga

ditayangkan di bioskop-bioskop negara lain. Inilah yang kemudian menimbulkan tekanan kepada pemerintah Tiongkok untuk membuat kebijakan mengenai penayangan film asing yang merugikan Tiongkok dan masyarakatnya.

Dan aksi protes tersebut tidak hanya dilakukan masyarakatnya saja namun didukung oleh media. Setidaknya pada tahun 1920-an, berita utama koran dan majalah di Tiongkok selalu menampilkan penggambaran film asing yang merugikan negaranya.96 Semua media menggerakkan opini jika Amerika Serikat

berusaha untuk mempermalukan Tiongkok di dunia internasional. Mereka menganggap hal tersebut sebagai bukti jika film asing lebih mengunggulkan orang kulit putih dan berusaha untuk menguasai dunia. Semua film asing hampir tidak memberikan pandangan positif terhadap negaranya.97

Setelah protes dari media bermunculan, seluruh masyarakat Tiongkok ikut mengkritik pemerintah yang tidak peduli terhadap penayangan film asing di negaranya. Dari berbagai protes inilah pemerintah Tiongkok memberikan respon

94 Ibid,

95 Ibid,

96 Ibid, hal 37

dengan membuat kebijakan baru. Pada tahun 1928, Departemen Dalam Negeri Tiongkok mengeluarkan 13 belas peraturan baru mengenai industri film di Tiongkok.98 Peraturan tersebut berisi tentang larangan adegan yang menampilkan

citra buruk Tiongkok dan masyarakatnya.

Peraturan tersebut belum sepenuhnya mengatur film asing. Barulah pada tahun 1930, Departemen Dalam Negeri bersama Departemen Pendidikan Tiongkok mengeluarkan aturan resmi mengenai film asing yang melanggar budaya dan nilai-nilai masyarakat Tiongkok yang sudah berkembang sejak lama.99

Meskipun kebijakan tersebut telah dilakukan, tetapi beberapa film asing masih menampilkan adegan yang menjelekkan negara Tiongkok terutama masyarakatnya.

Film tersebut berjudul Welcome Danger buatan sutradara AS yaitu Harold Llyod yang diputar di 2 bioskop Shanghai. Dalam film tersebut, semua pemain yang berasal dari Tiongkok digambarkan sebagai orang yang bodoh, polos, dan kasar. Penayangan perdana film Welcome Danger di Shanghai yang ditayangkan pada februari 1930 mengundang aksi protes yang dilakukan masyarakat Tiongkok.100 Mereka menolak penggambaran buruk masyarakat Tiongkok dalam

film tersebut. Seluruh media nasional juga ikut memberitakan penayangan perdana film yang merugikan martabat negaranya.

98 Ibid,

99 Ibid,

Gambar 4.1 Salah satu adegan dalam film Welcome Danger101

Salah satu aksi protes dilakukan oleh sekelompok mahasiswa yang dipimpin oleh Hong Shen.102 Hong merupakan mahasiswa lulusan Universitas

Harvard Amerika Serikat sekaligus seorang seniman yang mempelopori gerakan New Culture Movement pada tahun 1920-an.103 Penayangan film buatan Llyod

sangat dikecam oleh Hong dan kelompoknya. Untuk itu, Hong melakukan aksi protes dengan mendatangi langsung penayangan perdana film tersebut di Shanghai. Ketika beberapa menit film tersebut diputar, Hong melakukan orasi di dalam bioskop mengenai film tersebut.

Hong menjelaskan jika film Welcome Danger memiliki tujuan untuk menjelekkan masyarakat Tiongkok. Disitulah kemudian sekitar 350 penonton yang menonton film tersebut bersimpati dengan aksi Hong dan langsung keluar dari bioskop tersebut. Setelah itu, Hong ditangkap oleh kepolisian Shanghai kemudian dibebaskan. Kemudian Hong melayangkan gugatan ke kantor cabang Partai Nasional di Shanghai terhadap dua bioskop di Shanghai. Dalam gugatan tersebut Hong menuntut pihak bioskop yang tidak mengikuti peraturan negara sekaligus mendukung perusahaan film asing.104

Gugutan tersebut berhasil dimenangkan oleh Hong dan pengadilan memutuskan 7 hukuman yang harus dilakukan oleh rumah produksi film Welcome

101 Ibid,

102 Ibid, hal. 39

103 Ibid,

Danger.105 Salah satunya adalah pelarangan pemutaran film Welcome Danger di

seluruh bioskop Tiongkok dan permintaan maaf Duta Besar AS kepada Departemen Dalam Negeri Tiongkok.106 Harold Llyod beserta pegawainya harus

meminta maaf kepada seluruh masyarakat Tiongkok. Dan yang terpenting film asing harus mematuhi aturan film di Tiongkok.

Tindakan yang dilakukan Hong menjadi pemberitaan media. Aksi protes semakin kuat di media nasional dengan menggambarkan pemerintah Tiongkok yang tidak dapat melawan pengaruh film asing. Media juga mengkritik jumlah penayangan film lokal yang sedikit. Demonstrasi tersebut direspon pemerintah dengan membuat kebijakan sensor film terhadap semua film di Tiongkok termasuk film asing pada November 1930.107 Secara resmi, pemerintah Tiongkok

mendirikan lembaga sensor film yang bernama Film Censorship Committee ( Dianying Jiancha Weiyuanhui ) pada Januari 1931.108

Kebijakan sensor film ini merupakan bentuk kebijakan kontrol pertama oleh pemerintah Tiongkok pada saat itu.109 Dengan adanya lembaga sensor film

tersebut, maka otomatis semua film termasuk film asing harus melalui FCC sebelum akan ditayangkan di bioskop. Jika ada adegan yang dianggap melanggar aturan, maka pihak FCC akan memotong adegan tersebut.

Dengan diberlakukannya proteksi tersebut, maka rumah produksi film asing tidak bisa membuat film sesuai dengan keinginan mereka termasuk memberikan penggambaran negatif terhadap negara Tiongkok. Apa yang terjadi pada film Welcome Danger merupakan konsekuensi dari aturan yang sudah 105 Ibid, hal. 40

106 Ibid,

107 Stephen Theo, 2009, Chinese Martial Arts Cinema : The Wuxia Tradition, Edinburgh University Press : Edinburg, hal. 42

108 Ibid,

dikeluarkan sebelumnya. Dan akibat film tersebut, semua film produksi Harold Llyod dilarang tayang oleh pemerintah Tiongkok. Meskipun dalam film tersebut tidak ada penggambaran negatif mengenai masyarakat Tiongkok, namun pemerintah Tiongkok melarang semua film Llyod dengan alasan keamanan.

Dari penjelasan sejarah dapat diambil sebuah kesimpulan jika awal mula lahirnya kebijakan proteksi terhadap film asing di Tiongkok berawal dari kebencian kelompok nasionalis tentang pemberian citra negatif terhadap Tiongkok dan masyarakatnya.110 Setelah Tiongkok dikuasai oleh kelompok nasionalis,

masyarakat Tiongkok memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap negara. Ketika Dinasti Qing masih memimpin wilayah Tiongkok, tidak ada regulasi mengenai produk impor. Produk asing dapat dengan mudah masuk ke Tiongkok. Dan yang dirugikan dalam hal ini tentu produsen lokal. Produk-produk mereka akan kalah saing dengan produk asing. Salah satunya dalam hal film. Film-film lokal sangat sedikit ditayangkan di bioskop . Setidaknya dari tahun 1920 sampai 1949, Sembilan puluh persen film yang diputar di bioskop Tiongkok merupakan film asing buatan rumah produksi film Hollywood.111 Berkembangnya

film asing di Tiongkok selain menyajikan cerita film yang menarik, juga dikarenakan seluruh bioskop Tiongkok dikuasai oleh pihak asing.

Perusahaan film lokal memprotes mudahnya film asing untuk dapat ditayangkan di Tiongkok. Proteksi yang dilakukan oleh pemerintah hanyalah melihat dari isi film saja. Sedangkan perusahaan film lokal perlu dibantu untuk membuat film yang berkualitas. Mereka membandingkan dengan regulasi industri film di Jepang dimana jumlah film asing yang diperbolehkan tayang di negara 110 Sheldon Hsia Peng Lu, Op. Cit, hal. 41

tersebut dibatasi di bawah 30%.112 Berbeda dengan Tiongkok yang tidak

menerapkan sistem kuota seperti di Jepang.

Masalah yang sebenarnya dihadapi oleh perusahaan film lokal adalah biaya produksi dan teknologi. Semua film lokal diproduksi dengan biaya yang sangat murah. Teknologi kamera sampai visual masih menggunakan yang lama. Berbeda dengan film Hollywood yang lebih menjual karena efek kamera dan pengerjaannya rapi. Dan masyarakat Tiongkok tentu akan lebih memilih film asing dibandingkan dengan film lokal. Berbeda jika dalam film asing tersebut menampilkan adegan buruk tentang Tiongkok. Tentu masyarakat akan melarang penayangan film tersebut. Namun untuk mengajak menonton film buatan perusahaan film Tiongkok sangat tidak mudah.

Setelah kurang lebih 30 tahun dipimpin oleh kelompok nasionalis, Tiongkok dipimpin oleh partai Komunis yang kemudian mendeklarasikan negaranya sebagai Republik Rakyat Tiongkok. Pada masa kepemimpinan Mao Zedong, proteksi yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok bisa dikatakan lebih kuat. National Film Censorship Committee sebagai penanggung jawab masalah perfilman kemudian diisi oleh orang-orang komunis.113 Semua perusahaan film

sampai kepemilikan bioskop yang dibeli oleh warga asing, sepenuhnya diambil langsung oleh negara sejak tahun 1949.114

Semua aparatur negara dikontrol oleh negara salah satunya dalam industri film Tiongkok. Bioskop dijadikan alat propaganda oleh Partai Komunis Tiongkok untuk melakukan doktrinisasi ideologi kepada masyarakatnya. 115Masyarakat

112Sheldon Hsia Peng Lu, op. cit, hal. 43

113 Ibid, hal. 6

114 Ibid,

Tiongkok diwajibkan untuk mempelajari dan menerapkan nilai-nilai komunis. Dan semua film lokal Tiongkok berubah menjadi film yang lebih menonjolkan ideologi komunis.

Dan untuk film asing sendiri, pemerintah Tiongkok melarang seluruh penayangan film asing semenjak tahun 1949 sampai 1994.116 Pelarangan film

asing tersebut sejalan dengan ideologi komunis yang tidak menerima masuknya produk impor karena dikhawatirkan akan mengganggu eksistensi film lokal di Tiongkok. Dan Partai Komunis Tiongkok tidak hanya melihat dari segi proteksi terhadap film lokal saja namun pengaruh budaya luar yang dibawa oleh film asing yang dapat merusak rasa nasionalisme masyarakatnya.

Setelah kurang lebih 35 tahun kebijakan pelarangan impor film tersebut dilakukan, pada tahun 1994 pemerintah Tiongkok membuat kebijakan kuota impor untuk pertama kalinya dengan membatasi jumlah film impor sebanyak 10 film.117 Kuota tersebut dibagi menjadi dua yaitu kuota film bagi hasil dan kuota flat-fee. Dalam bagi hasil, perusahaan film asing akan mendapatkan 15% dari total pendapatan filmnya di Tiongkok.118 Tentunya persentase tersebut sangat kecil jika

dibandingkan dengan Eropa yang memasang persentase sebesar 50%.119

Sedangkan untuk kuota film flat-fee, pemerintah akan membeli film tersebut dari perusahaan film asing namun total pendapatan dari film tersebut sepenuhnya diambil oleh distributor. Setidaknya penggunaan kuota tersebut dapat digunakan pihak asing untuk memasarkan filmnya di Tiongkok. Setelah memutuskan untuk bergabung dengan Tiongkok , Tiongkok kembali menaikkan 116 Sabrina McCutchan, 2013, Government Allocation of import Quota Slots to US Film in China’s Cinematic Movie Market, Duke University : Nort Carolina, hal. 9

117 Ibid, hal. 12

118 Ibid,

kuota film asing dari semula 10 menjadi 20 film.120 Dan kemudian pada tahun

2012, Tiongkok dan AS mengeluarkan memorandum baru mengenai film asing yang termasuk dalam revenue-sharing dimana kuota untuk film impor ditambah menjadi 34 dan 14 film tambahan diwajibkan memiliki kualitas IMAX/3D.121

Ketika Xi Jinping terpilih menjadi Presiden Tiongkok, proteksi terhadap film asing bertambah lebih ketat dari sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari pengurangan jumlah film asing yang masuk ke Tiongkok sendiri setiap tahunnya. Belum lagi diskriminasi yang dilakukan pemerintah Tiongkok untuk mendahulukan penayangan film asing dibanding film lokal adalah salah satu hambatan. Dan masih banyak lagi kebijakan proteksi yang terus dilakukan pada masa pemerintahannya.

Dokumen terkait