• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III NAHDLATUL ULAMA (NU), KEBERADAAN MUSLIMAT

A. Sejarah lahirnya Nahdlatul Ulama (NU

Latar belakang berdirinya sebuah organisasi sosial keagamaan yang diberi nama Nahdlatul Ulama (NU) tidak lain karena kebutuhan para kiai dan santri akan legitimasi legal formal. Kebutuhan ini muncul atas dorongan lahirnya berbagai macam organisasi sosial yang memiliki corak berbeda-beda. Seperti Budi Utomo (BU) pada tahun 1908 sebagai organisai yang berfokus pada pendidikan dan budaya serta menjadi pelopor awal munculnya organisasi-organisasi di Indonesia.1

Selain kemunculan organisai BU sebagai pelopor awal, dalam organisasi sosial keagamaan, Sarekat Islam (SI) tahun 1912 menjadi yang pertama mendirikan organisasi yang berfokus pada kelompok saudagar Islam di Indonesia. Kemudian disusul dengan munculnya Muhammadiyah tahun 1912, Al Irsyad tahun 1915, dan Persatuan Islam (PERSIS) tahun 1913.

Kehadiran dari berbagai macam organisasi di atas, kiranya organisasi Muhammadiyah memiliki pengaruh paling besar terhadap latar belakang didirikannya NU. Muhammadiyah sebagai organisai sosial keagamaan yang

1

Einar Martahan Sitompul, Nu dan pancasila: Sejarah dan Peranan NU dalam Perjuangan Umat Islam di Indonesia dalam Rangka Penerimaan Pancasila sebagai Satu-satunya Asas, (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 1996) h. 42.

32

menawarkan bentuk pembaruan dalam Islam memiliki perbedaan tujuan yang besar dengan NU yang sangat menjaga erat tradisi dan budaya tradisional Islam di Indonesia.

Lembaga yang memiliki corak Islam seperti NU pada dasarnya merupakan sebuah fenomena pedesaan. Ziarah ke makam orang yang dihormati seperti keluarga dan leluhur, guru, wali dan raja dianggap sebagai perbuatan yang berpahala besar. Bahkan pahala yang diperoleh dari membaca doa-doa atau ayat-ayat suci al-Qur’an, tahlilan, serta selametan dapat dipersembahkan bagi arwah-arwah orang yang sudah meninggal.2

Berbeda pandangan dengan organisasi pembaru seperti Muhammadiyah, mereka melihat fenomena di atas sebagai kegiatan bid’ah dan tidak sesuai dengan ajaran asli Islam. Oleh karena itu, pada abad 20-an ketika Muhammadiyah telah memperluas jaringan organisasinya hingga wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah sebagai basis ulama tradisional, menjadi ancaman tersendiri bagi para ulama dan kiai.3 Disini ulama-ulama tradisional merasa penting untuk membentuk organisasi baru demi menjaga posisi mereka yang terancam dengan munculnya Islam reformis.

Pada belahan bumi yang lain, hadir sosok Ibn Sa’ud dan pengikutnya yang merupakan kaum Wahabi menentang keras adanya pemujaan pada wali dan pemujaan kepada orang yang sudah meninggal. Selama mereka menduduki kota

2

Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencari Wacana Baru. Diterjemahkan oleh Farid Wajidi, (Yogyakarta: LKiS, 1994) h. 17-18.

3

33

Mekkah beberapa waktu sebelumnya, kaum Wahabi telah menghancurkan banyak makam di dalam dan sekitar kota tersebut dan membrangus berbagai praktek keagamaan populer. Bahkan Sa’ud telah merencanakan pembongkaran makam Rasullah SAW serta Makam Sayidina Umar. Bagi kaum tradisionalis Indonesia yang sangat terkait dengan praktik keagamaan merasa kecemasan yang luar biasa dengan adanya penaklukan Ibn Sa’ud atas Mekkah.4

Sebagai bentuk perjuangan kaum tradisionalis dalam mempertahankan tradisi dan budaya Islam, maka kaum tradisionalis memutuskan untuk mengirim utusan sendiri ke Mekkah untuk membicarakan masalah Madzhab dengan Ibn Sa’ud. Demi terlaksananya tujuan tersebut, maka mereka membentuk komite Hijaz. Bertemu di Surabaya pada 31 Januari 1926, kaum tradisionalis menentukan siapa yang akan diutus. Agar berkesan kuat di pihak luar, komite ini memutuskan untuk mengubah diri menjadi sebuah organisasi dengan nama Nahdlatul „Oelama (NU). Inilah menjadi alasan paling kuat dibeberapa masa awal tahun kehadirannya.5

Proses panjang pendirian NU ini tidak lain karena peran tokoh-tokoh pendiri NU seperti K.H. Hasyim Asy’ari dan kyai muda Abdul Wahab. Sebelum terbentuknya NU, kiyai Abdul Wahab sepulangnya dari Makkah merasa perlu adanya tindakan untuk melakukan pergerakan dalam mendidik para kader dalam bentuk tashwir al-afkar yaitu sebuah pertukaran gagasan, maka ide ini kemudian dijadikan sebagai sebuah kursus perdebatan untuk anak-anak muda dan kiai-kiai

4

Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencari Wacana Baru, h. 32.

5

34

muda. kursus perdebatan ini sudah diupayakan dari datangnya kiai Abdul Wahab dari makkah pada tahun 1914, tapi hingga tahun 1918 kegiatan ini berlangsung lebih fokus membahas soal-soal yang membelah kelompok yang lebih dekat dengan salafiyah dan kelompok madzhab dari kiai pesantren. Inti dari diskusi ini adalah untuk membuka cakrawala pengetahuan dan memperluas ilmu bagi kalangan pesantren. Kursus ini terus berjalan hingga berdirinya NU pada 31 Januari 1926.6

Setelah melakukan kursus-kursus perdebatan di Surabaya, kiai Wahab bersama dengan Mas Mansur yang kala itu baru kembali dari Mesir bekerja sama untuk membentuk Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air) dan mendapat pengakuan dari pemerintah Belanda pada tahun 1916. Tujuan dibentuknya

Nahdlatul Wathan adalah untuk memperluas dan memperdalam mutu madrasah-madrasah yang ada. Pada tahun 1922, Mas Mansur keluar dan bergabung dengan Muhammadiyah yang lebih cocok dengannya. Inti dari Nahdlatul Wathan ini ialah tidak hanya sekedar mendidik calon-calon kiai dan mendirikan sekolah-sekolah. Hal ini juga menjadi fondasi awal untuk memberi pengertian bahwa para pendiri NU yang legendaris ini sejak awal telah memberikan semangat bahwa perlunya orang pesantren bukan hanya menjadi santri namun juga mampu berpartisipasi dalam kebangkitan bangsa.7

Selain perhatian Abdul Wahab Hasbullah terhadap perkembangan sosial dan pendidikan, para ulama pesantren juga pernah merintis usaha perdagangan dalam

6

Nur Khalik Ridwan, NU dan Bangsa, h. 33-35.

7

35

bentuk koperasi dengan istilah sjirkah al-„inān yang diberi nama Nahdlatut Tujjar

(kebangkitan usahawan) dengan restu penuh oleh K.H. Hasjim Asj’ari pada tahun 1918. Diangkat ketua koprasi yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dan Abdul Wahab sebagai manajer yang menjalankan koperasi. Inti dari dibentuknya Taswirul Afkar

kemudian Nahdlatul Watan dan Nahdlatut Tujjar merupakan bentuk perhatian para ulama pesantren untuk menghimpun kegiatan bersama serta mengembangkan kaum muslimin pada masa itu. Himpunan para ulama inilah yang sudah dijelaskan sebagai pelopor penting lahirnya organisasi NU.8

Setelah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926, NU mulai menata organsisainya dengan manajemen organisai yang lebih baik. Penataan manajemen organisasi NU dimulai dengan pembentukan Anggaran Dasar 1926 yang disusun pada tahun 1929 dan disahkan oleh pemerintah pada tahun 1930. Berdasarkan Anggaran Dasar yang telah dibentuk sebagai tujuan berdirinya organisai, NU menetapkan tujuannya untuk mengembangkan Islam berlandaskan ajaran keempat mazhab sebagai berikut9 :

1. Memperkuat persatuan diantara sesama ulama penganut ajaran-ajaran empat mazhab.

2. Meneliti kitab-kitab yang akan dipergunakan untuk mengajar agar sesuai dengan ajaran ahlusunnah wal jamaah.

3. Menyebarkan ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran empat mazhab.

4. Memperbanyak jumlah lembaga pendidikan Islam dan memperbaiki organisasinya.

8

M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, h. 45.

9

36

5. Membantu pembangunan masjid, surau dan pondok pesantren serta membantu kehidupan anak yatim dan orang miskin.

6. Mendirikan badan-badan untuk meningkatkan perekonomian anggota. Melalui berbagai macam upaya dan strategi NU ikut berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan ikut serta melawan para penjajah. Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan, NU menutup periodenya sebagai organisasi keagamaan (jamiah diniyah) dengan gemilang dan mengeluarkan Resolusi Jihad (Resolusi Perjuangan) pada tanggal 22 Oktober 1945.10

Maklumat No. X tanggal 3 November 1945 yang menjelaskan tentang pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk mendirikan partai-partai agar dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran yang ada dalam masyarakat.11 Disambut baik khususnya oleh NU dengan mengkoordinir organisasi Islam dalam satu wadah partai. Muktamar Islam Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta tanggal 7-8 November 1945 memutuskan untuk dibentuk kembali Masyumi dengan wajah baru, yaitu yang dianggap sebagai partai politik Islam dan bukan lagi organisasi bentukan Jepang.12

Awal mula dukungan NU terhadap Masyumi sangat menggelora, namun kemudian perbedaan kepentingan kelompok dalam Masyumi mulai muncul. NU dalam keterlibatannya di Masyumi tidak benar-benar terwakili di kepengurusan.

10

Einar Martahan Sitompul, Nu dan pancasila, h. 93.

11

Deliar Noer, Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa (Bandung: Mizan, 2001), h. 135.

12

M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik, h. 103.

37

Langkanya anggota NU yang mempunyai tingkat pendidikan umum modern yang memadai, menyebabkan tidak ada satupun jabatan eksekutif yang jatuh kepada anggota NU. Situasi seperti ini menjadi awal munculnya problem antara NU dengan kaum pembaru dan modernis yang mendominasi Masyumi.13 Selain dalam pengurusan internal partai, di dalam kabinet pun NU merasa berkurang dalam peranannya. NU hanya mendapat kursi Departemen Agama (dapat dilihat di tabel I).14

Tabel III.A.1. Keterwakilan NU dalam Parlemen

sumber : Nur Khalik Ridwan, NU dan Bangsa: Pergulatan Politik dan Kekuasaan, h. 62-65.

13

Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencari Wacana Baru, h. 62.

14

Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencari Wacana Baru, h. 63. No. Nama Kabinet Tahun Periode Keterwakilan NU

1. Sjahrir I 14 November 1945

12 Maret 1946 -

2. Sjahrir II 12 Mart 1946 2

Oktober 1946

-3. Sjahrir III 2 Oktober 1946 27 Juni 1947

Wahid Hasyim sebagai Menteri Negara (NU)

4. Amir Syarifudin I 3 Juli 1947 11

November 1947

-5. Amir Syarifudin II 11 November 1947 29 Januari 1949

K.H. Masjkur sebagai Menteri Agama (NU)

6. Hatta I 29 Januari 1949 8 Agustus 1949

K.H. Masjkur sebagai Menteri Agama (NU)

7. Darurat 19 Desember 1948 3 Juli 1949

K.H. Masjkur sebagai Menteri Agama (NU)

8. Hatta II 4 Agustus 1949 20 Desember 1949

K.H. Masjkur sebagai Menteri Agama (NU)

9. RIS 20 Desember 1949 6 September 1950

Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama (NU)

10. Susanto 20 Desember 1949 21 Januari 1950

K.H. Masjkur sebagai Menteri Agama (NU)

11. Halim RI 21 Januari 1950 6

September 1950

-12. Natsir 6 September 1950 27

April 1951 Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama 13. Sukiman-Suwrjo 27 April 1951 3 April

1952

Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama (NU)

14. Wilopo 3 April 1952 30 Juli

-38

Akibat kekecewaan NU terhadap Masyumi, dalam Muktamar NU ke 19 tahun 1951 di Palembang NU menyatakan keluar dari Masyumi. Pelaksanaan pendirian partai NU baru terjadi pada 3 Juli 1952, ketika NU secara resmi keluar dari federasi Masyumi.15 Setelah Muktamar Palembang dan berdirinya partai NU, orang-orang NU maupun orang yang merasa dekat dengan NU mulai menarik diri dari Masyumi. Hanya ada beberapa orang muslim tradisionalis yang bertahan di Masyumi.16

Pada pemilu yang diselenggarakan tahun 1955 merupakan pemilu bersejarah bagi partai NU. Perolehan suara partai NU pada saat itu sangat mengejutkan, yaitu 18,4 % dari seluruh suara yang sah, bahkan tidak jauh dari Masyumi dengan prolehan suara 20,9 %. Seperti yang dapat kita lihat di tabel berikut :

Tabel III.A.2. Perolehan Suara Pemilu 1955

Sumber : Kacung Marijan, Quo Vadis NU: Setelah Kembali ke Khittah, h. 74.

Perolehan suara ini merupakan kemenangan yang sangat menentukan untuk NU, dari perolehan 8 kursi meningkat tajam menjadi 45 kursi. Partai besar lainnya

15

Nur Khalik Ridwan, NU dan Bangsa, h. 110.

16

Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencari Wacana Baru, h. 68. Nama Partai Jumlah Suara yang

Diperoleh Prosentase Jumlah Kursi di Parlemen PNI 8.434.653 22,3 57 Masyumi 7.903.886 20,9 57 NU 6.955.141 18,4 45 PKI 6.176.914 16,4 39 Lain-lain 8.314.705 22,0 59

39

pun memperoleh suara cukup banyak, namun tidak sedramatis partai NU.17 Demikian keterlibatan NU dalam politik praktis. Secara pengalaman, NU dapat dikatakan lebih maju dibanding Muhammadiyah yang tidak pernah menjadi partai politik. Meskipun dalam Masyumi, Muhammadiyah memiliki peranan lebih besar dibanding dengan NU.

Memasuki periode Presiden Soeharto sebagai langkah pemerintah dalam program penataan kehidupan politik yang dirancang Ali Mustopo, NU terpaksa bergabung dengan tiga partai Islam lainnya menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diresmikan pada 5 Januari 1973. Partai politik lainnya yang berasaskan sosial, nasional, dan kristen disatukan dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Jadi hanya ada dua parati disamping Golkar.18 Fusi partai ini diresmikan dalam keputusan pemerintah bersama dengan DPR yang berusaha menyederhanakan partai politik dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.19 Kasus ini menjadi penutup terhadap kegemilangan Partai NU di kancah politik.

Memasuki era reformasi kekhawatiran muncul dari generasi muda NU yang dekat dengan Gus Dur, dalam hal ini mereka yang senang dengan garis “non -politis” NU merasa resah dengan adanya pembentukan partai politik NU yang baru yaitu PKB. Kemunculan PKB dalam daftar nama partai politik di era

17

Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencari Wacana Baru, h. 69.

18

Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencari Wacana Baru, h. 102.

19

Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia (Jakarta: LP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 107.

40

reformasi menimbulkan banyak tanda tanya besar. Salah satunya ialah pengaruh dari kemunculan PKB terhadap pernyataan kembalinya NU pada khittah 1926.20

Gus Dur dalam hal ini memberikan tanggapan bahwa para aktivis dan simpatisan NU perlu dibimbing dalam pilihan politik mereka. Pernyataan kembalinya NU pada khittah 1926 di era Orde Baru menjadi perubaha strategi dalam menghadapi situasi politik yang memberikan keuntungan bagi NU. Pada saat konflik NU dan PPP semakin parah, disamping itu Golkar menawarkan prospek yang lebih baik dalam arti kelangsungan hidup bagi kaum tradisionalis dibidang sosial-keagamaan. Pengambilan strategi ini yang menghidupkan NU sampai sekarang.21

Dokumen terkait