• Tidak ada hasil yang ditemukan

ٱ َنوُنِمۡؤُمۡل

A. Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara 1

Sebagaimana telah disampaikan bahwasannya gerbang utama untuk memasuki ruang jelajah topik pembahasan Ilmu Tajwid ini adalah para ulama pembawa ajaran Islam di Nusantara. Ada beragam data sejarah yang menerangkan tentang ulama pembawa ajaran Islam di Nusantara. Ketika menelusuri catatan sejarah yang sangat tua tentang masa awal kedatangan Islam dikawasan Nusantara, ditemukan angka tahun 51 H/671 M. Informasi ini disebutkan oleh seorang agamawan dan pengembara Cina bernama I-Tsing yang telah menumpang kapal milik pedagang muslimTimur Tengah yang kebanyakan berasal dari Arab dan Persia. I-Tsing menumpang kapal dagang saudagar muslim tersebut dari Kanton yang kemudian berlabuh di muara sungai Bhoga atau disebut juga dengan istilah

1Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua, yang sekarang sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia. Kata ini tercatat pertama kali dalam literaturberbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit. Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia Belanda yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama "Indonesia" (berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian ini sampai sekarang dipakai di Indonesia. Akibat perkembangan politik selanjutnya, istilah ini kemudian dipakai pula untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak mencakup Filipina. Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang populer pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama dalam literatur berbahasa Inggris.

Sribogha atau Sribuza yang sekarang diidentifikasi sebagai sungai Musi.2

Kennet W Morgan menerangkan bahwa berita yang dapat dipercaya tentang Islam di Indonesia yang mula-mula sekali terdapat dalam berita Marcopolo3. Dalam perjalanannya kembali ke Venezia pada tahun 692 H/1292 M. Setelah bekerja pada Kubilai Khan di Tiongkok, Marcopolo singgah di Perlak, sebuah kota di pantai utara Sumatra. Menurutnya, penduduk Perlak ketika itu diislamkan oleh pedagang yang dia sebut kaum Saracen. Wilayah-wilayah pangeran di sekitar Perlak didiami oleh penyembah berhala yang belum beradab. Di Samara Marcopolo, menanti angin yang baik selama lima bulan, di situ ia dan anggota rombongannya harus menyelamatkan diri dari serangan orang-orang biadab di daerah itu dengan mendirikan benteng yang dibuatnya dari pancang-pancang.

2 Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Al-Qur’an di Indonesia, (Jakarta: Pustaka STAINU, 2008), h.136

3Marcopolo (lahir 15 September 1254 – meninggal 8 Januari 1324 pada umur 69 tahun) adalah seorang pedagang dan penjelajah Italia yang pernah menyusuri jalan sutera.

Ia pergi ke Tiongkok semasa berkuasanya Dinasti Mongol. Ia belajar tentang perdagangan selagi ayah dan pamannya, Niccolo dan Maffeo, melakukan perjalanan melalui Asia dan tampaknya bertemu Kubilai Khan. Pada 1269, mereka kembali ke Venesia dan bertemu Marco untuk pertama kalinya. Mereka bertiga memulai sebuah perjalanan epik ke Asia, dan kembali setelah 24 tahun, menemukan Venice berperang dengan Geno. Marco dipenjarakan, dan mengisahkan cerita kepada teman satu selnya. Ia dibebaskan tahun 1299, menjadi pedagang kaya, menikah dan punya tiga anak. Ia terkenal karena kisah-kisahnya sangat menarik dan aneh bagi bangsa Eropa. Pada masa itu, bangsa Barat tidak mengenal dunia Timur. Sebagian cendekiawan berpendapat bahwa Marco Polo memang pergi ke Tiongkok, tetapi tidak mengunjungi semua tempat yang digambarkan dalam bukunya (misalnya Xanadu). Salah satu kisah Marco Polo yang menarik untuk bangsa Indonesia adalah cerita tentang unicorn atau kuda bertanduk satu yang menurutnya dijumpainya di pulau Sumatra. Tetapi, ilmu pengetahuan membuktikan bahwa yang ditemukan Marco Polo itu bukanlah unicorn melainkan badak Sumatra. Ia meninggal pada 1324, dan dimakamkan di San Lorenzo. (Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Marco_Polo)

52

Kota Samara menurut pemberian Marcopolo dan tempat yang tidak jauh dari situ yang disebut Basma, kemudian dikenal dengan nama Samudra dan Pasai, dua buah kota yang dipisahkan oleh sungai Pasai, yang tidak jauh letaknya di sebelah utara Perlak. Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa Islam sudah masuk ke Nusantara mulai abad ke 7 dan telah dianut sebagian besar orang pribumi, baik sebagai agama maupun hukum. Hal ini terjadi semenjak dahulu.

Setelah masuknya agama Islam, selalu ada pegawai khusus yang mempunyai keahlian dalam hukum Islam, yang kadang-kadang menangani juga urusan muamalah, iddah, waris dan lainnya, oleh pegawai yang berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia. Secara ideologis dan polotis, hukum Islam sudah ada di Indonesia semenjak abad ke 8 M.4

Adapun menurut Azyumardi Azra dalam bukunya Islam di Asia Tenggara, bahwa sejarah Islam di Asia Tenggara termasuk Indonesia, khususnya di masa awal, luar biasa galau dan rumit.

Kegalauan dan kerumitan itu bukan hanya disebabkan kompleksitas disekitar sosok Islam itu sendiri, tetapi juka pengkajian-pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara, baik oleh sejarawan asing maupun pribumi, hingga kini belum mampu merumuskan suatu paradigma historis yang dapat dijadikan pegaman bersama. Terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para ahli dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit

4 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.187-188

dipertemukan satu sama lain. H.J. De Graaf5 dalam tulisannya yang berpendapat bahwa historiografi Indonesia dan Malaya tentang sejarah awal Islam di kawasan ini yang tidak terlalu dapat dijadikan pegangan, walaupun begitu, tidak dapat diabaikan sama sekali.

Kebanyakan historiografi Nusantara itu lebih banyak berisikan

“mithos” daripada “sejarah” dalam pengertian Barat. Karena itu nilainya lebih terletak pada kenyataan bahwa hitoriografi tersebut adalah hasil pribumi dan merupakan produk tradisi kebudayaan yang sama, dan bukan pada “historisitas”nya. Lebih lanjut, historiografi lebih belakangan, khususnya yang menyangkut perkembangan dan penerapan lembaga-lembaga Islam, seperti diungkapkan Milner dalam karangannya dibelakang ini, juga sulit dipastikan otentisitasnya. Menurut Milner bukanlah tidak mungkin penyalin naskah-naskah aslinya, melakukan semacam penyuntingan dengan membuang bagian-bagian isi historiografi yang mereka anggap tidak relevan, tidak layak dan sebagainya, sementara dalam waktu yang sama mungkin pula menambahkan bagian-bagian tertentu yang mereka nilai lebih sesuai dengan perkembangan Islam lebih mutakhir, yang diyakini lebih benar.6

Sejarah Islam di Indonesia masih teap menjadi bahan perdebatan dikalangan sejarawan. Namun kesimpulan Azyumardi Azra meberikan gambaran yang agak representatif bahwa mungkin benar Islam telah diperkenalkan ke dan ada di Nusantara pada

5 Hermanus Johannes de Graaf, lahir 2 Desember 1899 dan meninggal pada tanggal 24 Agustus 1984 pada umur 84 tahun) adalah seorang sejarawan Belanda yang mengkhususkan diri menulis sejarah Jawa, Indonesia.

(Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/H._J._de_Graaf)

6 Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), h.vi-vii.

54

abad pertama Hijriyah, seperti yang dikemukakan Arnold dan dipegangi banyak sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi hanya setelah abad ke 12 M pengaruh Islam kelihatan lebih nyata. Karena itu, proses islamisasi tampak mengalami akselerasi antara abad ke 12 dan ke 16 M.7

Islam sebagai agama yang memberikan corak kultur bangsa Indonesia dan sebagai kekuatan politik yang menguasai struktur pemerintahan sebelum datangnya Belanda dapat dilihat dari munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara ini, antara lain di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.8 Sebelum Islam datang, di Indonesia telah berkuasa kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Di antaranya ada kerajaan Bahari terbesar yang mengendalikan dan menguasai pulau-pulau di Nusantara, yaitu kerajaan Sriwijaya di sekitar Palembang, Sumatera Selatan, dan Singasari, selanjutnya yaitu Majapahit.

Pada abad ke 7, Islam belum menyebar luas secara merata ke seluruh penjuru Nusantara, karena pengaruh agama Budha masih memegang peranan di Kerajaan Sriwijaya, terutama dalam kehidupan sosial, politik, perekonomian dan kebudayaan. Pada awal abad ke 13 M, kerajaan ini memasuki masa kemunduran. Dalam kondisi seperti ini, pedagang-pedagang muslim memanfaatkan politiknya dengan mendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Mereka tidak hanya membangun perkampungan pedagang yang bersifat

7 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang, 2013), h. 16-17

8 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.193.

ekonomis, tetapi juga membentuk stuktur pemerintahan yang dikehendaki. Misalnya kerajaan Samudra Pasai abad ke 13 muncul karena dukungan komunitas muslim, juga tidak lepas dari melemahnya kondisi politik kerajaan Sriwijaya yang kurang mampu mengendalikan dan menguasai daerahnya.9

Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat Internasional antara negara-negara di Asia bagian barat dan timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam dibawah bani Umayah dibagian barat maupun kerajaan Cina zaman Dinasti T’ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Upaya kerajaan Sriwijaya dalam memperluas kekuasannya ke Semaenanjung Malaka sampai Kedah dapat dihubungkan dengan bukti-bukti prasasti 77, berita-berita Cina dan Arab abad ke-8 sampai ke-10 M. Hal ini erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka yang yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional. Pada tahun 173 H, sebuah kapal layar dengan pimpinan “ Makhadah Khalifah” dari teluk Gambay Gujarat berlabuh di bandar perlak dengan membawa kira-kira 100 orang anggota dakwah yang terdiri atas orang-orang Arab, Persia, dan Hindia. Mereka menyamar sebagai awak kapal dagang dan khalifah menyamar sebagai kaptennya. Makhada Khalifah adalah seorang yang bijak dalam dakwahnya sehingga dalam waktu kurang dari setengah abad, Meurah (raja) dan seluruh rakyat kemeurahan Perlak yang beragama Hindu-Budha dengan sukarela masuk agama Islam.

Selama proses pengislaman yang relatif singkat, para anggota dakwah telah banyak yang menikah dengan wanita Perlak.

9 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.193

56

Diantaranya adalah seorang anggota dari Arab suku Quraisy menikah dengan putri Istana Kemeurahan Perlak yang melahirkan putra Indo-Arab pertama dengan nama Sayyid Abdul Aziz. Pada tanggal 1 Muharram 225 H/840 M, kerajaan Islam Perlak diproklamasikan dengan raja pertamanya adalah putra Indo-Arab tersebut dengan gelar Sultan Alaiddin Maulana Aziz Syah10. Pada waktu yang sama, nama ibukota kerajaan diubah Tiandor Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai kenangan indah kepada khalifah yang sangat berjasa dalam membudayakan Islam kepada bangsa-bangsa Asia Tenggara yang dimulainya dari Perlak. Dengan demikian, kerajaan Islam yang pertama berdiri pada awal abad ke-3 H/9 M, berlokasi di Perak.

Sementara itu dikerajaan Majapahit, setelah Patih Gajah Mada meninggal dunia (1364 M), dan Hayam Wuruk (1389 M), situasi politik Majapahit Goncang dan terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bersamaan dengan melemahnya Majapahit, Islam di Jawa mendapati posoisi yang menguntukan sehingga di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus, Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton Pusat.

Uraian ini menunjukkan bahwa cikal-bakal kekuasaan Islam sudah dirintis sejak abad ke 7 M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni Maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu Jawa, seperti kerajaan Medang, Kediri, Singasari, dan Majapahit di Jawa Timur. Kemudian, Islam menempati struktur

10 Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul-Aziz Syah merupakan Sultan Perlak yang pertama yang memerintah antara tahun 225-249 H (840-864 M). Baginda memulakan Dinasti Saiyid Maulana. Setekah wafatnya, Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdur-Rahim Syah naik takhta.

pemerintahan ketika komunitas muslim sudah kuat yang bersamaan dengan suramnya kondisi politik kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha.11

Selanjutnya, Islam masuk ke pulau Jawa diperkirakan pada abad ke-11 M, dengan di temukannya makam Fatimah binti Maemun (w.1087 M) di Lereng Gresik yang berangkat pada tahun 475 H/1082 M. Di Jawa Islam pertama masuk melalui pelabuhan Gresik ini, di daerah ini Islam sudah dikenal sejak dini dengan bukti adanya makan Fatimah binti Maemun tersebut yang diidentifikasi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dan mengembangkan Islam di wilayah Gresik. Pedagang-Pedagang dari Gujarat, Calcutta, Benggala, Siam dan Cina datang dari negeri yang sekitar abad XI masih berpenduduk 600-700 orang itu.12 Data sejarah lainnya menyebutkan bahwa Islam masuk ke pulau Jawa pada abad ke-12/13 M, ke Maluku sekitar abad 14 M, ke Kalimantan awal abad ke-15 M, ke Sulawesi abad ke-16 M. Penduduk dan penguasa kepulauan tersebut sudah masuk Islam sebelum kolonial Belanda menguasai Indonesia.13

Adapun mengenai kedatangan Islam dan penyebarannya di kepulauan Indonesia adalah dengan cara damai melalui beberapa cara. Menurut Uka Tjandrasasmita ada enam cara, yaitu saluran dagang, perkawinan, ajaran tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik. Dan perlu diketahui pula kedatangan Islam diwilayah Nusantara tidaklah bersamaan. Demikian pula, kerajaan-kerajaan

11 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.193

12 Inajati Adrisijanti, Arkeologi Perkotaan Islam Mataram, (Yogyakarta: Jendela, 2000), h.135.

13 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.190-191

58

dan daerah-daerah yang didatangi mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Pada masa kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya sekitar abad ke-7 M dan ke-8 M selat malaka mulai dilalui pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negri-negri di Asia Tenggara dan Asia Timur.

Berdasarkan berita Cina pada masa penguasa T’ang, pada masa itu di duga keras masyarakat muslim sudah ada, baik di Kanfu (Kanton) maupun di daerah Sumatra sendiri. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negara-negara di Asia bagian barat dan timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajan Islam dibawah Bani Umayah dibagian barat maupun kerajaan Cina pada masa T’ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara.14

Sedangkan mengenai kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang panjang diantara ahli sejarah, mengenai tiga masalah pokok, yakni tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya dan waktu kedatangannya. Berbagai pembahasan dan teori yang beusaha menjawab tiga masalah pokok ini belum tuntas.

Tidak hanya kurang nya data yang dapat mendukung teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada.

Terdapat kecenderungan kuat adanya suatu teori yang hanya menekankan aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok, tetapi mengabaikan aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu kebanyakan teori yang ada dalam segi-segi tertentu gagal menjelaskan kedatangan Islam, konversi agama yang terjadi dan proses islamisasi yang terdapat didalamnya.

14 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.188-189

Wan Husein Azmi mengemukakan dalam makalahnya, ada tiga teori tentang kedatangan Islam ke wilayah Melayu, yaitu:15

1. Teori Arab, yaitu datangnya Islam ke Melayu secara langsung dari Arab, karena muslim wilayah Melayu berpegang pada madzhab Syafi’i yang lahir di Semenanjung tanah Arab. Teori ini disokong oleh Sir Jhon Crawford.

2. Teori India, yakni bahwa Islam datang dari India. Teori ini lahir selepas tahun 1883 M, dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, diantaranya adalah Dr.

Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kren dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.

3. Teori Cina, yakni bahwa Islam datang ke wilayah Nusantaradari Cina. Teori dikemukakan oleh Emanuel Godinhode Eradie, seorang scientist Spanyol.

Teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, atau tepatnya Hadramaut. Teori ini pertama kali di kemukakan Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), de Hollander (1861), dan Veth (1878). Craufurd menyatakan, bahwa Islam datang langsung dari Arab, meskipun ia menyebut tentang adanya hubungan dengan orang-orang “Mohammedan” di India Timur. Keyzer beranggapan bahwa Islam dari Mesir yang bermadzhab Syafi’i, sama seperti yang dianut oleh muslim Nusantara umumnya. Teori tentang madzhab ini juga dipegang oleh Niemann dan de Hollander, tetapi dengan menyebut Hadramaut bukan Mesir, sebagai sumber datangnya Islam, sebab muslim Hadramaut adalah pengikut madzhab Syafi’i seperti muslim Nusantara. Sedangkan Veth hanya

15 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.191

60

menyatakan di bawa “orang-orang Arab” tanpa menunjukkan tempat asal mereka di Timur Tengah maupun kaitannya dengan Hadramaut, Mesir atau India. Teori semacam ini juga diajukan Hamka dalam Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Nusantara tahun 1962.

Menurutnya, Islam masuk ke Nusantara langsung dari Arab, bukan melalui India, dan bukan pula pada abad ke 11, melainkan pada abad ke 1 H/7 M.16

Adapun teori bahwa Islam di Nusantara datang dari India pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel (1872). Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan perjalanan Suleiman, Marco Polo dan Ibnu Batuta, ia menyimpulkan bahwa orang-orang Arab yang bermadzhab Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara. Dia mendukung teorinya dengan menyatakan bahwa melalui perdagangan amat memungkinkan terselenggaranya hubungan antara kedua wilayah ini, ditambah lagi dengan umumnya istilah-istilah Persia (yang dibawa dari India) digunakan dalam bahasa masyarakat kota-kota pelabuhan Nusantara.

Teori ini lebih lanjut dikembangkan oleh Snouck Hurgronye yang melihat pula bahwa para pedagang kota pelabuhan Dakka di India Selatan sebagai pembawa-pembawa Islam ke wilayah baru Islam:

“...para penduduk Dakka, yang berdiam dalam jumlah besar di kota-kota pelabuhan di pulau ini (Sumatera) menjadi perantara dalam perdagangan antara negara-negara Muslim (yakni Asia Barat) dan Hindia Timur (East Indie-Indonesia), seolah-olah menjadi sifat segala sesuatu yang ditakdirkan untuk menyebarkan benih-benih pertama agama baru ini.

16 Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, h.xi

orang Arab, khususnya mereka yang datang sebagai anak cucu Nabi SAW (Sayyid atau Syarif), mendapatkan kesempatan baik untuk menunjukkan kemampuan organisasi mereka.

Sebagai pendeta-pendeta (priests) pangeran-pendeta (prierst-princess) dan sebagai sultan-sultan mereka sering melakukan sentuhan terakhir bagi pembentukan wilayah baru Islam.”

Teori Snouck ini lebih lanjut dikembangkan oleh Marrison pada tahun 1951 dengan menunjuk tempat yang pasti di India, dari sana Islam datang ke Nusantara. Ia menunjuk pantai Koromandel sebagai pelabuhan tempat bertolaknya para pedagang muslim dalam pelayaran mereka menuju Nusantara.17

Teori selanjutnya yang di kembangkan oleh Fatimi menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali (Bangladesh). Dia mengikuti keterangan Tome Pires yang mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau keturunan mereka. Dan, Islam muncul pertama kali di Semenanjung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukannya dari barat (Malaka), pada abad ke 11 melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran dan Trengganu. Ia beralasan bahwa secara doktrin, Islam di Semenanjung lebih sama dengan Islam di Phanrang, sementara elemen-elemen prasasti yang ditemukan di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ditemukan di Leran. Drewes yang mempertahankan teori Snouck menyatakan, bahwa teori Fatimi ini tidak bisa diterima, terutama karena penafsirannya atas prasasti yang ada dinilai merupakan “perkiraan liar berkata”. Lagi pula, madzhab

17 Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, h.xii.

62

yang dominandi Benggala adalah madzhab Hanafi bukan madzhab Syafi’i seperti di Semenanjung dan Nusantara secara keseluruhan.18

Telah disepakati bahwa Islam pada mulanya mendapatkan kubu-kubu terkuatnya dikota-kota pelabuhan, seperti Samudera Pasai, Malaka, dan kota-kota pelabuhan lainnya di pesisir Jawa. A.H.

Johns khususnya, sangat menekankan hal ini baik di dalam tulisannya yang tercangkup di dalam buku ini, maupun dalam serangkaian tulisannya yang lain. Berangkat dari teori bahwa Islam pada dasarnya adalah urban (perkotaan) dan bahwa peradaban Islam pada hakekatnya adalah juga urban, Johns menyatakan bahwa proses Islamisasi di Nusantara bermula dari kota-kota pelabuhan yang ada.

Di perkotaan itu sendiri, islam adalah fenomena istana. Istana kerajaan menjadi pusat pengembangan intelektual Islam atas perlindungan resmi penguasa, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh ulama intelektual terkenal seperti, Hamzah Fansuri, Sham Ad-Di Pasai, Nur Ad-din Ar-Raniri, dan Abdur Rauf As-Sankili. Tokoh-tokoh ini mempunyai jaringan keilmuan yang luas baik dalam maupun luar negri, sehingga menunjang pengembangan Islam dan gagasan-gagasan mereka sendiri. Abdur Ra’uf misalnya memounyai jaringan keilmuan yang luas di Timur tengah yang berpusat pada gurunya Ahmad Qushashi dan Ibrahim Al-Kurani yang juga adalah guru Syekh Yusuf Makasar, dan yang lebih terkenal lagi Syekh Hayya As-Sindi dan Syah Waliyullah, tokoh pembaharu yang terkemuka dari anak Benua India. Jaringan keilmuan semacam ini,

18 Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, h.xii-xiii.

kemudian semakin diperkuat dan diperkaya terutama sejak abad ka 17 oleh tarekat-tarekat tasawuf yang berkembang luas di Nusantara.

Karakter organis yang inheren dalam jaringan semacam ini memberikan momentum yang terus menerus bagi pengembangan Islam.19

Dalam kesimpulan Andi Faisal Bakti, islamisasi di Indonesia telah ada semenjak abad ke 13, 16 dan 17. Berikut ini kutipannya:

“ negara islam telah berdiri pada abad 13. Perkembangan yang signifikan terjadi pada akhir abad ke 16atau awal ke 17 dengan berdirinya beberapa negara Islam, seperti Aceh, Banten, Mataram, Gowa-Tallo, Ternate, dan Tidore. Penggunaan

“Sultan” adalah simbol nyata Islam yang dipakai oleh beberapa raja, seperti Sultan Iskandar Muda, Sultan Iskandar Thani (Aceh), Sultan Agung Tirtayasa (Banten), Sultan Hasanuddin (Gowa-Tallo), Sultan Agung (Mataram). Dan Sultan Babullah (Ternate). Pada periode ini juga muncul beberapa ulama Islam, seperti Hamzah Fansuri, Syams Ad-din As-Sumatrani, Abd Ar-Rauf As-Sinkilli yang menyebarkan Islam di Aceh, Syekh Abu Yusuf dari Makasar ke Banten, dan Wali Songo di Jawa. Dari mereka inilah Islam lokal dibuka..”

Pada akhirnya, tidak ada satu teori tunggal pun yang dapat menjelaskan secara lengkap dan meyakinkan tentang kenapa terjadi proses pengislaman secara besar-besaran, sehingga Islam selanjutnya muncul sebagai agama yang dianut mayoritas terbesar penduduk Asia Tenggara. Berbagai teori tersebut harus dipadukan sedemikian rupa, sehingga mampu menjelaskan secara lebih lengkap

19 Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, h.xiii-xiv.

64

meyakinkan. Berbagai faktor, baik yang inheren di dalam Islam itusendir maupun faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan alur-alur kesejarahan yang ditempuh masyarakat-masyarakat Asia Tenggara sejak kedatangan Islam sampai sekarang secara bersama-sama, baik langsung maupun tidak mempunyai andil masing-masing dalam mengakibatkan terjadinya Islamisasi besar-besaran dan sekaligus intensifikasi kesadaran keislaman. Pergumalan faktor-faktor kesejarahan yang kompleks itu terlalu rumit untuk bisa dijelaskan dengan suatu teori atau argumen tertentu.memaksakan penerimaan atau berpegang pada suatu teori tertentu hanya akan mengakibatkan terjadinya generalisasi dan simplikasi yang dangkal yang giliranya dapat menjerumuskan ke dalam distrosi dan bias kesejarahan. Orang tidak dapat berkesimpulan bahwa sejarah islamisasi di Nusantara apakah secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya sebagai proses yang merupakan garis lurus dan seragam. Proses-proses itu, sering berliku-liku dan menempuh jalan yang tidak harus selalu sama, karena bagaimanapun juga proses islamisaasi dan intensifikasi keislaman itu banyak pula dipengaruhi situasi dan faktor-faktor lokal yang ditemui Islam. Inilah yang kemudian antara lain menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di berbagai wilayah di Nusantara, yang pada gilirannya juga menimbulkan perbedaan di dalam pandangan, penghayatan, dan pengalaman Islam di kalangan penganutnya. Tapi satu hal yang pasti, dinamikan islamisasi dan intensifikasi keislaman itu tidak

pernah berhenti sampai sekarang dalam berbagai bentuk perwujudannya.20

Meskipun demikian, dapat kita akui bahwa jalan yang dibawa pada saudagar Arab, masuk ke wilayah Nusantara ini adalah sama.

Ada yang melalui jalan laut dari Aden menulusuri pantai India Barat dan Selatan, atau jalan darat dari Khurasan kemudian melalui hutan menyebrangi laut Cina Selatan masuk ke Nusantara melalui pesisir pantai timur semenanjung tanah Melayu. Oleh sebab itu, dapatlah kita berpendapat bahwa dakwah islamiyah datang ke Nusantara melalui lautan cina dan India dan juga laut Cina Selatan secara langsung dari negri Arab dan oleh orang-orang Arab. Dalam kesimpulan seminar di Aceh yang disusun oleh Prof. A. Hasymi disebutkan:

1. Seminar menegaskan kembali kesimpulan seminar sejarah Islam yang berlangsung di Medan pada tahun 1963 yang dikukuhkan lagi dalam seminar sejarah Islam di Banda Aceh tahun 1978 yaitu bahwa agama Islam telah masuk ke Nusantara pada abad ke-1 H langsung dari tana Arab.

Selanjutnya seminar berpendapat bahwa daerah yang mula-muala masuk dan menerima Islam di Nusantara adalah Aceh.

2. Masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara merupakan proses yang memakan waktu panjang, sehingga antara masuknya Islam dan tumbuhnya kerajaan Islam merupakan dua hal yang perlu dibedakan. Berdasakan dokumen “Izdzarvl

20 Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), h.xxi