• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM PRAJA MANGKUNEGARAN

A. Riwayat Hidup Mangkunegara VII

2. Sekilas Masa Pemerintahan Mangkunegara VII

Pada tahun 1916 ketika Soeryo Soeparto berusia 31 tahun diangkat sebagai Pangeran Adipati Arya Prabu Prangwedana VII di Istana Mangkunegaran Surakarta. Jabatan Prangwedana merupakan jabatan sebagai calon pemimpin pemerintahan istana Mangkunegaran yang biasa dipakai sebelum menggunakan sebutan Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A) Mangkunegara VII karena usia untuk memegang jabatan itu beliau harus berusia 40 tahun.10 Sejak Mangkunegara VII bertahta yang perlu diperhatikan diperhatkan bahwa pada waktu itu penguasa sebelumnya, Mangkunegara VI belum wafat. Hal ini perlu

8

Ibid, halaman 19.

9

G.D. Larson, 1990. Masa Menjelang Revolusi: Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta, 1912-1942. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. halaman 92.

10

G.P. Rouffaer, Vorstenlanden. Terjemahan R. Tg. Muhammad Husodo Pringgokusumo, 1979. Swapraja. Surakarta: Reksa Pustaka Mangkunegaran. halaman 24

diketahui bahwa oleh karena suatu alasan yang tidak pasti Mangkunegara VI mengundurkan diri dari kursi tahta penguasa dan beliau menjalani masa tua yang tentram di Surabaya.11

Naiknya tahta menjadi Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Harya Mangkunegara VII tampaknya menjadi suatu kenyataan dari harapan teman-teman dekatnya waktu beliau masih menyandang nama Soeryo Soeparto. Salah satu bukti dari kenyataan itu adalah bahwa dirinya banyak disebut sebagai raja Jawa yang modern, demokratis, berpendirian kuat, serta suka berbuat untuk rakyat. Pendirian yang kuat pada kenyataannya memang sudah dilatihnya melalui beberapa pengalaman dalam perjalanan hidupnya sehingga bisa membentuk kepribadian yang kuat. Mangkunegara VII selama hidupnya dan selama menjadi raja senantiasa bertindak sesuai dengan semboyan mengabdi, sehingga menjadi contoh yang nyata bagi seluruh rakyatnya dan bagi siapa saja yang mengenalnya.

Setelah penobatannya, wakil pemerintah Belanda menekankan kepada Mangkunegara VII untuk memperhatikan dan memperbaiki nasib petani atau rakyat kecil, hal ini karena keadaan kehidupan rakyat kecil pada zamannya sangat memprihatinkan.12 Mangkunegara VII dengan kecermelangan pemikirannya maupun kebesaran hatinya diharapkan mampu melakukan tindakan-tindakan yang bijaksana. Mangkunegara VII tidak saja memperhatikan nasib orang kecil tetapi juga kemakmuran rakyat pada umumnya yang merupakan dasar yang nyata untuk dapat membuat hidup senang bersama-sama dengan golongan-golongan rakyat yang lebih tinggi tingkatannya.

11

Bernardial Hilmiyah M.D, op. cit., halaman 28.

12

A.K. Pringgodigdo, 1987, Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan Mangkunegaran, Surakarta: Reksa Poestaka Mangkunegaran. halaman 286.

45

Pada tanggal 6 September 1920, Mangkunegoro VII menikah dengan putri Hamengkubuwono VII, yang bernama Gusti Kangjeng Ratu Timur.13 Perkawinan ini dilakukan sebagai gagasan untuk memulihkan keretakan historis dan membawa dampak positif serta memperkuat stabilitas politik antara kedua Swapraja yang dimulai sejak perselisihan antara Mangkubumi (Kasultanan Yogyakarta) dan R.M Said (Pura Mangkunegaran).

Selama pemerintahan Mangkunegara VII selalu menunjukkan hal-hal yang positif dan melakukan kewajiban dengan penuh dedikasi. Dalam memerintah Praja, dianggapnya sebagai tugas yang luhur dengan harus mengerahkan semua pengetahuan dan ketrampilan. Soeryo Soeparto mempunyai pandangan mensejahterakan Praja merupakan tugas suci karena tidak saja menyangkut kesejahteraan jasmani melainkan juga kesejahteraan rohani serta kesejahteraan moral. Beliau merasa pemerintahannya harus dapat dipertanggungjawabkan pada Tuhan Yang Maha Esa. Ketika di masa pemerintahnnya terjadi adanya perubahan sosial politik dan sosial budaya di Hindia Belanda bahkan di Praja Mangkunegaran, beliau bertindak dan selalu berfikir secara bijak terhadap apa yang akan dilakukannya. Perubahan sosial politik menyangkut kebijaksanaan negeri Belanda terhadap daerah jajahan, munculnya organisasi-organisasi kebangsaan dan sikap Sunan terhadap keberadaan Mangkunegaran. Selain itu, perubahan sosial budaya ditandai dengan semakin meresapnya faham dan gagasan-gagasan barat dalam masyarakat Jawa.14

13

Ringkasan Riwayat Dalem Suwarga Sampeyan Dalem K.G.P.A.A. Mangkunegoro VII, op.cit. halaman 4.

14

Wasino, 1994. Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran (Akhir Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis Universitas Gajah Mada Yogyakarta. halaman 95.

Hubungan Mangkunegara VII dengan pemerintah Hindia Belanda bersifat kooperatif, dengan hubungan yang baik itulah dapat membantu dan mempermudah pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan di dalam Praja dengan tujuan mensejahterakan rakyatnya. Tampak jelas bahwa di dalam dirinya berjiwa kerakyatan dan terbukti Mangkunegara VII telah mempelajari, merasakan kehidupan rakyat jelata dalam masa pengembaraannya.

Kesejahteraan penduduk Praja Mangkunegaran mendapat perhatian penuh dari Mangkunegara VII yaitu dengan cara memajukan negara, meningkatkan derajat bangsa, dan meningkatkan taraf hidup rakyat kecil. Pada masa pemerintahnnya diadakan pengeluaran untuk pembaharuan membangun jembatan, jalan, bangunan irigasi, memberantas penyakit pes, mendirikan rumah pegawai, mengadakan perbaikan peternakan, pembangunan proyek air minum untuk ibukota, pendirian sekolah-sekolah dan penyelenggaraan kursus pertanian, perluasan perpustakaan kerajaan dan sebagainya. Setiap tahun pada hari peringatan pelantikannya beliau mengumpulkan anggota keluarganya, pegawai, perwira, dan tamu dari kalangan rakyat dan memberikan wejangan kepada mereka sambil menguraikan rencana kerja untuk mengadakan perbaikan lanjutan pada tahun selanjutnya.15 Mangkunegara VII lebih memusatkan perhatian pada beberapa hal seperi pembangunan jalan-jalan baru dan jembatan, membuka tanah dan daerah-daerah yang masih terpencil agar ikut serta dalam lalu lintas ekonomi. Mangkunegoro VII menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan keuangan Praja. Pemerintah Praja menyerahkan segala pembaharuan

15

47

dalam bidang pembangunan jalan, jembatan dan sarana umum lainnya kepada Kabupaten Karti Praja (Dinas Pekerjaan Umum), meskipun dalam perkembangannya dinas ini pada tahun 1934 dilakukan penggabungan dengan dinas lainnya (dinas irigasi atau kabupaten Sindumarta) dengan tujuan penghematan anggaran akibat dari terjadinya krisis ekonomi dunia. Pada masa pemerintahannya, Mangkunegara VII melakukan pembaharuan meliputi segala bidang dan tidak lupa dirinya juga melakukan pembaharuan di bidang Birokrasi Pemerintahan. Pembaharuan-pembaharuan ini dilakukannya hanya karena Mangkunegara VII menginginkan seluruh rakyat Praja Mangkunegaran bisa menikmati modernisasi yang dilakukan.

B. Perkembangan Kabupaten Karti Praja

Struktur organisasi atau birokrasi merupakan sistem untuk mengatur jalannya pemerintahan dengan salah satu ciri adanya hierarki jabatan antara atasan dan bawahan yang diatur dalam undang-undang. Pembentukan struktur organisasi atau birokrasi merupakan sistem untuk melaksanakan keputusan dan kebijakan. Struktur birokrasi di Praja Mangkunegaran terdiri atas birokrasi yang berdasarkan pangkat (kekuasaan) dan birokrasi yang bedasarkan jabatan (lembaga). Bentuk birokrasi tersebut mempunyai unsur-unsur yang berakar pada budaya politik kejawen yang diwarnai dengan sifat-sifat yang masih tradisional. Hubungan atasan dan bawahan bersifat paternalistik yang dikenal dengan patron dan klien, hubungan antara pejabat dengan rakyat yang dipimpinnya. Patron adalah gusti dan klien adalah kawula. Penggolongan tersebut didasarkan dari segi pertuanan dan penghambaan dari kawula terhadap gusti dan tidak didasarkan pada segi ekonomis

atau keunggulan kelahiran. Adanya konsep golongan ini hak dan kewajiban antar kedudukan telah ditakdirkan.

1. Struktur Jabatan dalam Pemerintahan Praja Mangkunegaran

Dokumen terkait