• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Terbentuknya Kompilasi Hukum Indonesia

BAB II MANDAILING NATAL DALAM CATATAN

A. Sejarah Terbentuknya Kompilasi Hukum Indonesia

rensi hukum materiil di pengadilan agama melalui Surat Edaran Kepala Biro Pengadilan Agama RI. No. B/1/735 tanggal 18 Februari 1985. Hal ini dilakukan karena hukum Islam yang berlaku di tengah­tengah masya­ rakat ternyata tidak tertulis dan berserakan di berbagai kitab fikih yang berbeda­beda.

Akan tetapi penetapan kitab­kitab fikih tersebut juga tidak berhasil menjamin kepastian dan kesatuan hukum di pengadilan agama. Mun­

188 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://www.kamusbesar.com/41306/tipologi. di unggah pada 07 Juni 2013.

189 Al-Bâjûriy, Fath Mu’în, Syarqâwi ‘alâ Tahrîr, Mughnî Muhtâj, Nihâyat al-Muhtâj, al-Syarqâwî, I’ânat al-Tâlibîn, Qalyûbî/Mahallî, Fath al-Wahab dengan Syarh-nya, Umm, Bughyat Mustarsyidîn, Majmu’ Syarh Muhazzab, Bidâyat Mujtahid, ‘, al-Fiqh ‘alâ Madhâhib al-Arba’ah,,, Badâ’i al-Sanâ’î,, da Nihâyah.

90

HUKUM PERKAWINAN MUSLIM: ANTARA FIKIH MUNAKAHAT DAN TEORI NEO-RECEPTIE IN COMPLEXU cul persoalan krusial yang berkenaan dengan tidak adanya keseragaman para hakim dalam menetapkan keputusan hukum terhadap persoalan­ persoalan yang mereka hadapi. Berbagai hal dan situasi hukum Islam itulah yang mendorong dilakukannya kompilasi terhadap hukum Islam di Indonesia untuk menjamin kepastian dan kesatuan penerapan hukum Islam di Indonesia.190

Bustanul Arifin adalah seorang tokoh yang tampil dengan gagasan perlunya membuat Kompilasi Hukum Indonesia. Gagasan­gagasan ini di­ dasari pada pertimbangan­pertimbangan berikut:

1. Untuk berlakunya hukum Islam di Indonesia, harus ada antara lain hukum yang jelas dan dapat dilaksanakan oleh aparat penegak hu­ kum maupun oleh masyarakat.

2. Persepsi yang tidak seragam tentang syariah menyebabkan hal­ hal: 1. Ketidakseragaman dalam menentukan apa­apa yang disebut hukum Islam itu (maa anzalAllahu), 2. Tidak mendapat kejelasan bagaimana menjalankan syariat itu (Tanfiziyah) dan 3. Akibat ke­ panjangannya adalah tidak mampu menggunakan jalan­jalan dan alat­alat yang tersedia dalam Undang­Undang Dasar 1945 dan per­ undangan lainnya.

3. Di dalam sejarah Islam, pernah ada tiga negara di mana hukum Is­ lam diberlakukan (1) Sebagai perundang­undangan yang terkenal dalam fatwa Alamfiri, (2) Di kerajaan Turki Ustmani yang terkenal dengan nama MajAllah al­Ahkam Al­Adliyah dan (3) Hukum Islam pada tahun 1983 dikodifikasikan di Subang.191

Gagasan Bustanul Arifin disepakati dan dibentuklah Tim pelaksa­ na Proyek dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Agama RI No.07/KMA/1985. Dalam Tim terse­ but Bustanul dipercaya menjadi pemimpin umum dengan anggota tim yang meliputi para pejabat Mahkamah Agung dan Departemen Agama. Dengan kerja keras anggota tim dan ulama­ulama, cendekiawan yang terlibat di dalamnya maka terumuslah KHI192 yang ditindaklanjuti de­ ngan keluarnya instruksi presiden No.1 Tahun 1991 kepada menteri Aga­

190 Hal ini disebabkan tidak tersedianya kitab materi hukum Islam yang sama. Secara material memang telah ditetapkan 13 kitab yang dijadikan rujukan dalam memutuskan per­ kara yang kesemuanya bermazhab Syafi’i. Akan tetapi tetap saja menimbulkan persoalan yaitu tidak adanya keseragaman keputusan hakim.

191

aafandia.wordpress.com/2009/05/20/instruksi-presiden-ri-nomor-1-tahun-1991-ten-tang-kompilasi-hukum-islam/.

192 Istilah kompilasi berasal dari bahasa Latin Compilare yang masuk ke dalam bahasa Belanda dengan sebutan compilatie, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut compilation. Secara harfiah berarti kumpulan dari berbagai karangan atau karangan yang tersusun dari kutipan­kutipan buku lain.

91

BAB IV  PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN HUKUM PERKAWINAN… ma untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari buku I tentang Perkawinan, Buku II tentang Kewarisan, Buku III tentang Perwakafan. Inpres tersebut ditindaklanjuti dengan SK Menteri Agama No.154 Tahun 1991 tanggal 22 Juli 1991. Perumusan KHI menggunakan kitab­kitab fiqih dari berbagai mazhab. Kitab­kitab tersebut adalah:

Al-Bâjûriy, Fath Mu’în, Syarqâwi ‘alâ Tahrîr, Mughnî Muhtâj, Nihâyat al-Muhtâj, al-Syarqâwî, I’ânat al-Tâlibîn, Tuhfah, Targîb al-Musytâq, Bulghah al-Sâ-lik, Syamsurî fî al-Farâ’id, al-Mudâwanah, Qalyûbî/Mahallî, Fath al-Wahab den-ganSyarh-nya, al-Umm, Bughyat al-Mustarsyidîn, Bidâyat al-Mujtahid, ‘Aqîdah wa al-Syarî’ah, al-Muhalla, al-Wajîz, Fath al-Qadîr, al-Fiqh ‘alâ Madhâhib al-Ar-ba’ah, Fiqh al-Sunnah, Kasyf al-Qinâ’, Majmû’ah al-Fatâwâ ibn Taymiyah, Qa-wânîn al-Syar’iyyah Lî al-Sayyid Utsmân bin Yahya, al-Mughnî, al-Hidâyah Syarh al-Bidâyah Taymiyyah al-Mubtadi, Qawânîn alSyar’iyyah Lî al-Sayyid Sudâqah Dahlân, Nawâb al-Jalîl, Syarh ibn ‘Abidîn, al-Muwattâ’, Hâsyiyah Syamsud-dîn Muhammad ‘Irfân Dasûqî, Badâ’i al-Sanâ’î, Tabyîn al-Haqâ’iq, al-Fatâwâ al-Hindiyyah, Fath al-Qadîr, da Nihâyah.

Kemunculan KHI di Indonesia dapat dicatat sebagai sebuah prestasi besar yang dicapai umat Islam. Setidaknya dengan adanya KHI itu, maka saat ini di Indonesia tidak akan ditemukan lagi pluralisme keputusan peradilan agama, karena kitab yang dijadikan rujukan hakim peradilan agama adalah sama. Selain itu fikih yang selama ini tidak positif, te­ lah ditransformasikan menjadi hukum positif yang berlaku dan mengikat seluruh umat Islam Indonesia. Lebih penting dari itu, KHI diharapkan akan lebih mudah diterima oleh masyarakat Islam Indonesia karena ia digali dari tradisi­tradisi bangsa Indonesia. Jadi tidak akan muncul ham­ batan psikologis di kalangan umat Islam yang ingin melaksanakan Hu­ kum Islam.193

Upaya memositifkan hukum Islam melalui Kompilasi Hukum Islam ini mempunyai beberapa sasaran pokok yang hendak dicapai:

– Melengkapi pilar peradilan agama. – Menyamakan persepsi penerapan hukum. – Mempercepat proses Taqribi baina al-Madzahib.

Lahirnya KHI tidak dapat dipisahkan dari latar belakang dan perkem­ bangan (pemikiran) hukum Islam di Indonesia. Di satu sisi, pembentukan

193 Bustanul Arifin menyebut Kompilasi Hukum Islam sebagai “fikih dalam bahasa Un­ dang­undang atau dalam bahasa rumpun Melayu disebut peng­Qanun­an hukum syara'”. Wahyu Widhiana menyatakan bahwa “Kompilasi Hukum Islam adalah sekumpulan materi Hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal, berjumlah 229 pasal, terdiri dari tiga kelompok materi hukum, yaitu Hukum Perkawinan (170 pasal), Hukum Kewarisan—termasuk wasiat dan hibah—(44 pasal), dan Hukum Perwakafan (14 pasal), ditambah satu pasal Ketentuan Penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok hukum tersebut. Lihat: Zainuddin Ali, Hukum

92

HUKUM PERKAWINAN MUSLIM: ANTARA FIKIH MUNAKAHAT DAN TEORI NEO-RECEPTIE IN COMPLEXU KHI terkait erat dengan usaha­usaha untuk keluar dari situasi dan kondisi internal hukum Islam yang masih diliputi suasana kebekuan intelektual yang akut. Di sisi lain, KHI mencerminkan perkembangan hukum Islam dalam konteks hukum nasional, melepaskan diri dari pengaruh teori

recep-tie, khususnya dalam rangkaian usaha pengembangan Pengadilan Aga ma.

Hukum Islam di Indonesia memang sejak lama telah berjalan di tengah­tengah masyarakat. Namun harus dicatat bahwa hukum Islam tersebut tidak lain merupakan hukum fikih hasil interpretasi ulama­ula­ ma abad kedua hijriyah dan abad­abad sesudahnya. Pelaksanaan hukum Islam sangat diwarnai suasana taklid serta sikap fanatisme mazhab yang cukup kental. Ini makin diperparah dengan anggapan bahwa fikih identik dengan Syariah atau hukum Islam yang merupakan wahyu aturan Tuhan, sehingga tidak dapat berubah. Umat Islam akhirnya terjebak ke dalam pemahaman yang tumpang­tindih antara yang sakral dengan yang profan.

Situasi tersebut berimplikasi negatif terhadap pelaksanaan hukum Islam di lingkungan peradilan agama. Pengidentifikasian fikih dengan syariah atau hukum Islam seperti itu telah membawa akibat kekeliruan dalam penerapan hukum Islam yang sangat “keterlaluan”. Dalam meng­ hadapi penyelesaian kasus­kasus perkara di lingkungan peradilan agama, para hakim menoleh kepada kitab­kitab fikih sebagai rujukan utama. Jadi, putusan pengadilan bukan didasarkan kepada hukum, melainkan doktrin serta pendapat­pendapat mazhab yang telah terdeskripsi di da­ lam kitab­kitab fikih..194

Landasan yuridis mengenai perlunya hakim memperhatikan kesa­ daran hukum masyarakat adalah Undang­Undang No. 4 Tahun 2004 Pa­ sal 28 ayat 1.195 Hukum Islam dapat berubah karena perubahan waktu, tempat, dan keadaan. Keadaan masyarakat itu selalu berkembang, kare­ nanya pelaksanaan hukum menggunakan metode yang sangat memper­ hatikan rasa keadilan masyarakat. Di antara metode itu ialah maslahat

mursalah, istihsan, istishab, dan urf.196

Kompilasi hukum Islam adalah fikih Indonesia karena ia disusun dengan memperhatikan kondisi kebutuhan hukum umat Islam Indonesia.

194 Akibat dari cara kerja yang demikian, maka lahirlah berbagai produk putusan pen­ gadilan agama yang berbeda­beda meskipun menyangkut satu perkara hukum yang sama. Hal ini menjadi semakin rumit dengan adanya beberapa mazhab dalam fikih itu sendiri, sehingga terjadi pertarungan antar mazhab dalam penerapan hukum Islam di pengadilan agama. Lihat Mahfud, Moh. MD. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media, 1999) hlm. 259.

195 “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai­nilai hukum dan rasa ke­ adilan yang hidup dalam masyarakat.” Selain itu, Fikih Islam mengungkapkan kaidah.”

196 Abdurahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992), hlm. 7.

93

BAB IV  PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN HUKUM PERKAWINAN… Fikih Indonesia dimaksud adalah fikih yang telah dicetuskan oleh Hazai­ rin dan T.M. Hasbi Ash­Shiddiqi. Fikih sebelumnya mempunyai tipe fikih lokal semacam fikih Hijazy, fikih Mishry, fikih Hindy, fikih lain­lain yang sangat memperhatikan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat se­ tempat. Ia mengarah kepada unifikasi mazhab dalam hukum Islam. Oleh karena itu, di dalam sistem hukum di Indonesia ini merupakan bentuk terdekat dengan kodifikasi hukum yang menjadi arah pembangunan hu­ kum nasional di Indonesia.197

B. KETENTUAN HUKUM PERKAWINAN DALAM KOMPILASI

Dokumen terkait