• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN KARTI PRAJA SEBAGAI PELAKSANA PEMBANGUNAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII (1916-1944)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KABUPATEN KARTI PRAJA SEBAGAI PELAKSANA PEMBANGUNAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII (1916-1944)"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i

KABUPATEN KARTI PRAJA

SEBAGAI PELAKSANA

PEMBANGUNAN PADA MASA PEMERINTAHAN

MANGKUNEGARA VII (1916-1944)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh: BUDI DARMAWAN

C0505015

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

MANGKUNEGARA VII (1916-1944)

Disusun oleh BUDI DARMAWAN

C0505015

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum NIP. 197306132000032002

Mengetahui

Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

(3)

iii

KABUPATEN KARTI PRAJA

SEBAGAI PELAKSANA

PEMBANGUNAN PADA MASA PEMERINTAHAN

MANGKUNEGARA VII

Disusun oleh BUDI DARMAWAN

C05005015

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal...

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Penguji Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum (………) NIP 195402231986012001

Sekretaris Penguji Insiwi Febriary Setiasih, S.S, MA (………) NIP 198002272005012001

Penguji I Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M. Hum (………) NIP 197306132000032002

Penguji II Drs. Soedarmono, SU (………)

NIP 194908131980031001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

(4)

iv Nama : Budi Darmawan

NIM : C0505015

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Kabupaten Karti Praja Sebagai Pelaksana Pembangunan Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII ( 1916-1944 ) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juni 2010

Yang membuat pernyataan

(5)

v

MOTTO

Kenyataan bahwa Sejarah terus ditulis orang di semua Peradaban dan di sepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa Sejarah itu perlu.

(Prof. Dr. Kuntowijoyo)

Lakukanlah yang kita bisa. (Penulis)

Sesungguhnya dalam Sejarah itu terdapat pesan-pesan penuh perlambang bagi orang-orang yang dapat memahaminya.

(6)

vi

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Kasih Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum, selaku Pembimbing skripsi, yang memberikan banyak dorongan, masukan, dan kritik yang membangun dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Umi Yuliati, S.S., M.Hum selaku pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

5. Segenap dosen pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan wacana pengetahuan.

6. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Fakutas Ilmu Budaya UGM, dan Perpustakaan Pasca Sarjana UGM.

(8)

viii

9. Lisa Retnaningsih yang telah memberikan dukungan, semangat, serta keceriaan di dalam menyelesaikan skripsi dan dalam kehidupan penulis.

10. Teman-temanku angkatan 2005: Cahyo, Arie, Khanivan, Yuni, Metha, Wanto, dan teman-teman yang lain tetap kompak dan tetap semangat.

11. Teman-teman angkatan 2004: Daryadi, Auditya, Desca, Sapto, semua kakak tingkat baik yang telah menyandang gelar maupun yang masih berjuang, terimakasih atas persahabatannya.

12. Sahabat-sahabatku Jarot, Anggar, Cahyu, Anto’, Zupy, Nita, Wahyu Lempok, Andri Emont, Eka Bandeng, Afif Zuhdi, Arif, Eko, Aris, yang telah mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan terima kasih untuk suka duka persahabatan yang indah selama ini dan semoga persahabatan kita tetap abadi.

13. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap akan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Surakarta, Juni 2010

(9)

ix A.Latar Belakang Masalah... 1

B.Perumusan Masalah... 9

C.Tujuan Penelitian... 9

D.Manfaat Penelitian... 10

E. Tinjauan Pustaka... 10

F. Metode Penelitian... 14

1. Teknik Pengumpulan Data... 15

2. Teknik Analisa Data... 17

G.Sistematika... 17

BAB II GAMBARAN UMUM PRAJA MANGKUNEGARAN A.Sejarah Praja Mangkunegaran... 19 B.Kondisi Geografis Praja Mangkunegaran...

1. Wilayah Praja Mangkunegaran Pada Masa Mangkunegara VII... 2. Struktur Penduduk di Praja Mangkunegaran Pada Masa Mangkunegara VII...

29

(10)

x

BAB III KABUPATEN KARTI PRAJA MASA MANGKUNEGARA VII A. Riwayat Hidup Mangkunegara VII...

1. Masa Kanak-kanak hingga Dewasa... 2. Sekilas Masa Pemerintahan Mangkunegara VII...

40 40 43 B. Perkembangan Kabupaten Karti Praja...

1. Struktur Jabatan dalam Pemerintahan Praja Mangkunegaran...

a. Birokrasi berdasarkan Pangkat... b. Birokrasi Berdasarkan Jabatan (lembaga)... 2. Struktur Organisasi Kabupaten Karti Praja... a. Pendirian... b. Peralihan Organisasi Kabupaten Karti Praja... c. Struktur Pegawai Kabupaten Sindupraja……….

47

(11)

xi

C. Pembangunan Bidang Kesehatan... 1. Pembangunan Kakus Umum / WC Umum... 2. Pembangunan Pancuran Umum... 3. Pembangunan Rumah Sakit dan Poliklinik... 4. Perbaikan Rumah Kumuh...

80 80 81 82 83

D. Pembangunan Bidang Ekonomi (Pasar)... 85

BAB V KESIMPULAN... 88

DAFTAR PUSTAKA... 90

(12)

xii

Halaman Tabel 1 Desa Babok Mangkunegaran dalam Perjanjian Salatiga 1757...22 Tabel 2 Perbandingan luas Swapraja ...29 Tabel 3 Sensus penduduk wilayah Mangkunegaran (Kota Mangkunegaran, Wonogiri,

Ngawen) tahun 1930………....34

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Foto K.G.P.A.A Mangkunegara VII ... 94

Lampiran 2 Gambar-Gambar Hasil Pembangunan di Mangkunegaran... 95

Lampiran 3 Rijksblad Mangkunegaran tahun 1917 No. 37... 104

Lampiran 4 Surat tentang Pengairan di Mangkunegaran Selama 3 Minggu ... 106

Lampiran 5 Anggaran Pembuatan Kakus Umum dan Pancuran Umum... 110

Lampiran 6 Anggaran Pembuatan Saluran Pembuangan Air... 114

Lampiran 7 Anggaran Pembuatan Bale Kampung Punggawan... 116

Lampiran 8 Acara Peresmian Kamar Mandi Umum Ngebrusan, tertera dalam Acara Mangkunegara VII tertanggal 1 Januari 1939... 121

(14)

xiv

(15)

xv

DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN DAN UKURAN

Acte Van Verband : surat atau dasar pengangkatan raja Assainering : bagian perbaikan

Balekambang : rumah yang mengapung

Barter : tukar menukar barang

Bekel : orang yang mengurus apanage, pemungut pajak, kepala desa, petani penghubung antara pemilik desa/penguasa desa dengan penggarap tanah Budaya : hasil cipta, rasa dan karsa manusia

Chef : kepala yang bertugas mengurusi bidang pengairan Cultuurstelsel : sistem tanam paksa

Demang : seseorang yang diberi tugas untuk memegang dan menjalankan segala pekerjaan di pedesaan diatas bekel

Edukasi : pendidikan

Enclave : tanah yang terkurung oleh wilayah lain Epidemi pest : wabah penyakit pes

Gerobak : alat angkutan tradisonal Hygienitas : segi kebersihan

Jumbleng : tempat pembuangan hajat tradisional

Kapedhak : gedung pertemuan yang terletak di sebelah Dalem Ageng Pura Mangkunegaran

Kavaleri : pasukan berkuda

Kopschool : sekolah gadis tingkat dasar Legiun : pasukan bala tentara

Lurah : kepala kalurahan

Mandor : Orang yang mengepalai beberapa orang atau kelompok dan bertugas mengawasi pekerjaan mereka

Mantri : Juru; nama pangkat atau jabatan tertentu untuk melaksanakan suatu tugas atau keahlian khusus

(16)

xvi

Pamedan : halaman luar Pura Mangkunegaran, dahulunya digunakan untuk tempat latihan Legiun Mangkunegaran

Panewu : kepala rendahan yang membawahi 1000 cacah Rangga : Kepala desa yang berasal dari priyayi

Rijksblaad : undang-undang kerajaan Rijkswaterstaat : dinas irigasi kerajaan

Societeit : kepanjangan dari Soos yang merupakan pusat pertemuan yang bersifat informal dan eksklusif bagi kalangan elite Eropa atau elite pribumi

Swapraja : kekuasaan pemerintah kerajaan

Tosan : besi

Vaccin otten : vaksin untuk penderita penyakit pes Villa park : pemukiman orang-orang Eropa Volksschool : sekolah desa

Vorstenlanden : Kerajaan Jawa Wedana : kepala distrik Zieken zorg : rumah sakit pusat 1. Singkatan

B.R.M : Bendara Raden Mas

H.I.S : Hollands Inlandshe School

K.G.P.A.A : Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati N.I.S : Nederlandsch Indische Spoorweg

(17)

xvii

ABSTRAK

Budi Darmawan. C0505015. 2010. Kabupaten Karti Praja Sebagai Pelaksana Pembangunan Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944). Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini berjudul Kabupaten Karti Praja Sebagai Pelaksana Pembangunan Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) Gambaran umum Praja Mangkunegaran masa pemerintahan Mangkunegara VII, (2) Kegiatan yang dilaksanakan Kabupaten Karti Praja dalam pembangunan di Praja Mangkunegaran, (3) Peranan Kabupaten Karti Praja bagi perkembangan Praja Mangkunegaran.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, dimulai dengan tahap heuristik yaitu teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh selanjutnya dikritik secara intern dan ekstern dengan dipadukan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta historis. Fakta ini lalu dianalisis dan disusun dalam sebuah historiografi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan masa pemerintahan Mangkunegara VII mengalami perkembangan dan kemajuan kearah modernisasi. Jika dilihat dari pemerintahan masa sebelumnya pelaksanaaan pembangunan di Praja Mangkunegaran kurang intensif dilakukan. Pada masa pemerintahan Mangkunegara VII pembangunan dan pembaharuan di segala bidang semakin ditingkatkan dengan tujuan untuk menyejahterakan penduduknya. Pelaksanaan kegiatan pembangunan oleh Mangkunegara VII diserahkan kepada Kabupaten Karti Praja. Kabupaten Karti Praja merupakan dinas yang mengurusi segala kegiatan pembangunan di wilayah Praja Mangkunegaran. Pembangunan yang dilakukan dinas ini antara lain: pembangunan jalan dan jembatan, pembangunan waduk-waduk, pembangunan saluran pembuangan air, pembangunan taman kota, pembangunan gedung-gedung penting yang meliputi pembangunan gedung pertemuan (Soos), pembangunan bale kampung, serta pembangunan gedung sekolah. Selain itu, juga dilaksanakan pembangunan WC/kakus umum, pembangunan pancuran umum, pembangunan rumah sakit dan poliklinik, pembangunan pasar, serta perbaikan rumah-rumah kumuh.

(18)

xviii

Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944). Thesis: History Department. Faculty of Letters and Fine Art. Sebelas Maret University. Surakarta

The title of this research is Kabupaten Karti Praja Sebagai Pelaksana Pembangunan Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944) (Karti Praja Department as Development Executor During the Reign of Mangkunegara VII (1916-1944) ). The objectives of this research are to fine out (1) the general view of Mangkunegaran territory of jurisdiction during the reignof Mangkunegara VII, (2) Karti Praja Department activities in developing Mangkunegaran territory of jurisdiction, (3) the role of Karti Praja Department for development of Mangkunegaran territory of jurisdiction.

This research used a history research which was started with heuristic steps including the technique of collecting the data. The data which were obtained were then criticized both internally and were combined with the literature review. Thus the data pointed out historical facts. Those facts hence were analyzed and arranged in a histography.

The research points out that the development during the reign of Mangkunegara VII was improved to the direction of modernization regarding the development of the previous reign in Mangkunegaran territory of jurisdiction was not that intensive. The development during the reign of Mangkunegara VII was improved in order to make the society wealthy. Karti Praja Department was given an authority to execute all activities related to the development. The development which was made by the regency included: the development of streets and bridges, the development of reservoirs, sanitations, city parks, significant buildings such as the building for meeting (Soos), public hall and schools. In addition, there were also the development of public toilets, public showers, hospitals and policlinics, markets and the improvement for vile houses.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan salah satu ciri dari perkembangan suatu wilayah. Pembangunan membutuhkan suatu perencanaan, pengembangan secara khusus tentang apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan tersebut. Proses pembangunan juga melanda di daerah-daerah Swapraja. Pada era abad XX dari dua kerajaan Swapraja, Kasunanan dan Mangkunegaran mulai tumbuh budaya perkotaan. Sekalipun merupakan wilayah dari Hindia Belanda, tetapi daerah ini memiliki status yang khusus yaitu mempunyai status otonomi dalam mengatur rakyat dan wilayahnya sendiri dengan persetujuan dari Residen atau Gubernur.1 Praja Mangkunegaran menjadi salah satu wilayah di Swapraja yang proses pembangunannya dilaksanakan oleh pendiri sekaligus penguasa yang pertama yaitu K.G.P.A.A. Mangkunegara I yang kemudian pembangunan itu terus dilakukan oleh para calon putra mahkota ataupun penggantinya. Proses pembangunan Praja Mangkunegaran dilaksanakan sesuai dengan kebijakan raja pada masanya. Pembangunan tersebut merupakan pola dasar dan kerangka acuan bagi perkembangan wilayah yang berada jauh diluar istana. Pembangunan mempunyai tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang lebih maju dan sejahtera.

1

Sejak bulan Mei 1927, ketika Residen Van Der Jagt menjadi Residen di Surakarta, pejabat tertinggi yang ditetapkan di Surakarta adalah Gubernur. Hal itu berlanjut sampai dengan

masa akhir pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Lihat juga, Wasino, 1996. “Politik Etis,

Pembangunan Sarana Irigasi dan Perkembangan Produksi Beras di Karesidenan Surakarta (1900 -

1942)”. Laporan penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang. halaman 15.

(20)

Praja Mangkunegaran dibangun pada tahun 1757 oleh Raden Mas Said sebagai hasil perjuangannya melawan kompeni Belanda. R.M Said mulai tidak senang kepada Belanda berawal dari peristiwa pembuangan ayahnya ke Srilangka yang disebabkan oleh fitnah Paku Buwono II dan Patih Danurejo yang mempunyai hubungan yang baik dengan Belanda.2 Raden Mas Said naik tahta sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A) Mangkunegara I. Beliau seorang Adipati yang mengepalai wilayah Kadipaten atau Praja. Pada masa pemerintahannya (1757 – 1795) diusahakannya perbaikan dan peningkatan kembali kehidupan rakyat. Perbaikan-perbaikan dilakukan salah satunya dalam sektor pembangunan. Mangkunegara I mengusahakan pembuatan bendungan-bendungan sehingga air sungai dapat mengairi sawah. Selain itu pembuatan selokan di sepanjang tepi jalan untuk menampung air hujan yang menggenangi jalan-jalan. Selain itu, juga dibangun beberapa tempat-tempat beribadah dan rumah-rumah untuk tempat tinggal. Pembangunan rumah-rumah mewah untuk putra putri Mangkunegaran dilakukan di Pasar Legi, Pasar Pon, dan beberapa rumah kantor untuk para Punggawa di sekitar Pura Mangkunegaran.3 Proses pembangunan sarana dan prasarana masa Mangkunegara I belum begitu nampak, hal ini dikarenakan Mangkunegara I lebih cenderung mempunyai keahlian dalam bidang seni karawitan, seni pertunjukan, dan pengembangan kesenian Jawa.

Masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkunegara II (1796 – 1835). Pemerintahan yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan pendahulunya yaitu

2Ismu Sadiyah, 1998. “

Keraton Mangkunegaran Sebagai Objek Yang Menarik di Jawa Tengah.” Karya Tulis Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yayasan Pariwisata-ABA Bandung. halaman 14.

3

(21)

3

Mangkunegara I. K.G.P.A.A. Mangkunegara II hanya menginginkan perbaikan ekonomi rakyat Mangkunegaran yang hancur akibat peperangan pada masa Mangkunegara I. Pembangunan Praja masa Mangkunegara II tidak berjalan dengan baik, akan tetapi sejak Mangkunegara II memegang pemerintahan, wilayah Mangkunegaran semakin luas. Adanya hubungan dengan kompeni yang semakin erat, ia diminta untuk membantu memadamkan pemberontakan-pemberontakan seperti di Cirebon (1808), Dermayu (1812), Palembang (1812), dan pemberontakan Diponegoro (1826) di Yogyakarta.4 Untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya Mangkunegara II rela menyewakan wilayah Praja kepada pemerintah Belanda sehingga uang sewa dapat disumbangkan untuk rakyat. Jika Mangkunegara I bisa disebut sebagai pendiri dari Praja Mangkunegaran, maka Mangkunegara II merupakan tokoh yang memperluas wilayah Praja Mangkunegaran.

Raden Mas Sarengat sebagai penerus penguasa Praja Mangkunegaran menggantikan kedudukan K.G.P.A.A Mangkunegara II. Mas Sarengat dinobatkan dari Pangeran Harya Prangwedana menjadi Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara III pada usia 40 tahun. K.G.P.A.A. Mangkunegara III di dalam pemerintahannya sangat memperhatikan pada kesehatan dan keselamatan keluarga Mangkunegaran. Mangkunegara III disamping berpangkat Adipati yang mengelola ketataprajaan, juga berpangkat Kolonel Komandan Legiun Mangkunegaran. Untuk kepentingan itu dibangun pesanggrahan di Wonogiri yang terletak di antara hutan Selokethu dengan Jurang Gempol.5

(22)

Pembangunan itu dilakukan dengan tujuan untuk pembinaan mental dan fisik para prajurit. Perhatian Mangkunegara III tepusat pada penertiban organisasi ketataprajaan dan peningkatan kegiatan bekerja di kalangan masyarakat.6 Pada masa pemerintahan Mangkunegara I sampai Mangkunegara III ini disebut sebagai masa strukturisasi pemerintahan Praja Mangkunegaran.

K.G.P.A.A. Mangkunegara IV sebagai penerus kekuasaan dari Mangkunegara III. Beliau sangat rajin dalam usaha perbaikan ekonomi dan hasilnya mengangkat Praja Mangkunegaran menjadi sejahtera. Kekayaan Mangkunegaran berlimpah ruah meliputi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. K.G.P.A.A. Mangkunegara IV mendapat keuntungan besar pada saat dirinya mendirikan dua pabrik gula yaitu pabrik gula Colomadu dan pabrik gula Tasikmadu. Selain itu keuntungan juga diperoleh dari penjualan hasil di sektor perkebunan. Dari hasil keuntungan itu salah satunya dimanfaatkan untuk memperindah dan memperbesar Pendopo Agung dan untuk membangun gedung-gedung di sekitar Pura Mangkunegaran termasuk membangun bangsal tosan

(besi) yang dipesannya dari negeri Jerman pada tahun 1875.7

Raden Mas Sunito sebagai pengganti K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, pada usia 16 tahun mendapat gelar dengan sebutan Pangeran Adipati Arya Prangwedana. K.G.P.A.A. Mangkunegara V hidup sangat sederhana dan banyak berbuat baik bahkan sistem ketataprajaan masih mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh K.G.P.A.A. Mangkunegara IV.8 Pada awal pemerintahan

6

ibid. halaman 52.

7

ibid. halaman 65.

8

(23)

5

Mangkunegara V, penghasilan Praja masih cukup baik. Akan tetapi, terbawa usia yang masih sangat muda K.G.P.A.A. Mangkunegara V banyak mengikuti kehendak pribadinya sehingga penghasilan itu kurang dimanfaatkan secara sungguh-sungguh. Adapun konsekuensinya, Praja Mangkunegaran mengalami kerugian karena timbul persaingan bisnis antara pengusaha asing dengan Praja Mangkunegaran. Akibatnya hasil perkebunan menjadi merosot bahkan banyak perkebunan yang gulung tikar. Pada masa K.G.P.A.A. Mangkunegara V Praja Mangkunegaran mengalami kemiskinan.

Pembangunan yang dilakukan K.G.P.A.A. Mangkunegara V berupa dua buah gedung yang terletak di sebelah timur gedung Prangwadana yang dinamakan gedung Pantipurna dan gedung Pantiwarna. Selain itu juga dibangun gedung Balewarni, gedung Pracimasana, dan gedung Kapedhak (gedung pertemuan) yang terletak di sebelah gedung induk (dalem Ageng). Semua bangunan gedung tersebut didirikan atas saran kakak dari K.G.P.A.A. Mangkunegara V yaitu Pangeran Harya Gandasewaya yang ahli dalam bidang bangunan gedung.9

Setelah K.G.P.A.A. Mangkunegara V wafat, digantikan oleh adiknya yang bernama Raden Mas Suyitno atau Pangeran Harya Dayaningrat diangkat dengan sebutan Pangeran Adipati Arya Prangwedana. Pada tahun 1896 mendapat gelar K.G.P.A.A. Mangkunegara VI. Beliau mempunyai sifat hemat dan sederhana. Dengan sifatnya tersebut K.G.P.A.A. Mangkunegara VI mengelola Praja dengan sangat berhati-hati dan dirinya melakukan penghematan dalam bidang apa saja untuk memperbaiki perekonomian Praja Mangkunegaran. Pada pemerintahan masa Mangkunegara VI, dengan penghematan pembangunan fisik dilakukan tidak

9

(24)

hanya di dalam Pura Mangkunegaran melainkan juga sampai di daerah-daerah. Pembangunan jalan umum mendapat perhatian penuh. Semua jalan-jalan dilebarkan dengan sepanjang jalan diterangi lampu listrik dan selalu dijaga kebersihannya.10 Jalan dan jembatan dibangun sebagai sarana dasar yang digunakan untuk menghubungkan antara wilayah satu dengan wilayah yang lain. Jalan merupakan prasarana yang sangat penting dan berpengaruh dan jalan mempunyai fungsi sebagai penunjang kelancaran pembangunan. Selain itu, sejalan dengan dikeluarkannya politik kolonial baru yaitu politik Etis dengan slogan Irigasi, Edukasi, dan Emigrasi. Mangkunegara VI melakukan terobosan besar dalam pembangunan sarana pendidikan (edukasi). Salah satu usahanya adalah mendirikan sekolah ”Siswo” bagi kaum kerabat dan hamba di lingkungan

Praja Mangkunegaran. Pada perkembangannya sekolah tersebut tidak hanya terbatas bagi kaum kerabat dan hamba tetapi juga terbuka untuk masyarakat umum dengan memenuhi persyararatan yang sudah ada.

Setelah Mangkunegara VI turun tahta pada tahun 1916, penggantinya Mangkunegara VII melanjutkan roda pemerintahan dari penguasa sebelumnya. Adapun langkah kebijakan Mangkunegara VII adalah memisahkan antara keuangan keluarga dengan keuangan Praja, dan memisahkan keuangan Praja dengan keuangan perusahaan-perusahaan Praja. Kebijakan ini dilakukan dengan maksud untuk menghindari percampuran urusan masalah keuangan demi kelancaran pembangunan didalam ataupun diluar Praja. Pembangunan-pembangunan yang diadakan di Praja Mangkunegaran ditujukan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Langkah awal kebijakan Mangkunegara VII yaitu

10

(25)

7

menambah sarana perhubungan dengan menambah jumlah jalan. Jalan-jalan yang melintasi sungai sekaligus dibuatkan jembatan sehingga pembangunan jalan juga bertambah banyak. Terbukti periode tahun 1916-1931, sekitar 24% dari semua pengeluaran Praja digunakan untuk pembangunan jalan-jalan. Pembuatan jalan besar dikerjakan oleh Praja dan pembuatan jalan kecil-kecil, baik jalan atau jembatan dibangun oleh desa-desa dengan subsidi dari Praja. Pada tahun 1931 di Praja Mangkunegaran telah ada 530 km jalan yang bisa dilalui kendaraan bermotor.11

Pembangunan jalan dan jembatan selain untuk kepentingan istana juga ditujukan untuk menembus daerah-daerah yang terisolasi. Dari sejumlah daerah di Mangkunegaran, daerah Wonogiri yang mendapatkan perhatian khusus dalam pembangunan jalan dan jembatan. Hal itu disebabkan daerah-daerah ini masih banyak yang terisolir dengan dunia luar. Pemerintah Praja juga mengadakan pembangunan jalan-jalan yang menuju jalan kereta api NIS. Jalan ini diperlukan untuk mempermudah pengangkutan barang dari pedalaman ke stasiun kereta api. Usaha-usaha pembangunan jalan dan jembatan di Mangkunegaran telah membawa hasil yang memuaskan.12 Kondisi keuangan Praja yang semakin membaik, maka dilakukan pembaharuan atau pembangunan yang meliputi pembangunan bidang infrastruktur (irigasi, jalan, jembatan, dan sarana-sarana lainnya). Selain itu juga pembangunan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan,

11

Th. M. Metz, 1939. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta: Reksa Pustaka. halaman 68-69.

12 Daryadi, 2009, “

(26)

sosial, kesehatan, ekonomi, serta pembangunan pertanian dan pembangunan kehutanan.

Dari pembangunan-pembangunan di bidang infrastruktur itulah Praja Mangkunegaran menyerahkan segala pembangunan jalan, jembatan dan sarana umum lainnya kepada Kabupaten Karti Praja (Dinas Pekerjaan Umum). Dinas ini sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan Mangkunegara IV yang dulu disebut Kawedanan Karti Praja dengan pimpinan seorang Wedana. Kawedanan ini membawahi sebuah kemantren, yakni Kemantren Kartipura, yang mempunyai tugas mengadakan perbaikan-perbaikan di dalam kota dan di luar kota. Kemantren ini juga bertugas sebagai pemadam kebakaran dan untuk mempermudah pengawasan dan pekerjaan terhadap keadaan kota, dibantu oleh beberapa pekerja, antara lain: bramataka (petugas pemadam kebakaran), tukang batu (pegawai bangunan), juru taman (pegawai taman), undagi (tukang kayu), pande besi (pegawai pembuat besi), pengangsu (pegawai urusan air), jagapiyara (pegawai urusan ternak), narajomba, serta pekerja tidak tetap seperti jagahastana (penjaga makam raja) dan wiratana.13

Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII terjadi sedikit perubahan di Dinas Pekerjaan Umum, yakni jabatan dari Kawedanan Karti Praja diubah menjadi Kabupaten Karti Praja. Kabupaten ini dipimpin oleh seorang yang berkebangsaan Belanda yang berpangkat direktur. Pada masa Mangkunegoro VII tugas dari Dinas Pekerjaan Umum masih sama seperti pada masa pemerintahan sebelumnya.14 Dinas ini mempunyai tugas melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan sarana-sarana umum untuk kemajuan pembangunan di Praja

13

Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1917. No. 37

14

(27)

9

Mangkunegaran dan secara tidak langsung menjadi Praja yang semakin diakui keberadaannya di masyarakat luas.

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas digunakan judul “Kabupaten Karti Praja sebagai Pelaksana Pembangunan Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII ”, karena pada masa tersebut banyak dilakukan kegiatan pembangunan-pembangunan penting yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Praja Mangkunegaran.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka pokok permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum Praja Mangkunegaran masa pemerintahan Mangkunegara VII?

2. Apa saja kegiatan yang dilaksanakan Kabupaten Karti Praja dalam pembangunan di Praja Mangkunegaran?

3. Bagaimana peranan Kabupaten Karti Praja bagi perkembangan Praja Mangkunegaran?

C. Tujuan Penelitian

Dari perumusan permasalahan diharapakan kajian tentang pembangunan sarana dan prasarana di Praja Mangkunegaran mampu memberikan jawaban atas beberapa permasalahan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

(28)

2. Untuk mengetahui kegiatan yang dilaksanakan Kabupaten Karti Praja dalam pembangunan di Praja Mangkunegaran.

3. Untuk mengetahui peranan Kabupaten Karti Praja bagi perkembangan Praja Mangkunegaran.

C. Manfaat penelitian

Penulian ini mempunyai dua manfaat yang ingin dicapai, yaitu: 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan baru yang bermanfaat bagi perkembangan pembangunan secara historis maupun kebudayaan yang dihasilkan Praja Mangkunegaran.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini juga diharapkan mampu menjawab masalah dan memberikan manfaat yang berhubungan dengan masalah perkembangan dalam pembangunan sarana dan prasarana yang dilakukan oleh Mangkunegara VII.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan bahan acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkap pokok permasalahan. Literatur yang digunakan antara lain:

(29)

11

bahwa ketika naik tahta, Mangkunegara VII dihadapkan pada banyak kesulitan, sebab dalam lingkungan masyarakatnya telah muncul kelompok baru yang bercita-cita memperjuangkan nasib serta penghidupan rakyat. Oleh karena itu tugas Mangkunegoro VII adalah membawa kemajuan duniawi dan kemajuan spiritual rakyatnya. Namun demikian, buku ini sebagian besar sumber acuannya berasal dari sumber sekunder. Buku ini memberikan relevansi terhadap skripsi ini bahwa tulisan Bernardial Hilmiyah sangat berguna sekali untuk mendapatkan beberapa informasi awal tentang modernisasi di Praja Mangkunegaran.

Buku berjudul Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa yang ditulis oleh Th. M. Metz, dan telah diterjemahkan oleh RTg. Muhammad Husodo Pringgokusumo, (1987). Buku ini berisi mengenai Praja Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII. Buku ini membahas mengenai perkembangan dan kemajuan yang pesat di Praja Mangkunegaran di bidang ekonomi yang terdiri dari masalah agraria, irigasi, perusahaan-perusahaan dana milik, pekerjaan umum, kehutanan, kredit rakyat, pasar, penyediaan pangan pada masa paceklik, kebudayaan dan kesenian, dan keuangan Mangkunegaran. Buku ini menyajikan sejumlah data tentang Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII. Data-data itu sangat berguna untuk merekonstruksikan modernisasi, khususnya bagi pembangunan insfrastruktur yang dilakukan Kabupaten Karti Praja di Praja Mangkunegaran.

(30)

merupakan cikal bakal dari berdirinya Kerajaan Mangkunegaran. Adanya perjanjian Salatiga tahun 1757 mengawali berdirinya Praja Mangkunegaran, juga membahas mengenai masa pemerintahan dan hasil pembangunan, peninggalan budaya dari raja pertama yakni Mangkunegara I sampai Mangkunegara IX. Buku ini memberikan relevansi terhadap skripsi ini yaitu menyajikan dan menjelaskan sejarah berdirinya Praja Mangkunagaran.

Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintah Praja Mangkunegaran (Akhir

(31)

13

keluhan diantaranya dari Residen Surakarta Sollewijn Gelpke, dengan perintahnya mengharuskan pabrik gula Mangkunegaran menyediakan dana pada awal musim giling kepada kas Praja Mangkunegaran dengan tujuan untuk pemeliharaan jalan-jalan tersebut. Pada pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944), pembangunan dan perawatan jalan menjadi meningkat dan berkembang.

Skripsi karya Daryadi, (2009) yang berjudul “Pembangunan Perkampungan di Kota Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII”. Karya ilmiah ini menjelaskan pembangunan-pembangunan yang dilakukan Mangkunegara VII, yang meliputi pembangunan perkampungan baru dengan tujuan mengurangi lingkungan dan rumah-rumah kumuh serta tidak teraturnya pola perkampungan di kota Mangkunegaran. Karya ilmiah ini juga menjelaskan proses pembangunan sarana dan prasarana baru dengan tujuan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Praja Mangkunegaran.

(32)

E. Metode penelitian

Suatu penelitian ilmiah perlu didukung dengan metode, karena peranan sebuah metode dalam suatu penelitian ilmiah sangat penting, karena berhasil atau tidaknya tujuan yang dicapai tergantung dari metode yang digunakan. Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka metode yang digunakan adalah metode historis.

Memahami peristiwa-peristiwa pada masa lampau sebagai fakta sejarah yang masih memerlukan tahapan proses. Penelitian sejarah dalam studi ini menggunakan pandangan yang didasarkan pada metode historis. Metode historis

merupakan metode kegiatan mungumpulkan, menguji, dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, kemudian diadakan rekonstruksi dari data yang diperoleh sehingga menghasilkan historiografi (penulisan sejarah).

(33)

15

Tahap kedua adalah Kritik sumber, dalam langkah ini bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern.15 Kritik intern bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber atau data. Dari melihat dan membaca arsip-arsip dapat disimpulkan bahwa semua kalimat didalamnya sudah membuktikan validitas atau keaslian sumber. Kritik ekstern bertujuan untuk mencari keabsahan arsip dan keaslian sumber. Hal ini meliputi materiil yang digunakan seperti dokumen asli dengan bahasa kuno atau Belanda, kondisi data dengan jenis kertas yang sudah rusak dan sangat tua, tinta yang luntur, semuanya dipilah dan dipilih untuk dijadikan sumber karena tidak semua arsip dapat dijadikan data. Penelitian ini mencari data-data yang berhubungan dengan Kabupaten Karti Praja dalam pembangunan sarana dan prasarana di sekitar Praja Mangkunegaran.

Tahap ketiga adalah Interpretasi, yaitu penafsiran terhadap data-data yang dimunculkan dari data yang sudah terseleksi. Tujuan dari interpretasi adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori disusunlah fakta tersebut ke dalam interpretasi yang menyeluruh.16

Tahap keempat adalah Historiografi, merupakan penulisan sejarah dengan mengkaitkan fakta-fakta yang telah dicari dan ditemukan dalam arsip-arsip yang semuanya disusun menjadi kisah sejarah menurut teknik penulisan sejarah.

1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data atau sumber berupa studi dokumen dan studi pustaka.

15

Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, halaman 58.

16

(34)

a. Studi Dokumen

Studi tentang dokumen bertujuan untuk menguji dan memberi gambaran tentang teori sehingga memberi fakta dalam mendapat pengertian historis tentang fenomena yang unik.17 Dokumen yang berhasil penulis kumpulkan untuk penelitian ini antara lain: Arsip-arsip dari Kabupaten Karti Praja: Anggaran pembangunan wc umum dan pancuran umum kode L. 436, Berkas Anggaran pembiayaan bangunan-bangunan urusan Pekerjaan Umum kode K.121, K.326, K.30. Anggaran pembangunan saluran pembuangan air kode H. 204, Rijksblad Tahun 1939. No. 23, Peta Kota Mangkunegaran, Berkas Anggaran untuk pembangunan (jalan, jembatan, rumah dan lain-lain) kode K.77, H.155 dan sebagainya.

b. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan sebagai bahan pelengkap dalam sebuah penelitian. Tujuan dari studi pustaka adalah untuk menambah pemahaman teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian. Sumber pustaka yang digunakan antara lain: buku, majalah, surat kabar, artikel dan sumber lain yang memberikan informasi tentang tema yang diteliti. Studi pustaka dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran, Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan Fakutas Ilmu Budaya UGM, Perpustakaan Pasca Sarjana UGM, dan Perpustakaan Sono Pustoko Kasunanan.

17

Sartono Kartodirdjo. 1983. Metode Penggunaan Bahan Dokumen dalam

(35)

17

2. Teknik Analisa Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis. Deskripsi analisis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Setelah itu dari sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan, tahap selanjutnya adalah diadakan analitis, diinterpretasikan, dan ditafsirkan isinya. Data-data yang telah diseleksi dan diuji kebenarannya itu adalah fakta-fakta yang akan diuraikan dan dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.18

G. Sistematika Skripsi

Untuk memberikan gambaran terperinci, skripsi ini disusun bab demi bab. Penyusunan ini dilandasi keinginan agar skripsi ini dapat menyajikan gambaran yang menunjukkan suatu kontinuitas perkembangan kejadian yang beruntun

Bab I, dalam bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II, dalam bab ini menguraikan gambaran umum Praja Mangkunegaran yang mencakup sejarah, kondisi geografis yang meliputi wilayah, penduduk, dan lingkungan fisik dari Praja Mangkunegaran.

Bab III, dalam bab ini membahas mengenai Kabupaten Karti Praja masa Mangkunegara VII yang mencakup riwayat hidup Mangkunegara VII, dan

18

(36)

perkembangan struktur organisasi Kabupaten Karti Praja meliputi stuktur jabatan dalam pemerintahan Praja (mencakup birokrasi berdasarkan pangkat dan birokrasi berdasarkan lembaga), struktur organisasi Kabupaten Kartipraja (pendirian, peralihan organisasi, dan struktur pegawai Kabupaten Sindupraja).

Bab IV, dalam bab ini membahas mengenai peranan Kabupaten Karti Praja bagi perkembangan Praja Mangkunegaran yang mencakup pembangunan bidang infrastruktur, sosial, kesehatan, ekonomi yang berupa pembangunan jalan, jembatan, sarana irigasi, taman kota, gedung-gedung, rumah sakit/poliklinik, pasar, pancuran dan wc/kakus umum.

(37)

BAB II

GAMBARAN UMUM PRAJA MANGKUNEGARAN

A. Sejarah Mangkunegaran

Kekacauan politik yang melanda kerajaan Mataram pada pertengahan abad 18 menimbulkan banyak pemberontakan dan peperangan yang terjadi di pusat-pusat pemerintahan ataupun di daerah-daerah. Persaingan politik antar kerabat kerajaan dan adanya dominasi kekuatan asing (VOC) menjadi penyebab keruntuhan Mataram dan munculnya kerajaan-kerajaan baru yang saling memperebutkan hak waris Mataram.1

Perlawanan R.M Said merupakan perlawanan terbesar dan penyebab lahirnya kerajaan Mangkunegaran. Perlawanannya ini merupakan wujud dari rasa kecewa dalam dirinya karena merasa diberlakukan tidak adil sebagai putra tertua dari seorang Pangeran yang seharusnya dapat menggantikan kedudukan ayahnya. Perlawananya tidak dapat diatasi oleh Kasunanan, Kasultanan, maupun pihak kompeni. Pada tanggal 17 Maret 1757 membuahkan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Salatiga. Perjanjian ini mengatur pembentukan wilayah otonom baru yang bernama Mangkunegaran. Adapun isi perjanjian tersebut adalah:

1. R.M Said diangkat menjadi Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Haryo Mangkunegaran yang kedudukannya dibawah Sunan Paku Buwono III di Surakarta.

1

G. Moedjanto, 1987. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya Oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius, halaman 28.

(38)

2. Kangjeng Pangeran Adipati Haryo Mangkunegaran berkedudukan setingkat dibawah Putra Mahkota dan berhak mengadakan upacara maupun pengenaan atribut kebesaran yang lebih mewah dibanding prajurit lainnya.

3. Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkunegara berhak atas wilayah sebesar 4000 karya yang meliputi Nglaroh, Keduwang, Matesih, dan Gunung Kidul.

4. Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkunegara berkedudukan di Surakarta.2

R.M Said diangkat menjadi Pangeran Miji (terpilih) dengan gelar Pangeran Adipati Mangkunegara dengan hak-hak istimewa yang kedudukannya dekat dengan raja dan sedikit lebih rendah dari putra mahkota. Mangkunegaran merupakan wilayah otonom yang pengakuannya berada dibawah kekuasaan Kasunanan. Kasunanan tidak dapat mencampuri urusan dalam Praja Mangkunegaran dan Kasunanan hanya berwenang ketika Mangkunegaran mempunyai hubungan atau kepentingan di wilayah Kasunanan dan Kasunananlah yang berhak menentukan keputusan dalam hubungannya dengan Mangkunegaran.

Hubungan Mangkunegaran terhadap Sunan sebagai Pangeran Miji sementara hubungan Mangkunegaran dengan kompeni sebagai Pangeran Amardika yang berarti terlepas dari urusan campur tangan Belanda. Untuk memperkokoh kedudukan R.M Said, Susuhunan menyerahkan kompleks bangunan milik bekas patih dan memberikan wilayah kekuasaan yang sebagian besar merupakan daerah rampasan R.M Said pada masa perjuangannya.

2

(39)

21

Praja Mangkunegaran merupakan salah satu bagian dari empat swapraja yang ada di Jawa Tengah. Wilayah Mangkunegaran terletak dibagian timur dan utara Surakarta, juga sebagian terletak di wilayah Kasunanan dan Kasultanan. Wilayah Mangkunegaran disebut sebagai desa Babok. Desa Babok merupakan tanah-tanah atau wilayah permulaan dari Praja Mangkunegaran. 3 Luas wilayah Mangkunegaran ketika berdiri sebesar 4000 cacah yang terdiri dari 2000 cacah di Keduwang dan 2000 cacah lainya terletak di Nglaroh (Wonogiri), Matesih, dan Gunung Kidul.4 Wilayah Praja Mangkunegaran terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak berdirinya kerajaan itu. Dengan berdirinya Mangkunegaran dan diberikannya tanah Kasunanan kepada Pangeran Mangkunegara, maka dapat dikatakan bahwa politik memecah belah yang dilakukan oleh Belanda cukup mempersempit kekuasaan kerajaan. Politik ini mempersulit perorganisasian kekuatan kerajaan-kerajaan di Swapraja, politik ini menguntungkan Belanda karena kekuatan kerajaan di Swapraja dapat dikendaliakan.

3 Sutrisno Adiwardoyo, 1974. ”

Pertumbuhan Kadipaten Mangkunegaran Sampai Masuknya Ke Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi IKIP Surakarta. halaman 28.

4

(40)

Tabel I.

Desa Babok Mangkunegaran dalam Perjanjian Salatiga 1757

Nama Daerah Jumlah (Jung)

Pajang (sebelah selatan jalan besar Surakarta-Kartosura) Pajang (sebelah utara jalan besar Surakarta-Kartosura) Mataram (pertengahan Yogyakarta)

Sumber: Pringgodigdo, op.cit. hal 10 dan Rouffaer, op.cit. halaman 6.

Menurut Wasino, wilayah dan batas-batas Praja Mangkunegaran yang didasarkan perjanjian Salatiga (tabel I) di atas itu memang kurang jelas. Hal ini dikarenakan, surat perjanjiannya sendiri hilang dan tidak dapat ditemukan. Jadi, data-data mengenai wilayah Mangkunegaran yang dikemukakan oleh Rouffaer dan Pringgadigdo di atas hanyalah perkiraan saja.5

Hubungan kerjasama dengan kekuatan asing memberikan keuntungan lebih bagi Mangkunegaran. Daerah Mangkunegaran diperluas dan Pangeran Mangkunegara memperoleh kebebasan lebih. Bertambahnya wilayah

5

(41)

23

Mangkunegaran pada tahun 1813 atas usaha dan dukungannya terhadap kekuasaan asing dalam perang melawan Kasultanan di bawah Hamengkubuwono II dan Perang Diponegoro memberikan wilayah tambahan sebesar 1000 cacah dan untuk mengatasi persekutuan antara Sunan dan Sultan melawan kekuasaan asing (Inggris)6 didirikanlah kerajaan Pakualaman pada 7 Maret 1813 dengan mengambil tanah dari Kasultanan dengan menunjuk Yogyakarta sebagai tempat istananya sebagaimana kerajaan Mangkunegaran di Surakarta.7 Tahun 1830 mendapat tambahan 500 cacah, itu juga mengambil wilayah Yogyakarta, karena Mangkunegara II pada waktu perang Diponegoro telah menduduki daerah Sukowati yang masuk daerah Kasultanan.8 Wilayah Mangkunegaran seluruhnya 5500 cacah dalam hal ini mendekati luas wilayah Kasunanan dan Kasultanan dan terlaksananya rencana pemerintah kolonial dalam mencegah terjadinya konflik besar di Jawa yang hampir seluruhnya disebabkan oleh keterlibatan para bangsawan Jawa.9 Pada tahun 1830 itu pula ditetapkannya batas-batas dari keempat kerajaan itu. Wilayah Mangkunegaran pada tahun 1900 mengalami perubahan yaitu penukaran tanah Mangkunegaran dengan tanah Kasunanan, dengan tujuan untuk menghindari adanya enclave.10

6

Kekuasaan Inggris dari tahun 1811 – 1816.

7

Th. M. Metz, 1939. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta: Reksa Pustaka. halaman 1.

8

G.P. Rouffaer, Op.cit. halaman 9.

9

Vincent J. Houben. Keraton dan Kompeni, Surakarta dan Yogyakarta 1830 – 1870. Terjemahan: E. Setyowati Alkhatab. 2002. Yogyakarta: Bentang Budaya. halaman 184 .

10

(42)

Berakhirnya perang Diponegoro memberikan masa damai yang panjang dan meluasnya pengaruh kapitalisasi pertanian di wilayah kerajaan yang memberi pengaruh yang mendalam dalam kelanjutan politik Mangkunegaran. Kekuatan modal swasta dan sistem sewa di tanah kerajaan sangat mempengaruhi kehidupan kaum bangsawan di wilayah kerajaan.

Para penguasa Mangkunegaran berhasil mendirikan kerajaan yang kuat karena kemampuannya dengan dibuktikan adanya penerus-penerus kekuasaan yang mampu melanjutkan eksistensi pemerintahan kerajaan Mangkunegaran. Adapun raja-raja yang ikut andil dalam pembentukan pemerintahan Mangkunegaran:

1. Masa Strukturisasi Praja Mangkunegaran

Strukturisasi berasal dari kata dasar struktur. Istilah struktur berasal dari bahasa Latin struere yang berarti mendirikan atau membangun. Oleh karena itu, masa strukturisasi Praja Mangkunegaran merupakan proses pembentukan Praja Mangkunegaran dari urusan berdirinya Praja, pembangunan sampai penataan struktur-struktur intern di kerajaan. Adapun penguasa yang kedudukannya sangat penting pada masa ini adalah Mangkunegara I sebagai penguasa pertama sekaligus pendiri dari Praja Mangkunegaran sebagai hasil dari perjuangannya selama 16 tahun. Mangkunegara I sebelum dinobatkan bernama Raden Mas Said. Ia merupakan cucu dari Sunan Amangkurat IV dari Mataram. Acte Van Verband

(43)

25

Mangkunegara II (1796-1835), menjadi penguasa dengan gelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Haryo Mangkunegara II menggantikan Mangkunegara I. Pada masa pemerintahannya, disamping mengelola di bidang ketataprajaan, beliau menjalin hubungan erat dengan kekuasaan asing yang dibuktikan adanya kerjasama Mangkunegara II dalam memadamkan pemberontakan-pemberontakan di daerah ataupun diluar daerah. Hasilnya wilayah kerajaan Mangkunegaran diperluas lagi yang semula luasnya 4000 cacah menjadi 5500 cacah.11

Mangkunegara III ( 1835-1853) adalah seorang putera dari seorang puteri Mangkunegara II, dengan gelar jabatan Pangeran Adipati Ario Prangwedana dan tahun 1842 memperoleh gelar Mangkunegara. Acte Van Verband pada penobatannya tidak disebutkan lagi adanya upacara tertentu hanya memuat bahwa penobatannya diberikan atas kebaikan dari pemerintah Hindia Belanda dan hanya sepengetahuan Sunan. Mangkunegara III diangkat dan dinobatkan sebagai pengganti Mangkunegara II dan mendapatkan hak untuk menguasai wilayah seluas 5500 cacah dan siap melayani pemerintah Hindia Belanda.12 Pemerintahan masa Mangkunegara III tepusat pada penertiban organisasi ketataprajaan dan peningkatan kegiatan bekerja di kalangan masyarakat.

2. Masa Modernisasi Praja Mangkunegaran

Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Jadi masa modernisasi Praja Mangkunegaran merupakan suatu proses perubahan sosial dimana seluruh

11

G.P. Rouffaer, Op.cit. halaman 28.

12

(44)

masyarakat Praja yang sedang memperbaharui identitasnya dengan berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat modern dengan tujuan mewujudkan masyarakat Praja yang maju atau modern sesuai dengan situasi dan kondisi.

Modernisasi sebenarnya identik dengan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Hal ini dibuktikan oleh penguasa selanjutnya, yakni Mangkunegara IV (1853-1881), putera dari Mangkunegara II yang lebih muda. Mangkunegara IV membuat terobosan yang mengindikasikan adanya kemajuan Praja. Usaha yang dilakukannya adalah pendirian pabrik Gula Tasikmadu dan Colomadu serta usaha pengadaan usaha mendirikan perkebunan-perkebunan di Praja Mangkunegaran. Mangkunegara IV melakukan terobosan modern dengan tujuan ingin memperkuat ekonomi Praja dan mengharapkan suatu acuan baru untuk perusahaan yang didirikannya.13 Kebijakannya ini sebagai tindak lanjut atas kebijakan dari pemerintah dan sebagai pandangan ekonomis sekaligus cikal bakal kerajaan bisnis Pura Mangkunegaran, hal ini sehubungan dengan adanya kebijakan politik dari pemerintah Kolonial tentang Cultuurstelsel dan penanaman perkebunan tebu yang ada di Jawa. Kesempatan peluang bisnis inipun tidak disia-siakan Mangkunegara IV.

Kegemilangan Praja Mangkunegaran dalam pertumbuhan ekonomi tersendat oleh kematian Mangkunegara IV. Mangkunegara V (1881-1896), sebagai pengganti penguasa wilayah Praja merupakan putra dari Mangkunegara IV. Mangkunegara V merupakan pemimpin yang kurang cakap sehingga nyaris membawa Praja Mangkunegaran jatuh dalam kebangkrutan dan menyebabkan

13

(45)

27

intervensi keuangan oleh kolonial. Hal itu membuat kondisi keuangan Praja sangat menderita dan adanya krisis ekonomi (1875-1890) yang diikuti dengan penurunan harga-harga hasil perkebunan menambah semakin terpuruknya Praja Mangkunegaran pada saat itu.14 Usaha untuk mengatasi kondisi tersebut Mangkunegara V terpaksa menggadaikan tanah tambak Terbaya dan persil Pindrikan, di Semarang.15 Hasil penggadaian tanah-tanah itu pun juga belum dapat merubah keadaan para pegawai ataupun keluarga Mangkunegaran. Usaha lain adalah dilakukannya pengurangan jumlah pegawai, dengan harapan untuk meringankan beban penggajian para pegawai lainnya.

Ketika awal tahun 1888 Gubernur Jenderal Mr. Cornelius Peinekar Herdeik berkunjung ke Mangkunegaran, beliau mengetahui benar kerusakan Praja Mangkunegaran dan selanjutnya memerintahkan Asisten Residen di Surakarta yang bernama Lange beserta Sekretaris bernama Rosenayer dengan surat keputusan tanggal 4 Maret 1888 untuk membenahi perekonomian Praja Mangkunegaran. Selain itu, pemerintah Belanda memberikan pinjaman uang sebesar dua juta rupiah yang digunakan untuk gaji para keluarga Mangkunegaran.16

(46)

dalam Acte van Verband. Usaha Mangkunegara VI di dalam perbaikan ekonomi Praja Mangkunegaran mengalami keberhasilan. Beliau dengan sifat hemat dan hidup sederhananya mampu mebereskan keuangan Praja dan mampu mengembalikan pinjaman kepada pemerintah Belanda. Keuangan Praja mengalami kemajuan sehingga penghasilan bisa dinaikkan. Mangkunegara VI lebih memilih segala macam kelebihan uang dikembalikan ke Kas Praja dan pada tahun 1916 raja turun tahta atas kemauannya sendiri.17

Raden Mas Soeparto putera ketiga Raja Mangkunegara V, melanjutkan masa pemerintahan yang ditinggalkan. Raden Mas Soeparto lahir tahun 1885 naik tahta sebagai Pangeran Adipati Ario Prabu Prangwedana dan tahun 1924 dinobatkan dengan gelar Pangeran Adipati Ario Mangkunegara VII. Pada saat acara penobatan Mangkunegara VII, Residen Nieuwenhuys selaku wakil pemerintahan pada waktu itu, menekankan dengan penobatan itu ingin membuktikan betapa baiknya pemerintahan Mangkunegara VII. Seorang Adipati yang harus menjadi teladan baik bagi rakyatnya.18 Mangkunegara VII memusatkan perhatian pada kehidupan dan kesejahteraan rakyat kecil. Adanya perubahan tradisi membuktikan modernitas kepemimpinan Praja Mangkunegaran yang berlanjut dan memasuki masa keemasan oleh kepemimpinan Mangkunegara VII dengan masa pemerintahannya yang spektakuler.

17

Th. M. Metz, Op.cit. halaman 7.

18

(47)

29

B. Kondisi Geografis Praja Mangkunegaran

1. Wilayah Praja Mangkunegaran Pada Masa Mangkunegara VII

Wilayah Mangkunegaran terletak di tanah Swapraja, yang dahulu merupakan bagian dari kerajaan Mataram bersama-sama dengan Kasunanan Surakarta, Kasultanan dan Pakualaman Yogyakarta.19 Mangkunegaran merupakan sebuah kerajaan kecil yang terletak di Karesidenan Surakarta.Praja Mangkunegaran menempati wilayah bagian utara dan timur Karesidenan Surakarta. Secara keseluruhan luas wilayah Mangkunegaran adalah kurang lebih 2.815,14 km². Perbandingan luas wilayah dari keempat Swapraja di Jawa Tengah itu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel II.

Sumber: T.H. M. Metz, 1939. “Mangkoe-nagaran: Analyse van een Javaanasch

Vorstendom”.Terjemahan: R. Tg. Muhammad Husodo Pringgokusumo, 1987. “Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Di Jawa”. Mangkunegaran: Reksa Pustaka, halaman 15.

Berdasarkan tabel II di atas, ibukota Mangkunegaran tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan Kasunanan Surakarta. Ibukota Mangkunegaran hanya

19

(48)

seperlima dari Karesidenan Surakarta, sedangkan empat perlimanya merupakan ibukota Kasunanan Surakarta.20 Di Karesidenan Yogyakarta, sebagian besar wilayahnya milik Kasultanan Yogyakarta hanya sebuah wilayah kecil yang terletak disebelah barat daya dan sebuah enclave disekitar istananya merupakan wilayah Paku Alaman.21 Jika dibandingkan dengan wilayah Paku Alaman, wilayah Mangkunegaran lebih luas. Apabila dilihat dari kesuburan tanahnya, Praja Mangkunegaran memiliki tingkat kesuburan tanah yang buruk.

Wilayah Mangkunegaran meliputi lereng barat dan selatan Gunung Lawu, dan meluas sampai daerah hulu Sungai Bengawan Solo menuju Gunung Kidul. Bagian selatan dari wilayah Mangkunegaran ini membentang pada bagian timur Gunung Lawu yang tandus hingga Samudra Hindia.22 Di sebelah barat laut wilayah Praja Mangkunegaran membentang dari dataran rendah Bengawan Solo sampai pada ujung kaki gunung Merapi dan Merbabu yang keduanya memiliki tanah yang sangat subur.

Istana atau Pura Mangkunegaran dikelilingi oleh bangunan tembok seluas ± 10.000 m², terletak di sebelah barat laut Keraton Surakarta. Di dalamnya terdapat halaman untuk tempat latihan Legiun (pamedan) dan sebuah kompleks yang terdiri dari bangunan yang menarik dan terpelihara dengan baik berupa kantor, pendopo untuk pertemuan umum, dan tempat kediaman Pangeran beserta

20

Darsiti Soeratman, Op.cit., halaman 2.

21

G.D Larson, 1990. Masa Menjelang Revolusi, Kraton dan Kehidupan Politik di Surakarta 1912-1942. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. halaman 1.

22

Wasino,1996. “Politik Etis dan Modernisasi Pendidikan di Mangkunegaran

(49)

31

keluarganya. Di luar kompleks adalah perkampungan dan rumah-rumah pegawai termasuk anggota Legiun.23

Letak antara keraton Surakarta, Istana Mangkunegaran, rumah Residen, dan kepatihan tidak berjauhan. Benteng Vastenburg dibangun berdekatan dengan keraton dan rumah Residen. Jarak antara Keraton dan Istana Mangkunegaran tidak berjauhan keduanya hanya dibatasi dengan jalan raya Slamet Riyadi (sekarang) dan jalan kereta api pada waktu itu. Praja Mangkunegaran terletak di sebelah utara jalan kereta api dan Kasunanan Surakarta terletak di sebelah selatannya.24 Perkembangan suatu wilayah biasanya mencakup unsur-unsur seperti keluasan, kepadatan, heterogenitas, sosial, pasar, fungsi administratif, sumber kehidupan, dan unsur budaya yang membedakan kelompok sosial yang lain. Karakteristik wilayah dapat dilihat dari komunikasi yang cepat, transportasi yang efisien, persedian fasilitas sanitasi yang memadai, juga tingkat pendidikan dan aktivitas ekonomi yang berjalan baik dan lancar.

Wilayah administrasi merupakan wilayah yang menjadi pusat kegiatan dalam mengatur pemerintahan. Pembagian wilayah administrasi Praja Mangkunegaran mengalami beberapa perubahan, hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengelolaan wilayah tersebut untuk kemajuan dan kemakmuran Praja Mangkunegaran. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro III perubahan terjadi untuk pertama kalinya, pada tahun 1847 Praja Mangkunegaran dibagi atas tiga daerah Onderregentschap, yaitu: Wonogiri (meliputi Laroh, Hanggabayan, dan Keduwang), Karanganyar (meliputi Sukawati, Matesih, dan

23

Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. 1999. Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. halaman 10.

24

(50)

Haribaya), dan Malangjiwan.25 Di tahun 1875, perubahan kembali dilakukan untuk yang kedua kalinya, yaitu dengan penghapusan Onderregentschap

Malangjiwan dan kemudian dibentuk Onderregentschap Baturetno yang wilayahnya meliputi tanah Wiraka dan Sembuyan. Dengan demikian pada masa pemerintahan Mangkunegoro IV, Praja Mangkunegaran dibagi menjadi tiga wilayah admistrasi yaitu: Wonogiri, Karanganyar, dan Baturetno.26

Perubahan pembagian wilayah dilakukan lagi pada tahun 1891 masa pemerintahan Mangkunegoro V. Onderregentschap Baturetno dihapuskan dan wilayahnya digabungkan dengan Onderregentschap Wonogiri.27 Pada tahun 1903 di bawah pemerintahan Mangkunegoro VI terjadi perubahan wilayah yang keempat kalinya, yaitu dibentuk Onderregentschap Kota Mangkunegaran. Dengan demikian daerah Praja Mangkunegaran terbagi menjadi tiga wilayah administrasi yaitu: Kota Mangkunegaran, Wonogiri, Karanganyar, dan ditambah Enclave

Ngawen.28

Pada masa awal pemerintahan Mangkunegoro VII wilayah administrasi Praja Mangkunegaran tetap menjadi tiga wilayah, tetapi di tahun 1929 terjadi perubahan wilayah administrasi lagi yang dilakukan dalam rangka penghematan. Hal itu dilakukan oleh Mangkunegoro VII dikarenakan pada saat itu dampak-dampak krisis ekonomi yang terjadi di seluruh penjuru dunia sudah mulai

25

Sutrisno Adiwardoyo, op.cit. halaman 30

26

Daryadi, 2009, “Pembangunan Perkampungan di Kota Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII”, Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. halaman 25.

27

Wasino, 1994. “Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran (Akhir Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis Universitas Gajah Mada Yogyakarta. halaman 54

28

(51)

33

dirasakan oleh Praja Mangkunegaran. Oleh karena itu Mangkunegoro VII menghapus Kabupaten Kota Mangkunegaran, dan wilayahnya dimasukkan ke wilayah Kabupaten Karanganyar. Perubahan itu tidak berlangsung lama, setahun kemudian diadakan perubahan lagi yaitu penghidupan lagi Kabupaten Kota Mangkunegaran. Bekas daerah Kabupaten Karanganyar menjadi daerah Kabupaten Kota Mangkunegaran.29

Pada tahun 1930 wilayah administrasi Praja Mangkunegaran menjadi dua wilayah yaitu: Kabupaten Kota Mangkunegaran (meliputi Kawedanan Kota Mangkunegaran, Kawedanan Karanganyar, Kawedanan Karang Pandan, Kawedanan Jumapolo) dan Kabupaten Wonogiri (meliputi Kawedanan Wonogiri, Kawedanan Jatisrono, Kawedanan Wuryantoro, Kawedanan Baturetno).

Istana Mangkunegaran sebagai pusat bagi berkembangnya Praja. Daerah yang berada diluar istana dalam perkembangannya secara konsentris harus mengikuti seperti yang ada di pusat yaitu istana. Jadi Praja Mangkunegaran merupakan pola dasar dan kerangka acuan bagi wilayah yang berada jauh di luar istana.

2. Struktur Penduduk di Praja Mangkunegaran Pada Masa Mangkunegara VII

Raffles dalam pemerintahannya (1811-1816), memperhitungkan bahwa penduduk pulau Jawa sebanyak 4,5 juta jiwa. Menurut sensus penduduk sekitar tahun 1930 pertambahan penduduk pulau Jawa telah berjumlah 40 juta jiwa.30 Pertumbuhan penduduk tidak semata-mata tergantung pada masalah ekologis dan

29

Sutrisno Adiwardoyo, op.cit. halaman 31.

30

(52)

alamiah serta perkembangan teknologi saja, terlibat pula faktor-faktor sosial-ekonomi lainnya seperti kesehatan, keamanan, dan sebagainya. Semua ini tentunya terpusat pada masalah perbandingan antara kematian dan kelahiran.

Tabel III. Sensus penduduk wilayah Mangkunegaran (Kota Mangkunegaran, Wonogiri, Ngawen) tahun 1930

Sumber: T.H. M. Metz, 1939. “Mangkoe-nagaran: Analyse van een Javaanasch Vorstendom”. Terjemahan: R. Tg. Muhammad Husodo Pringgokusumo, 1987. Mangkunegaran: Reksa Pustaka,

halaman 15.

Pertumbuhan penduduk juga terjadi di daerah Mangkunegaran salah satu daerah Swapraja yang wilayahnya tergolong cukup luas diantara daerah Swapraja lainnya. Berdasarkan sensus tahun 1930 (tabel III), menjelaskan jumlah penduduk Mangkunegaran secara keseluruhan adalah 908.318 jiwa.31 Jumlah penduduk tersebut tersebar di seluruh wilayah Praja Mangkunegaran. Awal abad XX, tercatat Praja Mangkunegaran mempunyai wilayah dari arah utara ke selatan. Bagian tengah merupakan kota lama yang didiami oleh beberapa etnik yang

(53)

35

Perkampungan orang-orang Eropa yang meliputi rumah Residen, kantor-kantor, gereja, gedung pertunjukan, gedung-gedung sekolah, toko-toko dan benteng Vastenburg berkedudukan sebagai pusatnya. Perkampungan orang Eropa atau Belanda di sekitar benteng terletak di daerah Loji Wetan, dengan ditandai bangunan yang berbentuk Loji dan menggunakan batu bata. Istana Mangkunegara terletak di sebelah selatan Kali Pepe. Perkampungan orang-orang Eropa atau Belanda di kota Mangkunegaran didaerah sebelah utara Pamedan dinamakan

Villapark. Villapark merupakan kampung Belanda yang didalamnya memiliki perencanaan infrastruktur yang baik, sehingga kampung tersebut mempunyai sarana dan prasarana yang memadai bagi penduduknya.

(54)

Stuktur sosial ini juga berlaku di seluruh daerah kekuasaan Kolonial Belanda, termasuk daerah Praja Mangkunegaran.

Penduduk Praja Mangkunegaran seperti halnya dengan penduduk Jawa Tengah dan sebagian besar Jawa Timur mayoritas berasal dari suku Jawa, dan beragama Islam hal ini sesuai dengan corak kerajaan yang ada di Jawa yaitu kerajaan Islam. Stratifikasi sosial masyarakat Surakarta secara hierarki terbagi dalam tiga kelompok sosial yaitu:

1. Sentana Dalem, meliputi raja dan keluarga raja. 2. Abdi Dalem, meliputi pegawai dan pejabat kerajaan. 3. Kawula Dalem, meliputi rakyat biasa.33

Untuk menentukan posisi seseorang berada dalam kelompok sosial tertentu diperlukan dua kriteria. Pertama, prinsip kebangsawanan yang ditentukan oleh hubungan darah seorang dengan penguasa. Kedua, posisi seseorang dalam hirarki birokrasi. Seseorang yang mempunyai kriteria-kriteria tersebut dianggap termasuk golongan elit. Mereka yang diluar golongan itu dianggap sebagai rakyat kebanyakan.34 Struktur penduduk di wilayah kota Mangkunegaran di bagi menjadi empat golongan dan memiliki peranan masing-masing, yakni: (1) Golongan Bangsawan (Kasatriyan) terdiri dari Adipati Mangkunegoro, putera, menantu, dan ipar Mangkunegoro, serta Sentana Dalem, (2) Golongan Pegawai Sipil (Narapraja) terdiri dari Patih, para wedana dari berbagai departeman, para mantri

dari berbagai kemantren, dan para pegawai rendahan atau priyayi rendahan, (3) Golongan Militer (Wirapraja) berdasarkan atas tingkat kepangkatan seseorang

33

Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. Op.Cit. halaman 28.

34

(55)

37

yaitu opsir dan bawahan. Opsir terdiri dari seseorang yang berpangkat mayor sampai kolonel, dan letnan sampai kapten. Bawahan meliputi sersan sampai ajudan opsir bawah, dan fusiler sampai dengan kopral atau anak buah, dan (4) Rakyat (Kawula) terdiri dari tukang-tukang, buruh industri perkebunan, tukang cukur, pedagang, dan sebagian besar adalah petani .35 Struktur penduduk itu juga terdapat di daerah-daerah lain di Praja Mangkunegaran.

C. Lingkungan Fisik Istana Mangkunegaran

Praja Mangkunegaran dibangun pada masa Mangkunegara I, sebagai wujud hasil perjuangannya melawan pemerintah Kompeni Belanda. Pendirian keraton Mangkunegaran merupakan konsep mengenai pusat kekuatan kosmis yang dikelilingi oleh kekuatan makhluk hidup dan unsur alam semesta. Keraton didirikan berdasarkan “pangolahing budi”, yaitu pakarti lahiriyah dan pakarti batiniyah. Pakarti lahiriyah mengandung tuntunan bahwa manusia hidup dalam tingkah laku serta ucapan yang tidak menyimpang dari budi luhur. Pakarti batiniyah yakni dengan cara semedi, meditasi, atau bertapa untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Hasil dari pangolahing budi disebut dengan budaya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa budaya keraton merupakan tuntunan hidup berdasarkan pangolahing budi.36 Filsafat politik Jawa menjelaskan bahwa negara paling padat di pusat ibukota dan kekuatan raja memancar sampai ke desa-desa. Kekuatan itu ada karena seluruh kekuatan menjaga keraton dan kekuatan memberikan perlindungan serta memberi keselamatan pada para penghuninya.

35

Th. M. Metz, op.cit. halaman 17.

36

(56)

Pura Mangkunegaran memiliki dua bangunan, yaitu bangunan utama berupa joglo atau limasan dan bangunan disekelilingnya didirikan berdasarkan arsitektur Belanda. Bangunan kedua digunakan sebagai asrama tentara kavaleri. Bangunan yang ada di Pura Mangkunegaran, antara lain:

1. Pamedan yaitu halaman luas yang berfungsi sebagi tempat latihan militer legiun Mangkunegaran.

2. Reksa Wahana yaitu sebagai tempat menyimpan kereta-kereta dan memelihara kuda, terletak di sebelah kanan pamedan.

3. Pendopo Ageng yang terletak di tengah-tengah bangunan utama dan merupakan tempat pertunjukan kesenian, menyimpan gamelan, dan terutama sebagai tempat jamuan dan upacara-upacara resmi.

4. Pringgitan yang disebut juga sebagai beranda dalem, yang letaknya lebih tinggi dari pendopo. Pringgitan ini berbentuk kutuk ngambang dan sering dipakai untuk pertunjukan wayang, tetapi fungsi utamanya sebagai tempat menerima tamu.

5. Panetan merupakan jalan bagi kereta tamu dan terletak diantara pendopo dengan pringgitan.

6. Dalem Ageng yaitu bangunan yang terletak di sebelah dalam pringgitan, merupakan tempat diadakannya upacara-upacara resmi.

7. Dimpil merupakan tempat pemujaan nenek moyang dan menyimpan pusaka.

8. Bale Warni merupakan tempat tinggal permaisuri dan putri-putrinya. 9. Pracimasana merupakan tempat untuk menerima tamu sehari-hari dan

(57)

39

10.Bale Peni merupakan tempat tinggal Mangkunegoro dan menerima tamu laki-laki.

11.Purwosana yang terletak diseputar bale warni dan bale peni merupakan tempat tinggal para wanita yang mempunyai hubungan keluarga dengan Mangkunegoro yang sudah memerintah.

12.Panti Putra yaitu tempat tinggal putra-putra yang masih ada hubungan keluarga dengan Mangkunegoro.

13.Prangwedanan merupakan tempat tinggal putra mahkota calon pengganti Mangkunegoro yang sedang memerintah. Letaknya diantara perkantoran mandrapura dan panti putra.

14.Mandrapura merupakan perkantoran dimana semua pekerjaan yang berhubungan dengan penataan dan pengaturan administrasi. Letaknya diantara timur dan barat pendopo.

Gambar

Tabel II.
Tabel III. Sensus penduduk wilayah Mangkunegaran (Kota  Mangkunegaran, Wonogiri, Ngawen) tahun 1930
Tabel IV. Anggaran Pekerjaan Umum  Praja Mangkunegaran 1916  – 1933
Tabel V. Waduk-Waduk di Mangkunegaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka akan dilakukan penelitian dengan judul : “Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Biologi

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “ Bagaimana hubungan masa kerja, postur

Pengaruh Demokratisasi Terhadap Pembangunan Ekonomi Di Rusia Pada Masa Pemerintahan Boris Yeltsin; Phita Crystalia Pramestiwi, 080910101048, 2014: 113 halaman;

Batik Larangan yang mengandung makna filosofis di Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sri Sultan HB VII adalah motif huk.. Motif huk tergolong motif non

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern

Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah adalah (1) Bagaimana peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kecamatan Kandeman Kabupaten

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana respon masyarakat terhadap pembangunan

Batik Larangan yang mengandung makna filosofis di Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sri Sultan HB VII adalah motif huk.. Motif huk tergolong motif non geometris