T E S IS
Diajukan Kepada Program Pascasarjana untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Agama
Oleh :
Mawardi Abdullah
NIM. 02.2.00.1.05.01.0076
Pembimbing :
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M A Dr. A bd. Chair
PASCASARJANA KONSENTRASI TAFSIR – HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Tesis yang berjudul “Pilar-pilar Kejayaan Umat Islam Perspek tif Surah ar-Rûm”,
yang ditulis oleh: Mawardi Abdullah. No. Induk 02.2.00.1.05.01.0076, program
studi Tafsir Hadis, disetujui untuk dibawa ke dalam ujian/penilaian tesis.
Tanggal, Mei 2005 Pembimbing I
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A
Tanggal, Mei 2005 Pembimbing II
Dr. Abdul Chair, M.A
PEDOMAN TRANSLITERASI
ARAB-LATIN
ا
a
خ
kh
ش
sy
غ
g
ن
n
ب
b
د
d
ص
sh
ف
f
و
w
ت
t
ذ
dz
ض
dl
ق
q
ه
h
ث
ts
ر
r
ط
th
ك
k
ء
’
ج
j
ز
z
ظ
zh
ل
l
ي
y
ح
ħ
س
s
ع
‘
م
m
ة
h/t
Vokalisasi
a. Vokal Pendek b. Vokal Panjang
a
â
i
î
u
û
Diftong
ــــي
ــــــــ = ai
ـــــــــــ و = au
Kata Sandang.
Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan tetap
menggunakan huruf tersebut. Misalnya kata, ﺲﻤﺸﻟا ditulis asy-Syamsu, kata ةﺪﯿﺴﻟا
ditulis as-Sayyidah, dan lainnya.
Kata sandang yang diikuti huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan
bunyinya. Misalnya kata ﻢﻠﻘﻟا ditulis al-Qalam, kata ةﺮﻘﺒﻟا ditulis al-Baqarah dan
Syaddah
Syaddah atau tasydid yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan tanda ( ّ ),
dalam transliterasinya dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang
diberi tanda syaddah tersebut. Misalnya ﺎﻨّﺑر ditulis rabbana, dan lain sebagainya.
Khusus lafal ﷲا, artikel لأ tidak ditulis al, melainkan tetap ditulis Allah dan jika
dikaitkan dengan nama seseorang atau kata lain, maka tulisannya disambungkan,
misalnya, ﷲاﺪﺒﻋ ditulis ‘Abdullah, ﷲاﻞﯿﺒﺳ ditulis sabîlillâh dan lainnya.
Singkatan.
swt : Subhânahu wa Ta‘âla
saw : Shallâ-Allâh ‘Alaihi wa Sallam
h. : halaman
QS. : al-Qur’an Surah t.p. : tanpa penerbit tt.p. : tanpa tempat terbit t.th. : tanpa tahun
M : Masehi
H : Hijriyah
ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ
ﻦﲪﺮﻟﺍ
ﷲﺍ
ﻢﺴﺑ
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. Yang Maha Mengetahui, Yang Pengetahuan-Nya
meliputi segala sesuatu. Berkat rahmat dan pertolongan-Nya lah penulisan tesis ini
dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw.
Tesis dengan judul “Pilar-pilar Kejayaan Umat Islam Perspektif Surah ar-Rûm”
ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengungkapkan ajaran Islam yang universal
untuk membangun peradaban ramah dan manusiawi. Kajian ini dipandang perlu
sebagai usaha untuk mengentaskan keterbelakangan dan ketertinggalan umat Islam
yang nota bene sebagai pewaris ajaran al-Qur’an. Meski harus disadari bahwa hal ini
baru merupakan upaya awal yang harus ditindaklanjuti.
Penulisan tesis ini akan sulit diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak. Untuk
itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada;
Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, selaku rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA, selaku
Direktur Pascasarjana, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk
mengenyam pendidikan di program pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif
Bapak Prof. Dr. H. Thib Raya, MA selaku ketua konsentrasi Tafsir Hadits di
pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, atas motifasi dan dukungan tiada hentinya yang
diberikan kepada penulis, sehingga diselesaikannya tesis ini.
Kepada Bapak Pembimbing, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dan Bapak Dr.
Abdul Chair, MA, terimakasih dan semoga Allah memberikan pahala kebaikan atas
arahan dan bimbingannya, hingga terselesaikannya tulisan ini.
Para dosen pengasuh di pascasarjana baik yang bertemu langsung maupun
tidak langsung, semoga Allah memberikan keberkahan atas ilmu mereka yang telah
disumbangkan guna memperoleh pencerahan berfikir, bersikap, dan bertindak.
Kawan-kawan belajar dan berdiskusi, terutama kawan-kawan konsentrasi
Tafsir Hadis angkatan 2002 yang tidak bisa disebut satu persatu.
Kedua orang tua penulis tercinta H. Abdullah Ahmad dan Hj. Maimunah, yang
tidak henti-hentinya mendoakan bagi kebaikan penulis. Kepada istriku tercinta Anisah
Husniyah, S.Pd.I. beserta buah hati kami, Muhammad Hilmi Furqan yang selalu
mendorong dan merelakan waktunya tersita untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Dan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak mungkin penulis
sebutkan satu-persatu.
Akhirnya, penulis hanya dapat memohon kepada Allah swt. semoga seluruh
kebaikan yang telah mereka berikan dicatat sebagai amal saleh dan mendapatkan
balasan yang baik di sisi-Nya.
Daftar Isi
C. Tujuan dan Signifikasi Masalah 8
D. Tinjauan Kepustakaan 9
E. Metode Penelitian 10
F. Sistematika Pembahasan 14
BAB II AL-QUR’AN DAN LINTASAN SEJARAH KEJAYAAN UMAT ISLAM
16
A. al-Qur’an dan Umat Islam.
a. Kembali Kepada al-Qur’an Kembali Meraih Kejayaan. b. Langkah Bersama al-Qur’an
16 23 25 B. Karakteristik Ajaran al-Qur’an
a. al-Qur’an Terpelihara Sepanjang Zaman. b. al-Qur’an Kitab Suci Universal.
c. al-Qur’an Kitab Suci Manusiawi
28 29 36 38 C. Sejarah Kejayaan Umat Islam
a. Kondisi Masyarakat Prakelahiran Nabi Muhammad saw. b. Kejayaan Umat Islam Masa Rasulullah.
c. Kejayaan Umat Islam Masa Khulafâ ar-Râsyidîn.
43
b. Kandungan Umum dan Tujuan Utama Surah ar-Rûm c. Munasabah Surah ar-Rûm dengan Surah Sebelum dan
B. Menelusuri Kejayaan Umat Islam Melalui Surah ar-Rûm a. Janji Allah Bagi Kejayaan Umat Islam di Pentas Dunia
Adalah Kemenangan Keimanana Yang Melampui Nalar. b. Bukti-Bukti Kekuasaan Allah swt. Di Alam Semesta
Sebagai Bukti Bahwa Dia Kuasa Menganuhgerahkan Kejayaan Umat Islam.
c. Karakteristik Umat Beriman, Pewaris Kejayaan.
d. Obyektifitas dan Realistis Dalam Mencapai Kecemerlangan Hidup Dengan Selalu Meyakini Kebenaran Janji al-Qur’an.
A. Faktor-Faktor Pendorong Tercapainya Kejayaan. 148 B. Faktor-Faktor Penghalang Mencapai Kejayaan 162 C. Kejayaan Umat Islam Yang Dinantikan 170
BAB V PENUTUP 181
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagai kitab penuntun manusia keluar dari kegelapan menuju
cahaya dan kemuliaan.1 Al-Qur’an merupakan pusat ajaran Islam, sebagai sentral
perkembangan ilmu-ilmu keislaman sekaligus inspirator, pemandu dan pemadu
gerakan umat Islam sepanjang zaman, sehingga bumi diganti dengan bumi yang lain
begitu pula dengan langit.2 Kemajuan dan kemunduran umat ini tergantung kepada
kedekatan, dan kekokohan dalam pengejawantahan al-Qur’an. Dengan demikian,
pemahaman terhadap ayat ayat al-Qur’an melalui penafsiran-penafsirannya yang
benar, mempunyai peranan penting bagi maju mundurnya umat Islam, sekaligus
dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran umat ini.
Umat Islam tidak akan bisa selamat dari kemelaratan kecuali jika mereka
dapat kembali sebagaimana keadaan semula, yakni dengan menjadi sebaik-baik umat.
Hal ini tidak akan terwujud kecuali jika umat ini menjadikan al-Qur’an al-Karim
sebagai jalan keselamatan, petunjuk, penyelamat, penggugah dari tidur yang lelap,
dan pelita kegelapan. Dengan berpedoman kepada al-Qur’an umat ini akan hidup, di
bawah naungan cahayanya dan akan mengantarkan kepada kejayaan.
1
QS. Ibrâhim (14): 1
mereka, saat ini mereka bagaikan orang kelaparan, walaupun bekal sudah di
tangan,dan bagaikan musafir kehausan padahal air di atas punggung.3 Untuk itu
maka perlu adanya seruan kepada umat ini akan pemahaman yang benar dan
komprehensif untuk memurnikan ajaran Islam dan kembali kepada al-Qur’an dan
al-Sunnah.
Berbagai upaya dilakukan untuk memahami al-Qur’an, yang kemudian
tertuang kedalam metode, dengan sumber serta corak penafsiran yang cukup
beragam. Usaha-usaha tadabbur tersebut telah mewariskan khasanah peradaban
gemilang sebagaimana dilukiskan oleh Abdullah Darraz yang dinukil oleh M.
Quraish Shihab, bagaikan intan yang setiap sudut-sudutnya memancarkan
cahaya-cahaya yang berbeda dengan cahaya-cahaya yang terpancar dari sudut yang lain, dan tidak
mustahil jika anda mempersilahkan orang lain untuk memandangnya, maka ia akan
melihat lebih banyak lagi cahaya dari yang anda lihat.4
Dari metode-metode penafsiran al-Qur’an yang berkembang, penulis melihat
metode tematik (maudlu’î) sangat cocok sebagai solusi problematika kontemporer.
Metode ini sebenarnya telah pernah dirintis oleh Ibnu Katsir dalam karya
monumentalnya at-Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm. Metode ini berdasarkan gagasan
menguraikan al-Qur’an terhadap satu masalah tertentu dengan jalan menghimpun
seluruh atau sebagian ayat yang berbicara tentang satu topik tertentu, kemudian
dikaitkan antara satu dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya dapat diambil
3
Nashir Bin Sulaiman al-Umar, Tafsir Surah al-Hujarât, Manhaj Pembentukan Masyarakat Berakhlak Islam, terj. Agus Taufiq, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2001, h. 3
4
petunjuk al-Qur’an.5 Dalam pentadabburan ini akan dipusatkan dalam salah satu
surah dalam al-Qur’an.
Kajian tematik terhadap salah satu surah ini penting diangkat, karena
sebagaimana ditegaskan oleh Rif’at Fauzi bahwa setiap surah dalam al-Qur’an itu
mengusung tema sentral yang berbeda dengan surah-surah lainnya. Meski juga tema
sentral yang telah dibahas dalam suatu surah terdapat dalam beberapa surah, namun
sifatnya bukan merupakan pembahasan pokok6. Tafsir tematik surah dapat dijadikan
alternatif pemecahan, dengan pertimbangan bahwa pandangan tematik terhadap
sebuah surah dalam al-Qur’an berusaha mengungkap berbagai tujuan yang ada secara
bersamaan dan dapat juga tercipta acuan kebudayaan, di samping sudut pandang yang
komprehensif.7
Al-Qur’an bukan merupakan kitab sejarah, dalam artian tidak menyebutkan
tanggal, tempat kelahiran dan tidak menyebutkan secara spesifik peristiwa-peristiwa.
Terdapat banyak ayat di dalam al-Qur’an yang mengajak kita untuk mempelajari
perihal nenek moyang dan mengenalkan sejarah mereka sebagai suatu sumber
pengetahuan. Menurut al-Qur’an, sejarah manusia berevolusi menurut serangkaian
hukum dan prinsip. Keagungan, kesukaran, keberhasilan, kegagalan, kegembiraan,
dan kemalangan yang pernah terjadi dalam sejarah memiliki aturan yang sistimatis
4
Ibid, h. 114
6
Rif’at Fauzi Abdul Muthallib, al-Wahdah al-Maudhû’iyah li as-Sûrah al-Qur’âniyyah,
Kairo, Dâr al-Salâm, Cet 1, 1986, h. 7-8
7
sejarah masa kini dan memanfaatkan untuk memperbaiki kehidupan.8
Untuk memahami al-Qur’an sebagai pedoman utama Umat Islam diperlukan
asbâbu al-Nuzûl yang keberadaannya tidak terlepas dari bingkai sejarah. Memahami
hadits juga diperlukan latar belakang terbitnya hadits tersebut berupa asbâbu
al-Wurûd beserta riwayat hidup para tranmisator hadits yang kita kenal dengan Rijâlu
al-Hadits. Bahkan perintah peneladanan Rasulullâh tidak akan terlepas dari bingkai
sejarah, sebagaimana dalam surah al-Ahzâb (33) : ayat 21:
ﺍﲑِﺜﹶﻛ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﺮﹶﻛﹶﺫﻭ
ﺮِﺧﻻﺍ
ﻡﻮﻴﹾﻟﺍﻭ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻮﺟﺮﻳ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﻦﻤِﻟ
ﹲﺔﻨﺴﺣ
ﹲﺓﻮﺳﹸﺃ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﻝﻮﺳﺭ
ﻲِﻓ
ﻢﹸﻜﹶﻟ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﺪﹶﻘﹶﻟ
()
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan banyak menyebut Allah. al-Ahzâb (33) : 21
Kaum muslimin pernah mempunyai sejarah emas pada abad 1H / 7M sampai
sekitar abad 3H /9M. Kebanggaan akan keberhasilan pada masa itu mengantarkan
kepada kepuasan yang salah, hal ini berakibat kepada kemunduran pada segala lini
kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, budaya dan militer. Kemunduran ini dapat
kita lihat sejak penghujung abad 12H / 18M sampai dengan usainya perang dunia
kedua hingga saat ini, Dunia Islam praktis berada di bawah kekuasaan Barat, baik
langsung maupun tidak langsung.9
8
Murtadha Muthahhari, Perspektif al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Bandung, Mizan, 1998, cet. X, h. 113-114.
9
hidup bersama dalam percaturan politik dan budaya adalah Surah ar-Rûm. Ar-Rûm
dinisbahkan kepada kekaisan Romawi Timur (Byzantium). Surah ini berisi berita
perebutan pengaruh dan peperangan antara Imperium Romawi dan Persia, yang mana
pada waktu itu Umat Islam tidak berarti apa-apa. Umat Islam masih sangat lemah,
dan tidak mungkin untuk menjadi sebuah bangsa, mirip dengan kondisi Umat Islam
sekarang yang berada di puritan panggung budaya dunia. Namun ketika itu Allah
memberikan kabar gembira akan kemenangan dan kejayaan umat Islam.
Kesamaan dan kemiripan kondisi terpuruk yang dihadapi oleh Umat Islam
pada saat itu, ketika agama ini masih di anut oleh segelintir kaum lemah dan papa,
dengan kondisi Umat Islam sekarang yang hampir tidak mempunyai peran dalam
segala sektor kehidupan inilah yang memunculkan keinginan keras bagi penulis untuk
menelaah kembali Surah ar-Rûm, dalam rangka turut membidani Kejayaan Umat
Islam. Dalam tesis ini penulis menggunakan kajian tematik dalam menelaah salah
satu surah al-Qur’an, yaitu surah ar-Rûm.
Umat yang dimaksudkan adalah Ummah yang menurut al-Qur’an mempunyai
karakteristik tertentu yaitu, komunitas masyarakat yang seluruh aktivitasnya didasari
semangat tauhid. Sebagaimana disebutkan dalam surah-surah di bawah ini :
ﻦﻳِﺮِﺳﺎﺨﹾﻟﺍ
ﻦِﻣ
ِﺓﺮِﺧﻻﺍ
ﻲِﻓ
ﻮﻫﻭ
ﻪﻨِﻣ
ﹶﻞﺒﹾﻘﻳ
ﻦﹶﻠﹶﻓ
ﺎﻨﻳِﺩ
ِﻡﻼﺳﻻﺍ
ﺮﻴﹶﻏ
ِﻎﺘﺒﻳ
ﻦﻣﻭ
()
ﲔِﺒﻣ
ﺮﻳِﺬﻧ
ﻪﻨِﻣ
ﻢﹸﻜﹶﻟ
ﻲﻧِﺇ
ﺮﺧﺍَﺀ
ﺎﻬﹶﻟِﺇ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻊﻣ
ﺍﻮﹸﻠﻌﺠﺗ
ﻻﻭ
Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. (QS. Adz-Dzâriyyât (51) : 56)
ﺕﻮﹸﻏﺎﱠﻄﻟﺍ
ﺍﻮﺒِﻨﺘﺟﺍﻭ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﺍﻭﺪﺒﻋﹸﺍ
ِﻥﹶﺃ
ﻻﻮﺳﺭ
ٍﺔﻣﹸﺃ
ﱢﻞﹸﻛ
ﻲِﻓ
ﺎﻨﹾﺜﻌﺑ
ﺪﹶﻘﹶﻟﻭ
() ..
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", (QS. an-Nahl (16) : 36)
Al-Qardlawi menjelaskan tentang pengertian ketauhidan ini bahwa, pertama,
dengan tauhid akan memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia dari
segala bentuk penghambaan kepada selain Allah, kedua dapat membantu kepada
pembentukan kepribadian yang harmonis, sehingga jelas arah dan tujuannya, ketiga
dengan berlandaskan tauhid dapat memenuhi dan mengisi jiwa dengan rasa
ketentraman dan ketenangan, jauh dari kungkungan ketakutan, keempat Ketauhidan
akan memberikan rasa optimisme, konsisten, tawakkal, rela terhadap apa yang di
berikan Allah serta selalu sabar, dan kelima ketauhitan merupakan dasar bagi
tegaknya rasa ukhuwah, persamaan, dan kesamaan dalam kehidupan.10
Surah ar-Rûm secara umum lebih menekankan kepada berita dan janji Allah
untuk Kejayaan Umat Islam, hal ini dapat kita lihat secara jelas dalam pembukaan
surah tepatnya pada ayat keenam, yang mana setelah memaparkan tentang perbedaan
tatanan kehidupan antara yang beriman kepada Allah akan mendapat kemenangan
10
kemudian Allah menutup surah ini pada ayat ke enampuluh dengan perintah bersabar
terhadap janji Allah yang pasti datang.
Janji Allah untuk Kejayaan Umat Islam dalam surah ini, tentunya diikuti oleh
perangkat-perangkat yang harus dimiliki sebagai semangat pengabdian dan ibadah
kepadaNya. Untuk itu penulis berupaya untuk merekontruksi piranti-piranti tersebut,
sehingga mudah bagi kita melihatnya sebagai landasan, maka judul penelitian ini
kemudian adalah , “Pilar-Pilar Kejayaan Umat Islam, Perspektif Surah ar-Rum”.
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini berupaya mengungkap informasi al-Qur’an tentang janji
pertolongan dan Kejayaan Umat Islam dalam pentas peradaban dunia, yang sekaligus
mengantarkan kepada kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal. Untuk itu yang
menjadi fokus masalah yang akan dikaji ialah bagaimana konsep al-Qur’an tentang
Kejayaan Umat Islam dalam Perspektif Surah ar-Rûm?
Kemudian untuk membantu mengarahkan penulisan, penulis akan membuat
rumusan yang terbingkai dalam pertanyaan berikut :
1. Bagaimana kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pedoman hidup bagi
Kejayaan dalam Perspektif Surah ar-Rûm ?
3. Apa Unsur-unsur pendorong tercapainya Kejayaan Umat Islam Perspektif
Surah ar-Rûm ?
C. Tujuan dan Signifikasi Penelitian
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk :
1. Mendapatkan pengertian yang utuh tentang al-Qur’an sebagai pedoman
hidup.
2. Merumuskan Konsep Kejayaan Umat dalam Perspektif Surah ar-Rûm.
3. Memotifasi, membentuk dan mengembangkan sikap mu’min, menuju
Kejayaan yang di janjikan.
Adapun signifikasi penelitian ini adalah :
1. Untuk membuktikan bahwa al-Qur’an tidak terbatas ruang dan waktu
sebagai solutif segala patalogi sosial
2. Memberikan sumbangsih pemikiran tentang konsep dan teoritis dalam
kajian al-Qur’an, serta menambah kazanah kepustakaan dalam meneliti
dan memahami al-Qur’an sebagai inspirator gerakan umat
3. Untuk memenuhi salah satu sarat dalam menyelesaikan kuliah Program
Tulisan-tulisan yang mengkaji tentang Kejayaan Umat Islam dalam bentuk
tafsir tematik atas surah tertentu dalam al-Qur’an belum penulis temukan, bahkan
dalam penelusuran data yang penulis lakukan baik melalui penerbit-penerbit maupun
toko-toko buku, penulis belum menemukan buku tertentu yang mengusung tema ini
dalam kajian utuh. Kajian-kajian yang ada lebih berbentuk kumpulan artikel yang
meskipun tidak berjudul sama, namun memuat tema-tema mirip, misalnya, Jalan
Baru Islam, Memetakan Paradigma Mutakhir Indonesia, Editor Mark R. Woodward.
Buku ini lebih berbentuk kumpulan artikel tentang fonemena Islamologi di Indonesia.
Jeram-Jeram Peradaban Muslim karya Nourouzzaman Shiddiqi. Buku ini merupakan
kumpulan artikel beliau, juga tidak membahas secara langsung tema di atas dan
nuansa ke-Indonesiaan sangat kental, hal ini terlihat dalam bab tiga dan empat.
Berikut Ali Syari’ati dalam Membangun Masa Depan Islam, mencantumkan
pada bab tiga dari buku ini judul, Pesan Untuk Para Pemikir Tercerahkan, yang di
dasari atas kajian Surah ar-Rûm. Kajian ini bersifat pengantar karena memang
disajikan pada acara perkuliahan, seperti beliau akui bahwa sangat tidak mungkin
untuk membahas utuh surah ini pada satu kali tatap muka.
Yusuf al-Qardlawî dalam bukunya Ummatuna Baina Qarnaini, menyinggung
kebangkitan Umat Islam, namun buku ini lebih merupakan kumpulan dari seri-seri
berbasis kepada penafsiran.
Demikian tinjauan kepustakaan yang penulis dapatkan
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan, Pengumpulan Data dan Analisis
Pendekatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan ilmu
tafsir, sebab, untuk bisa mengelaborasi dan meng-kolerasikan tema penelitian dengan
ayat-ayat yang akan jadi obyek penelitian, serta memperoleh pemahaman yang utuh
dan menyeluruh harus melalui ilmu tafsir.
Dalam menelaah surah ar-Rûm, sebagai referensi primer penulis merujuk
kepada kitab-kitab tafsir seperti, Jami’ al-Bayan fî Ta’wîl âyi al-Qur’an Karya Ibn
Jarir ath-Thabarî (W. 929 M), Tafsîr al-Kasysyâf karya az-Zamakhsyari (W 538 H),
Tafsîr al-Kabîr / Tafsir Mafâtih al-Ghaib karya ar-Râzi (606 H/1210 M), Tafsîr
al-Qur’an al-Azhîm karya Ibn Katsir (W 774 H/1372 M), Al-Dûrr al-Mantsûr Karya
as-Suyûthi (W. 911 H), Tafsir Rûh al-Ma’âni fî Tafsîr al-Qur’an Azhîm wa
al-Sab’ul al-Matsâni karya al-Alusi(W.1270 H/1802 M), Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân
Karya Sayyid Quthub (W 1966 M), at-Tafsîr al-Munîr Fî al-Aqîdah wa asy-Syarî’ah
wa al-Manhaj (Lahir 1932 M) dan kitab-kitab lainnya. Semua referensi ini akan di
rujuk saat menelaah makna suatu istilah, konsep atau hukum yang terdapat pada
surah ar-Rûm. Ketika ditemukan selisih pendapat antara para mufassir, maka akan
beserta kitab-kitab pendukungnya.
Untuk ‘Ulumul Qur’an penulis merujuk kepada, al-Burhân Fî ‘Ulûmi
al-Qurân milik az-Zarkayi, al-Itqân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân milik as-Suyûthi, Mabâhis fî
‘Ulûmi al-Qur’ân karya Mannâ’ al-Qaththân, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûmi al-Qurân
karya az-Zarqânî dan kitab-kitab lainnya.
Untuk analisa kebahasaan, penulis akan merujuk kepada, Mu’jam Mufradât li
Alfâzh al-Qur’ân karya ar-Râghib al-Ashfahânî, Kitab at-Ta’rîfât karya al-Jurjânî,
dan kitab-kitab kebahasaan lainnya.
Semua sumber data yang dirujuk ditelaah secara kritis sehingga konklusi yang
diambil akurat dan rasional. Proses analisa dilakukan dengan metode berpikir
induktif, deduktif atau komparatif.
2. Metode dan Langkah-langkah Penafsiran.
Metode tafsir tematik yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
metode tafsir tematik satu surah dalam al-Qur’an. Dalam pelaksanaan, penulis
berpedoman kepada langkah-langkah yang dirumuskan oleh Musthafa Muslim dalam
bukunya Mabâhits fi at-Tafsîr al-Maudlû’î dan Shalãh al-Khâlidi dalam bukunya
at-Tafsîr al-Maudlû’î Baina an-Nazhariyyah wa at-Tathbîq. Meski begitu atas
pertimbangan teknis, tanpa mengurangi relevansi beberapa langkah yang
ditawarkannya, dalam penelitian ini penulis akan melakukan modifikasi dan
penyederhanaan langkah-langkah tersebut, sehingga menjadi lebih sederhana dan
a. Melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan beberapa buku yang
berkaitan dengan topik permasalahan.
b. Mengklasifikasikan data berdasarkan isinya untuk memudahkan pencarian
informasi yang dibutuhkan.
c. Menghubungkan penjelasan data kepustakaan dengan penafsiran terhadap
beberapa hadist yang berkaitan dengan topik permasalahan.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Dalam menafsirkan surah ar-Rûm ini akan menggunakan langkah-langkah
penafsiran tematik surah yang telah disederhanakan, adapun langkah-langkah tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Diskripsi pengantar tafsir surah, yang mencakup penjelasan tentang :
1. Identitas Surah ar-Rûm, nama, jumlah ayat dan masa turunnya surah.
2. Kandungan Surah ar-Rûm secara umum.
3. Makna dan Munasabah surah.
Uraian tentang tiga hal ini menjadi satu sub-bab dalam tesis ini.
Pada pembahasan selanjutnya adalah mengungkap petunjuk dan pesan
yang terdapat dalam surah ar-Rûm dengan tahap-tahap barikut :
b. Uraian tema utama dan sub-tema surah ar-Rûm, yang mencakup
penjelasan tentang :
dalam mushaf.
3. Interpretasi ayat-ayat dalam setiap sub tema, yang meliputi :
i. Teks ayat dan terjemahnya.
ii. Analisa kata kunci yang terkait dengan sub tema
iii. Memperkuat analisa ayat dengan ayat lain, ma’stûrât Nabi, dan
sahabat serta pendapat para ulama. Berkenaan dengan ayat hukum
penulis tidak menekankan kepada kajian fiqhnya, akan tetapi lebih
kepada nilai filosofis dan hikmahnya. Apabila ada perbedaan
penafsiran ulama, penulis memilih pendapat yang terkuat atau
pendapat mayoritas ulama tafsir.
Hasil dari pembahasan pada sub bab III B ini, akan
dijadikan sebagai bahan analisa dalam merumuskan jalan menuju
kejayaan Umat Islam yang merupakan tujuan dari tesis ini, dengan
tahapan kerja sebagai berikut :
c. Analisis kritis untuk mendiskripsikan tentang kejayaan Umat Islam, yang
meliputi proses dan urain tentang :
i. Mengklasifikasikan ulang sub-tema dan mensistematis ulang
penafsiran yang terdapat pada pembahasan sebelumnya, sesuai
dengan tujuan penelitian ini.
ii. Paparan analisa tentang isi setiap sub-tema secara kritis dengan
Agar penelitian ini tersusun secara terarah, sistematis dan sesuai dengan
tujuan serta kegunaannya, maka sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut :
Bab pertama berisi tentang rancangan penelitian tesis, yang mencakup, latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan signifikasi penelitian, tinjauan
kepustakaan dan metode penelitian yang akan digunakan.
Bab kedua sebagai landasan teoritis akan dibahas secara umum tentang
karekteristik al-Qur’an sebagai pedoman umat ini, berikut kilasan fakta sejarah Umat
Islam yang pernah menorehkan zaman kejayaannya. Bab ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran akan kerekatan Kejayaan Umat Islam yang tidak bisa
dipisahkan dengan al-Qur’an.
Bab ketiga adalah pengenalan tentang surah ar-Rûm beserta kandungannya
dalam tema kabar, janji terhadap Kejayaan Umat Islam. Pada bab ini akan dibahas
tentang ; Pertama, pengenalan Surah ar-Rûm yang meliputi pembahasan tentang
identitas Surah ar-Rûm dan kandungannya. Kedua, pengkajian berupa penelusuran
Kejayaan Umat Islam melalui Surah ar-Rûm. Hasil kajian bab ketiga ini merupakan
bahan-bahan pemikiran yang akan dirumuskan menjadi Pilar-Pilar Kejayaan Umat
Perspektif Surah ar-Rûm. Bab ini mencakup pembahasan tentang faktor-faktor
tercapainya kejayaan Umat Islam berikut penghalangnya.
Bab kelima merupakan bab penutup, sebagai kesimpulan dari pembahasan
BAB II
AL-QUR
’
AN DAN LINTASAN SEJARAH
KEJAYAAN UMAT ISLAM
A. al-Qur’an dan Umat Islam
Al-Qur’an sebagai pedoman untuk menuntun manusia kepada tujuan mulia,
petunjuk dan jalan lurus menuju kebahagiaan nanti dan di sana, kejayaan kini di
dunia ini.
ﹸﻛَﺀﺎﺟ
ﺪﹶﻗ
ﲔِﺒﻣ
ﺏﺎﺘِﻛﻭ
ﺭﻮﻧ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻦِﻣ
ﻢ
()
ﻦِﻣ
ﻢﻬﺟِﺮﺨﻳﻭ
ِﻡﻼﺴﻟﺍ
ﹶﻞﺒﺳ
ﻪﻧﺍﻮﺿِﺭ
ﻊﺒﺗﺍ
ِﻦﻣ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﻪِﺑ
ﻱِﺪﻬﻳ
ٍﻢﻴِﻘﺘﺴﻣ
ٍﻁﺍﺮِﺻ
ﻰﹶﻟِﺇ
ﻢِﻬﻳِﺪﻬﻳﻭ
ِﻪِﻧﹾﺫِﺈِﺑ
ِﺭﻮﻨﻟﺍ
ﻰﹶﻟِﺇ
ِﺕﺎﻤﹸﻠﱡﻈﻟﺍ
()
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. Al-Mâidah (5) : 15-16)
ﻡﻮﹾﻗﹶﺃ
ﻲِﻫ
ﻲِﺘﱠﻠِﻟ
ﻱِﺪﻬﻳ
ﹶﻥﺍَﺀﺮﹸﻘﹾﻟﺍ
ﺍﹶﺬﻫ
ﱠﻥِﺇ
()
Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus. (QS. Al-Isrâ’ (17) : 9)
Al-Qur’an telah menggambarkan posisinya dalam beberapa ayat, sebagai
cahaya yang menerangi sekitarnya, menyingkap yang tersembunyi, mengangkat
kebenaran, menepis kebatilan dan keraguan, serta berfungsi sebagai argumentasi
ﹶﺃﻭ
ﻢﹸﻜﺑﺭ
ﻦِﻣ
ﹲﻥﺎﻫﺮﺑ
ﻢﹸﻛَﺀﺎﺟ
ﺪﹶﻗ
ﺱﺎﻨﻟﺍ
ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ
ﺎﻨﻴِﺒﻣ
ﺍﺭﻮﻧ
ﻢﹸﻜﻴﹶﻟِﺇ
ﺎﻨﹾﻟﺰﻧ
()
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu`jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (al-Qur'an). (QS. An-Nisâ’ (4) : 174)
ﻮﻨِﻣﺂﹶﻓ
ﺎﻨﹾﻟﺰﻧﹶﺃ
ﻱِﺬﱠﻟﺍ
ِﺭﻮﻨﻟﺍﻭ
ِﻪِﻟﻮﺳﺭﻭ
ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ
ﺍ
()
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (al-Qur'an) yang telah Kami turunkan. (QS. At-Taghâbun (64) : 8)
Berikut al-Qur’an merupakan cahaya yang akan menuntun kepada keberuntungan
ﹶﻥﻮﺤِﻠﹾﻔﻤﹾﻟﺍ
ﻢﻫ
ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺃ
ﻪﻌﻣ
ﹶﻝِﺰﻧﹸﺃ
ﻱِﺬﱠﻟﺍ
ﺭﻮﻨﻟﺍ
ﺍﻮﻌﺒﺗﺍﻭ
ﻩﻭﺮﺼﻧﻭ
ﻩﻭﺭﺰﻋﻭ
ِﻪِﺑ
ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺎﹶﻓ
()
Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Muhammad saw),
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-A‘râf (7) : 157)
Keberadaan al-Qur’an sebagai pemandu menuju kejayaan di dunia dan
kebahagiaan di akhirat telah di contohkan secara apik oleh generasi pertama umat ini.
Ketika seluruh sendi-sendi kehidupan didasarkan pada al-Qur’an dengan pemahaman
dan pengamalan yang benar. Al-Qur’an telah mengantarkan para sahabat ra.. dari
kegelapan dan kesengsaraan menuju kecerahan hidup dan kebahagiaan. Jejak para
sahabat ra. ini diikuti oleh murid-murid mereka begitupun setelahnya para generasi
hamba kepada penghambaan semata kepada Maha Pencipta Allah swt. Hal ini
terbukti hanya beberapa saat setelah wafatnya Rasulullah saw., tepatnya pada tahun
50 H (670M) Tentara Islam telah sampai di Ibukota Romawi Konstantinopel.1
Umat Islam saat itu berpedoman kepada al-Qur’an dan Hadits Rasul. Mereka
tidak menunggu datangnya serangan orang-orang Romawi, justru mereka yang
menyerang kalau siasat menguntungkan dengan menyerang. Maka meski tidak
berpengalaman dalam mengarungi lautan, namun tentara Muslim paham betul bahwa
tidak mungkin mendapatkan kemenangan atas musuhnya kecuali dengan usaha
membuat armada laut yang tangguh dan menghadang kekuatan asing di laut sebelum
memasuki wilayah Islam. Mereka tidak berpikir untuk membaca al-Qur’an dan
Hadits Rasul hanya karena mengharapkan keberkahan dan untuk mencapai
kemenangan semata. Keberhasilan akan ada apabila umat ini mampu merealisasikan
ajaran dan melaksanakan hukum-hukum al-Qur’an, sebagaimana ditegaskan oleh
Allah,
ﹶﻥﻮﻤﺣﺮﺗ
ﻢﹸﻜﱠﻠﻌﹶﻟ
ﺍﻮﹸﻘﺗﺍﻭ
ﻩﻮﻌِﺒﺗﺎﹶﻓ
ﻙ
ﺭﺎﺒﻣ
ﻩﺎﻨﹾﻟﺰﻧﹶﺃ
ﺏﺎﺘِﻛ
ﺍﹶﺬﻫﻭ
()
Dan al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.(QS. al-An‘âm (5) : 155)
1
Berkah itu benar-benar ada, apabila kita mampu merealisasikan ayat-ayat
jihad menjadi jihad nyata, ayat-ayat penyerangan menjadi sebuah serangan yang
kongkret dan dapat dipraktikkan dengan kondisi yang paling sesuai. Sungguh apa
yang dicontohkan oleh generasi awal umat ini sangat menakjubkan, padahal mereka
tidak jauh dari masa jahiliyah.
ِﺏﺎﺒﹾﻟﻻﺍ
ﻮﹸﻟﻭﹸﺃ
ﺮﱠﻛﹶﺬﺘﻴِﻟﻭ
ِﻪِﺗﺎﻳﺍَﺀ
ﺍﻭﺮﺑﺪﻴِﻟ
ﻙ
ﺭﺎﺒﻣ
ﻚﻴﹶﻟِﺇ
ﻩﺎﻨﹾﻟﺰﻧﹶﺃ
ﺏﺎﺘِﻛ
()
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan agar supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.(QS. As-Shâd (38) : 29)
Namun kemudian setelah abad pertama hijriyah secara perlahan hadir
generasi-generasi yang meninggalkan al-Qur’an al-Karim. Umat Islam banyak
terfokus kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan bacaan al-Qur’an, ilmu
tajwid, dan terpaku kepada hafalan-hafalan teks-teks al-Qur’an semata. Mereka tidak
begitu mementingkan aspek dialogis dan analisa, maka sudah pasti umat Islam akan
kehilangan relefansinya terhadap realitas-realitas semesta. Orang-orang di luar
Islamlah yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga dengan mudah mereka
dapat menguasai dan memanfaatkan potensi alam. Sedangkan umat Islam yang
mempunyai kitab suci menyeru kepada semangat berfikir analisis, disibukkan oleh
merupakan langkah awal mengenal al-Qur’an.2 Inipun sudah patut dibanggakan dari
pada sama sekali tidak menyentuh al-Qur’an, sebagaimana disinggung oleh Allah
dalam firmannya,
ﻲِﻧﺎﻣﹶﺃ
ﻻِﺇ
ﺏﺎﺘِﻜﹾﻟﺍ
ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﻌﻳ
ﻻ
ﹶﻥﻮﻴﻣﹸﺃ
ﻢﻬﻨِﻣﻭ
()
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab, kecuali dongengan bohong belaka. (QS.Al-Baqarah (2) : 78)
Kata
ﱐ
ﺎﻣﺃ
dalam ayat ini berarti angan-angan, harapan kosong, dongen ataukebohongan. Ia juga berarti bacaan yang tanpa upaya pemahaman atau penghayatan.
Ketiga sifat ini (angan-angan, dongeng, dan bacaan yang tidak di hayati) merupakan
sifat sebagian orang Yahudi, bahkan menjadi sifat sebagian kita umat Islam.3 Untuk
memahami, menentukan hukum serta penafsiran lebih lanjut tentang kandungan
al-Qur’an, sulit ditemukan dalam kalangan umat ini.
Al-Qur’an adalah kitab yang mampu membentuk jiwa, membangun bangsa
dengan peradaban yang mengagumkan. Hal ini tidak dapat dilakukan karena kita
telah mengambil jarak dengan al-Qur’an, Allah menggambarkan dalam firmannya,
2
Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata‘âmal Ma’a al-Qur’ân ? Beirut, al-Maktab al-Islâmy, 1999, cet. 2, h. 38-39
3
ﲔِﺒﻣ
ﺏﺎﺘِﻛﻭ
ﺭﻮﻧ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻦِﻣ
ﻢﹸﻛَﺀﺎﺟ
ﺪﹶﻗ
)
١٥
(
ﻦِﻣ
ﻢﻬﺟِﺮﺨﻳﻭ
ِﻡﻼﺴﻟﺍ
ﹶﻞﺒﺳ
ﻪﻧﺍﻮﺿِﺭ
ﻊﺒﺗﺍ
ِﻦﻣ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﻪِﺑ
ﻱِﺪﻬﻳ
ﹶﻟِﺇ
ِﺕﺎﻤﹸﻠﱡﻈﻟﺍ
ٍﻢﻴِﻘﺘﺴﻣ
ٍﻁﺍﺮِﺻ
ﻰﹶﻟِﺇ
ﻢِﻬﻳِﺪﻬﻳﻭ
ِﻪِﻧﹾﺫِﺈِﺑ
ِﺭﻮﻨﻟﺍ
ﻰ
)
١٦
(
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. al-Mâidah(5): 15-16)
Ketika umat Islam tidak mengikuti petunjuk dan jalan Allah dengan
sendirinya, umat ini tidak dapat mempunyai pengaruh dan peran di dunia ini. Seperti
yang terjadi dan disaksikan sekarang ini lebih dari lima miliar manusia terhalang dari
cahaya al-Qur’an. Penyebabnya adalah bahwa umat Islam sendiri yang membuat
penghalang dari cahaya al-Qur’an dan pada akhirnya tidak mampu berbuat banyak.4
Tidak mengacuhkan al-Qur’an dengan hanya sebatas membaca, tanpa analisis dan
meninggalkan unsur dialogis, yang hal ini sebenarnya termasuk perbuatan berdosa.
Allah menyindir perbuatan ini dalam firmannya,
ﻫ
ﺍﻭﹸﺬﺨﺗﺍ
ﻲِﻣﻮﹶﻗ
ﱠﻥِﺇ
ﺏﺭﺎﻳ
ﹸﻝﻮﺳﺮﻟﺍ
ﹶﻝﺎﹶﻗﻭ
ﺍﺭﻮﺠﻬﻣ
ﹶﻥﺍَﺀﺮﹸﻘﹾﻟﺍ
ﺍﹶﺬ
()
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan". (QS. Al-Furqân (25) : 30)
Kemudian lebih dari itu, selain memikul cara berpikir yang salah dengan
pemahaman al-Qur’an yang terbatas kepada literal saja tanpa merealisasikan dalam
kerja nyata, umat ini juga menanggung beban keterbelakangan dari sumber-sumber
kebudayaannya sendiri yang sudah banyak digunakan sebagai kerangka interpretasi.
Kerangka interpretasi tersebut adalah warisan budaya yang sudah terbelakang, yang
tentu saja akan mengahasilkan sebuah interpretasi yang terbelakang juga.
Kebanyakan dari umat Islam hanya pandai mengutip ayat-ayat tertentu dan
menghubung-hubungkannya dengan ayat-ayat lainnya. Begitu juga dengan
hadits-hadits, tanpa melihat kembali kesahihan sanadnya yang justru menjauh dari obyek
sasaran dan tema yang diharapkan. Seakan-akan ayat-ayat al-Qur’an tidak mampu
menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi, karena dibaca dengan metode tertutup
dan tidak sejalan dengan masalah-masalah yang dihadapi.5
Demikian pula yang terjadi dalam ilmu-ilmu alam yang diambil dari
teori-teori yang diciptakan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam, seperti Jabir Ibn Hayyan (200 H)
dalam ilmu kimia, Hasan Ibn al-Haitsam (430 H) dalam arsitektur, al-Khawarizmi
(232 H) dalam matematika, dan lainnya. Penemuan-penemuan para ilmuwan tersebut
dianggap bukan ibadah sunnah, tetapi justru di luar ibadah, padahal kemajuan
peradaban suatu bangsa tidak dapat terbentuk, kecuali dengan menerapkan ilmu-ilmu
tersebut. Pembahasan tentang fiqih juga dalam krisis membahayakan, karena tema
pembahasannya tidak menyentuh problematika kehidupan, khususnya yang
5
menyangkut politik pemerintahan. Tema-tema fiqih hanya menitikberatkan pada
masalah-masalah peribadatan yang kadang menambah permasalahan, karena para
faqih hanya berupaya untuk mengisi kekosongan dan menghindari kefakuman.
Begitupun dengan kisah-kisah qur’ani yang sudah berubah visi, kajian sejarah yang
berhubungan dengan maju mundurnya peradaban beralih menjadi cerita-cerita biasa
lepas dan tidak menyentuh hukum-hukum alam serta undang-undang Allah sama
sekali. Maka timbullah kerancuan yang diikuti dengan munculnya khurafât dan
isrâiliyyât secara luas.6 Kesemuanya ini menambah beban pengentasan umat dari
keterpurukan dan keterbelakangannya.
a. Kembali Kepada al-Qur’an Kembali Meraih Kejayaan
Kembali kepada al-Qur’an berarti kembali membacanya, memahami,
menganalisis, dan mengungkap sunnah-sunnah, hukum-hukum Allah, pesan-pesan,
ketentuan-ketentuan, beragam ancaman, dan kabar gembira, serta berbagai kebutuhan
lain umat Islam, untuk mengisi perannya dalam peradaban dunia.
Para generasi terdahulu memiliki sikap dan kepribadian yang tinggi ketika
membaca al-Qur’an. Adanya dialogis antara pembaca dengan al-Qur’an, dengan
menghadirkan jiwa yang cenderung kepada nilai-nilai kebenaran, untuk kemudian di
kejawantahkan dalam seluruh sisi-sisi kehidupan.
Nabi Muhammad saw., sebagai panutan dan suri tauladan umat, mempunyai
sikap totalitas pengamalan al-Qur’an sebagaimana digambarkan oleh ummul
mukminin Aisyah ra., bahwa Ahklak Nabi adalah al-Qur’an.7 Ini bararti bahwa Nabi
saw., hidup dengan semangat qur’ani, pola pikir dan yang terpancar darinya adalah
perilaku al-Qur’an. Beliau menyatu dengan alam pada saat merenung dan berpikir
tentang kekuasaan Allah swt. Pada saat bercerita tentang masalah-masalah seputar
alam yang luas membentang, beliau seperti pengembara sejati. Beliau seakan pernah
hidup pada suatu generasi, tatkala menceritakan kisah-kisah al-Qur’an. Pada saat
al-Qur’an menggambarkan balasan-balasan di akhirat, semua itu seolah-olah nyata di
mata beliau.8
Seharusnya hal itu juga dilakukan oleh umat Islam sekarang ini, sebab
al-Qur’an adalah mukjizat Nabi saw., yang bermuatan tema-tema terbaik dalam masalah
pendidikan umat, peradaban, dan akhlaq mulia.9 Pendahulu umat ini, pada saat
mereka benar-benar membaca al-Qur’an secara analisis dan dialogis, terbentuk
menjadi bangsa yang menerapkan sistem musyawarah yang lebih baik dari sekedar
sistim demokrasi. Bangsa yang menolak kesewenang-wenangan, mencintai
perdamaian, membentuk sistem persamaan derajat kemanusiaan, menjauhi rasial ras
dan etnis, serta menanggalkan kesombongan. Hal ini pernah diungkapkan oleh
7
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (261 H) dalam hadits panjang, yang merupakan jawaban Ummul al-Mu’minin ketika di tanya tentang akhlaq Nabi saw.,
ﻢﻠﺳو ﻪﯿﻠﻋ ﷲا ﻲﻠﺻ ﷲا ﻲﺒﻧ ﻖﻠﺧ نﺈﻓ ﺖﻟﺎﻗ نآﺮﻘﻟا نﺎﻛ
Global Islamic Software Company, Mausû‘ah al-Hadits asy-Syarîf, Cairo, 1997. No. 1233
8
Muhammad al-Ghazâly, Kaifa. h. 37
9
seorang badui, yang telah tercerahkan oleh Islam, terhadap pemimpin Persia ;”Kami
datang untuk mengeluarkan manusia dari penyembahan sesama mahkluk kepada
menyembah Allah Yang Maha Esa, dari piciknya pandangan keduniaan beralih
kepada luasnya kehidupan dunia sekaligus akhirat, dari agama primitif beralih kepada
keadilan Islam”. Masyarakat jahiliyah kala itu menemukan dunia barunya menuju
sebuah peradaban baru yang menempatkan manusia dalam bangunan kemanusiaan
yang sempurna dan begitu tinggi. Itu semua apabila umat Islam menjadikan al-Qur’an
sebagai landasan dan semangat kehidupan. Peradaban Islam diilhami oleh al-Qur’an
yang memang memuat perhatian terhadap masalah-masalah kemanusiaan.
Tanpa penetrapan secara total terhadap Islam yang berdasar kepada al-Qur’an,
maka sesungguhnya Islam tidak bertanggung jawab dan tidak ada kaitannya dengan
apa yang dialami oleh umatnya sekarang ini.10
b. Langkah Bersama al-Qur’an
Langkah-langkah memahami al-Qur’an telah diwariskan oleh generasi
terdahulu, langkah kajian ini berkisar dalam usaha-usaha menentukan nilai-nilai
sastra, fiqih, kalam, sufistik, filosofis, pendidikan dan sebagainya. Namun kemudian,
dapatkah kita menggunakan langkah-langkan itu pada saat ini? Mungkinkah kita
menggunakan metode tertentu, metode ahli ushul misalnya untuk membahas
dalil-dalil serta menarik kesimpulan hukumnya, seperti dalam hukum syar‘i ? Apakah
metode yang menyeluruh dan konprehensif tidak lebih memungkinkan untuk
10
memahami maksud al-Qur’an dalam mendekati tema-tema fiqih yuridis formal,
administrasi, pengenalan sunnah atau hukum jatuh bangunnya bangsa-bangsa,
gambaran peradaban suatu bangsa, dinamika keagamaan dan pengaruhnya terhadap
masyarakat baik sosial maupun individu?11
Tentu pandangan komprehensif, yang tidak terjebak pada spesialisasi tertentu,
berusaha memberikan alternatif pemecahan terhadap berbagai problematika yang
dihadapi masyarakat, akan lebih bisa dan solutif bagi permasalahan.
Khazanah metode-metode dan langkah-langkah yang diwariskan kepada kita,
dapat menjadi landasan sebagai bahan kajian dengan barusaha keras
merekontruksinya menuju tradisi keilmuan yang berwawasan dan berdasar kepada
al-Qur’an dan hadits nabi, untuk mengisi peran aktif di tengah dinamika pemikiran dan
mengisi ruang peradaban kemanusiaan. Disamping terus memperbaiki sistim
pendidikan yang bersumber kepada al-Qur’an dan hadits nabi.
Metode konprehensif penting digalakkan karena ini juga merupakan metode
qur’ani. Al-Qur’an dalam mengemukakan permasalahan selalu utuh dan universal.
Pada saat membentangkan rahasia alam, al-Qur’an juga membangun akidah, akhlaq
serta perumpamaan lainnya secara bersamaan. Berpikir tentang alam, peristiwa dan
sejarah, membimbing kita kepada keimanan dan tauhid sekaligus membentuk akhlaq.
Seperti firman Allah swt.12,
11
Muhammad al-Ghazâly, Op. Cit .h. 45
12
ﻭ
ﻢﹸﻜﹶﻘﹶﻠﺧ
ﻱِﺬﱠﻟﺍ
ﻢﹸﻜﺑﺭ
ﺍﻭﺪﺒﻋﺍ
ﺱﺎﻨﻟﺍ
ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ
ﹶﻥﻮﹸﻘﺘﺗ
ﻢﹸﻜﱠﻠﻌﹶﻟ
ﻢﹸﻜِﻠﺒﹶﻗ
ﻦِﻣ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
()
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah (2) : 21)
Ayat ini adalah ayat tauhid, yang kepada Tuhanlah semua urusan dikembalikan. Ayat
ini kemudian dilanjutkan dengan dengan firman-Nya
ﻢﹸﻜﹶﻟ
ﺎ
ﹰ
ﻗ
ﺯ
ِﺭ
ِﺕﺍﺮﻤﱠﺜﻟﺍ
ﻦِﻣ
ِﻪِﺑ
ﺝ
ﺮﺧﹶ
ﺄ
ﹶﻓ
ﺀﺎﻣ
ً
ِﺀﺎﻤﺴﻟﺍ
ﻦِﻣ
ﹶﻝﺰﻧﹶﺃﻭ
ً
ﺀﺎﻨِﺑ
َﺀﺎﻤﺴﻟﺍﻭ
ﺎ
ﺷ
ﺍﺮِﻓ
ﺽ
ﺭﻻﺍ
ﻢﹸﻜﹶﻟ
ﹶﻞﻌﺟ
ﻱِﺬﱠﻟﺍ
ﹶﻠﻌﺗ
ﻢﺘﻧﹶﺃﻭ
ﺍﺩﺍﺪﻧﹶﺃ
ِﻪﱠﻠِﻟ
ﺍﻮﹸﻠﻌﺠﺗ
ﻼﹶﻓ
ﹶﻥﻮﻤ
()
Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah (2) : 22)
Jikalau diperhatikan secara seksama alangkah menyeluruhnya metode
al-Qur’an dalam membentangkan rahasia-rahasia alam, pada saat yang sama sekaligus
melarang kemusyrikan dan meletakkan dasar-dasar akidah tauhid.
Contoh metode dialogis al-Qur’an yang universal ini dapat diteladani dan
terus berusaha membuat interpretasi rasional, untuk mengungkap rahasia-rahasia
dibalik pernyataan ayat-ayat dan menyimpulkannya. Kemudian dikaitkan dengan
masalah-masalah alam, balasan, jiwa manusia, keimanan, dan lainnya secara
Setiap individu harus terpanggil untuk menganalisis al-Qur’an, hal ini karena
obyek kajian al-Qur’an adalah manusia dan alam. Ini merupakan tanggung jawab
logis umat Islam sebagai khalifah di jagad raya ini.
B. Karakteristik ajaran al-Qur’an
Sebelum Nabi Muhammad saw., diutus telah ada pendahulu-pendahulu utusan
Allah, para Rasul beserta ajaran dan kitab-kitab sucinya. Kedatangan setiap Rasul
biasanya ditandai dengan kesesatan dan kegelapan dunia atas penciptanya, oleh
karena itu seluruh Rasul adalah merupakan awal dari pencerahan sekaligus awal
adanya generasi baru muslim, hal ini dapat dipahami dari pernyataan Nabi Ibrâhim as
., pernyataan Nabi Musa as., yang diabadikan dalam al-Qur’an, firman Allah
ﺎﻧﹶﺃﻭ
ﺕﺮِﻣﹸﺃ
ﻚِﻟﹶﺬِﺑﻭ
ﻪﹶﻟ
ﻚﻳِﺮ
ﺷ
ﻻ
ﲔِﻤِﻠﺴﻤﹾﻟﺍ
ﹸﻝﻭﹶﺃ
.
ﻡﺎﻌﻧﻻﺍ
:
١٦٣
tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-‘An’âm (6): 163)
ﻤﹶﻠﹶﻓ
ﻚﻴﹶﻟِﺇ
ﺖ
ﺒﺗ
ﻚﻧﺎﺤﺒﺳ
ﹶﻝﺎﹶﻗ
ﻕ
ﺎﹶﻓﹶﺃ
ﺎ
ﲔِﻨِﻣ
ﺆ
ﻤﹾﻟﺍ
ﹸﻝﻭﹶﺃ
ﺎﻧﹶﺃﻭ
.
ﻑ
ﺍﺮﻋﻻﺍ
:
١٤٣
berikut penyebutan pemeluk agama-agama ini dengan muslimin.13
Ketika al-Qur’an diturunkan telah ada berbagai ajaran dan kitab suci yang
berkembang dan dianut oleh manusia yang dijunjung tinggi serta dipatuhi.
Aturan-aturan yang ada itu, menjanjikan kebahagiaan dan ketentraman sesuai doktrin
ajarannya. Al-Qur’an juga banyak memuat pesan-pesan para nabi yang diutus Allah
swt, sebagaimana dikatakan oleh al-Qur’an secara jelas,
ﻰﹶﻟﻭﻻﺍ
ِ
ﻒ
ﺤﺼﻟﺍ
ﻲِﻔﹶﻟ
ﺍﹶﺬﻫ
ﱠﻥِﺇ
()
ﻰﺳﻮﻣﻭ
ﻢﻴِﻫﺍﺮﺑِﺇ
ِ
ﻒ
ﺤﺻ
()
Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (QS. Al-‘Ala (87) : 18-19)
Setelah al-Qur’an diturunkan sebagai babak baru pencerahan, masih banyak
ideologi yang ditawarkan untuk mewujudkan tatanan hidup yang didambakan. Dalam
kontek inilah menjadi urgen untuk membahas karakteristik ajaran al-Qur’an, kitab
suci yang diperuntukkan untuk alam semesta sesuai dengan fungsi diutusnya
Muħammad saw.,14 dalam hal ini hanya akan didiskripkan beberapa karakteristik
ajaran al-Qu’an, antara lain adalah ; al-Qur’an sebagai kitab suci yang terpelihara
sepanjang zaman, al-Qur’an kitab suci universal dan al-Qur’an sebagai kitab suci
yang manusiawi.
a. al-Qur’an Terpelihara Sepanjang Zaman.
13 al-Qur’an, al-Hajj (22):78
Allah swt., menurunkan al-Qur’an kepada Nabi-Nya yang merupakan anugerah
agung dan berfungsi sebagai petunjuk abadi. Dengan kekalnya al-Qur’an sebagai
petunjuk abadi, disisi lain kekal juga masalah-masalah yang dihadapi manusia. Dari
kekalnya al-Qur’an manusia dituntut untuk menjadikannya sebagai jalan keluar dan
pemecahan setiap problematika. Acuan kepada al-Qur’an untuk solutif permasalahan,
berdasarkan kepada masyarakat yang hidup pada saat diturunkannya al-Qur’an, yang
mewakili kondisi dan situasi sosial umat manusia sepanjang zaman. Dengan
sendirinya hukum yang berlaku merupakan hukum yang berlaku sepanjang zaman.
Sebab bentuk hukum tersebut tidak saja hanya satu corak, ia bisa dianalogikan ke
segala bentuk yang ada sampai akhir zaman, disinilah adanya kekekalan ajaran.15
Kekekalan al-Qur’an juga menuntut manusia untuk selalu bisa mengambil hal-hal
baru darinya, sebagai solusi pemecahan dan pencerahan kehidupan.16
al-Qur’an terpelihara dan terjamin keaslian teksnya dari berbagai perubahan
dan pemalsuan. Keterpeliharaan keaslian al-Qur’an merupakan jaminan langsung dari
Allah. Karakteristik ini merupakan kekhasan al-Qur’an dari kitab-kitab suci
sebelumnya, seperti Taurah dan Injil yang tidak mempunyai jaminan akan
keorisinilannya setelah rasul pembawa wafat. Lebih dari itu sepeninggal pembawa
risalah sering diikuti oleh maraknya pemalsuan kitab-kitab yang dinisbatkan
kemudian sebagai kitab suci dari Allah.17
15
Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata‘âmal, Op. Cit. h. 104
16
Rogerh Gârûdi, al-Islâm wa al-Qarnu al-Wâhid al-‘Isyrûn, Syurûtd Nahdlatu al-Muslimîn,
terj. Kamâl Jâdullâh, Cairo, Dâr al-Jalîl li al-Kutub wa an-Nasyr, 1997, cet. 1, h. 63.
Akan halnya al-Qur’an mempunyai jaminan langsung dari Allah untuk
memelihara dan menjaganya, disebutkan dalam firman-Nya,
ﹶﻥﻮﹸﻈِﻓﺎﺤﹶﻟ
ﻪﹶﻟ
ﺎﻧِﺇﻭ
ﺮﹾﻛﱢﺬﻟﺍ
ﺎﻨﹾﻟﺰﻧ
ﻦﺤﻧ
ﺎﻧِﺇ
()
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.(QS. al-Ħijr (15):9)
Keorisinilan kitab suci adalah merupakan faktor terpenting yang akan
menentukan berhasil dan tidak, langgeng dan ausnya sebuah ajaran. Akan halnya
al-Qur’an sejak pertama diturunkan telah teruji keorisinilannya, baik itu berupa
ketangguhan melalui rintangan yang datang dari kaum kafir yang dibuktikan dengan
pembangkangan atau berupa berita masa lampau dan masa depan yang kebenarannya
pasti, juga dapat dibuktikan melalui fonemena alam yang ketika al-Qur’an diturunkan
belum bisa dibuktikan dan kini telah terbukti.
Tantangan dari orang-orang kafir ketika masa awal al-Qur’an ini direkam
dalam firman Allah,
ﺍﺭﻭ
ﺯ
ﻭ
ﺎﻤﹾﻠﹸ
ﻇ
ﺍﻭ
ُ
ﺀﺎﺟ
ﺪﹶﻘﹶﻓ
ﹶﻥﻭﺮﺧﺍَﺀ
ﻡﻮﹶﻗ
ِﻪﻴﹶﻠﻋ
ﻪﻧﺎﻋﹶﺃﻭ
ﻩﺍﺮﺘﹾﻓﺍ
ﻚﹾﻓِﺇ
ﻻِﺇ
ﺍﹶﺬﻫ
ﹾﻥِﺇ
ﺍﻭﺮﹶﻔﹶﻛ
ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ
ﹶﻝﺎﹶﻗﻭ
()
ِﻟﻭﻻﺍ
ﲑِ
ﻃ
ﺎﺳﹶﺃ
ﺍﻮﹸﻟﺎﹶﻗﻭ
ﻼﻴِﺻﹶﺃﻭ
ﹰ
ﺓﺮﹾﻜﺑ
ِﻪﻴﹶﻠﻋ
ﻰﹶﻠﻤﺗ
ﻲِﻬﹶﻓ
ﺎﻬﺒﺘﺘﹾﻛﺍ
ﲔ
()
Hal ini kemudian dijawab pada ayat selanjutnya, menjelaskan bahwa yang
mereka tuduhkan itu tidak benar adanya, firman Allah
ﺎﻤﻴِﺣﺭ
ﺍﺭﻮﹸﻔﹶﻏ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﻪﻧِﺇ
ِ
ﺽ
ﺭﻻﺍﻭ
ِﺕﺍﻮﻤﺴﻟﺍ
ﻲِﻓ
ﺮﺴﻟﺍ
ﻢﹶﻠﻌﻳ
ﻱِﺬﱠﻟﺍ
ﻪﹶﻟﺰﻧﹶﺃ
ﹾﻞﹸﻗ
()
Katakanlah: "Al-Qur’an itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Furqân (25) : 6)
Keorisinalan al-Qur’an yang terpelihara sepanjang zaman, firman dari Yang
menciptakan dan memelihara langit dan bumi ini dibuktikan dengan keberadaannya
yang selalu eksis disegala lini kehidupan manusia. Gaya bahasa al-Qur’an yang tidak
tertandingi, kebijaksanaannya yang luar biasa dalam menyelesaikan beragam
masalah, sungguh menakjubkan. Pemeliharaan al-Qur’an dari generasi ke generasi ini
bukan hanya ditunjukkan dengan kemukjizatannya yang melampaui nalar manusia,
akan tetapi juga melibatkan unsur manusia yang telah disiapkan untuk mengemban
amanat ini. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek sebagaimana dituturkan oleh
Yusuf al-Qardlawi18, yaitu : pertama, Kemampuan Umat Islam yang luar biasa dalam
menghafal, yang hal ini dibuktikan dengan kuatnya hafalan Bangsa Arab terhadap
syi’ir-syi’ir yang pelik, apalagi dengan kitab suci mereka yang mempunyai gaya
bahasa gampang dan menyentuh. Bahkan lebih dari itu dapat kita lihat nyata betapa
banyak yang bukan hanya sekedar hafal tapi juga fasih melantunkan dan menafsirkan
sejak dari anak-anak, dewasa hingga manula dari berbagai bangsa tak terkecuali yang
18
tidak berbahasa arab. Kedua, Penulisan segera setiap ayat yang turun atas perintah
langsung dan petunjuk dari Nabi saw., dengan melarang penulisan selainnya
termasuk hadits, hingga ketika al-Qur’an terpelihara dalam bentuk tulisan dan hafalan
baru diperkenankan penulisan hadits nabi. Ketiga, Suksesnya pengumpulan naskah
al-Qur’an dengan filterisasi ilmiah yang sangat ketat di zaman kepemimpinan
Khalifah Abu Bakar as-Siddîq ra. Keempat, Suksesnya upaya standarisasi penulisan
mushaf di masa kepemimpinan Khalifah Usman Ibn Affan ra., atas kesepakatan dan
dukungan penuh seluruh Sahabat Nabi, hal ini dibuktikan dengan penerimaan mereka
dengan standarisasi tersebut
Adalah jaminan dari Yang Maha Memelihara Langit dan Bumi bahwa
al-Qur’an tidak akan pernah ada penambahan ataupun pengurangan, apalagi
penggantian, jaminan tersebut antara lain adalah
ٍﺪﻴِﻤﺣ
ٍﻢﻴِﻜﺣ
ﻦِﻣ
ﹲﻞﻳِﺰﻨﺗ
ِﻪِﻔﹾﻠﺧ
ﻦِﻣ
ﻻﻭ
ِﻪﻳﺪﻳ
ِﻦﻴﺑ
ﻦِﻣ
ﹸﻞِ
ﻃ
ﺎﺒﹾﻟﺍ
ِﻪﻴِﺗﹾ
ﺄ
ﻳ
ﻻ
()
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.(QS. Fushshilat (41) : 42)
Tantangan pembuktian kebenaran bahwa al-Qur’an merupakan kalam Allah,
juga dilontarkan untuk setiap generasi dari semenjak diturunkan sehingga langit
diganti dengan langit yang lain, bumipun begitu pula, hal ini diabadikan dalam
ﲔِﻗِﺩﺎﺻ
ﺍﻮﻧﺎﹶﻛ
ﹾﻥِﺇ
ِﻪِﻠﹾﺜِﻣ
ٍ
ﺚ
ﻳِﺪﺤِﺑ
ﺍﻮﺗﹾ
ﺄ
ﻴﹾﻠﹶﻓ
()
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al- Qur'an itu jika mereka orang-orang yang benar. (QS. ath-Thûr (52) : 34)
ِﻪِﻠﹾﺜِﻣ
ٍﺭﻮﺳ
ِﺮ
ﺸ
ﻌِﺑ
ﺍﻮﺗﹾ
ﺄ
ﹶﻓ
ﹾﻞﹸﻗ
ﻩﺍﺮﺘﹾﻓﺍ
ﹶﻥﻮﹸﻟﻮﹸﻘﻳ
ﻡﹶﺃ
ﻢﺘﻨﹸﻛ
ﹾﻥِﺇ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﻥﻭﺩ
ﻦِﻣ
ﻢﺘﻌﹶﻄﺘﺳﺍ
ِﻦﻣ
ﺍﻮﻋﺩﺍﻭ
ٍﺕﺎﻳﺮﺘﹾﻔﻣ
ﲔِﻗِﺩﺎﺻ
()
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". (QS. Hûd ( 11) : 13)
ِﺇ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﻥﻭﺩ
ﻦِﻣ
ﻢﺘﻌﹶﻄﺘﺳﺍ
ِﻦﻣ
ﺍﻮﻋﺩﺍﻭ
ِﻪِﻠﹾﺜِﻣ
ٍﺓﺭﻮﺴِﺑ
ﺍﻮﺗﹾ
ﺄ
ﹶﻓ
ﹾﻞﹸﻗ
ﻩﺍﺮﺘﹾﻓﺍ
ﹶﻥﻮﹸﻟﻮﹸﻘﻳ
ﻡﹶﺃ
ﲔِﻗِﺩﺎﺻ
ﻢﺘﻨﹸﻛ
ﹾﻥ
()
Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (QS. Yûnus (10) : 38)
ﹾﻥِﺇ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﻥﻭﺩ
ﻦِﻣ
ﻢﹸﻛَﺀﺍﺪﻬ
ﺷ
ﺍﻮﻋﺩﺍﻭ
ِﻪِﻠﹾﺜِﻣ
ﻦِﻣ
ٍﺓﺭﻮﺴِﺑ
ﺍﻮﺗﹾ
ﺄ
ﹶﻓ
ﺎﻧِﺪﺒﻋ
ﻰﹶﻠﻋ
ﺎﻨﹾﻟﺰﻧ
ﺎﻤِﻣ
ٍ
ﺐ
ﻳﺭ
ﻲِﻓ
ﻢﺘﻨﹸﻛ
ﹾﻥِﺇﻭ
ﲔِﻗِﺩﺎﺻ
ﻢﺘﻨﹸﻛ
)
(
semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS. Al-Baqarah (2) : 23)
ِﻦِﺌﹶﻟ
ﹾﻞﹸﻗ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﻮﹶﻟﻭ
ِﻪِﻠﹾﺜِﻤِﺑ
ﹶﻥﻮﺗﹾ
ﺄ
ﻳ
ﻻ
ِﻥﺍَﺀﺮﹸﻘﹾﻟﺍ
ﺍﹶﺬﻫ
ِﻞﹾﺜِﻤِﺑ
ﺍﻮﺗﹾ
ﺄ
ﻳ
ﹾﻥﹶﺃ
ﻰﹶﻠﻋ
ﻦِﺠﹾﻟﺍﻭ
ﺲ
ﻧﻻﺍ
ِ
ﺖ
ﻌﻤﺘﺟﺍ
ﺍﲑِﻬﹶ
ﻇ
ٍ
ﺾ
ﻌﺒِﻟ
ﻢﻬ
ﻀ
ﻌﺑ
()
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al-Isrâ’ (17) : 88)
Benarkah tidak ada yang bisa menandingi kitab ini sejak lima belas abad yang
lalu ? Atau ada yang bisa, namun karena takut kepada penguasa akan mendlolimi
sehingga kemampuannya disembunyikan. Untuk menjawab hal ini, Quraisy Shihab
mengetengahkan jawaban yang sangat tepat. Pertama, Sulit disembunyikan suatu
berita penting, yang itu menjadi perhatian masyarakat luas, dan al-Qur’an telah
mengumumkan untuk menandinginya. Takut memang dapat menghalangi seseorang
untuk mengemukakan pendapat, akan tetapi tentunya rasa takut ini tidak akan bisa
mencegah generasi ke genarasi untuk mengungkapkannya, dan pasti akan terdengar
juga. Kedua, Sejarah telah membuktikan adanya orang-orang yang berusaha
menandingi al-Qur’an, namun semua usaha ini gagal. Bahkan sekian banyak di antara