KEJAYAAN UMAT ISLAM
C. Sejarah Kejayaan Umat Islam
Al-Qur’an merupakan asas peradaban dalam sejarah Islam. Al-Qur’an di samping berisikan ayat-ayat ahkam, juga bermuatan sejarah, bahkan kisah-kisah al- Qur’an dan yang berkenaan dengan sejarah, itu lebih banyak dibanding ayat ahkam. Kisah-kisah al-Qur’an yang berkenaan dengan fitrah manusia seperti kisah Nabi Ibrahim as., yang dalam pencarian Tuhan26dapat dikembangkan menjadi filsafat Islam yang mengungkapkan fitrah, seperti apa yang sudah dilakukan penulis buku Hay Ibn Yaqzhân.27 Asas pemikiran yang semacam inilah yang membuat tumbuh dan berkembangnya filsafat Islam dan berjaya dalam sejarah.28
Al-Qur’an telah membeberkan peradaban bangsa-bangsa dan pengalaman manusia sejak Nabi Adam as., sehingga penutup para nabi, Rasulullah Muhammad saw. beserta ideologi, landasan etis, dan struktur politik. Muatan kisah yang beragam dan memenuhi sendi-sendi kehidupan, bahkan kisah yang tidak dimaksudkan sebagai
26
al-Qur’an, al-An‘âm (6) : 75-79
27
Hay Ibn Yaqzhân adalah tokoh yang di tulis oleh filosof Ibn Thufail al-Andalusi (1185 H). Kisah dalam buku tersebut memuat pandangan-pandangan filosofis, dan menggambarkan kemajuan pemikiran manusia secara tabiat sehingga dapat sampai kepada tingkat yang tertinggi dari makrifat kepada Allah dan kekekalan ruh. Kisah ini mempunyai pengaruh luas terhadap pemikiran kaum intelektual
28
catatab sejarah dan analogi semata. Seperti kisah Nabi Yusuf dan Ismail yang mengangkat kongkrit pentingnya pendidikan sejak kanak-kanak.29
Merupakan suatu keharusan untuk melihat ke masa lalu, baik masa lalu itu khusus berhubungan dengan umat Islam atau juga yang berhubungan dengan kemanusiaan secara umum, untuk dijadikan pelajaran. Seruan Allah dalam firman- Nya
ِﺭﺎﺼﺑﻻﺍ
ﻲِﻟﻭﹸﺃﺎﻳﺍﻭﺮِﺒﺘﻋﺎﹶﻓ
()
Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS. Al-Hasyr (59) : 2)
Penggunaan akal logis dengan segala perhitungan yang matang, juga harus difungsikan secara optimal untuk perluasan wawasan hidup. Hal seperti ini tidak dapat dilakukan kecuali melalui perlawatan, atau paling tidak melalui membaca dan media informasi yang dapat mengantarkan kita menjelajahi dunia, firman Allah ;
ﹶﻥﻮﹸﻜﺘﹶﻓ
ِﺽﺭﻻﺍ
ﻲِﻓ
ﺍﻭﲑِﺴﻳﻢﹶﻠﹶﻓﹶﺃ
ﺭﺎﺼﺑﻻﺍ
ﻰﻤﻌﺗ
ﻻ
ﺎﻬﻧِﺈﹶﻓ
ﺎﻬِﺑ
ﹶﻥﻮﻌﻤﺴﻳﹲﻥﺍﹶﺫﺍَﺀ
ﻭﹶﺃ
ﺎﻬِﺑ
ﹶﻥﻮﹸﻠِﻘﻌﻳ
ﺏﻮﹸﻠﹸﻗ
ﻢﻬﹶﻟ
ِﺭﻭﺪﺼﻟﺍﻲِﻓﻲِﺘﱠﻟﺍﺏﻮﹸﻠﹸﻘﹾﻟﺍ
ﻰﻤﻌﺗﻦِﻜﹶﻟﻭ
()
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj (22) : 46)
29 ‘Abbâs Maħmûd al-‘Aqâd,
Perluasan wawasan, dengan mengambil pelajaran dari sejarah pengalaman bangsa-bangsa lain di muka bumi sangat dianjurkan oleh al-Qur’an, banyak sekali ayat yang menekankan akan pentingnya perjalanan, menjelajahi dunia untuk dapat diambil i’tibar. Dalam surah ar-Rûm yang akan menjadi bahasan tesis ini disebutkan dua kali,
ﺍﻭﺭﺎﹶﺛﹶﺃﻭ
ﹰﺓﻮﹸﻗ
ﻢﻬﻨِﻣ
ﺪﺷﹶﺃ
ﺍﻮﻧﺎﹶﻛ
ﻢِﻬِﻠﺒﹶﻗ
ﻦِﻣ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﹸﺔﺒِﻗﺎﻋ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﻒﻴﹶﻛ
ﺍﻭﺮﹸﻈﻨﻴﹶﻓ
ِﺽﺭﻻﺍ
ﻲِﻓ
ﺍﻭﲑِﺴﻳ
ﻢﹶﻟﻭﹶﺃ
ِﻟ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﺎﻤﹶﻓ
ِﺕﺎﻨﻴﺒﹾﻟﺎِﺑ
ﻢﻬﹸﻠﺳﺭ
ﻢﻬﺗَﺀﺎﺟﻭ
ﺎﻫﻭﺮﻤﻋ
ﺎﻤِﻣ
ﺮﹶﺜﹾﻛﹶﺃ
ﺎﻫﻭﺮﻤﻋﻭ
ﺽﺭﻻﺍ
ﺍﻮﻧﺎﹶﻛ
ﻦِﻜﹶﻟﻭ
ﻢﻬﻤِﻠﹾﻈﻴ
ﹶﻥﻮﻤِﻠﹾﻈﻳﻢﻬﺴﹸﻔﻧﹶﺃ
)
ﻡﻭﺮﻟﺍ
:
٩(
Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul- rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali- kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.(QS. ar-Rûm (30): 9)
ﲔِﻛِﺮﺸﻣﻢﻫﺮﹶﺜﹾﻛﹶﺃﹶﻥﺎﹶﻛﹸﻞﺒﹶﻗ
ﻦِﻣ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﹸﺔﺒِﻗﺎﻋ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﻒﻴﹶﻛﺍﻭﺮﹸﻈﻧﺎﹶﻓِﺽﺭﻻﺍ
ﻲِﻓﺍﻭﲑِﺳ
ﻞﻗ
)
ﻡﻭﺮﻟﺍ
:
٤٢(
Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)". (QS. ar-Rûm (30): 32)
ﻮﹸﻗ
ﻢﻬﻨِﻣ
ﺪﺷﹶﺃ
ﻢﻫ
ﺍﻮﻧﺎﹶﻛ
ﻢِﻬِﻠﺒﹶﻗ
ﻦِﻣ
ﺍﻮﻧﺎﹶﻛ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﹸﺔﺒِﻗﺎﻋ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﻒﻴﹶﻛ
ﺍﻭﺮﹸﻈﻨﻴﹶﻓ
ِﺽﺭﻻﺍ
ﻲِﻓ
ﺍﻭﲑِﺴﻳ
ﻢﹶﻟﻭﹶﺃ
ﹰ
ﺓ
ٍ
ﻕﺍﻭ
ﻦِﻣِﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻦِﻣ
ﻢﻬﹶﻟﹶﻥﺎﹶﻛ
ﺎﻣﻭﻢِﻬِﺑﻮﻧﹸﺬِﺑ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻢﻫﹶﺬﺧﹶﺄﹶﻓ
ِﺽﺭﻻﺍﻲِﻓ
ﺍﺭﺎﹶﺛﺍَﺀﻭ
)
ﻦﻣﺆﳌﺍ
:
٢١(
Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allah. (QS. al-Mu’min (40): 21)
ﻳﻢﹶﻠﹶﻓﹶﺃ
ﺍﺭﺎﹶﺛﺍَﺀﻭ
ﹰﺓﻮﹸﻗ
ﺪﺷﹶﺃﻭ
ﻢﻬﻨِﻣ
ﺮﹶﺜﹾﻛﹶﺃﺍﻮﻧﺎﹶﻛ
ﻢِﻬِﻠﺒﹶﻗ
ﻦِﻣ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﹸﺔﺒِﻗﺎﻋ
ﹶﻥﺎﹶﻛﻒﻴﹶﻛ
ﺍﻭﺮﹸﻈﻨﻴﹶﻓ
ِﺽﺭﻻﺍﻲِﻓ
ﺍﻭﲑِﺴ
ﹶﻥﻮﺒِﺴﹾﻜﻳﺍﻮﻧﺎﹶﻛ
ﺎﻣ
ﻢﻬﻨﻋﻰﻨﹾﻏﹶﺃﺎﻤﹶﻓِﺽﺭﻻﺍ
ﻲِﻓ
)
ﻦﻣﺆﳌﺍ
:
٨٢(
Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka.(QS. al-Mu’min (40): 82)
Dan ayat-ayat lainnya yang mengharuskan umat Islam melihat sejarah dunia melalui perspektif al-Qur’an, yang meliputi sejarah masa lalu ataupun goresan sejarah sekarang dan yang sedang berlangsung.
Dalam mempelajari sejarah akan ditemukan hukum alam, sunnah, undang- undang atau ketentuan yang berlaku yang bersifat kongkrit, yang berkaitan dengan peradaban, masalah-masalah kemanusiaan dan jatuh bangunnya suatu bangsa.
Hukum-hukum tidak dapat digantikan dengan hukum-hukum yang lain. Ditegaskan dalam firman-Nya,
ﻼﻳِﺪﺒﺗ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﺔﻨﺴِﻟﺪِﺠﺗﻦﹶﻟﻭﹸﻞﺒﹶﻗﻦِﻣ
ﺍﻮﹶﻠﺧ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﻲِﻓ
ِﻪﱠﻠﻟﺍﹶﺔﻨﺳ
()
Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. (QS. Al-Aħzâb (33) : 62)
.
ﲔِﻟﻭﻻﺍ
ﹶﺔﻨﺳ
ﻻِﺇ
ﹶﻥﻭﺮﹸﻈﻨﻳ
ﹾﻞﻬﹶﻓ
ِﻪِﻠﻫﹶﺄِﺑ
ﻻِﺇ
ﹸﺊﻴﺴﻟﺍ
ﺮﹾﻜﻤﹾﻟﺍ
ﻖﻴِﺤﻳ
ﻻﻭ
ِﺊﻴﺴﻟﺍ
ﺮﹾﻜﻣﻭ
ِﺽﺭﻻﺍ
ﻲِﻓ
ﺍﺭﺎﺒﹾﻜِﺘﺳﺍ
ﻼﻳِﻮﺤﺗ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﺔﻨﺴِﻟﺪِﺠﺗﻦﹶﻟﻭﻼﻳِﺪﺒﺗ
ِﻪﱠﻠﻟﺍِﺔﻨﺴِﻟﺪِﺠﺗﻦﹶﻠﹶﻓ
()
karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. (QS. Al-Fâthir (35) : 43)
ﻼﻳِﺪﺒﺗِﻪﱠﻠﻟﺍِﺔﻨﺴِﻟﺪِﺠﺗﻦﹶﻟﻭ
ﹸﻞﺒﹶﻗﻦِﻣﺖﹶﻠﺧ
ﺪﹶﻗ
ﻲِﺘﱠﻟﺍِﻪﱠﻠﻟﺍﹶﺔﻨﺳ
()
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. (QS. al-Fatħ (48): 23) Seluruh yang ada di alam ini tidak terlepas dari sunnah Allah. Peraturan alam sudah diatur sedemikian rupa, dan Nabi Muhammad saw., juga tidak lepas dari sunnah Allah, dalam meraih kemenangan maupun ketika ditimpa kekalahan. Apabila faktor-faktor kemenangan telah terpenuhi, maka kemenangan akan didapat.
Sebaliknya begitu juga, apabila penyebab kekalahan itu sudah menumpuk, maka yang ditunai adalah kekalahan. Hal yang sama juga terjadi kepada kita selam 14 abad dalam panggung sejarah dunia.
ﻢِﻬِﺴﹸﻔﻧﹶﺄِﺑﺎﻣﺍﻭﺮﻴﻐﻳﻰﺘﺣ
ٍﻡﻮﹶﻘِﺑﺎﻣﺮﻴﻐﻳﻻﻪﱠﻠﻟﺍ
ﱠﻥِﺇ
()
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’du (13) : 11)
Sebagaimana dialami oleh kaum muslimin dalam Perang Uhud, firman Allah
ﺎﻣ
ِﺪﻌﺑ
ﻦِﻣ
ﻢﺘﻴﺼﻋﻭ
ِﺮﻣﻻﺍ
ﻲِﻓ
ﻢﺘﻋﺯﺎﻨﺗﻭ
ﻢﺘﹾﻠِﺸﹶﻓ
ﺍﹶﺫِﺇ
ﻰﺘﺣ
ِﻪِﻧﹾﺫِﺈِﺑ
ﻢﻬﻧﻮﺴﺤﺗ
ﹾﺫِﺇ
ﻩﺪﻋﻭ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻢﹸﻜﹶﻗﺪﺻ
ﺪﹶﻘﹶﻟﻭ
ِﻣﻭ
ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ
ﺪﻳِﺮﻳ
ﻦﻣ
ﻢﹸﻜﻨِﻣ
ﹶﻥﻮﺒِﺤﺗ
ﺎﻣ
ﻢﹸﻛﺍﺭﹶﺃ
ﺎﹶﻔﻋ
ﺪﹶﻘﹶﻟﻭ
ﻢﹸﻜﻴِﻠﺘﺒﻴِﻟ
ﻢﻬﻨﻋ
ﻢﹸﻜﹶﻓﺮﺻ
ﻢﹸﺛ
ﹶﺓﺮِﺧﻻﺍ
ﺪﻳِﺮﻳ
ﻦﻣ
ﻢﹸﻜﻨ
ﲔِﻨِﻣﺆﻤﹾﻟﺍ
ﻰﹶﻠﻋ
ٍﻞﻀﹶﻓﻭﹸﺫ
ﻪﱠﻠﻟﺍﻭﻢﹸﻜﻨﻋ
()
Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah mema`afkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman. (QS. Âli’Imrân (3) : 152)
Seperti juga kekalahan yang menimpa kaum musyrik dalam perang Badar, hal ini tidak terlepas dari sunnah Allah, diterangkan dalam firman-Nya,
ِﺪﻴِﺒﻌﹾﻠِﻟ
ٍﻡﻼﹶﻈِﺑ
ﺲﻴﹶﻟ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﱠﻥﹶﺃﻭ
ﻢﹸﻜﻳِﺪﻳﹶﺃ
ﺖﻣﺪﹶﻗ
ﺎﻤِﺑ
ﻚِﻟﹶﺫ
()
ﺍﻭﺮﹶﻔﹶﻛ
ﻢِﻬِﻠﺒﹶﻗ
ﻦِﻣ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﻭ
ﹶﻥﻮﻋﺮِﻓ
ِﻝﺍَﺀ
ِﺏﹾﺃﺪﹶﻛ
ﺧﹶﺄﹶﻓ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﺕﺎﻳﺂِﺑ
ِﺏﺎﹶﻘِﻌﹾﻟﺍ
ﺪﻳِﺪﺷ
ﻱِﻮﹶﻗ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﱠﻥِﺇ
ﻢِﻬِﺑﻮﻧﹸﺬِﺑ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻢﻫﹶﺬ
()
ﹰ
ﺔﻤﻌِﻧ
ﺍﺮﻴﻐﻣ
ﻚﻳ
ﻢﹶﻟ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﱠﻥﹶﺄِﺑ
ﻚِﻟﹶﺫ
ﻢﻴِﻠﻋ
ﻊﻴِﻤﺳﻪﱠﻠﻟﺍ
ﱠﻥﹶﺃﻭﻢِﻬِﺴﹸﻔﻧﹶﺄِﺑﺎﻣ
ﺍﻭﺮﻴﻐﻳﻰﺘﺣ
ٍﻡﻮﹶﻗ
ﻰﹶﻠﻋ
ﺎﻬﻤﻌﻧﹶﺃ
()
Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya, (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir`aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya. Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni`mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Anfâl (8) : 51-53)
Namun sepertinya kebanyakan dari umat Islam belum memporsikan pembahasan sejarah pada tempat yang sebenarnya, seperti halnya al-Qur’an telah mencontohkan. Dalam pembahasan fiqih thaharah umat ini masih terlalu banyak membuang energi percuma, padahal para sahabat ra., tidak mencontohkan demikian, begitupun al-Qur’an. Pembahasan fiqih thaharah dalam al-Qur’an hanya dibahas sekali, yakni dalam surah al-Mâidah ayat 6
ﻰﹶﻟِﺇﻢﹸﻜﹶﻠﺟﺭﹶﺃﻭﻢﹸﻜِﺳﻭُﺀﺮِﺑ
ﺍﻮﺤﺴﻣﺍﻭِﻖِﻓﺍﺮﻤﹾﻟﺍﻰﹶﻟِﺇﻢﹸﻜﻳِﺪﻳﹶﺃﻭ
ﻢﹸﻜﻫﻮﺟﻭﺍﻮﹸﻠِﺴﹾﻏﺎﹶﻓِﺓﻼﺼﻟﺍ
ﻰﹶﻟِﺇﻢﺘﻤﹸﻗﺍﹶﺫِﺇ
ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ
ﻭﺮﻬﱠﻃﺎﹶﻓ
ﺎﺒﻨﺟﻢﺘﻨﹸﻛ
ﹾﻥِﺇﻭِﻦﻴﺒﻌﹶﻜﹾﻟﺍ
ﻢﹶﻠﹶﻓَﺀﺎﺴﻨﻟﺍ
ﻢﺘﺴﻣﻻﻭﹶﺃِﻂِﺋﺎﻐﹾﻟﺍﻦِﻣﻢﹸﻜﻨِﻣﺪﺣﹶﺃَﺀﺎﺟﻭﹶﺃٍﺮﹶﻔﺳ
ﻰﹶﻠﻋﻭﹶﺃﻰﺿﺮﻣﻢﺘﻨﹸﻛﹾﻥِﺇﻭ
ﺍ
ﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ
ﹶﻞﻌﺠﻴِﻟ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﺪﻳِﺮﻳﺎﻣ
ﻪﻨِﻣ
ﻢﹸﻜﻳِﺪﻳﹶﺃﻭ
ﻢﹸﻜِﻫﻮﺟﻮِﺑ
ﺍﻮﺤﺴﻣﺎﹶﻓ
ﺎﺒﻴﹶﻃﺍﺪﻴِﻌﺻ
ﺍﻮﻤﻤﻴﺘﹶﻓ
ًﺀﺎﻣ
ﺍﻭﺪِﺠﺗ
ﺪﻳِﺮﻳﻦِﻜﹶﻟﻭ
ٍﺝﺮﺣﻦِﻣ
ﹶﻥﻭﺮﹸﻜﺸﺗﻢﹸﻜﱠﻠﻌﹶﻟﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋﻪﺘﻤﻌِﻧﻢِﺘﻴِﻟﻭﻢﹸﻛﺮﻬﹶﻄﻴِﻟ
)
ﺓﺪﺋﺎﳌﺍ
:
٦
(
30Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. al- Mâidah (5): 6)
Sebenarnya umat ini telah menorehkan sejarah gemilang dalam panggung sejarah dunia, yang hal ini dilakukan hanya dalam waktu relatif sangat singkat. Betapa tidak bangsa terpencil dari semenanjung Arabia, dengan jumlah yang sedikit dan persenjataan yang sederhana, dapat menggulingkan Imperium Persia dan Romawi, dua negara adikuasa waktu itu. Padahal keahlian mereka dalam bidang kemiliteran dan persenjataan, juga logistik lainnya sangat sempurna.
Hal-hal apakah yang bisa menggerakkan umat Islam, sehingga gerakan mereka dapat dengan mudah menyapu bersih segala bentuk penyesatan dan kesengsaraan hidup.
Tentu dalam kemenangan-kemengan tersebut ada tahapan sunnah Allah yang berlaku, karena segala sesuatu itu sudah ada ukuran dan takaran masing-masing. Menuju kebahagiaan dan kejayaan ada ukurannya, terperosok kedalam kesengsaraan
30
juga ada faktor-faktor penyebabnya, Allah menegaskan,
ٍﺭﺪﹶﻘِﺑﻩﺎﻨﹾﻘﹶﻠﺧ
ٍﺀﻲﺷ
ﱠﻞﹸﻛﺎﻧِﺇ
)
٤٩(
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS. Al- Qamar (54) : 49)
ٍﻡﻮﹸﻠﻌﻣٍﺭﺪﹶﻘِﺑﻻِﺇ
ﻪﹸﻟﺰﻨﻧﺎﻣﻭﻪﻨِﺋﺍﺰﺧ
ﺎﻧﺪﻨِﻋﻻِﺇ
ٍﺀﻲﺷ
ﻦِﻣ
ﹾﻥِﺇﻭ
)
٢١(
Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.(QS. al- Hijr (15) : 21)
Maka kalaulah umat ini menginginkan mendapat hidayah dan petunjuk kepada agama yang benar, umat ini harus menyiapkan diri untuk mendapat hidayah tersebut dengan segala persiapannya. Sama dengan seorang petani yang menginginkan tanamannya berhasil, maka dia harus menyiapkan lahan pertaniannya, membersihkan dari rerumputan, membajak lahan dan lainnya hingga tanah siap ditanami. Segala sesuatu ada takaran dan aturannya, ditegaskan dalam firman-Nya,
ِ
ﺽﺭﻻﺍ
ﻲِﻓﻩﺎﻨﹶﻜﺳﹶﺄﹶﻓٍﺭﺪﹶﻘِﺑًﺀﺎﻣ
ِﺀﺎﻤﺴﻟﺍ
ﻦِﻣ
ﺎﻨﹾﻟﺰﻧﹶﺃﻭ
()
Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi. (QS. Al-Mu’minûn (23) : 18)
Itulah ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kehidupan ini. Maka sesungguhnya setiap individu dapat mengkoreksi dan menjadi saksi atas apa yang telah diperbuat.
ﺎﺒﻴِﺴﺣ
ﻚﻴﹶﻠﻋ
ﻡﻮﻴﹾﻟﺍ
ﻚِﺴﹾﻔﻨِﺑ
ﻰﹶﻔﹶﻛ
ﻚﺑﺎﺘِﻛ
ﹾﺃﺮﹾﻗﺍ
()
ﹶﻓ
ﻯﺪﺘﻫﺍ
ِﻦﻣ
ﱡﻞِﻀﻳ
ﺎﻤﻧِﺈﹶﻓ
ﱠﻞﺿ
ﻦﻣﻭ
ِﻪِﺴﹾﻔﻨِﻟ
ﻱِﺪﺘﻬﻳﺎﻤﻧِﺈ
ﺎﻬﻴﹶﻠﻋ
()
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. (QS. Al-Isrâ’ (17) : 14-15)
Umat Islam sekarang harus memahami ketentuan-ketentuan ini, mengkaji secara intensif untuk dijadikan pedoman pengentasan dari keterbelakangan. Menempatkan ketentuan takaran secara profesional, menuju kepada kebangkitan dan kejayaan yang dinantikan. Maka dalam pembahasan berikut akan dicoba menggali kembali atas apa-apa yang pernah didapat oleh generasi awal umat ini, dengan maksud dapat dijadikan tauladan untuk meraih kebahagiaan dan kejayaan.
Telah menjadi kesepakatan di antara umat bahwa sigmen khusus Sejarah Islam yang paling realistis adalah yang paling dekat dengan cita-cita keimanan, Nabi Muhammad saw., sebagai sentranya. Khulafâ’ ar-Rasyidîn menjadi simbol bagi generasi Islam. Ia mengilhami usaha-usaha membangkitkan kembali cita-cita Islam yang diwujudkan dan dikokohkan dalam wujud nyata. Sebagaimana terjadi sepanjang pemerintahan Umar Ibn Abdul Aziz (101/720) atau azh-Zhahir Ibn Amrillah (623/1325), harapan baru dihasilkan, kendati nampak rintangan-rintangan.31
31
a. Kondisi Masyarakat Prakelahiran Nabi Muhammad saw.
Kondisi masyarakat Arab prakelahiran Muhammad saw., secara umum hidup berpindah-pindah dan berkelompok-kelompok menjadi sebuah suku atau klan. Masing-masing suku merupakan sebuah kesatuan yang mandiri. Seluruh kesetiaan terserap ke dalam kelompok yang bertindak sebagai sebuah kolektivitas untuk mempertahankan individu anggota kelompoknya.32 Perasaan ‘ashabiah sangat kental dalam perilaku kehidupan keseharian.33
Perang antar suku kerap terjadi hanya karena masalah-masalah sepele. Pertumpahan darah yang seharusnya dapat dihindari ini, diabadikan Allah dalam firman-Nya,
ﱠﻠﻟﺍﹶﺔﻤﻌِﻧ
ﺍﻭﺮﹸﻛﹾﺫﺍﻭ
ِﺭﺎﻨﻟﺍﻦِﻣٍﺓﺮﹾﻔﺣ
ﺎﹶﻔﺷﻰﹶﻠﻋ
ﻢﺘﻨﹸﻛﻭﺎﻧﺍﻮﺧِﺇ
ِﻪِﺘﻤﻌِﻨِﺑﻢﺘﺤﺒﺻﹶﺄﹶﻓ
ﻢﹸﻜِﺑﻮﹸﻠﹸﻗ
ﻦﻴﺑﻒﱠﻟﹶﺄﹶﻓ
ًﺀﺍﺪﻋﹶﺃﻢﺘﻨﹸﻛ
ﹾﺫِﺇﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ
ِﻪ
ﺎﻬﻨِﻣﻢﹸﻛﹶﺬﹶﻘﻧﹶﺄﹶﻓ
Dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. (QS. Âli ‘Imrân (3) : 103)
Sedangkan kondisi dunia global tidak kalah peliknya. Imperium Romawi dan Persia saling menyerang dan berupaya mencari dukungan sekaligus memperluas lingkup
32
Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2000, h. 19.
33
‘Ashabiah yang dimaksud disini adalah ‘ashabiah yang dicela oleh agama bukan ‘ashabiah yang didasarkan kepada fakor-faktor keagamaan atau keduniawian legal, sebagaimana dimaksud oleh Ibnu Khaldun (808 H/1406 M). Zainab al-Khudhairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, terj. Ahmad Rofi’
pengaruhnya.34 Dalam perebutan wilayah dan pengaruh, kedua adidaya ini sering sekali tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan. Penindasan dan kesewenang- wenangan merupakan pemandangan keseharian yang gampang ditemukan.
b. Kejayaan Umat Islam Masa Kenabian
Kelahiran Nabi Muhammad saw., pada 570 M. merupakan titik terang sejarah peradaban gemilang kemanusiaan secara keseluruhan. Dilahirkan di Makkah sebuah kota, bukan sekedar desa kecil sesuai dengan nama yang disandangkan al-Qur’an kepada kota ini Ummu al-Qurâ,35 dalam firman-Nya,
ﺎﻬﹶﻟﻮﺣ
ﻦﻣﻭﻯﺮﹸﻘﹾﻟﺍ
ﻡﹸﺃﺭِﺬﻨﺘِﻟﺎﻴِﺑﺮﻋ
ﺎﻧﺍَﺀﺮﹸﻗ
ﻚﻴﹶﻟِﺇﺎﻨﻴﺣﻭﹶﺃﻚِﻟﹶﺬﹶﻛﻭ
()
Demikianlah Kami wahyukan kepadamu al-Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya. (QS. asy-Syûra (42) :7)
ِﲔِﻣﻻﺍ
ِﺪﹶﻠﺒﹾﻟﺍ
ﺍﹶﺬﻫﻭ
()
dan demi kota (Mekah) ini yang aman. (QS. At-Tîn (95) : 3)
Secara geografis, politis, dan kebudayaan, Makkah sebagai sebuah kota sahara sudah mempunyai hubungan dengan dunia luar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kesamaan kisah yang tersebar dimasyarakat Makkah dengan tempat-tempat lainnya.36
34
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender,Perspektif al-Qur’an, Jakarta, Paramadina, 2001, cet. II, h. 104
35
As-Sayyid Abi al-Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadawi, as-Sîrah an-Nabawiyah, Jiddah, Dâr as-Surûq, 1977, cet. 1, h. 58
36
Ini juga dapat dipahami dari tuduhan kaum musyrik terhadap Nabi, bahwa al-Qur’an adalah dongengan belaka,
ﺍ
ﲔِﻟﻭﻻﺍﲑِﻃﺎﺳﹶﺃ
ﺍﻮﹸﻟﺎﹶﻗﻭ
ﻼﻴِﺻﹶﺃﻭ
ﹰﺓﺮﹾﻜﺑِﻪﻴﹶﻠﻋ
ﻰﹶﻠﻤﺗﻲِﻬﹶﻓﺎﻬﺒﺘﺘﹾﻛ
()
Dan mereka berkata: "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang." (QS. Al-Furqân (25) : 5)
Penduduk kota ini menggantungkan hidup kepada perniagaan dan telah menggunakan mata uang Byzantium Romawi dan mata uang Parsi Sasaniyah, disamping menggantungkan hidup kepada pengembalaan dan sedikit pertanian.37
Masyarakat jahiliyah merupakan sifat dari penduduk kota ini, jahil yang dimaksud tentunya bukan jahil kebalikan dari pengetahuan, akan tetapi lebih pada keterbelakangan akidah dan pemikiran, keterbelakangan akan syariat dan hukum, keterbelakangan dalam adat istiadat dan hubungan sosial, serta keterbelakangan politik dan kepemimpinan38. Hal ini dapat kita pahami dari kata-kata jahiliyyah yang kesemuanya kita dapatkan dalam al-Qur’an pada surah-surah periode Madinah. Al- Qur’an menyebutkannya dalam empat tempat, pada setiap penyebutan menunjukkan kepada pengertian yang berbeda.39
Ketika Muhammad saw., mendeklarasikan dakwahnya diatas bukit Shafa,
37
As-Sayyid Abi al-Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadawi, Op. Cit. h. 63
38
Shalah ‘Abdu al-Fattâh al-Khâlidi, at-Tafsîr al-Maudlû’î, Baina an-Nazhariyah wa ath- Thatbîq, Yordan, Dâr an-Nafâis, 1997, cet. 1, h. 172
39 ِﺔﱠﯿِﻠِﻫﺎَﺠْﻟا ﱠﻦَﻇ ﱢﻖَﺤْﻟا َﺮْﯿَﻏ ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ َنﻮﱡﻨُﻈَﯾ . ناﺮﻤﻋ لآ ) ١٥٤ ( َنﻮُﻐْﺒَﯾ ِﺔﱠﯿِﻠِﻫﺎَﺠْﻟا َﻢْﻜُﺤَﻓَأ . ةﺪﺋﺎﻤﻟا ) ٥٠ ( ﻰَﻟوﻻا ِﺔﱠﯿِﻠِﻫﺎَﺠْﻟا َجﱡﺮَﺒَﺗ َﻦْﺟﱠﺮَﺒَﺗﻻَو . باﺰﺣﻻا ) ٣٣ ( ِ ﺬﱠﻟا َﻞَﻌَﺟ ْذِإ ِﺔﱠﯿِﻠِﻫﺎَﺠْﻟا َﺔﱠﯿِﻤَﺣ َﺔﱠﯿِﻤَﺤْﻟا ُﻢِﻬِﺑﻮُﻠُﻗ ﻲِﻓ اوُﺮَﻔَﻛ َﻦﯾ . ﺢﺘﻔﻟا ) ٢٦ (
ﺪﻳﺪﺷ
ﺏﺍﺬﻋ
ﻯﺪﻳ
ﲔﺑﻢﻜﻟ
ﺮﻳﺬﻧ
ﱐﺇ
٤٠
Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan dari Zat Yang siksa-Nya sangat pedih
Seruan ini merupakan pemisah, antara masa lalu yang suram ke masa depan yang cerah, antara kegelapan jahiliyah menuju kebenderangan Islam. Rintangan dan halangan dengan segenap kekuatan jahiliyah, segera menghadang pencerahan ini. Nabi menghadapi hambatan yang bukan saja bersifat mental, tetapi juga bersifat fisik. Beliau di ejek, dihina, di cemooh, dan di sakiti. Untuk menyelamatkan iman sejumlah Muslimin Makkah, pada tahun kelima dari tugas kenabian, mereka hijrah ke Ethiopia ( Habasyah). Beliau mengahapi semua cobaan dengan segala ketegaran, beliau pernah melontarkan kalimat terkenal ini kepada pamannya,
ﻢﻋ
ﺎﻳ
,
ﻱﺭﺎﺴﻳ
ﰲ
ﺮﻤﻘﻟﺍ
ﻭ
ﲏﻴﳝ
ﰲﺲﻤﺸﻟﺍ
ﻊﺿﻭ
ﻮﻟ
ﷲﺍ
ﻭ
,
ﺮﻣﻻﺍﺍﺬﻫ
ﻙﺮﺗﺃ
ﻥﺃ
ﻲﻠﻋ
,
ﷲﺍ
ﻩﺮﻬﻈﻳ
ﱵﺣ
ﻪﺘﻛﺮﺗﺎﻣ
ﻪﻴﻓﻚﻠﻫﺃ
ﻭﺃ
٤١Wahai pamanda, sungguh!? Sekiranya mereka memberiku matahari di tangan kananku, bulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan urusan ini, sekali-kali aku tiada akan meninggalkannya sampai Allah memenangkanku atau aku mati karenanya.
Dengan penuh keyakinan sejak gerakan dakwah dimulai, akan pertolongan Allah untuk memuliakan agama ini dan memberikan kejayaan kepada penganutnya,
40
Ahamad Ibn Ali Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fathu al-Bâri, Beirut, Dâru al-Kutup al-‘Ilmiyah,
1997, cet. 2, Juz 8, h. 7420, No. 4770
41 Abu al-Fidâ’ ‘Imâdu al-Dîn Ibn Katsîr,
al-Bidâyah wa an-Nihâyah, Cairo, Dâr al-Fikr al- ‘Arabi, 1990, cet
dengan gigih Nabi menyiarkan agama Islam,
ﲔِﻛِﺮﺸﻤﹾﻟﺍِﻦﻋ
ﺽِﺮﻋﹶﺃﻭ
ﺮﻣﺆﺗﺎﻤِﺑﻉﺪﺻﺎﹶﻓ
()
ﲔِﺋِﺰﻬﺘﺴﻤﹾﻟﺍ
ﻙﺎﻨﻴﹶﻔﹶﻛ
ﺎﻧِﺇ
()
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (QS. Al-Hijr (15) : 94-95)
Setelah tiga belas tahun dari dimulainya dakwah di Makkah, dengan segala macam rintangan dan siksaan, Allah mengizinkan Rasul dan kaum muslimin berhijrah. Pada malam berhijrah meninggalkan Makkah menuju Yastrib yang kemudian berubah dengan nama Madinah, rumah beliau juga sempat di kepung oleh jawara-jawara beringas utusan setiap suku.
Hijrah Rasulullah memberi makna penting dan hikmah besar bagi perkembangan penyiaran Islam. Hal ini dicapai sebagai hasil perubahan peranan taktik dan strategi, ketika beliau masih di Makkah dengan ketika sudah di Madinah. Ketika berada di Makkah beliau hanya berperan sebagai Rasul penyampai wahyu dengan menyeru individu perindividu. Isi pesan yang disampaikan pada umumnya adalah masalah-masalah akhirat, eskatologik, tentang harapan memperoleh balasan kenikmatan bagi yang beriman dan berbuat baik, dan ancaman siksa bagi yang tidak beriman dan berbuat jahat. Jalan penyiaran Islam di Makkah sangat lamban. Dari jumlah sedikit orang-orang Makkah yang memeluk Islam, hanya beberapa orang saja
dari kalangan berada.42
Berbeda dengan ketika di Makkah, setibanya di Madinah, peranan Nabi tidak hanya sebagai seorang penyeru semata, tetapi juga sebagai seorang pemimpin masyarakat dan sekaligus kepala negara. Maka secara bersamaan dalam fungsi sebagai Rasul Allah, beliau tidak lagi menyeru perindividu tetapi perkolompok. Sasaran yang ingin dicapai adalah terbentuknya satu masyarakat bernegara.
Semenjak Rasul dan kaum muslimin menetap di Madinah, sejak itulah dimulai masa awal kejayaan Islam dan umatnya. Kaum muslimin mempunyai negara, dan untuk agama ini ada pembelanya.43 Pertempuran bersenjata antara kebenaran dan kebatilan tidak dapat dihindari. Kemenangan kaum musliman dalam Perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan 2 H,44 pelajaran pada Perang Uhud 7 Syawal 3 H,45 dan Perang Ahzâb pada akhir Syawal hingga Dzul Qa’dah 5 H, yang mana seluruh politeis Arab bersatu menyerang Madinah. Mengakibatkan kaum muslimin tidak tidur kecuali dengan menyanding senjata, disebabkan rasa kwatir yang sangat, sebagaimana digambarkan al-Qur’an,
ﺎﻧﻮﻨﱡﻈﻟﺍ
ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ
ﹶﻥﻮﻨﹸﻈﺗﻭ
ﺮِﺟﺎﻨﺤﹾﻟﺍ
ﺏﻮﹸﻠﹸﻘﹾﻟﺍ
ِﺖﻐﹶﻠﺑﻭ
ﺭﺎﺼﺑﻻﺍ
ِﺖﹶﻏﺍﺯ
ﹾﺫِﺇﻭ
()
ِﻠﺘﺑﺍ
ﻚِﻟﺎﻨﻫ
ﺍﻮﹸﻟِﺰﹾﻟﺯﻭ
ﹶﻥﻮﻨِﻣﺆﻤﹾﻟﺍ
ﻲ
ﺍﺪﻳِﺪﺷ
ﻻﺍﺰﹾﻟِﺯ
()
42
Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-Jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, cet. 1, h. 84
43
Muhammad as-Sayyid Muhammad Yusuf, at-Tamkîn lil al-Ummah al-Islamiyah, fi Dlau’i al-Qur’ân al-Karîm, Cairo, Dâr as-Salâm, 1997, cet. 1. h. 14
44
Shafiyu ar-Rahmân al-Mubârakfûri, al-Raħîqi al-Makhtûm, bahstun fî as-Sîrah an- Nabawiyyah, Cairo, Dâr at-Tauzî’ wa an-Nasyr al-Islâmi, 1996, 190. Tidak disebutkan secara rinci
pertempuran-pertempuran yang terjadi, hanya menyebutkan yang paling menentukan dalam sejarah
ketika tidak tetap lagi penglihatan dan hati naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kalian menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. (QS. Al-Aħzâb (33) : 10-11)
Sehingga sempat terlontar keluhan dari mereka, kapan tiba saatnya kita hidup dalam kedamaian, tidak ada yang kita takuti kecuali Allah swt ? Seorang sahabat ra., juga bertanya ; Wahai Rasulullah, akankah kita begini terus, dalam ketakutan ? Kapan ada saat aman, yang kita dapat meletakkan senjata sebentar ? Rasulullah menjawab ; Bersabarlah kalian sebentar, hingga ada diantara kalian yang duduk diatas singgasana agung, yang disitu tiada gemerincing senjata. Kemudian Allah menurunkan firman- Nya,
ﻦِﻣ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﻒﹶﻠﺨﺘﺳﺍ
ﺎﻤﹶﻛ
ِﺽﺭﻻﺍ
ﻲِﻓ
ﻢﻬﻨﹶﻔِﻠﺨﺘﺴﻴﹶﻟ
ِﺕﺎﺤِﻟﺎﺼﻟﺍ
ﺍﻮﹸﻠِﻤﻋﻭ
ﻢﹸﻜﻨِﻣ
ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﺪﻋﻭ
ﺎﻨﻣﹶﺃﻢِﻬِﻓﻮﺧ
ِﺪﻌﺑﻦِﻣ
ﻢﻬﻨﹶﻟﺪﺒﻴﹶﻟﻭ
ﻢﻬﹶﻟﻰﻀﺗﺭﺍﻱِﺬﱠﻟﺍ
ﻢﻬﻨﻳِﺩ
ﻢﻬﹶﻟﻦﻨﱢﻜﻤﻴﹶﻟﻭ
ﻢِﻬِﻠﺒﹶﻗ
ﻲِﺑ
ﹶﻥﻮﹸﻛِﺮﺸﻳﻻ
ﻲِﻨﻧﻭﺪﺒﻌﻳ
ﹶﻥﻮﹸﻘِﺳﺎﹶﻔﹾﻟﺍﻢﻫﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ
ﻚِﻟﹶﺫﺪﻌﺑﺮﹶﻔﹶﻛ
ﻦﻣﻭ
ﺎﹰﺌﻴﺷ
()
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik. (QS. An-Nûr (24) : 55)46
Janji Allah benar adanya, pasukan ahzab kafirin dikalahkan-Nya, tanpa ada pertempuran yang berarti dengan kaum muslimin,
ﺎﻳِﻮﹶﻗ
ﻪﱠﻠﻟﺍﹶﻥﺎﹶﻛﻭ
ﹶﻝﺎﺘِﻘﹾﻟﺍ
ﲔِﻨِﻣﺆﻤﹾﻟﺍ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻰﹶﻔﹶﻛﻭ
ﺍﺮﻴﺧﺍﻮﹸﻟﺎﻨﻳ
ﻢﹶﻟﻢِﻬِﻈﻴﻐِﺑﺍﻭﺮﹶﻔﹶﻛ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﺩﺭﻭ
ﺍﺰﻳِﺰﻋ
()
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, mereka juga tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah