• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI

C. Teori Kekuasaan

Kekuasaan merupakan sebuah kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kata ini mudah dipahami oleh banyak orang, namun jarang sekali untuk didefinisikan. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan pelaku.21 Kekuasaan mengacu pada suatu jenis pengaruh yang dimanfaatkan oleh salah satu objek, individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya. Seperti dalam tulisan Roderick Martin mengutip artikel penelitian Robert Dahl pada International Encyclopedia of the Social Sciences

yang menyebutkan bahwa: “istilah kekuasaan dalam ilmu sosial modern mengacu

pada bagian perangkat hubungan diantara satuan-satuan sosial seperti pada perilaku satu atau lebih satuan yang dalam keadaan tertentu tergantung pada perilaku satuan-satuan yang lain.”22

Kebanyakan teori sosiologi mendefinisikan kekuasaan dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu sebagai sebuah hubungan yang khas diantara para objek, antara pribadi-pribadi dengan kelompok. Definisi yang paling berpengaruh dalam

hal ini ialah yang dikemukakan oleh Weber bahwa: “kekuasaan adalah

21

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) h. 18.

22

Roderick Martin, Sosiologi Kekuasaan. Penerjemah Herry Joediono, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993) h. 68.

26

kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan sosial yang ada, termasuk dengan kekuatan atau tanpa menghiraukan landasan

yang menjadi pijakan kemungkinan itu.” Dalam penelitian Martin, psikologi

sosial Michigan, French dan Raven menggunakan definisi yang sama dalam membahas teori lapangan Lewin mengenai kekuasaan, kekuasaan adalah kemampuan potensial dari seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi yang lainnya di dalam sistem yang ada.23

Dahrendorf dan Blau berhasil menemukan kelemahan tertentu dari teori Weber yang kemudian menjadi dasar Dahrendorf dalam mengemukakan bahwa kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu-individu dari pada milik struktur sosial. Perbedaan terpenting antara kekuasaan dengan otoritas terletak pada kenyataan bahwa kalau kekuasaan pada hakikatnya dilekatkan pada keperibadian individu, maka otoritas selalu dikaitkan dengan posisi atau peran sosial. Blau mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan seeorang atau sekelompok orang untuk memaksakan keinginannya pada yang lain meski dengan kekuatan penangkal, baik dalam bentuk pengurangan secara tetap ganjaran-ganjaran yang digunakan maupun dalam bentuk hukuman , keduanya sama-sama bersifst negatif. Kemampuan untuk memproduk pengaruh melalui kekuatan telah memberikan cara kepadanya untuk menggunakan sanksi-sanksi yang negatif.24

Berbeda dengan sebelumnya, Parsons memandang kekuasaan sebagai suatu sumber sistem, yaitu bahwa kekuasaan merupakan sebuah bentuk kemampuan

23

Roderick Martin, Sosiologi Kekuasaan, h. 69.

24

27

yang mampu menjamin pelaksanaan kewajiban yang mengikat sesuai dengan tujan-tujuan kolektif yang telah disepakati dari satuan-satuan yang ada dalam suatu sistem organisasi kolektif. Jika terdapat perlawanan didalamnya, maka lembaga yang berkuasa dapat menegakkannya dengan sanksi-sanksi situasional yang sifatnya negatif.25 Serta masih banyak lagi definidi sosoiologis mengenai kekuasaan yang kurang lebih dapat dijadikan sintesis maupun antitesis dari definisi di atas.

Dalam organisasi sendiri, kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kepemimpinan. Pemimpin memperoleh alat untuk dapat mempengaruhi perilaku para pengikutnya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kutipan Miftah Thoha dari Hersey, Blanchard, dan Natemeyer menegaskan bahwa para pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri agar mereka dapat mengerti bagaimana mereka dapat mempengaruhi orang lain, namun mereka juga perlu meniti posisi serta bagaimana cara menggunakan kekuasaan yang tepat.26

Bentuk dari kekuasaan itu sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu seperti pernyataan Machiavelli yang dikemukakan pada abad ke-16 bahwa hubungan yang baik itu tercipta jika didasarkan atas cinta (kekuasaan pribadi) dan ketakutan (kekuasaan jabatan). Berangkat dari pernyataan tersebut, maka Amitai Etziomi membahas bahwa bentuk dan sumber dari kekuasaan ialah kekuasaan jabatan (position power) dan kekuasaan pribadi (personal power). Menurut Etziomi,

25

Roderick Martin, Sosiologi Kekuasaan, h. 75.

26

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996) h. 289.

28

perbedaan kedua bentuk kekuasaan ini ialah konsep kekuasaan itu sendiri sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi perilaku. Seseorang yang mampu untuk memperngaruhi perilaku orang lain untuk melakukan kerja sesuai jabatannya, maka orang tersebut memiliki kekuasaan jabatan. Sebaliknya, apabila seseorang memperoleh kekuasaan dari para pengikutnya dapat dikatakan sebagai kekuasaan pribadi.27

Sumber kekuasaan lain ialah yang dikemukakan oleh French dan Roven. Mereka mengemukakan enam bentuk kekuasaan yang dimiliki oleh seorang manajer atau pemimpin. Keenam bentuk kekuasan itu ialah kekuasaan legitimasi, kekuasaan imbalan, kekuasaan paksaan, kekuasaan ahli, kekuasaan referen, dan kekuasaan informasi.28

Kekuasaan legitimasi (legitimate power) merupakan kekuasaan yang berasal dari kedudukan seseorang dalam hirarkhi organisasi. Seseorang mampu mempengaruhi karena ia memiliki posisi atau jabatan tertentu dalam organisasi. Karena jabatan tersebutlah menyebabkan bawahannya patuh kepadanya. Bawahan di sini memegang peran penting dalam pelaksanaan kekuasaan legitimasi. Jika bawahan menganggap, bahwa pengguna kekuasaan tersebut sah sesuai kedudukan seseorang maka mereka akan patuh.

Kekuasaan imbalan (reward power) bertitik tekan pada kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain dalam hal ini bawahan

27

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, h. 292.

28

Indriyo Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita, Perilaku Keorganisasian, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997) h. 82.

29

atau pengikut, dan mereka menganggap imbalan tersebut mempunyai nilai atau mereka membutuhkan imbalan tersebut. Imbalan itu dapat berupa gaji, upah, jaminan sosial, promosi, kesempatan jam lembur dan penugasan pada pekerjaan yang disenanginya.

Kekuasaan paksaan (coercive power) ialah kekuasaan atau kepatuhan seseorang terhadap orang lain karena mereka takut akan hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Kekuatan dari kekuasaan paksaan tergantung pada implikasi negatif dari hukuman tersebut dan apakah ada kemungkinan hukuman tersebut dapat dihindari atau tidak.

Kekuasaan ahli (expert power) merupakan kekuasaan yang dimiliki seseorang karena ia memiliki kemampuan khusus, keahlian atau pengetahuan tertentu. Kekuasaan referen (referent power) ialah kekuasaan yang bersumber dari sifat seseorang yang memiliki daya tarik tertentu atau karisma tertentu. Karisma merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan tokoh masyarakat, politisi, artis, dan lain sebagainya.

Kekuasaan informasi (information power) merupakan kekuasaan yang dipunyai seseorang karena ia memiliki informasi-informasi penting yang berhubungan dengan organisasi.

Pandangan teori kekuasaan menjadi pilihan dalam penelitian karena penggalian informasi tentang NU dalam politik praktis yang ternyata tujuan NU dalam politik tidak lain ialah kekuasaan. Teori ini kiranya tepat untuk melihat perjalanan NU sebagai organisasi sosial keagamaan yang matang dalam politik

30

praktis dan pemerintahan. Khususnya dalam melihat khittah NU 1926 dalam Muslimat NU menunjukkan bahwa faktor kekuasaan menjadi salah satu alasan penting sikap Muslimat dalam pilihan panggung politik yang justru mengakibatkan tidak terimplementasinya khittah NU 1926.

Kekuasaan jabatan yang terbangun dalam Muslimat NU seperti yang dijelaskan dalam teori manajemen organisasi bahwa posisi tertinggi dapat mempengaruhi posisi lain. Unsur ini muncul karena dilatar belakangi oleh adanya keinginan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih luas dari Muslimat NU yaitu dalam politik. Melalui organisasi, seseorang mampu mendapatkan kekuasaan tertinggi, banyaknya masa dalam sebuah organisasi dapat menjadi modal seseorang untuk berkompetisi politik.

31

Dokumen terkait