• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan sejarah lisan (oral story) yang dikemukakan Orang Bati yaitu pada awalnya leluhur mereka memiliki tempat asal yang berbeda. Untuk itu mengenai sejarah lisan (oral story) tentang asal-usul leluhur Orang Bati dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sejarah Orang Bati di Samos

Berdasarkan informasi yang dituturkan oleh tokoh adat di Negeri Kian Darat, kemudian ditelusuri secara mendalam pada informan yang mendiami Tana (Tanah) Bati dapat dikemukakan sebagai berikut:

Orang Bati mengemukakan bahwa leluhur mereka yang pertama adalah Ken Min Len (Ken = Laki-Laki, Min = Perempuan, dan

Len = Besar). Jadi arti dari Ken Min Len artinya laki-laki dan perempuan besar.16) Leluhur Orang Bati ke Seram Timur men- diami tempat bernama Samos (tempat kering pertama) sampai orang lain datang ke daerah ini. Samos terletak sekitar Gunung Bati. Mereka datang dengan kapal menyerupai burung Garuda atau Rajawali yang dinamakan (Lusi). Pada tempat ini mereka mulai membangun kehidupan yang pertama. Untuk itu nama dari tempat awal ketika Orang Bati melakukan Esuriun dinamakan Kilusi, dan sampai saat ini menjadi kesepakan bahwa nama kampung/dusun yang menggunakan Bati hanya Kampung/Dusun Bati Kilusi atau Bati Awal, sedangkan kampung/dusun lainnya tidak menggunakan nama Bati17

Pada saat itu di Samos (tanah kering pertama yang dijumpai) sama sekali belum ada kehidupan. Leluhur Orang Bati memulai ke- hidupan mereka yang pertama di tempat ini sampai kedatangan orang lain. Pendatang berikut ke Samos adalah moyang Boiratan, atau nama lengkapnya yaitu Boiratan Timbang Tanah. Putri Kerajaan Lomine di Gunung Murkele ini datang dan tidak menetap karena itu ia terus melakukan perjalanan menuju Kepulauan Kei. Kehidupan awal dari leluhur Orang Bati di Samos terus berlangsung sampai kedatangan orang lain di tempat ini, dan mereka mulai menjalan kehidupan awal di Samos. Keadaan mereka terus bertambah banyak karena kelahiran,

).

16)Wawancara dengan bapak Samaun Rumadaul (83 Tahun), anggota masyarakat

Negeri Kian Darat, pada tanggal 25 November 2009. Ia juga mengatakan bahwa ber- dasarkan sejarah lisan (oral story) yang dituturkan oleh pendahulu mereka bahwa ada juga leluhur Orang Bati yang datang dari Timur Tengah, dan bergabung di Samos. Mereka datang pertama kali dengan menggunakan Kapal Kodrat tetapi tidak berhasil, kemudian mereka kembali ke tempat asal. Setelah itu mereka datang lagi dengan Kapal

Safina Tun Najal, dan berhasil menemukan Samos di Pulau Seram Bagian Timur dan bergabung dengan leluhur Orang Bati yang sudah ada di Samos.

17)Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun), Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal),

dan ada juga penduduk keturunan Alifuru yang datang dari Tanjung

Sial di Pulau Seram Bagian Barat kemudian mendiami lokasi kediaman di Soabareta (tanjung kering pertama yang dijumpai).

Perkembangan yang terjadi kemudian yaitu Orang Bati me- nyatukan diri dan sepakat (mafakat sinabi) melalui Esuriun Orang Bati yaitu Alifuru Bati turun dari hutan dan gunung (madudu atamae ukara). Sejarah asal usul penduduk dari Gunung Bati menempatkan posisi dari Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) di Tana (Tanah Bati) sangat penting bagi perkembangan kampung atau dusun lainnya di Tana (Tanah) Bati. Leluhur Orang Bati dikenal sebagai manusia yang baik hati, bersih, jujur, suci, dan lainnya yang identik dengan itu adalah Oyang Kilusi yang menjadi Kapitan Esuriun Orang Bati pada saat itu.

Sebutan terhadap manusia berhati bersih (batin yang bersih) ini kemudian melahirkan nama Bati, sebagai salah satu suku-bangsa di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu)18

Penegasan tentang nama Tanah Besar karena Pulau Seram me- rupakan pulau terbesar di Kepulauan Maluku apabila dibandingkan

) adalah identitas setelah

kelompok sosial Patasiwa dan Patalima menyatu untuk melakukan

Esuriun Orang Bati pada masa lampau. Kisah Esuriun Orang Bati menegaskan eksistensi dari keturunan kelompok Alifuru Seram yang menyebut diri sebagai Alifuru Bati atau Orang Bati sebagai suku- bangsa. Kelompok sosial Patasiwa dan Patalima merupakan struktur dasar pembentukan identitas Orang Bati yang dikukuhkan melalui adat

Esuriun Orang Bati baru mereka melakukan aktivitas turun dari hutan dan gunung (madudu atame ukara) untuk menjaga, melindungi seluruh hak milik yang berharga seperti manusia, tanah, adat, budaya identitas dan lainnya. Dalam pergaulan hidup sehari-hari, Orang Bati menyebut Pulau Seram dengan nama Tanah Besar. Maknanya yaitu Pulau Seram adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku dan merupakan tempat asal dari keturunan Suku Alifuru atau Alifuru Ina.

18)Lihat bahasan yang telah dikemukakan tentang Mitologi Seram yang membahas

dengan pulau-pulau lain di Kepulauan Maluku. Pulau Seram dengan daratan (lembah, bukit, dan pegunungan) yang terbentang dari daratan

Hunimua di Sebelah Timur sampai dengan daratan Hunipopu di Seram Barat terdiri dari wilayah pegunungan yang silih berganti. Kawasan ini dalam kepercayaan Orang Seram ibarat manusia yang sedang tidur ter- lentang dan sedang memandang alam semesta. Seram dipercaya olah keturunan Alifuru sebagai Gunung Manusia berdasarkan mitologi yaitu wilayah ini masih menyimpan berbagai misteri, baik yang terkait dengan lingkungan alam maupun manusia. Orang Bati yang mendiami Gunung Bati adalah salah satu kelompok sukubangsa penghuni Gunung Manusia sehingga dalam interaksi sosial penamaan Orang Bati sebagai Orang Gunung (Mancia Atayesu) untuk mempertegas eksis- tensi kesukubangsaan Bati sebagai Manusia Gunung, dimaksudkan untuk memberikan perbedan dengan Orang Pantai (Mancia Layena) yang bukan termasuk (roina kakal) atau saudara Orang Bati.

Lokasi sekitar Gunung Bati terdapat dua gunung yang saling berhadapan yang dipercaya sebagai Gunung Laki-Laki dan Gunung Perempuan. Dalam mitologi Bati, posisi Gunung Laki-Laki dan Gunung Perempuan menjadi dasar dari kosmologi Orang Bati dalam memahami manusia, tanah, dan alam semestanya. Sampai saat ini Orang Bati sangat yakin bahwa leluhur mereka yang mendiami Gunung laki-laki dan Gunung Perempuan ini tidak pernah mati (meninggal dunia). Leluhur Orang Bati memiliki kehidupan yang abadi sepanjang masa. Sampai sekarang Orang Bati tetap yakin bahwa leluhur mereka yaitu Manusia Bati yang mendiami Gunung Bati ini senantiasa berada dengan mereka. Sebagai anak cucu keturunan Manusia Bati, mereka sangat percaya bahwa tempat kediaman dari leluhur mereka di Gunung Bati adalah sakral atau keramat. Berdasarkan kepercayaan pada leluhur (Tata Nusu Si) sebagai sistem religi bahwa roh para leluhur mereka yang mendiami Gunung Bati dinamakan Tata Nusu Si senantiasa menyertai anak cucunya. Informasi yang disampai-kan oleh Raja Kian Darat bahwa :

Sampai saat ini Orang Bati percaya bahwa nama Bati dan Manusia Batti atau manusia berhati bersih, jujur, suci ini lahir dengan evolusi daratan

Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) atau saat ini dinamakan Pulau Seram atau Tanah Besar19

19)Wawancara dengan bapak AWe (56 Tahun), Raja (Mata Lean) atau Jou Negeri Kian ).

Sejarah Kedatangan Leluhur Orang Bati dari Tanjung Sial ke Soabareta

Sejarah lisan (oral story) yang mengisahkan tentang kedatangan leluhur Orang Bati dari Tanjung Sial, pertama-tama mereka mengakui bahwa asal-usul mereka dari keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau keturunan Suku Alifuru atau AlifuruIna yang menamakan diri sebagai Orang Bati memiliki sejarah asal-usul dari kerurunan Alifuru yang datang dari Tanjung Sial di sebelah barat Pulau Seram. Mereka datang dari Tanjung Sial dengan kora-kora, dan menempati lokasi kediaman awal di Soabareta (tanjung kering pertama yang dijumpai). Waktu ke- datangan mereka dari Tanjung Sial dipimpin oleh Latu atau Ratu

Wawina atau Raja Tongkat Emas dan suaminya Kapitan Pattinama. Dalam perjalanan mereka mengumpulkan seluruh keturunan

Alifuru yang jumpai. Ketika sampai di Soabareta jumlah Alifuru yang di-himpun makin banyak. Kelompok ini kemudian mendiami

Soabareta dan terintegrasi dengan Alifuru yang sudah berada di Samos. Setelah menyatu, baru mereka melakukan Esuriun Orang Bati sehingga kelompok Patasiwa dan Patalima menjadi terintegrasi. Proses integrasi yang dicapai Orang Bati adalah final karena dilakukan melalui adat

Esuriun, dan termasuk integrasi kultural.

Dalam lingkungan Orang Bati, nilai dasar untuk mem- pertahankan kelangsungan hidup (survival strategy) pada tingkat in- dividu, kerabat, kelompok, maupun komunitas agar mereka tidak punah yaitu mereka harus saling menjaga, melindungi karena ber- dasarkan adat esuriun. Untuk itu melalui sejarah di mana Orang Bati terintegrasi dari dua kelompok besar yaitu kelompok Patasiwa dan ke- lompok Patalima menjadi satu yaitu Siwa-Lima kemudian dikukuhkan dengan adat Esuriun Orang Bati.

Tampak jelas bahwa lingkungan sosial telah membentuk mata- rantai yang sangat penting dalam siklus kehidupan mereka sebagai orang satu asal yang menyatu untuk saling menjaga, melindungi yang satu terhadap lainnya, dan telah berlangsung ratusan tahun. Studi untuk memahami tentang sejarah Orang Bati untuk menjaga, me- lindungi satu terhadap yang lain apabila dibandingkan dengan studi mengenai daur kehidupan dalam sistem kekerabatan Orang Bati di mana setiap orang sejak berada dalam kandungan ibu, masa bayi, anak- anak, remaja, dewasa, masa tua, meninggal dan kembali ke tanah, ber- arti nyawa manusia senantiasa menyatu dengan tanah kelahirannya sebagai suatu siklus hidup.

Makna tanah dalam sejarah Orang Bati adalah tempat asal-usul, tanah kelahiran, tampa putus pusa, atau “Gunung Tanah” yang me- miliki makna filosofis untuk menjelaskan tentang Tana (Tanah) Bati sebagai wilayah bernyawa, dan Dunia Orang Bati adalah dunia

Esuriun. Jadi berbicara mengenai wilayah Orang Bati berarti berbicara me-ngenai wilayah bernyawa. Dunia Orang Bati merupakan arena ke- hidupan manusia yang terkait dengan nyawa. Hakikatnya terletak pada

niat, di mana manusia yang memiliki niat baik, bersih, dan benar menunjukkan hakikat Bati.

Konsep ini yang menghubungkan Dunia Orang Bati dengan lingkungan di mana fungsinya untuk menghubungkan mereka dengan berbagai peristiwa sosial, adat, dan sebagainya yang telah dilalui pada masa lampau, agar mereka siap untuk menghadapi masa sekarang, dan menjemput masa depan. Muaranya ada pada hati (nurani) manusia yang bersih, sebagaimana yang dikehendaki oleh leluhur mereka yaitu manusia Bati. Orang Bati menempati wilayah terisolasi, tetapi kondisi mereka bukan masyarakat terasing. Mereka telah menjalani hidup se- bagai pemukim menetap sejak leluhur mereka mendiami wilayah ini. Orang Bati tidak termasuk kategori masyarakat nomaden karena sejak dilakukan Esuriun Orang Bati, masing-masing marga yang telah me- nempati etar (wilayah kekuasaan milik marga) tidak pernah berpindah- pindah tempat sampai saat ini.

Sejarah Orang Bati di Pulau Seram Bagian Timur menunjukkan bahwa, mereka sudah melakukan interaksi dengan orang lain di luar komunitas mereka cukup lama. Masyarakat Bati telah menjalani ke- hidupan menetap sejak berabad-abad yang silam. Kondisi yang di- jalani seperti ini dapat dikatakan bahwa mereka tidak termasuk se- bagai masyarakat terasing. Akibat pengaruh kondisi lingkungan geo- grafi yang selama ini tidak dibangun, maka keterbatasan infra struktur darat maupun laut sehingga Orang Bati atau masyarakat Bati me- ngalami keterlambatan dalam perkembangan akibat isolasi geografi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup secara individu maupun sosial mereka memiliki akses yang terbatas untuk mencapai pusat kegiatan di bidang sosial, politik, ekonomi, pemerintahan, dan lainnya dalam jangka waktu cukup lama. Masyarakat Bati mengemukakan bahwa :

Apabila tiba musim ombak besar, wilayah kami tidak dapat dilayari secara baik, dan pantai disekitar wilayah Pulau Seram Bagian Timur sulit untuk di singgahi oleh kapal, motor tempel, dan sarana angkutan lainnya. Kondisi ini yang membuat Orang Bati tidak pernah muncul kalau sudah tiba musim ombak besar antara bulan Desember sampai dengan bulan Agustus setiap tahun20).

Pendapat yang dikemukakan Orang Bati bahwa setiap tahunnya mereka hanya memiliki waktu selama tiga bulan yaitu dari bulan September sampai dengan bulan November merupakan musim tenang sehingga mereka bisa memiliki akses ke luar Pulau Seram Bagian Timur. Kondisi yang dialami oleh Orang Bati seperti ini membuat interaksi mereka dengan orang lain yang berada di luar komunitas mereka menjadi terbatas, bahkan ada diantara mereka yang sama sekali tidak berinteraksi dengan orang lain apabila tenggang waktu selama tiga bulan ini tidak ada kesempatan. Mereka menjadi hilang untuk jangka waktu cukup lama, sehingga kondisi ini menimbulkan persepsi orang luar mengenai negeri ilang-ilang (hilang-hilang).

Sejarah Esuriun Orang Bati

Sejarah lisan (oral story) yang disampaikan Orang Bati tentang

Esuriun Orang Bati yaitu peristiwa atau kisah nyata turunnya leluhur

Alifuru Bati atau Orang Bati dari Samos yang terdapat dalam kawasan hutan hujan sekitar Gunung Bati, di Pulau Seram Bagian Timur.

Esuriun Orang Bati adalah dunia kehidupan Orang Bati yang se- sungguhnya di mana seluruh aktivitas hidup berlangsung sehari-hari.

Esuriun Orang Bati sangat penting bagi anak cucu keturunan Alifuru

Bati atau Orang Bati atau Suku Bati sehingga aktivitas hidup senantiasa berkaitan dengan ritual adat maupun upacara adat yang berbasis

Esuriun Orang Bati.

Barisan upacara adat Esuriun Orang Bati yang terdiri dari ribuan orang atau manusia yang menggunakan simbol ikat kepala merah (berang)21

Strategi menguasai tanah dan wilayah yang menjadi hak milik (property) dari masing-masing mata rumah (it etar) di Pulau Seram Bagian Timur memperoleh pembagian sesuai adat yang telah di- sepakati bersama. Kisah turunnya Alifuru Bati atau Orang Bati turun dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) kemudian

), parang dan tombak, serta panah dan parang. Keturunan Alifuru Bati turun dari Gunung Bati secara bersama-sama, dan mereka dipimpin oleh Oyang Kilusi sebagai Kapitan Esuriun Orang Bati meng- gunakan parang dan salawaku (perisai). Sejarah turunnya Alifuru Bati dari Samos untuk menjaga dan melindungi (mabangatnai tua malindong) seluruh hak milik yang berharga (bernilai) seperti manusia, tanah, hutan, identitas, adat, kebudayaan, lingkungan, dan sebagainya dapat dimaknai juga sebagai survival strategy.

21)Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal),

Negeri Kian Darat, pada tanggal 10 Juli 2009 yaitu ikat kepala berwarna merah (berang) merupakan tradisi asli Alifuru Seram. Cara mengikat kepala yang benar ada pada Orang Bati di mana simpulnya berada pada bagian depan. Makna simpul berada di depan karena ia selalu ingat daerah asalnya. Namun pada saat ini banyak suku-suku di Pulau Seram ketika mengikat berang, simpulnya berada di belakang. Itu berarti mereka tidak ingat pada daerah asalnya. Untuk itu dalam upacara adat Esuriun Orang Bati, maka ikat kepala (berang) yang digunakan harus menempatkan simpulnya di bagian depan.

dilembagakan dalam adat, dan sampai saat ini terus dilestarikan. Mengapa Esuriun Orang Bati masih terpelihara secara baik dalam ke- hidupan Orang Bati atau Suku Bati, karena mereka berusaha menjaga dan melindungi (mabangatnai tua malindung) tradisi Esuriun agar anak cucu keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati atau Suku Bati dapat bertahan hidup (survive) dan tidak punah.

Pertanyaan mendasar untuk menjelaskan Esuriun sebagai sejarah

Alifuru Bati atau Orang Bati atau Suku Bati ketika turun dari hutan dan gunung yaitu mengapa seluruh tanah yang terdiri dari hutan belantara di Pulau Seram ada pemiliknya. Informasi lapangan yang diperoleh peneliti yaitu pada masa lampau seluruh bidang tanah yang terdapat di Pulau Seram telah ada pembagian (tabagu) untuk masing-masing sukubangsa. Tanah yang berada di Pulau Seram bukan tanah yang tidak bertuan. Tanah yang terdapat di Pulau Seram ada pemiliknya atau ada yang mememilikinya. Hutan belantara yang berada di atas tanah ada pemiliknya. Persoalan ini apabila tidak dipahami secara baik oleh berbagai pihak pada saat ini, dipercaya pada masa depan tanah bisa menimbulkan masalah yang jauh lebih krusial dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan tradisi Alifuru Seram, tanah adalah bagian dari kehidupan yang sangat penting pada masa itu, saat ini, dan masa depan. Anak cucu keturunan Alifuru memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga, melindungi, serta mengelola tanah secara baik untuk kesejahteraan hidup. Tanah sebagai hak milik yang berharga sehingga

Esuriun Orang Bati dilakukan untuk menjaga, melindungi tanah milik mereka. Peristiwa turun gunung yang dilakukan oleh keturunan

Alifuru Ina atau leluhur Orang Bati atau Suku Bati pada masa lampau dipimpin oleh Kapitan22) Esuriun Orang Bati pada gambar 5 maupun

profil orang laki-laki dan perempuan Bati pada gambar 6 berikut ini:

22)Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal),

Negeri Kian Darat, pada tanggal 10 Juli 2009, ia mengatakan bahwa istilah Kapitan

(pemimpin perang) adalah istilah khas yang digunakan Alifuru Bati atau Orang Bati sejak leluhur mereka melakukan Esuriun Orang Bati, jauh sebelum kedatangan orang luar ke Maluku. Jadi tidak mungkin penggunaan istilah Kapitan Esuriun Orang Bati

Gambar : 5. Profil Kapitan Esuriun Orang Bati

Dokumen terkait