• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Ilmu Tajwid Al-Qur’an di Nusantara (Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tajwid Al-Qur’an di Nusantara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Sejarah Ilmu Tajwid Al-Qur’an di Nusantara (Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tajwid Al-Qur’an di Nusantara)"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH ILMU TAJWID AL-QUR’AN DI NUSANTARA (Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tajwid Al-Qur’an

di Nusantara) SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama

Disusun oleh:

Inayatul Mustautina (14210577) Dosen Pembimbing:

Ali Mursyid, M.Ag

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 2018 M / 1439 H

(2)

Inayatul Mustautina (14210577)

Sejarah Ilmu Tajwid Al-Qur’an di Nusantara (Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tajwid Al-Qur’an di Nusantara)

Nusantara adalah sebutan lain untuk negara Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Berdasarkan sejarah masuknya Islam ke Nusantara dapat disimpulkan bahwa dimulainya sejarah Al-Qur’an bersamaan dengan dimulainya sejarah Islam di bumi Nusantara ini. Dan sejarah Ilmu Tajwid di Nusantara bersamaan dengan lahirnya Al-Qur’an di Nusantara. Merupakan sebuah keprihatinan ketika banyaknya para pecinta, pembaca dan penghafal Al-Qur’an yang mana harus memulai dasar mempelajarinya dengan Ilmu Tajwid akan tetapi tidak mengetahui secara jelas sejarah ilmu tersebut. Untuk itu penulis akan berusaha melakukan penelitian terkait dengan sejarah Ilmu Tajwid di Nusantara ini dengan baik.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan historis/sejarah. Penelitian yang bersifat kualitatif. Penulis menggunakan sumber data primer yakni dari buku-buku Tajwid yang akan dianalisa itu sendiri, seperti;

Hidâyah al-Mustafîd fî ‘Ilm at-Tajwîd, Faturrahmân fî Tajwîd Al- Qur’an, Hidâyah as-Shibyân fî Tajwîd Al-Qur’an, Tuhfah al-Athfâl, Matn al-Jazâriyah, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur’an Metode Maisura Menuju Muara Ilmu Tajwid Terpadu dan Komprehensif, Hidâyah al-Mubtadi’în, Pelajaran Tajwid (Buku Tajwid Hijau), dan Buku Tajwid Praktis. Dan sumber data skunder yang di dapat dari beberapa karya-karya penulis lain yang membahas mengenai Ilmu Tajwid, seperti; Sejarah Qira’at Al-Qur’an di Indonesia, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, dll.

Sejarah Islam di Nusantara = Sejarah Al-Qur’an di Nusantara

= Sejarah Ilmu Tajwid Al-Qur’an di Nusantara. Pada masa awal datang Islam, Tajwid diajarkan secara lisan. Pada masa awal pendidikan Islam, Tajwid diajarkan melalui kitab-kitab ulama Timur Tengah yang dibawa ke Nusantara. Pada masa selanjutnya, Tajwid diajarkan melalui kitab-kitab karya ulama Nusantara. Terkait isi kitab-kitab Tajwid yang ada di Nusantara, hampir semuanya sama.

Kendatipun begitu, tetap ada perbedaan pada masing-masing kitab, seperti bahasa yang digunakan ataupun sistematika penulisan yang diterapkan pada kitabnya masing-masing.

(3)
(4)

i

Skripsi dengan judul “Sejarah Ilmu Tajwid Al-Qur’an di Nusantara (Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tajwid Al-Qur’an di Nusantara)” yang disusun oleh Inayatul Mustautina dengan Nomor Induk Mahasiswa 14210577 telah melalui proses bimbingan dengan baik dan disetujui untuk diujikan pada sidang munaqosyah.

Jakarta, 20 Juli 2018 Pembimbing,

Ali Mursyid, M.Ag

(5)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Sejarah Ilmu Tajwid Al-Qur’an di Nusantara (Kajian Terhadap Kitab Tajwid Al-Qur’an di Nusantara)”

yang disusun oleh Inayatul Mustautina dengan Nomor Induk Mahasiswa 14210577 telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Insitut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta pada tanggal 30 Juli 2018. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).

Jakarta, 30 Juli 2018 Dewan Fakulas Ushuluddin Insitut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Dra. Hj. Maria Ulfah, MA

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dra. Hj. Maria Ulfah, MA Dra. Rukoyah Tamami

Penguji I, Penguji II,

Dr. KH. Ahmad Fathoni Hj. Muthmainnah, MA Pembimbing,

Ali Mursyid, MA

(6)

iii

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Inayatul Mustautina

NIM : 14210577

Tempat/Tgl. Lahir : Brebes, 27 Juli 1995

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Sejarah Ilmu Tajwid Al- Qur’an di Nusantara (Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tajwid Al- Qur’an di Nusantara)” adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 20 Juli 2018

Inayatul Mustautina

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini, saya persembahkan teruntuk ibu saya, yang telah bersedia sepenuh hati dengan tulus dan ikhlas menjadi tangan kanan Allah swt dalam mendidik saya, begitupun almarhum bapak, walaupun

hanya 10 tahun bersama, cinta dan kasihnya tak luput ditelan masa, semoga bapak bahagia di Surga sana.

Juga teruntuk wanita-wanita spesial yang selalu membersamai saya dalam setiap suka dan duka, teteh-teteh remphongs dengan segudang

cinta yang cetar membahana.

Dan tak lupa teruntuk guru-guru saya, terkhusus Pak Guru Agama dan pemilik karya Maisura, dengan wasilah mereka, saya memberanikan diri

mengarungi indahnya samudra cinta Ilmu Tajwid yang kemudian menjadi motivasi saya untuk melahirkan karya sederhana ini, yang

semoga menjadi luar biasa.

(8)

v

“Hidup hanya sekali. Jangan Menua Tanpa Karya dan Inspirasi”

-Ridwan Kamil-

NB: Semoga dengan lahirnya karya sederhana ini, dapat memicu diri saya pribadi untuk melahirkan karya-karya selanjutnya. Dan juga semoga

karya ini mampu menjadi inspirasi bagi siapapun yang membacanya.

Bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama serta menumbuhkan samudra cinta terhadap sebuah ilmu dan karya, bagi siapa saja.

(9)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas Inayah Allah swt penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Sejarah Ilmu Tajwid Al- Qur’an di Nusantara (Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tajwid Al- Qur’an di Nusantara)”.

Shalawat serta salam tercurah limpah teruntuk idola sejati, Nabi Muhammad SAW, sumber inspirasi, motivasi dan inovasi untuk melahirkan karya yang hakiki dan dapat dicintai.

Hamdan lillah, tak henti-hentinya penulis haturkan kepada Sang Maha Kuasa yang penuh cinta, sehingga atas inayah, kuasa dan cintanya, skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan pembuktian atas perjuangan-perjuangan kecil penulis dalam menempuh empat tahun menimba ilmu di kampus tercinta, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa karya sederhana ini sejatinya bukanlah mutlak hasil dari kerja keras penulis seorang.

Karena, banyak sekali sumbangsih orang lain dalam proses pengerjaannya. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terimakasih kepada:

1) Allah swt, yang super Maha Baik dan Maha Asyik atas setiap kemudahan dan kejutan-Nya selama penulis mengerjakan skripsi ini.

2) Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaimah Tahido Yanggo, Lc, MA ibunda kita semua, Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.

(10)

vii selalu terpanjat.

4) Bapak Dr. H. M. Ulinnuha Husnan, Lc, MA Kepala Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta, dan juga dosen matakuliah metode penelitian yang mengajarkan penulis dan teman-teman penulis untuk membuat sebuah karya, dalam benuk skripsi. Dari pertama penulis mengajukan judul hingga dapat pembimbing, beliau selalu menyetuji dan menyemangati untuk tidak lari ke lain judul.

5) Bapak Ali Mursyid, M.Ag dosen pembimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Sosok pembimbing yang penuh perhatian dan berwawasan luas. Jazakallah pak, atas waktu yang diluangkan, dan binaan yang tak akan penulis lupakan.

6) Bapak Dr. KH. Ahmad Fathani, MA pemilik karya Metode Maisura. Karena karya beliaulah inspirasi datang kepada penulis untuk menulis karya sederhana ini. Jazakumullah ahsanal jaza bapak paling ganteng 

7) Ibu Atiqah, Ibu Mahmudah, Ibu Arbiyah, Ibu Istiqamah, Ka A’yuna dan seluruh Instruktur tahfidz IIQ Jakarta. Instruktur tahfidz yang selalu jadi inspirator dan motivator penulis, hingga penulis sampai di titik ini.

8) Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta yang telah membagikan ilmunya pada penulis, sehingga penulis mampu memahami banyak hal terkait ilmu-ilmu Al-Qur’an.

(11)

viii

9) Seluruh staf fakultas yang telah membantu setiap tangga proses yang penulis lalui. Terutama untuk ibu Kokoy dan ibu Suci, terimakasih atas segala bentuk perhatiannya.

10) Pimpinan dan staf perpustakaan IIQ Jakarta, perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah, perpustakaan PSQ dan perpustakaan Iman Jama’ telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mencari bahan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi.

11) Emak Rofi’ah dan bapak Syakur al-Qadir (alm). Bagi penulis tiada satupun barisan kata yang mampu melukiskan betapa besar pengorbanannya. Ina sayang emak bapak selalu dan selamanya.

12) Teteh-teteh remphongs and the gengs; teh Uci, teh Uning, teh Inev, aa, mamas, ogen, ngges, iban, yang sudah jadi sumber semangat dan bahagia penulis sehingga penulis mampu menikmati suka dan duka di berbagai keadaan yang ada.

13) Seluruh keluarga dari emak maupun bapak, guru ngaji, guru SD, guru Madrasah, guru di pesanren Darunnajat, dan guru selama di IIQ Jakarta atas doa yang selalu terpanjat.

14) Seluruh teman IIQ Jakarta angkatan 2014, teman-teman Fakultas Ushuluddin dan yang paling spesial teman-teman kelas Ushuluddin A, atas kebersamaan yang penuh cinta selama masa perkuliahan hingga sekarang. See you on top teman 

15) Mblotoot Squad, atas kebersamaan di empat petak kontrakan selama setengah tahun terakhir masa kuliah, masa penyelesaian tugas-tugas akhir. Matursuwun nggeh sudah mau berbagi kasur, bantal, piring, gelas, canda dan tawa. Semoga selalu terkenang.

16) Bang Akbar dan karyawannya, yang telah membantu penulis meng-print, fotocopy, jilid dari sebuah proposal hingga menjadi

(12)

ix

17) Pembaca sekalian, semoga karya sederhana ini mampu menginspirasi dan bermanfaat dunia akhirat.

Tak lupa penulis ucapkan permohonan maaf kepada seluruh pembaca jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan skripsi ini. Kesempurnaan hanya milik Allah swt dan kekurangan ada pada diri penulis. Besar harapan penulis, semoga karya sederhana ini mampu memberikan kontribusi positif daam dunia akademis, serta mampu menumbuhkam samudra cinta terhadap sebuah ilmu dan karya dalam hati semua pembaca.

Jakarta, 20 Juli 2018

Inayatul Mustautina

(13)

x DARTAR ISI

Persetujuan Pembimbing...i

Lembaran Pengesahan...ii

Pernyataan Penulis...iii

Persembahan...iv

Motto...v

Kata Pengantar...vi

Daftar Isi...x

Pedoman Transliterasi...xiii

Abstraksi...xvi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah...13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...15

D. Tinjauan Pustaka...16

E. Metodologi Penelitian...19

F. Teknis dan Sistematika Penulisan...21

BAB II: TINJAUAN UMUM SEJARAH ILMU TAJWID A. Definisi Ilmu Tajwid...24

1. Pengertian Ilmu Tajwid...24

2. Hukum mengamalkan dan mempelajari Ilmu Tajwid...26

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Tajwid...31

1. Ulumul Qur’an dan Perkembangannya...33

(14)

xi

3. Tajwid di Masa Rasulullah SAW dan Sahabat...39

4. Tajwid di Masa Tabi’in dan Tabi’Tabi’in...48

BAB III: SEJARAH ILMU TAJWID DI NUSANTARA A. Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara...50

B. Sejarah Perkembangan dan Pembelajaran Ilmu Tajwid di Nusantara...67

C. Ulama Al-Qur’an di Nusantara...76

1. KH. Muhammad Moenawir – Krapyak...76

2. KH. Munawwar – Gresik...79

3. KH. Sa’id Isma’il – Madura...81

4. KH. Muntaha – Wonosobo...83

5. KH. Ahmad Umar Abdul Mannan – Surakarta...84

6. Abuya KH. Muhammad Dimyathi – Cidahu...85

7. KH. Yusuf Junaedi – Bogor...87

8. KH. Muhammad Arwani Amin- Kudus...89

9. Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA...91

10. Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad. MA...94

BAB IV: KAJIAN KITAB TAJWID KARYA ULAMA NUSANTARA A. Kitab Tajwid pada Kurikulum Pendidikan Awal di Nusantara...97

1. Hidayah Al-Mustafidz fi ‘Ilm At-Tajwid...98

2. Fathurrahman fi Tajwid Al-Qur’an...101

3. Hidayah As-Shibyan fi Tajwid Al-Qur’an...103

4. Tuhfatul Atfal...104

(15)

xii

5. Matn Al-Jazariyah...107

B. Kitab Tajwid Karya Ulama Nusantara...108

1. Hidayatul Mubtadi’in (Tajwid Sunda)...108

2. Pelajaran Tajwid (Buku Tajwid Hijau)...110

3. Tajwid Al-Qur’anul Karim...112

4. Metode Maisura...116

5. Fathu al-Mannan (Kitab Tajwid Jawa)...125

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan...129

B. Saran...130

Daftar Pustaka...132

Lampiran-Lampiran...136

(16)

xiii

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan pedoman transliterasi sebagaimana diuraikan di bawah ini. Trasliterasi ini ditulis dengan menggunakan pedoman transliterasi huruf Arab ke huruf latin yang telah disusun oleh Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta Tahun 2017

1. Konsonan

أ : a ط : th

ب : b ظ : zh

ت : t ع : ‘

ث : ts غ : gh

ج : j ف : f

ح : h ق : q

خ : kh ك : k

د : d ل : l

ذ : dz م : m

ر : r ن : n

ز : z و : w

س : s ه : h

(17)

xiv

ش : sy ء : `

ص : sh ي : y

ض : dh

2. Vocal

Vocal Tunggal Vocal Panjang : Vocal Rangkap:

Fathah : a أ: â ْ ي : ai ...

Kasrah : i ي: î ْ و…: au Dhammah : u و: û

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikutiْ olehْ alif lam (لا) qamariyahْ

ditransliterasikanْsesuaiْdenganْbunyinya, Contoh:

َ اَ لَ ب

َ قَ رَ ة

: Al-Baqarah

َ دَ ة َ مَ ئا َ اَ ل

: Al-Mâidah ْ َ

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (لا) syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

َ اَ لَ ر

َ لَ ج : ar-rajulu َْ ة َ يَ دَ سلَ ا: as-Sayyidah

َ ا

َ مَ شل

َ س : asy-Syams ْي َ راَ مَ دلَ ا: ad-Dârimî

c. Syaddah (Tasydîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang ( ّ_), sedangkan untuk alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini berlaku secara umum, baik

(18)

xv huruf syamsiyah. Contoh:

َ لل بَِا ن مأ: Âmannâbillâhi َ ءا ه ف سلاََ ن مأ : Âmana as-Sufahâ’u

َ ن ي ذ لاَ ن إ : Inna al-ladzîna َ ع كُّرلا و : waar-rukka’i d. Ta Marbûthah(ة)

Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”. Contoh:

َ اَ ل

َ فَ ئ

َ دَ ة : al-Af`idah َ مَ يَ ةَ لَ سَ لا َ عَ ةَ َ اَ م َ اَ ل : al-Jâmiah al- Islâmiyah

Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau

disambungkan (di-washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”. Contoh:

ٌَة ب ص نٌََة لم ا ع : Âmilatun Nâshibah e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainya.

(19)

xvi

ABSTRAKSI Inayatul Mustautina (14210577)

Sejarah Ilmu Tajwid Al-Qur’an di Nusantara (Kajian Terhadap Kitab-Kitab Tajwid Al-Qur’an di Nusantara)

Nusantara adalah sebutan lain untuk negara Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Berdasarkan sejarah masuknya Islam ke Nusantara dapat disimpulkan bahwa dimulainya sejarah Al-Qur’an bersamaan dengan dimulainya sejarah Islam di bumi Nusantara ini. Dan sejarah Ilmu Tajwid di Nusantara bersamaan dengan lahirnya Al-Qur’an di Nusantara. Merupakan sebuah keprihatinan ketika banyaknya para pecinta, pembaca dan penghafal Al-Qur’an yang mana harus memulai dasar mempelajarinya dengan Ilmu Tajwid akan tetapi tidak mengetahui secara jelas sejarah ilmu tersebut. Untuk itu penulis akan berusaha melakukan penelitian terkait dengan sejarah Ilmu Tajwid di Nusantara ini dengan baik.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan historis/sejarah. Penelitian yang bersifat kualitatif. Penulis menggunakan sumber data primer yakni dari buku-buku Tajwid yang akan dianalisa itu sendiri, seperti;

Hidâyah al-Mustafîd fî ‘Ilm at-Tajwîd, Faturrahmân fî Tajwîd Al- Qur’an, Hidâyah as-Shibyân fî Tajwîd Al-Qur’an, Tuhfah al-Athfâl, Matn al-Jazâriyah, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur’an Metode Maisura Menuju Muara Ilmu Tajwid Terpadu dan Komprehensif, Hidâyah al-Mubtadi’în, Pelajaran Tajwid (Buku Tajwid Hijau), dan Buku Tajwid Praktis. Dan sumber data skunder yang di dapat dari beberapa karya-karya penulis lain yang membahas mengenai Ilmu Tajwid, seperti; Sejarah Qira’at Al-Qur’an di Indonesia, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, dll.

Sejarah Islam di Nusantara = Sejarah Al-Qur’an di Nusantara

= Sejarah Ilmu Tajwid Al-Qur’an di Nusantara. Pada masa awal datang Islam, Tajwid diajarkan secara lisan. Pada masa awal pendidikan Islam, Tajwid diajarkan melalui kitab-kitab ulama Timur Tengah yang dibawa ke Nusantara. Pada masa selanjutnya, Tajwid diajarkan melalui kitab-kitab karya ulama Nusantara. Terkait isi kitab-kitab Tajwid yang ada di Nusantara, hampir semuanya sama.

Kendatipun begitu, tetap ada perbedaan pada masing-masing kitab, seperti bahasa yang digunakan ataupun sistematika penulisan yang diterapkan pada kitabnya masing-masing.

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan salah satu kitab suci yang memiliki peran penting dalam kehidupan, yakni sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi setiap umat yang ingin mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupannya, di dunia maupun di akhirat nanti. Al-Qur’an adalah firman Allah yang maha agung, yang diturunkan sebagai mukjizat teragung, bagi Nabi yang paling agung Nabi Muhammad saw, melalui malaikat teragung yakni malaikat Jibril as. Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi orang-orang yang agung, yaitu orang-orang yang bertaqwa kepada Allah swt,1 terdapat dalam QS. Al-Baqarah [02]:1-2:





















“Alif, Lam, Mim. Ktab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah [02]:1-2)

Dalam tafsir al-Bahru al-Madîd diterangkan, yang dimaksud orang yang bertakwa yaitu orang yang bisa menjaga diri dari ghadzab (murka) Allah swt. sedangkan ketakwaan itu sendiri memiliki tiga

1 Muhammad Husain Nawawi, Khazinah Al-Qur’an, (Cirebon: Kamalul Mutaba’ah Press, 2016), h.1-4

(21)

2

tingkatan; pertama, Ahli maqam2 Islam. Kedua, Ahli maqam Iman.

Ketiga, ahli maqam Ihsan.

Al-Qur’an adalah pemberi peringatan bagi orang-orang yang agung, yaitu orang-orang yang mempunyai rasa takut kepada Allah swt, hal ini terdapat dalam surat Qaaf ayat 45:













“Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali- kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku” (QS. Qaaf [50]: 45)

Sayyidina Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir mengatakan, “Allah swt menurunkan Al-Qur’an sebagai pemberi peringatan bagi orang-orang yang mempunyai rasa takut, pemberi kasih sayang bagi orang mukmin dan pemberi kebahagiaan bagi orang-orang yang mencintai Allah swt.” Sayyidina Ja’far mengatakan pula, “Al-Qur’an mengingatkan tentang keagungan Allah swt sehingga memberikan rasa takut serta menghilangkan ghaflah kepada-Nya.” Orang yang mempunyai rasa takut kepada Allah swt dan ancaman-Nya adalah orang yang paling memahami Allah swt dan berma’rifat kepadaNya.3

Selain kitab yang agung, Al-Qur’an merupakan kitab suci yang istimewa yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab

2 Maqam di sini bukanlah bermaksud makam atau kuburan, akan tetapi maknanya adalah suatu tempat kedudukan sasaran saat seseorang hamba berdzikir atau bertawajuh terhadap Allah swt. Secara dasarnya maqam merupakan tingkatan martabat seseorang hamba terhadap Khalik-Nya.

3 Ibnu Ujaibah Al-Husaini, Tafsir al-Bahrul al-Madid, jilid 1, h.263

(22)

suci yang lainnya, yakni ia akan terjaga dari segala macam kesalahan.

Dan yang akan menjaga dan menjaminnya ialah Allah swt sendiri hingga akhir zaman. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al- Hijr ayat 09:

















“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr [15]: 09)

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, demikian pula para ahli tafsir mutaqaddimin maupun mutaakhirin, menyatakan bahwa ayat ini merupakan jaminan dari Allah ta’ala bahwa Ia akan menjaga Al- Qur’an Al-Karim dari perubahan dan penggantian, dari penambahan maupun pengurangan, sampai hari kiamat.4 Terjaminnya Al-Qur’an dari perubahan dan penggantian ini merupakan salah satu cara Allah swt menjaga agama ini. Dan untuk menjamin Al-Qur’an dari perubahan dan penggantian, salah satunya yaitu dengan cara menjaga bacaannya dengan baik dan benar.

Allah swt menurunkan Al-Qur’an sebagai bacaan yang sangat mulia agar dapat menjadi petunjuk manusia dan pembeda antara yang benar dan yang batil, sangat peduli dan tidak segan-segan memberi peringatan untuk tidak membacanya dengan asal membaca.

Peringatan tersebut dapat dilihat pada pesan serius Allah swt dalam

4 Muhammad Abduh Al-Banjary, Terjaganya Diin Islam Hingga Akhir Zaman (Tadabbur Al-Qur’an), http://www.tsaqofah.com/terjaganya-diin-islam-hingga-akhir- zaman-tadabbur-al-quran/ diakses tanggal 15 Februari 2018

(23)

4

firman-Nya pada surat al-Muzammil ayat empat “

ًل ر ت ي ت نا ق ر لا ل و ر ت

... bacalah Al-Qur’an dengan tartil yang optimal. Artinya perintah membaca Al-Qur’an dengan tartil yang benar-benar berkualitas.5

Menurut Ali bin Abi Thalib, tartil di sini mempunyai arti

د و ي ت

لا ر و و م ف ع ر ف لا و ق ة و

ف “ membagu skan bacaan huruf-huruf Al-Qur’an dan mengetahui hal ihwal waqaf”. Dengan demikian yang dimaksud dengan tartil yang optimal adalah melafazhkan ayat-ayat suci Al- Qur’an sebagus dan semaksimal mungkin. Untuk bisa bertajwid haruslah menguasai keilmuannya yaitu ilmu tajwid, baik teori maupun praktik. Menurut para ulama Al-Qur’an mempelajari ilmu tajwid hukumnya fardhu kifayah sedangkan hukum mempraktikannya adalah fardhu ‘ain.6 Hal ini, sebagaimana di ungkapkan dalam nadzam al-Jazary sebagai berikut:

و خ لا ذ تل ب ج و ي ح ت د م ز م ل م ...

ن ل ي و د لا ق ر ء نأ ثا

“Membaca Al-Qur’an bertajwid adalah wajib dan berdosa bagi pembaca yang tidak bertajwid.”

Pendapat di atas menegaskan kepada kita sebagai umat Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an untuk serius dalam mempelajari salah satu disiplin ilmu ini yakni ilmu tajwid, agar mampu membacanya dengan baik dan benar. Ilmu tajwid merupakan ilmu

5 Ahmad Fathoni, Metode Maisura, (Jakarta: Fakultas Ushukuddin Institut PTIQ Jakarta dan Pesantren Takhasus IIQ Jakarta, 2016), hlm.3

6 Ahmad Fathoni, Metode Maisura, hlm.4

(24)

dasar pula untuk mampu memahami Al-Qur’an di antara beberapa disiplin ilmu Al-Qur’an lainnya.

Hukum membaca Al-Qur’an dengan bertajwid serta tartil adalah fardhu‘ain bagi setiap muslim dan muslimah. Sementara itu, hukum mempelajari ilmu tajwid terbagi menjadi dua: pertama, sunnah (bagi masyarakat umum). Kedua, fardhu ‘ain (bagi masyarakat khusus tertentu yang belajar mengajar Al-Qur’an). Dan hendaknya, di setiap kota ada sekelompok orang yang mempelajari ilmu tajwid dan mengajarkan kepada masyarakatnya. Jika di dalam suatu daerah tersebut tidak ada sekelompok orang-orang yang mempelajari atau mengajarkan ilmu tajwid, maka seluruh penduduknya berdosa. Dalil dari ketentuan tersebut adalah firman Allah swt dalan surat at-Taubah ayat 122:7















































“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. at-Taubah [09]: 122)

7 ‘Âtiyah Qâbil Nasr, Ghâyatul Murîd ‘Ilmit-Tajwid, (Jeddah: Idâratul Buhûts Al-

‘Ilmiyah wal Ifta’, 1995), h.36-39

(25)

6

Al-Qur’an mengalami proses sejarah yang cukup unik dalam upaya penulisan serta pembukuannya, termasuk perhatian tingkat akurasi pembacaan dan hafalan, serta mata rantai transmisi yang kuat dan akurat sejak dari Nabi Muhammmad saw sampai generasi- generasi berikutnya. Umat islam meyakini bahwa proses transmisi tersebut tanpa deviasi dan merupakan keunggulan yang khas pada Al-Qur’an yang tidak dimiliki oleh kitab suci lain.8 Mengingat pada masa Nabi saw, belum mengenal alat-alat tulis seperti kertas, maka Al-Qur’an ditulis pada kepingan-kepingan tulang, pelepah korma atau batu-batu tipis, sesuai dengan peradaban masyarakat waktu itu.9 Al-Qur’an tidak diturunkan secara langsung dalam jumlah yang sempurna, sebagaimana kitab-kitab suci umat terdahulu, seperti Taurat, Injil maupun Zabur yang diturunkan secara sempurna.

Dapat kita ketahui bahwa peletak pondasi pertama ilmu tajwid dari segi pemakaiannya adalah Rasulullah saw, karena kepada beliaulah Al-Qur’an turun dari sisi Allah swt. Secara mujawwad, dan beliau bertalaqqiy dengan malaikat Jibril as, demikian pula para sahabat bertalaqqiy dan mendengar dari Nabi saw yang mulia, seperti halnya para tabi’in juga bertalaqqiy dengan para sahabat, demikian seterusnya hingga sampai kepada kita melalui guru-guru kita secara mutawatir. Sedangkan pengarang pertama ilmu tajwid dari segi kaidah-kaidah dan masalah-masalah ilmiyahnya, terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan penyusun pertamanya adalah Abul Aswad Ad-Du’aliy (w.69 H/688 M), ada yang mengatakan Abul Qasim ‘Ubaid bin As-Salam (w. 224 H/838 M), ada pula yang

8 Komaruddin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan, (Jakarta: Teraju Mizan, 2004), h.127

9 Ahmad Fathoni, Metode Maisura, h.336

(26)

mengatakan bukan mereka tetapi tokoh lain dari para imam ilmu qira’at dan ilmu bahasa.10 Ketika Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw bukan dalam bentuk tulisan seperti sekarang, melainkan dalam bentuk bacaan. Pada masa awal tahap penulisan Al- Qur’an belum memiliki tanda baca seperti baris di atas, di bawah dan sebagainya, bahkan tanda baca bentuk titik pun belum ada. Hal itu karena memang pesan-pesan ayat yang disampaikan oleh malaikat Jibril as bukan tulisan melainkan bacaan. Dan dari sinilah kemudian Al-Qur’an didefinisikan sebagai bacaan bukan tulisan. Kemudian seiring perkembangan zaman, pergerakan umat Islam semakin luas, di mana akhirnya banyak yang masuk Islam dari kalangan selain Arab (‘ajami) seperti Persia dan juga Badui. Sementara Al-Qur’an belum diberi tanda baca sehingga orang-orang ‘ajami banyak melakukan kesalahan dalam membaca Al-Qur’an, maka Al-Qur’an mulai diberi tanda baca berupa titik oleh Abu Al-Aswad Ad- Du’aly.11 Maka dari sinilah kemudian ilmu tajwid berkembang lebih meluas dan lebih mendalam sesuai dengan permasalahan- peremasalahan yang ada.

Salah satu disiplin ilmu Al-Qur’an yang memiliki hubungan erat dengan ilmu tajwid yakni ilmu qira’at. ilmu qira’at merupakan ilmu yang mempelajari sistem dokumentasi tertulis dan artikulasi lafal Al-Qur’an. Antara dua disiplin ilmu ini tidaklah jauh berbeda, hanya saja ilmu qiraat tidak begitu populer di kalangan kaum muslim.

Masyarakat muslim lebih akrab dengan ilmu tajwid sebagai ilmu yang berkaitan dengan hukum bacaan lafal Al-Qur’an ketimbang

10 Ahmad Fathoni, Metode Maisura, h.229-230

11 Ahmad Fathoni, Metode Maisura, h.338

(27)

8

ilmu qira’at. Jadi tidaklah heran apabila individu muslim terutama muslim Nusantara banyak yang tidak mengetahui qira’at Al-Qur’an yang pada sesungguhnya dibaca sehari-hari ketika membaca Al- Qur’an.12

Ilmu qira’at dan ilmu tajwid memang dua realitas yang berbeda. Abu Hamid Al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M) mengatakan perbedaan dua ilmu ini dapat diketahui dari objek kajian masing-masing. Menurutnya, objek kajian ilmu qira’at adalah variasi i’rab lafal-lafal Al-Qur’an, sedangkan objek kajian ilmu tajwid adalah cara artikulasi teknis melafalkan makharijul huruf (tempat keluarnya huruf yang terdapat di organ vokal mansia) pada redaksi ayat Al-Qur’an.13

Menurut Al-Ghazali pula, perbedaan antara ilmu tajwid dan ilmu qira’at adalah dapat dilihat dari seberapa dekat posisi masing- masing dengan mutiara Al-Qur’an. Terdapat 10 hirarki rentetan Intisari ilmu Al-Qur’an versi Al-Ghazali, yaitu: 1. Ma’rifah billah 2.

ilmu thariq suluk 3. ilmu hudud al-maudhu’ah 4. ilmu kalam 5. ilmu qhishash Al-Qur’an 6. ilmu tafsir 7. ilmu qira’at 8. Ilmu‘irab Al- Qur’an 9. ilmu lughah Al-Qur’an 10. ilmu tajwid. Ilmu tajwid diposisikan paling rendah, dengan kata lain orang yang baru menguasai ilmu tajwid merupakan orang yang menguasai ilmu yang paling dasar.14

Ilmu tajwid masuk ke bumi Nusantara, yakni seiring dengan masuknya Islam dan Al-Qur’an yang dibawa oleh orang-orang Arab,

12 Wawan Djunaedi, Sejarah qira’at Al-Qur’an di Indonesia, (Jakarta: Pustaka STAINU, 2008), h.5

13 Wawan Djunaedi, Sejarah qira’at Al-Qur’an di Indonesia, h.36

14 Wawan Djunaedi, Sejarah qira’at Al-Qur’an di Indonesia, h. 36-38

(28)

Persia dan India ke bumi Nusantara ini. Walaupun pada dasarnya tidak ada kesepakatan di antara para sejarawan tentang kapan sebenarnya Islam mulai masuk dan menyebar di dunia Melayu, termasuk Nusantara. Ada dua teori dalam hal ini yang terbagi menjadi dua kategori. Ada yang mengatakan bahwa kedatangan Islam adalah pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Teori kategori pertama ini dikedepankan oleh W.P. Groeneveldt, T.W.

Arnold, Syed Naguib Al-Attas, George Fadlo Hourani, J.C. Van Leur, Hamka, Uka Tjandrasasmita dan lainnya. Sedangkan teori kategori kedua mengatakan bahwa kedatangan Islam dimulai pada abad ke 13 M. Teori kategori kedua ini dikedepankan oleh C. Snouck, Hurgronje, J.P. Moquette, R.A. Kern, Haji Agus Salim dan lainnya.15

Pada teori pertama abad ke-7 dan ke-8 dinyatakan bahwa masih ada perbedaan terkait lokasi Ta-shih16, yang bukan tidak mungkin orang Muslim, baik itu orang Arab, Persia atau India, mulai datang ditempat-tempat tertentu di dunia Melayu, khususnya sekitar selat Malaka. Mereka berkomunikasi dengan orang-orang di wilayah tersebut dan dengan itu ajaran Islam menyebar secara bertahap kepada masyarakat non-Muslim. Kedatangan Islam sejak abad ke-7 dan ke-8 dipicu oleh perkembangan hubungan dagang laut antara bagian Timur dan Barat Asia, terutama setelah kemunculan dan perkembangan tiga dinasti kuat, yaitu Kekhalifahan Umayah (660- 749 M) di Asia Barat, dinasti T’ang (618-907 M) di Asia Timur dan Kerajaan Sriwijaya (7-14 M) di Asia Tenggara. Sedangkan kategori

15 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Indonesia, (Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2009), h.11-12

16 Ta-shih di definisikan oleh Groeneveldt sebagai “orang-orang Arab” yang menentap di pantai barat Sumatera.

(29)

10

kedua dari teori tentang kedatangan Islam, menyebutkan bahwa Islam pertama kali datang ke Nusantara pada awal abad ke-13 M.

Yang kemudian disimpulkan berdasarkan data-data yang ada bahwa Islam datang pertama kali di Samudera adalah pada tahun 1270-1275 M. Teori tersebut telah banyak mempengaruhi para sejarawan dan juga buku-buku sejarah untuk siswa-siswa di berbagai jenjang sekolah.17 Dari data-data sejarah tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar Al-Qur’an maupun ilmu tajwid itu sendiri datang ke bumi Nusantara sekitar abad ke-7 atau ke-8 atau mungkin pada abad ke-13. Akan tetapi penulis, belum mendapatkan data pasti terkait Al-Qur’an dan ilmu tajwid, kapan lahir dan berkembang di Nusantara.

Berbicara tentang sejarah awal Islam masuk ke Nusantara, berbicara pula terkait ilmu-ilmu keislaman yang lahir dan berkembang di dalamnya. Mungkin yang sering muncul kepermukaan adalah studi tentang ajaran tasawuf yang kemudian banyak terwadahi dalam ordo-ordo tarekat. Cukup banyak kajian historis tentang ajaran tasawuf maupun ordo tarekat di Nusantara yang diangkat oleh para sejarawan muslim.18 Namun demikian, ada studi sejarah peradaban dengan fokus permasalahan ilmu-ilmu keislaman yang sebenarnya tidak kalah penting dan menarik apabila dijadikan tema kajian, yakni terkait ilmu tajwid Al-Qur’an ini.

Karena pada dasarnya, ilmu inilah yang menjadi dasar dari semua kajian keislaman. ilmu dasar mempelajari Al-Qur’an Al-Karim yang

17 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Indonesia, h.12-13

18 Wawan Djunaedi, Sejarah qira’at Al-Qur’an di Indonesia, h.5

(30)

merupakan kitab suci pedoman umat Islam, yang merupakan rujukan utama mereka dalam menghadapi segala permasalahan yang ada.

Ketika berbicara terkait Al-Qur’an beserta ilmu -ilmu yang bersangkutan dengannya, terdapat tiga tokoh ulama Al-Qur’an Nusantara, yang dapat disebut sebagai pembawa ajaran Al-Qur’an pertama yang sudah tidak asing di telinga para cendekiawan Al- Qur’an, yakni KH. Muhammad Moenawir, KH. Munawwar dan KH.

Badawi. Ketiga ulama ini merupakan ulama besar yang pernah menjadi pelajar Nusantara yang belajar ilmu qira’at kepada Syaikh

‘Abd Al-Karim bin Umar Al-Badri Al-Dimyati di tanah suci, Mekkah.19 Sepulangnya para ulama Al-Qur’an tersebut dari tanah suci, mereka langsung mengamalkan dan menyebar luaskan ilmu- ilmu Al-Qur’an yang telah didapat di bumi Nusantara.

Perlu disadari bahwa bangsa Nusantara sebagai bangsa ‘ajami (non Arab) yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa dan menempati lokal geografi yang berlainan, tentunya mempunyai lahjah (dialek) yang berbeda. Namun apabila lahjah kedaerahan dibawa oleh seseorang ke ranah bacaan Al-Qur’an belum tentu sesuai benar dengan lisan Arabiy dimana Al-Qur’an diturunkan, utamanya ketika mengucapkan huruf-huruf Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan lahjah pembaca.20 Ini merupakan salah satu faktor negatif yang dimiliki masyarakat Nusantara dalam mengkaji Al-Qur’an.

Maka dari itu, inilah pentingnya ilmu tajwid untuk dipelajari secara serius terutama bagi masyarakat Nusantara, agar mampu menghasilkan bacaan yang baik dan benar. Dan tidak kalah

19 Wawan Djunaedi, Sejarah qira’at Al-Qur’an di Indonesia, h.194

20 Ahmad Fathoni, Metode Maisura, h.31

(31)

12

pentingnya untuk mengetahui sejarah awal lahir dan berkembangnya ilmu tajwid ini, agar ada kecintaan yang lebih dalam mempelajari dan mengamalkannya.

Adapun untuk penyusun pertama kitab-kitab tajwid di Nusantara atau ulama-ulama ilmu tajwidnya dapat dilacak melalui kurikulum awal pendidikan Islam di Nusantara. Beberapa kitab tajwid yang digunakan diawal kurikulum pendidikan Islam di Nusantara, diantaranya adalah Hidâyah Al-Mustafîd fî ‘Ilm al- Tajwîd, Faturrahmân fî Tajwîd Al-Qur’an, Hidâyah al-Shibyân fî Al- Qur’an, Tuhfah al-Athfâl, Matn al-Jazâriyah, Metode Maisûrâ, Hidâyat Al-Mubtadi’in, Pelajaran Tajwid (Buku Tajwid Hijau), Tajwid Al-Quranul Karim dan Fathu al-Mannân.21 Dan adapun kitab-kitab Tajwid yang lahir selanjutnya hingga era sekarang, penulis belum menemukan karya tulis yang membahasnya. Untuk itu, penulis akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut. Dan menurut hemat penulis, setelah diamati lebih dalam penulis belum menemukan karya tulis yang membahas sejarah ilmu tajwid di Nusantara secara khusus. Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian pula terkait sejarah awal datangnya ilmu tajwid di Nusantara, perkembangannya, serta kitab-kitab tajwid Al- Qur’an karya ulama Nusantara.

Karena merupakan sebuah keprihatinan ketika banyaknya para pecinta, pembaca dan penghafal Al-Qur’an yang mana harus memulai dasar mempelajarinya dengan ilmu tajwid akan tetapi tidak mengetahui secara jelas sejarah ilmu tersebut. Untuk itu penulis akan berusaha melakukan penelitian ini dengan baik. Semoga penelitian

21 Wawan Djunaedi, Sejarah qira’at Al-Qur’an di Indonesia, h.158

(32)

yang akan dilakukan, mampu mengisi kekosongan tersebut.

Sekaligus untuk menggugah para praktisi Al-Qur’an agar lebih memperhatikan disiplin ilmu tajwid ini dengan lebih serius.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang diuraikan di atas, dan juga kegelisahan yang dialami oleh para praktisi Al-Qur’an, maka munculah beberapa persoalan yang perlu diidentifikasi, dibatasi dan dirumuskan secara detail dan mendalam.

1. Identifikasi Masalah

Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi oleh penulis, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana cara menjaga Al-Qur’an supaya tetap terjaga kemulian dan kebenarannya?

b. Bagaimana pengertian ilmu tajwid dan hukum mempelajari serta mengamalkannya?

c. Bagaimana sejarah ilmu tajwid dari masa Rasulullah saw sampai setelah sahabat?

d. Bagaimana proses berkembang ilmu tajwid serta sistem pengajarannya?

e. Apa korelasi ilmu tajwid dengan ilmu qira’at Al-Qur’an?

f. Bagaimana awal sejarah Islam di Nusantara?

g. Bagaimana awal sejarah Al-Qur’an di Nusantara?

h. Bagaimana sejarah tajwid di Nusantara?

i. Siapakah tokoh-tokoh yang membawa ajaran Al-Qur’an serta ilmu tajwid ke Nusantara?

j. Apa sajakah kitab tajwid yang dipelajari di Nusantara?

(33)

14

2. Pembatasan Masalah

Dari hasil identifikasi masalah di atas, untuk memperjelas permasalahan dan persoalan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka perlu disampaikan pembatasan masalah. Hal ini diperlukan agar permasalahan tidak melebar pada materi-materi yang tidak berkaitan dengan judul skripsi. Dalam melakukan penelitian ini penulis membatasi permasalahnnya sebagai berikut:

a. Pengertian ilmu tajwid dan hukum mempelajari serta mengamalkannya

b. Korelasi ilmu tajwid dan ilmu qira’at

c. Sejarah ilmu tajwid pada masa Nabi saw, sahabat dan setelahnya

d. Sejarah ilmu tajwid di Nusantara

e. Tokoh-tokoh Al-Qur’an dan ilmu tajwid di Nusantara f. Analisis kitab-kitab Tajwid di Nusantara

3. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari identifikasi dan pembatasan di atas, maka penulis akan menarik suatu rumusan pokok masalah agar permasalahan dalam skripsi ini lebih terarah dan sistematis.

Pokok permasalahannya adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana sejarah ilmu tajwid dan isi kitab-kitab Tajwid Al-Qur’an di Nusantara?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(34)

1. Tujuan Masalah

Dalam suatu penelitian atau kajian tertentu, tentunya mempunyai tujuan yang mendasari penulisan tersebut. Sejalan dengan hal ini, berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut merupakan tujuan dari ditulisnya penelitian ini:

a. Menganalisis tentang ilmu tajwid dari berbagai segi

b. Menganalisis tentang sejarah ilmu tajwid Al-Qur’an di Nusantara

c. Menganalisis Kitab-Kitab Tajwid Al-Qur’an di Nusantara 2. Manfaat Masalah

Adapun manfaat dari penlitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara teoritis penelitian ini dapat di gunakan untuk melengkapi khazanah keilmuan islam di bidang ‘Ulûm Al- Qur’an terutama dalam bidang ilmu tajwid. Penelitian ini pula mampu memperkaya pengetahuan para praktisi Al- Qur’an terhadap sejarah ilmu tajwid Al-Qur’an di Nusantara.

b. Secara praktis hasil penelitian ini mampu di gunakan oleh para pengajar Al-Quran terutama pengajar dalam bidang ilmu tajwid untuk di jadikan referensi dalam memahami makna ilmu tajwid, memahami sejarah ilmu tajwid Al- Qur’an yang ada di Nusantara, perkembangannya serta kitab-kitab Tajwid yang ada di Nusantara.

(35)

16

D. Tinjauan Pustaka

Menurut pengamatan penulis, karya-karya tulis mengenai ilmu tajwid tidaklah sedikit, akan tetapi yang mengenai sejarah ilmu tajwid di Nusantara sejauh pengamatan penulis, masih belum ada.

Berdasarkan penelusuran penulis pula, terdapat beberapa pembahasan yang memiliki keterkaitan dengan pembahasan yang akan penulis bahas, yakni sebagai berikut;

Skripsi yang di tulis oleh Saddam Husein Lubis, mahasiswa Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta, prodi pendidikan agama Islam fakultas Tarbiyah pada tahun 2017 dengan judul Pengaruh Metode Maisura terhadap Kualitas Tartil Pembaca Al-Qur’an. Kesimpulan dari skripsi ini yaitu peneliti membahas profil Maisura dan pemilik karyanya, serta ia meneliti sebuah majlis dengan nama “Majlis Sanad Maisura” yang di pimpin lansung oleh pemilik karya metode Maisura yakni Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc.

MA. Pengajian ini di selenggarakaan sekali dalam sepekan, yakni pada hari senin (senin malam/malam selasa). Kemudian peneliti menganalisis bacaan Al-Qur’an para jama’ah majlis ini, sebelum mereka mengikuti pengajian Sanad Maisura dan sesudah mereka mengikuti pengajian tersebut.22

Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan di lakukan penulis yaitu adalah sama-sama membahas metode Maisura yang merupakan salah satu kitab Tajwid yang ada di Nusantara.

Adapun perbedaannya yaitu peneliti membahas terkait pengaruh metode Maisura terhadap kualitas bacaan pembaca Al-Qur’an

22 Saddam Husein Lubis, Pengaruh Metode Maisura terhadap Kualitas Tartil Pembaca Al-Qur’an, Skripsi, Jakarta: PTIQ, 2017

(36)

sedangkan penulis akan menganalisa tentang ilmu tajwid yang ada di dalam metode tersebut. Karya peneliti ini sangat membantu penulis untuk meneliti metode Maisura dengan labih rinci.

Wawan Djunaedi, dalam bukunya yang berjudul “Sejarah qira’at Al-Qur’an di Nusantara”, membahas mengenai sejarah awal ilmu qira’at masuk ke Nusantara, riwayat imam yang dipakai di Nusantara dan para ulama yang bersangkutan serta bagaimana berkembangnya di Nusantara. Menurut hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa, “Madzhab qira’at ‘Ashim riwayat Hafsh merupakan salah satu produk evolusi ilmu qira’at mulai dari masa Rasulullah saw sampai akhir abad ke-3 Hijriyah. Madzhab qira’at

‘Ashim riwayat Hafs ini secara definitif baru dimulai menjadi madzhab qira’at penduduk Nusantara semenjak abad ke-20. Hal ini ditandai dengan keberadaan sanad qira’at milik ulama Nusantara, seperti KH. Muhammad Moenawir dan KH. Munawwar yang merupakan pelopor ulama pembawa sanad qira’at ke bumi Nusantara. Secara realitas historis, ilmu tajwid yang dipelajari di Nusantara pun berafiliasi pada madzhab qira’at ‘Ashim riwayat Hafsh. Oleh karena itu ilmu tajwid memiliki hubungan sangat erat dengan disiplin ilmu qira’at.”23

Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu adalah sama-sama membahas tentang sejarah salah satu disiplin ilmu dari ‘Ulûmul Qur’an di Nusantara, adapun perbedaannya yaitu peneliti membahas terkait sejarah ilmu qira’at di Nusantara, sedangkan penulis akan membahas tentang sejarah ilmu tajwid di Nusantara. Karya peneliti ini sangat membantu penulis

23 Wawan Djunaedi, Sejarah qira’at Al-Qur’an di Indonesia, h.241-243

(37)

18

untuk meneliti lebih dalam terkait sejarah ilmu tajwid di Nusantara.

Pembahasan di dalamnya mampu memberikan kontribusi dalam upaya rekonstruksi sejarah serta mampu menjadi batu pijakan untuk penelitian yang akan dilakukan penulis.

Nasrudin Baidan, dalam bukunya “Perkembangan Tafsir Al- Qur’an di Nusantara”, membahas mengenai cikal bakal lahirnya ilmu tafsir Al-Qur’an di Nusantara, rnespon bangsa Indonesia terhadap ilmu tafsir tersebut, serta mebahas perkembangannya dari sejak periode klasik hingga periode pramodern. Menurut hasil penelitiannya, dapat diketahui bahwa, “Al-Qur’an adalah sebagai pedoman pertama dan utama bagi umat Islam diturunkan Allah swt dalam bahasa Arab. Untuk dapat memfungsikannya dalam menjalani kehidupan, umat memerlukan penafsiran, apalagi bagi umat yang non Arab. Upaya penafsiran tersebut telah dimulai sejak Islam diturunkan, dan Nabi Muhammad saw lah sebagai penafsir utama dan utama. Kemudian dilanjutkan oleh para sahabat, dan para ulama yang datang sesudah mereka sampai hari ini. Islam masuk ke bumi Nusantara sekitar abad ke tujuh atau delapan, dengan datangnya agama Islam itu sendiri datang pula tafsir ayat-ayat Al-Qur’an bersama orang-orang yang datang dari Arab. Dari semenjak inilah tafsiran ayat-ayat suci Al-Qur’an terlahir di bumi Nusantara.”24

Persamaan karya peneliti dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu adalah sama-sama membahas tentang sejarah perkembangan salah satu disiplin ilmu Al-Qur’an Al-Karim di Nusantara, sedangkan perbedaannya adalah peneliti membahas

24 Nasrudin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, (Solo:PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), h.1-2

(38)

terkait sejarah perkembangan ilmu tafsir Al-Qur’an di Nusantara dan penulis akan membahas terkait sejarah ilmu tajwid Al-Qur’an di Nusantara. Korelasi antara kedua disiplin ilmu ini yaitu sama-sama lahir ketika Al-Qur’an dan Islam masuk ke Nusantara. Untuk itu, karya peneliti ini sangatlah berkontribusi terhadap karya yang akan penulis bahas. Dengan karya ini, penulis akan mampu melihat titik awal masuknya disiplin ilmu tersebut, berkembangnya serta respon para pengkajinya, dari situ penulis akan menemukan gambaran bagaimana disiplin ilmu yang akan penulis bahas.

E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan historis/sejarah. Yakni dengan menelaah berbagai sumber data yang berbicara mengenai ilmu tajwid, terutama ilmu tajwid yang ada di Nusantara. Penelitian yang bersifat kualitatif ini merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang merupakan kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.

2. Sumber Data

Untuk menghasilkan kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, penulis menggunakan sumber data primer yakni dari buku-buku tajwid yang akan dianalisa itu sendiri, seperti; Hidâyah Al-Mustafîd fî ‘Ilm al-Tajwîd, Faturrahmân fî Tajwîd Al-Qur’an, Hidâyah al-Shibyân fî Al- Qur’an, Tuhfah al-Athfâl, Matn al-Jazâriyah, Metode Maisûrâ,

(39)

20

Hidâyat Al-Mubtadi’in, Pelajaran Tajwid (Buku Tajwid Hijau), Tajwid Al-Quranul Karim dan Fathu al-Mannân.

Dan untuk menyempurnakan penenlitian ini, penulis juga menggunakan sumber data skunder yang di dapat dari beberapa karya-karya penulis lain yang membahas mengenai ilmu tajwid, seperti; Sejarah qira’at Al-Qur’an di Nusantara, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Nusantara, dll.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun dalam menyusun penelitian skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik dokumentatif, yakni dengan mengumpulkan berbagai sumber data yang dianggap bersinggungan dengan tema penelitian ini.

Data yang ada akan dianalisa dengan beberapa teknik, yaitu:

a. Teknik observasi, adalah metode pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena atau kejadian-kejadian yang di selidiki.

b. Teknik interview, adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanyajawab sepihak yang di kerjakan dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.

Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan wawancara sebagai proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya dan si penjawab dengan menggunakan alat panduan wawancara.25

c. Teknik dokumentasi, adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa benda-benda tertulis

25 M. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), h. 170

(40)

seperti buku-buku, majalah, artikel, dokumen dan yang lainnya.

4. Metode Analisis Data

Selanjutnya penulis akan menganalisis data atau informasi yang telah diperoleh dengan beberapa metode, di antara metode yang akan digunakan adalah metode:

a. Analisis Kausalis, yakni melakuakan pengkajian data yang berkenaan dengan sebab atau muasal yang menimbulkan terjadinya suatu hal. Analisis ini akan digunakan penulis saaat meneliti hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tajwid yang terdapat pada bab II.

b. Analisis Historis, melakukan interpretasi ulang terhadap informasi yang terdapat dalam literatur tafsir yang lebih valid dan kredibel dengan objek kajian.

Analisis ini akan banyak digunakan penulis dalam meneliti perihal pada bab III.

c. Analisis Teks, penulis akan melakukan penelitian terhadap tokoh dan teks objek yang diteliti. Analisiss ini akan digunakan penulis dalam meneliti bab VI.

F. Teknis dan Sistematika Penulisan

Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi terbitan IIQ Jakarta Press tahun 2017 yang di keluarkan oleh Institut Ilmu Al- Qur’an (IIQ) Jakarta.

(41)

22

Untuk mengarahkan alur pembahasan secara sistematis dan mempermudah pembahasan, maka penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa bab dengan rasionalisasi sebagai berikut:

Bab Pertama, Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, yaitu untuk memberikan penjelasan secara akademik mengapa penelitian ini perlu dilakukan dan hal apa yang melatar belakangi penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terfokus dan memiliki batasan yang jelas.

Poin selanjutnya ialah Tujuan dan Manfaat Penelitian, yang merupakan tujuan yang ingin dicapai penulis berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat serta memaparkan kegunaan apa saja yang diharapkan oleh penulis ketika karya ini selesai dituliskan, baik secara teoritis maupun praktis. Adapun Tinjauan Pustaka dimaksudkan untuk menjelaskan dimana posisi topik ini dalam khazanah keilmu an Islam serta dimana letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian karya lainnya. Sedangkan Metodologi Penelitian dan Teknis serta Sistematika Penulisan dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana cara yang aka di tempuh penulis dalam melakukan penelitian ini.

Bab kedua, penulis akan mengemukakan beberapa point penting yang akan menunjang dalam menyelesaikan bab ketiga yakni mengenai Pengertian ilmu tajwid, hukum mempelajari dan mengamalkannya.

Bab ketiga, penulis akan memparkan Sejarah Tajwid di Nusantara, yang menyangkut tentang sejarah Islam di Nusantara,

(42)

sejarah perkembangan Al-Qur’an di Nusantara dan Ulama Al-Qur’an di Nusantara.

Bab keempat, penulis akan memaparkan hasil analisis dari kitab-kitab tajwid Al-Qur’an karya ulama Nusantara yang meliputi biografi sang pemilik karya, deskripsi kandungan kitab dan analisis kandungan kitab.

Bab kelima, merupakan bab penutup yang akan menyampaikan kesimpulan berdasarkan rumusan penelitian beserta sarannya.

(43)

24 BAB II

TINJAUAN UMUM SEJARAH ILMU TAJWID

A. Definisi Ilmu Tajwid 1. Pengertian Ilmu Tajwid

Ilmu tajwid berasal dari kalimat bahasa arab yaitu ‘Ilmu at- Tajwid (ِ دِ يِ وِ جِ تلاِ مِِ لِ ع). Kalimat ini terdiri dari dua kata yaitu ‘ilmun dan at-Tajwîd, ‘ilmun berasal dari kata ِ م لِ وِ عِِ لِ اِجِ مِِ لِ عِ لِِ ا–ِاِ مِ لِ عِ–ِ مِِ لِ عِِ ي–ِ مِِ لِ عِ yang artinya pengetahuan1, sedangkan at-Tajwid berasal dari kata ِ–ِِ داِ ج

ِ ي

ِ وِ ج

ِ د

ِ –

ِ جِ

ِ و

ِ وِاِ د

ِ جِ

ِ و

ِ د

ِ ة

ِ –

ِِ ا

ِ تل

ِ وِ ج

ِ ي

ِ د

ِ

ِ اِ=

ِ تل

ِ ح

ِ س

ِ ي

ِ ن

ِ yang artinya hal yang membikin

baik, bagus/lebih baik.2

Menururt KBBI, Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu.3 Sedangkan Tajwid adalah cara membaca Al-Qur’an dengan lafal atau ucapan yang tepat.4

Dalam pengertian lain disebutkan bahwa Tajwid adalah memberikan kepada huruf akan hak-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhraj dan asalnya, serta menghaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan,kasar, tergesa-gesa dan dipaksakan.5

1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.965-966

2 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, h.221-222

3 KBBI, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta: Balai Pustaka, h.370-371

4 KBBI, h.992

5 Manna’ Khalil al-Qaththan, Studi ilmu Al-Qur’an, Terj. Mudzakkir AS, (Jakarta:

PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1994), h.265

(44)

Menurut syeikh Abdul Fatah Al-Marshofiy tajwid secara bahasa berarti memperbaiki, sedangkan secara istilah tajwid adalah mengeluarkan atau melafadzkan setiap huruf dari makhrajnya dengan memenuhi sifat-sifatnya dari sudut haqqul harf dan mustahaqqul harf.6

Menurut Ismail Tekan dalam bukunya Tajwid Al-Qur’anul Karim, ilmu tajwid ialah suatu cabang pengetahuan untuk mempelajari cara-cara pembacaan Al-Qur’an. Adapun Tajwid berdasarkan maknanya ialah membetulkan dan membaguskan bunyi bacaan Al-Qur’an menurut aturan-aturan hukumnya yang tertentu.7

Adapun menurut Supian S.Ag., M.Ag. ilmu tajwid menururt bahasa adalah membaguskan. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah serta cara-cara membaca Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya dan sempurna. Adapun menurut istilah Qurra’ adalah mengeluarkan huruf-huruf hijaiyyah dari tempat keluarnya secara baik dan memberikan haqq huruf serta mustahaqqnya.8

Menurut Ahmad Annuri, MA, secara bahasa at-Tajwîd merupakan bentuk mashdâr dari fi’il mâdhi jawwada yang berarti membaguskan, men yempurnakan, memantapkan. Atau dengan pendapat lain tajwid adalah ِ يِ دِ جِ لاِِ بِ ناِ تِ يِ لِ ا yang berarti memberikan dengan baik. Sedangkan menururt istilah adalah;

6 Abdul Fattah Al-Marsafi, Hidayatul Qari’ Ila Tajwidi Kalamil Bariy, (Madinah:

Muhammad bin Iwad bin Ladin, 1982), h.37

7 Ismail Tekan, Tajwid Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2006), h.13

8 Supian, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2012), h.2

(45)

26

َ اَ تل

َ جَ

وَ ي

َ هَ و َ دَ

َ عَ ل

َ مََ ي

َ عَ ر

َ ف

ََ ب

َ هََ

إَ ع

َ ءاَ ك َ ط

َ حَ َ ل

َ ر

َ ف

َ حَ ق َ

َ هََ و

َ مَ س

َ تَ ح

َ قَ هَ

َ نَ َ م

َ صلا

َ ف

ََ وَ لا َ تا

َ مَ د

َ وَ دَ

َ وَ غ

َ يَ

َ ذَ لا

َ كَ

َ اك َ لَ تَّ ق

َ يَ ق

ََ وَ

َ تلا

َ ف

َ يَ مَ َ خ

َ وَ ن

َ ها َ و

“Ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengetahui bagaimana cara memenuhkan/ memberikan haq huruf dan mustahaqnya. Baik yang berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, seperti tarqiq dan tafkhim dan selain keduanya.9

Terdapat banyak sekali pendapat yang terkait dengan pengertian ilmu tajwid baik secara bahasa maupun istilah. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwasannya ilmu tajwid adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, dengan memperhatikan kaidah-kaidah atau hukum-hukum yang berlaku di dalamnya sehingga menghasilkan bacaan Al-Qur’an yang tepat dan tartil10.

2. Hukum Mengamalkan dan Mempelajari Ilmu Tajwid

Tajwid, tahsin dan tartil merupakan tiga kata yang memiliki arti berbeda secara bahasa. Akan tetapi secara istilah tiga kata ini memiliki makna atau arti yang sama yakni membaguskan bacaan Al- Qur’an dengan baik, benar dan tepat.

Hukum membaca Al-Qur’an dengan bertajwid adalah wajib

‘ain bagi setiap muslim maupun muslimah. Perihal tersebut sesuai dengan uraian ini;

9 Ahmad Annuri, Panduan Tahsin dan Tilawah Al-Qur’an, (Jakarta: Al-Kautsar, 2010), h.17

10 Tartil (Arab: ليترت) merupakan sebuah bentuk aturan dalam pembacaan Al- Qur'an yang berarti membaca Al-Qur'an secara perlahan dengan tajwid dan makhraj yang jelas dan benar.

(46)

َ اَ لَ ع

َ لَ مَ

َ بَ ه

ََ فَ ر

َ ض

ََ

َ فَ يا َ ك

َ ةَ وَ لا

َ عَ م

َ لََ ب

َ فَ ر َ هَ

َ ض

ََ ع

ََ عَ َ ي

َ كَى ل

َ لَ

َ راق

َ ئ

َ نَ ََ م

َ مَ س

َ لَ م

ََ وَ م

َ سَ ل

َ مَ ة

“Mempelajari ilmu tajwid (hukumnya) fardhu kifayah dan mengamalkannya fardhu ‘ain bagi setiap pembaca Al-Qur’an, baik muslim dan muslimah.”11

Hal tersebut telah Allah saw sampaikan pula melalui firman-Nya dalam surat al-Muzammil ayat 4 dan al-Furqân ayat 32;

ًَلي تۡر تَ نا ءۡر ق ۡلٱَ ل ت ر و ...

٤

“...Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” (QS: al- Muzzammil[73]: 4)

ٗليِتۡرَت ُهَٰ َنۡلَّت َرَو ...

٣٢

“...Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).”

(QS. al-Furqon[25]: 32)

Menurut Ali bin Abi Thalib, tartil di sini mempunyai arti

َ د ي و تَ

َ ف و ق و لاَ ة ف ر ع م وَ ف و ر لْا “ membaguskan bacaan huruf-huruf Al-Qur’an dan mengetahui hal ihwal waqaf”.12

Menurut Dr. Ahmad Fathoni, MA dalam bukunya Metode Maisura bahwa yang dimaksud dengan tartil pada ayat diatas adalah tartil yang unggul yakni melafadzkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagus

11 Ahmad Annuri, Panduan Tahsin dan Tilawah Al-Qur’an, h.17

12Abdul Fattah Al-Marsafi, Hidayatul Qari’ Ila Tajwidi Kalamil Bariy, h.367

(47)

28

dan semaksimal mungkin, yang mana populer dengan ungkapan bahwa “membaca Al-Qur’an haruslah bertajwid”. Untuk dapat bertajwid haruslah menguasai keilmuannya, yaitu ilmu tajwid. baik teori maupun praktik.13

Adapun dalam dalil lain, Allah saw sampaikan melalui firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 121;

َ ل تَ ق حَۥ ه نو لۡ ت يَ بَٰ ت ك ۡلٱَ م هَٰ ن ۡ ي تا ءَ ني ذ لٱ

َ وَ ۦٓ ه بَ نو ن مۡؤۡ يَ ك ئِ َٰ ل و أَُ ۦٓ ه ت و

َ ۡر ف ۡك يَن م

َ ك ئِ َٰ ل و أ فَۦٓ ه ب

َ نو ر سَٰ ۡلٱَ م ه ١٢١

“Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS: Al-Baqarah{2}:

121)

Pada ayat di atas dijelaskan bahwa orang-orang yang telah di berikan Al-Qur’an, mereka membacanya dengan haqqu tilâwatih (bacaan yang sebenar-benarnya). Yang dimaksud haqqu tilâwatih disini adalah bacaan tartil yang unggul atau optimal. Adapun alat atau media untuk mencapai bacaan Al-Qur’an berkualitas tartil yang optimal adalah ilmu tajwid. Disiplin ilmu tajwid ini adalah hasil penelitian, pencermatan dan rumusan tentang cara serta hukum membaca Al-Qur’an agar mencapai kualitas bacaan yang sebenar- benar tartil oleh pakar Al-Qur’an dan ulama salaf pada zaman tabi’in dan tabi’ tabi’in. Hal ini dibuktikan oleh pernyataan Ibnu Al-Jazary dalam nadzamnya;

13 Ahmad Fathoni, Metode Maisura, (Jakarta: Fakultas Ushukuddin Institut PTIQ Jakartaِ dan Pesantren Takhasus IIQ Jakarta, 2016), h.6

Referensi

Dokumen terkait

Minat akan membawa siswa menjadi mampu membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid yang tepat. Minat siswa dalam membaca Al-Qur‟an

Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi ini penulis akan membahas penerapan ilmu tajwid dalam langgam jawa yang dibacakan oleh dosen UIN Sunan Kalijaga

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada perhitungan beban kerja mental mahasiswa Universitas XYZ Yogyakarta jurusan Teknik Industri

Muhammad Husein al Dzahabi menyebutkan “kitab tafsir Ahkam Al-Qur‟an karya Al-Jashshash merupakan kitab tafsir ayat hukum yang sangat diperhitungkan, terutama di kalangan

Berdasarkan tujuan pendidikan Al-Qur‟an diatas dapat dipahami bahwa siswa dituntut untuk bisa membaca ayat-ayat Al- Qur‟an sesuai dengan kaedah ilmu tajwid, karena

Usaha Konfeksi dan Sablon sebagai pemasok Factory Outlet, distro dan clothing untuk daerah Jakarta, terutama daerah Dago (Jl.Ir.H.Juanda) di Kota Bandung. Salah

Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai salah satu mukjizat kerasulannya. Al- Qur‟an merupakan

Al-Qur‟an sebagai kitab suci (kitâbun muthahharah) maupun sebagai pedoman hidup (hudan linnas) sangat menghargai adanya pluralitas. Pluralitas oleh al-Qur‟an