SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra Dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
OLEH:
ACHMADSHOFA
C.0504003
FAKULTAS
SASTRA
DAN
SENI
RUPA
UNIVERSITAS
SEBELAS
MARET
ii
SISTEM
PENGELOLAAN
PASAR
DI
PRAJA
MANGKUNEGARAN
PADA
MASA
PEMERINTAHAN
MANGKUNEGORO
VII
TAHUN
1916-1944
Disusun Oleh:
Achmad Shofa
C. 0504003
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing,
Drs. Sri Agus, M.Pd
NIP. 195908131986031001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum
iii Disusun oleh
ACHMAD SHOFA
C. 0504003
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal:
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. ---
NIP. 195806011986012001
Sekretaris Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum ---
NIP. 195402231986012001
Penguji I Drs. Sri Agus, M.Pd. ---
NIP. 195908131986031001
Penguji II Dr. Warto, M.Hum ---
NIP. 196109251986031001
Dekan
Fakultas Sastra Dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A
iv
PERNYATAAN
Nama : ACHMAD SHOFA
NIM : C0504003
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Sistem Pengelolaan Pasar
di Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun
1916-1944 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang
lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan)
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari
skripsi tersebut.
Surakarta, 2010
Yang membuat pernyataan,
v
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang (Q.S. Al Fatihah: 1)
Seseorang yang makan hasil usahanya sendiri, itu lebih baik.
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Ayah dan Bunda tercinta
Kakak-kakakku tersayang
Adik-adikku tersayang
vii
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
karunia, berkah, dan rahmat-Nya sehingga penulis berhasil dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan
Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari dengan segala keterbatasan kemampuan yang dimiliki
penulis, bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan,
bantuan serta dorongan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung
kepada penulis. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah
memberikan kemudahan dan ijin untuk melakukan penelitian.
2. Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum, selaku Ketua Jurusan dan Pembimbing
Akademik yang telah memberikan ijin dalam penulisan skripsi ini.
3. Drs. Sri Agus, M. Pd, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
banyak bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
4. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Sejarah yang telah memberikan banyak ilmu
kepada penulis.
5. Seluruh staf UPT Perpustakaan Pusat UNS yang telah membantu penulis
viii
6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret.
7. Seluruh staf Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran.
8. Teman-teman angkatan 2004, Andika, Daryadi, Amin, Imah, Nurus, Ning, dll
yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan selama belajar di
Jurusan Ilmu Sejarah dan selama menyusun skripsi ini.
9. Ayah, Ibu, kakak-kakak ku, Adik-adik ku yang selalu memberi saran,
dorongan dan semangat kepada penulis.
10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis menharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna
bagi pembaca.
Surakarta,
ix A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7 PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII (1916-1944) A. Pasar-Pasar Kabupaten Dalamkota Mangkunegaran ... 18
B. Pasar-Pasar Kabupaten Karanganyar ... 37
x
BAB III SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA
MANGKUNEGARAN PADA MASA MANGKUNEGARA VII
(1916-1944)
A. Pengelolaan Pasar ... 51
1. Kabupaten Parimpuna ... 51
2. Peraturan Pasar ... 56
3. Sistem Retribusi ... 62
4. Rarantaman Keluar Masuknya Uang Praja Mangkunegaran ... 65
5. Perawatan dan Perbaikan Pasar ... 66
6. Kasus-Kasus yang Terjadi ... 67
B. Peran Mangkunegara VII dalam Pengelolaaan Pasar ... 68
1. Pembentukan Kabupaten Parimpuna ... 69
2. Pengembangan Pasar ... 69
3. Subsidi Dana ... 71
BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI PASAR BAGI MASYARAKAT MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII A. Terjadinya Urbanisasi ... 73
B. Membuka Lapangan Pekerjaan Baru ... 77
C. Meningkatkan Taraf Ekonomi Masyarakat ... 81
BAB V KESIMPULAN ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 89
DAFTAR INFORMAN ... 92
xi
1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran Tahun 1928-1929 ... 20
2. Susunan Acara Penghargaan Triwindu Tanggal 24-25 Juni 1939 ... 29
3. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Boyolali ... 36
4. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Prambanan ... 37
5. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Wonogiri ... 50
6. Gaji Inspektur, Ajund Inspektur, dan Punggawa Lainnya ... 55
xii
DAFTAR GRAFIK
1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran Tahun 1918-1926 ... 21
2. Jumlah Pasar Tahun 1928 - 1938 ... 23
xiii
1. Istilah
Barter : Tukar-menukar.
Cikar : Alat transportasi pada jaman dahulu
Ider : Berjualan dengan cara berkeliling dari satu tempat
ke tempat lain.
Koplakan (Standplaats) : Tempat untuk menaruh gerobak/ binatang tarikan
Kulakan :
Legiun : Pasukan bala tentara
Los : Tempat untuk berdagang..
Lurah : Kepala kalurahan.
Nglaju : perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Padhasaran pasar : Tempat untuk meletakkan barang dagangan.
Palataran pasar : Halaman pasar.
Panewu : Kepala rendahan yang membawahi 1000 cacah
Inspektur Markwezen : Kepala pasar
Villa park : Pemukiman orang-orang Eropa
Vorstenlanden : Kerajaan Jawa
Wedana : Kepala distrik.
2. Singkatan
B.R.M.H : Bendara Raden Mas Harya
H.I.S : Hollands Inlandshe Scholl
K.G.P.A.A : Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati.
K.R.T. : Kanjeng Raden Tumenggung
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kota Mangkunegaran Tahun 1939 ... 96
2. Denah Pasar Legi Tahun 1939 ... 97
3. Gambar-Gambar Pasar Legi... 98
4. Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun
1928-1929 ... 100
5. Surat – Surat tentang Biaya Untuk Perbaikan Pasar dan Perbaikan Pasar
Legi ... 105
6. Hal: Rencananya Jalannya Lomba Lari 10 Km Sebagai Penghormatan
Triwindu 25 juni 1939 ... 107
7. Berkas Habisnya Uang untuk Begrooting Perayaan Triwindu dan Partinituin
Tahun 1939 ... 109
8. Keluarnya Uang Perjamuan Triwindu Bertahtanya Mangkunegoro VII yang
Dikeluarkan oleh Kabupaten Mandrapura ... 113
9. Rarantaman Keluar Masuknya Uang Praja Mangkunegaran dari Kabupaten
xv
Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini berjudul Sistem Pengelolaan Pasar di Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun 1916 – 1944. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui (1) Perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII (2) Sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII (3) Pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang bertumpu pada empat tahapan yaitu heuristik atau pengumpulan data, kritik sumber yang terdiri kritik intern dan ekstern, interpretasi atau analisis data, dan historiografi atau penulisan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dan studi pustaka. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, dan sosiologi
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pasar-pasar tradisional milik Mangkunegaran pada masa KGPAA Mangkunegara VII mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari adanya upaya-upaya Mangkunegoro VII dalam pengembangan pasar-pasar tradisional, seperti pendirian pasar-pasar baru, renovasi pasar, perbaikan pasar baik yang rusak ringan ataupun rusak berat dan pengadaan fasilitas-fasilitas untuk kegiatan di pasar. Selain itu Mangkunegara VII juga membuat beberapa perturan pasar yang termuat dalam Rijksblad Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegara VII juga terdapat sistem pengelolaan pasar yang sudah terstruktur dengan baik.
xvi
ABSTRCT
Achmad Shofa. C0504003. 2010. Market management system in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII government period at 1916 – 1944. Thesis: Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University.
The title of this research is Market management system in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII government period at 1916 – 1944. The purposes of this research are to show the market development in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII period. The market management system in
Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII period. The social and economic influence for the residents of Mangkunegaran at Mangkunegara VII period.
The method of this research is historic method consist of four steps, there are heuristic, resource critic consist of intern critic and extern critic, interpretation or analytical data, and historiograpic. The collecting data technique is document study and book study. From collecting data, data will be annalistic and interoperated based on the chronological. For annalistic data, another social knowledge approach used as helpful study in history knowledge. The approach used in this research is economic approach and sociologic approach.
From the research we can conclude that traditional markets development belongs to Mangkunegaran in KGPAA Mangkunegara VII period was developed. It can showed by Mangkunegoro VII efforts in developing traditional markets, for example building new markets, renovating market, recycling hard broken market or low broken market, and making facilitation for market activities. Beside that,
Mangkunegara VII also makes some market rules in Rijksblad Mangkunegaran. In
Mangkunegara VII period also any market management system has been constructed
well.
1
A. Latar Belakang Masalah
Dalam ilmu Ekonomi menurut Baptist Say, teori ekonomi dibagi menjadi
empat kegiatan ekonomi yaitu produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi yang
komuditasnya berupa barang dan jasa.1 Manusia melakukan berbagai kegiatan
ekonomi tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada awalnya untuk
memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perdagangan dengan sistem barter
atau saling menukar barang. Dalam sistem barter, suatu barang tertentu ditukar
dengan barang lain tanpa menggunakan standar alat tukar. Kegiatan tukar itu
muncul karena adanya kebutuhan masyarakat dan itu terjadi dengan berdasarkan
pada suatu persepakatan antar kelompok orang.
Setelah sistem mata uang masuk dalam kehidupan ekonomi masyarakat,
maka kegiatan pertukaran itu kemudian diganti dengan menggunakan uang
sebagai alat tukar yang disebut sistem jual-beli. Pada perkembangan selanjutnya,
seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan ekonomi masyarakat maka
diperlukan suatu tempat tertentu untuk mendapatkan barang kebutuhan mereka.
Selain itu barang-barang produksi setelah dikonsumsi sendiri juga membutuhkan
penyaluran. Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan itulah, diperlukan tempat untuk
bertemu antar orang di berbagai jurusan untuk menjual, membeli atau menukar,
1
2
maka kemudian terjadilah suatu Pasar.2
Konsep dasar timbulnya pasar karena munculnya kebutuhan ekonomi
masyarakat setempat. Namun, terdapat faktor lain dalam munculnya pasar jika
dilihat dari sekilas sejarah pasar yang dibangun di Mangkunegaran.
Mangkunegaran merupakan daerah Vorstenlanden dan ini di tanah kekuasaan
kolonial Belanda. Munculnya pasar-pasar di daerah Vorstenlanden, terlepas dari
faktor kebutuhan ekonomi masyarakat, yaitu sebagai salah satu dampak dari
industrialisasi di daerah tersebut.
Mangkunegara VII adalah adipati yang memperhatikan rakyat kecil.
Beliau selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebagai
contohnya beliau membina para pedagang kecil dan memberikan kesempatan
berusaha dengan membuka Pasar Triwindu. Selain berdampak positif bagi rakyat
keberadaan pasar juga mempunyai peranan ekonomi bagi pemerintahan Praja
karena merupakan salah satu perusahaan milik praja dan dikelola oleh Praja.
Keberadaan pasar bisa memberikan tambahan pendapatan melalui pajak-pajaknya
bagi sumber dana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Itulah visi
Mangkunegoro VII dalam mendirikan maupun merenovasi pasar. Karena Selain
bisa meningkatkan perekonomian rakyat, pasar juga bisa menghasilkan
keuntungan bagi pemerintahan praja.3
Pasar yang berada di wilayah Mangkunegaran merupakan salah satu
perusahaan milik Praja Mangkunegaran, Praja membangun gedung-gedungnya
2
Soetardjo Kartohadikusumo, 1965, Desa, Jakarta: Sumur Bandung, Hal: 6. 3
dan menyewakan petak-petaknya.4 Maka segala urusan yang berkaitan dengan
masalah pasar berada di bawah pengawasan Praja, dalam arti peraturan yang
diambil harus sepengatahuan pemerintah kolonial, dalam hal ini Residen
Surakarta.5
Berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No.9 pasar tediri dari
beberapa bagian yaitu los-los atau rumah-rumah yang ada di atas wilayah yang
dijadikan pasar, palataran pasar (halaman pasar) yang digunakan untuk
meletakkan barang dagangan dan untuk jual beli. Halaman pasar tidak boleh
dibangun los-los atau rumah secara permanen kecuali dengan ijin inspektur, dan
koplakan adalah tempat untuk menaruh gerobak atau binatang tarikan. Pasar
tersebut diberi batas yang jelas dari wilayah atau jalan yang ada di dekatnya.
Adapun pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran terbagi menjadi 9 distrik, antara
lain: Distrik Dalamkota, Distrik Wonogiri, Distrik Wuryantoro, Distrik Baturetno,
Distrik Jatisrono, Distrik Purwantoro, Distrik Karanganyar, Distrik
Karangpandan, Distrik Jumapolo. 6
Pada periode pemerintahan Mangkunegara I (1757-1795) sampai akhir
pemerintahan Mangkunegara III (1835-1852) di Mangkunegaran hanya ada empat
pejabat yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di pemerintahan
Mangkunegaran, mereka disebut “Priyayi Punggawa”. Para punggawa ini
mempunyai kewajiban menjalankan pemerintahan Mangkunegaran, seperti
4
4
menerima pajak tanah dan lain-lain. Dari keempat punggawa ini yang paling
menonjol diangkat menjadi pemimpin dari rekannya dan sekaligus menjadi Patih
di Mangkunegaran.
Struktur organisasi pemerintahan Mangkunegaran mulai mantap kelihatan
pada tanggal 11 Agustus 1867 (Periode Pemerintahan Mangkunegara IV) dengan
terbentuknya 9 (sembilan) Kawadanan (Di luar legiun dan kesentanaan / keluarga
Raja). Kawedanan yang pertama adalah Kawadanan Hamongpraja membawahi
Sastralukita (Sekretariat), Reksapustaka (Arsip) dan Pamong Siswo (Pendidikan).
Kedua adalah Kawadanan Reksapraja membawahi Polisi, Margatama (mengurusi
jalan, jembatan dan bangunan), dan Jaksa. Ketiga adalah Kawadanan Kartapraja
membawahi Kartausaha (urusan perusahaan, terutama perusahaan perkebunan)
dan Martanimpuna (urusan pajak). Keempat adalah Kawadanan Martapraja
membawahi Reksahardana (Bendaharawan/ Keuangan). Kelima adalah
Kawadanan Kartipraja membawahi Kartipura (merawat bangunan kota, urusan
bangunan istana dan urusan kebakaran). Keenam adalah Kawadanan
Reksawibawa membawahi Reksawarasta (urusan persenjataan), Reksawahana
(urusan kendaraan) dan Langenpraja (urusan kesenian). Ketujuh adalah
Kawadanan Mandrapura membawahi Mandrasasana (urusan meubel istana),
Reksapradipta (urusan lampu istana), Subapandaya (urusan perkakas pecah belah
istana) dan Reksasunggata (urusan penyajian segala hidangan di istana).
Kedelapan adalah Kawadanan Purbaksana membawahi Reksabaksana (urusan
persedian dan pembagian bahan makanan istana, seperi beras, teh, gula, dan
Tanulata (urusan rumput dan padi). Kesembilan adalah Kawadanan Yogiswara
membawahi Ketib, Naib, Mardikan (mengajar agama, shilat dan mengurus
kuburan) dan Ngulama
Pengorganisasian seperti tersebut di atas menjadi panutan dari struktur
organisasi selanjutnya dengan tambahan sesuai dengan perkembangan jaman dan
kebutuhan, termasuk didalamnya penggabungan dan pemecahan menjadi
beberapa unit. Ini bisa terlihat pada struktur organisasi Mangkunegaran tahun
1916, 1924, 1930, 1942, 1945, 1949, dan selanjutnya.
Kawadanan Purbaksana, Reksawibawa, Mandrapura, digabung menjadi
Kawadanan Mandrapura (urusan istana). Hanya urusan Wreksapandaya (urusan
hutan) bagian dari Purbaksana, berdiri sendiri menjadi Kabupaten Wanamarta
(kehutanan). Reksapustaka dipecah menjadi 2: Reksapustaka (perpustakaan) dan
Reksawilapa (arsip). Dalam perkembangan selanjutnya ada urusan beasiswa
(studie fonds) dan urusan pensiun (pensiun fonds). Kemudian ada urusan
Sindumarta (urusan irigasi), tahun 1934 terjadi penggabungan Kartipraja dan
Sindumarta menjadi Sindupraja (pekerjaan umum), kemudian muncul urusan
Pangrehpraja, urusan Parimpuna (urusan pasar), urusan Sanitria (urusan
kesentanaan, keluarga raja), dan urusan Barayawiyat (urusan pendidikan), urusan
Yatnanirmala (urusan kesehatan), urusan Kartausaha (urusan
perusahaan-perusahaan) diperluas lagi dengan adanya “Dana Milik Mangkunegaran”, seperti
Pabrik Gula Colomadu, Tasikmadu, Perusahaan Kopi, Serat, Teh, dan persewaan
rumah. Urusan pertanahan, pajak tanah, ukur tanah, perumahan dan lain-lain
6
(urusan perekonomian) yang mencakup masalah perekonomian, pengawasan
makanan rakyat, pertanian, kehewanan, pegadaian, dan lain-lain.7
Pembaharuan-pembaharuan dalam organisasi pemerintahan pada masa
Mangkunegara VII ditetapkan dalam Rijksblad No. 37 tahun 1917 yang
kemudian disusul dengan Rijksblad No. 10 tahun 1923. Berdasarkan kedua
pranatan dalam Rijksblad itu, maka ada beberapa perubahan dalam struktur
birokrasi dan jabatan-jabatan yang ada didalamnya.
Rancangan struktur pejabat Martanimpoena dan Parimpoena merupakan
kabupaten yang masih tergolong dalam Pangrehpraja yang berada dalam
pengawasan pemerintahan Hindia-Belanda. Masing-masing kabupaten tersebut
pegawainya merupakan gabungan antara pegawai pribumi dengan pegawai
Belanda. Pada tahun 1942 sampai 1947 Kabupaten Martanimpoena setelah
diubah menjadi Kabupaten Martapraja,8 dimana pecah menjadi dua yakni Kantor
Martanimpoena yang memegang dan mengurusi masalah pajak dan penghasilan
lainnya, sedangkan Kantor Parimpoena yang mengurusi masalah pasar.9 Dalam
struktur organisasi Praja Mangkunegaran Kabupaten Parimpoena terdiri dari
Inspektur Markwezen, Adjun InspekturPasar, Lurah Pasar, DemangParimpuna,
Kontrolir, Kepala Pasar dan beberapa pegawai lainnya.10 Semua orang yang
7
Istana Mangkunegaran dan Badan Arsip Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, Inventaris Arsip Pemerintahan Mangkunegaran IV (1853 - 1881), Surakarta: Reksawilapa Mangkunegaran, Hal: viii – xi.
8
Turunan Surat Keputusan (Kakancingan) tentang Kabupaten Martanimpuna digabung dengan Kabupaten Parimpuna dengan nama Kabupaten Martapraja, Kode Arsip FF. 441, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
10 Rijksblad Mangkenagaran 1917, No. 23 pasal 27
bertugas dalam dinas kepasaran ini diangkat dengan suatu sumpah juga seperti
pejabat lainnya pada waktu upacara pengangkatan. Inspektur Markwezen
mempunyai kedudukan langsung di bawah pimpinan Assisten Residen. Inspektur
Markwezen ini diangkat oleh Mangkunegara dengan persetujuan residen
Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa
Mangkunegara VII?
2. Bagaimana sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada masa
Mangkunegara VII?
3. Bagaimana pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat
Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada
masa Mangkunegara VII.
2. Untuk mengetahui sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada
masa Mangkunegara VII.
3. Untuk mengetahui pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat
8
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian
pengetahuan dalam ilmu sejarah khususnya sejarah sosial ekonomi.
2. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan tentang sistem
pengelolaan pasar dan perkembangan pasar pada masa pemerintahan
Mangkunegara VII dan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan
pendidikan dan penelitian lebih lanjut.
E. Tinjauan Pustaka
Beberapa buku digunakan sebagai referensi dalam penulisan ini. Buku-buku
tersebut antara lain berjudul Terbentuknya Masyarakat Ekonomi karya Robert L.
Heirbroner tahun 1982. Robert membedakan jenis pasar dari sudut
pembentukannya yaitu pasar yang timbul dengan sendirinya dan yang disengaja.
Jenis pasar yang pertama biasanya terdapat di tempat-tempat yang letaknya
strategis untuk perdagangan seperti di tepi jalan besar antara dua kota atau desa, di
persimpangan jalan, di tepi sungai atau laut, di samping faktor padat dan
jarangnya penduduk. Sedangkan jenis pasar yang kedua yaitu berhubungan
dengan keinginan penguasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan adanya
pasar. Keadaan ini sering juga berkaitan dengan perpindahan pusat kekuasaan atau
munculnya kekuasaan baru di tingkat kerajaan atau bawahannya. Timbulnya pasar
di pusat kerajaan seperti Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta merupakan contoh
jelas dimana lokasi pasar pusat dalam struktur bangunan kota membuktikan
ini juga menjelaskan sejarah dari masyarakat pra-pasar sampai masyarakat pasar.
Menurut Robert L. Heirbroner, ada tiga perubahan menyeluruh diperlukan untuk
mengubah masyarakat pra-pasar menjadi suatu masyarakat pasar. Perlu adanya
suatu sikap untuk menggantikan sikap abad pertengahan yang penuh curiga
terhadap usaha mencari untung. Penggunaan uang secara luas dalam kehidupan
perekonomian kuno diperluas sehingga mencapai segala lapisan masyarakat,
dengan begitu maka permintaan dan penawaran akan dapat mengendalikan
seluruh proses produksi dan distribusi. Kekuatan permintaan dan penawaran
dibiarkan menentukan arah kegiatan ekonomi menggantikan intruksi tuan tanah
dan adat kebiasaan.
Sedangkan Clifford Geertz dalam bukunya Penjaja Dan Raja tahun
1977, lebih melihatnya sebagai suatu pranata ekonomi dan cara hidup yang
membuktikan pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang
mencakup semua aspek dari masyarakat. Untuk memahami pasar dalam artinya
yang luas, menurut Geertz harus diiihat dari tiga sudut pandangan. Sebagai arus
barang dan jasa menurut pola tertentu, sebagai rangkaian mekanisme ekonomi
untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa. Dan sebagai sistem sosial
dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam. Dari sudut arus barang dan jasa,
ciri khas pasar yang paling menonjol adalah jenis barang yang diperjualbelikan di
pasar itu: bahan pangan, sandang, dan barang besi kecil-kecil dan sebagainya,
yaitu barang-barang yang tidak besar, mudah diangkut dan mudah disimpan, yang
persediannya mudah ditambah dan dikurangi dengan lambat laun dan sedikit demi
10
barang dan jasa tersebut ada tiga yang sangat penting: (1) Sistem harga luncur, (2)
neraca yang kompleks dari hubungan kredit yang diselenggarakan dengan
hati-hati, (3) pembagi bagian risiko dan, dengan sendirinya, margin laba yang sangat
ekstensif. Akhirnya sebagai suatu sistem sosial dan kebudayaan maka pasar itu
bercirikan (1) posisi ”terselip” yang tradisionil di dalam masyarakat jawa pada
umumnya, (2) pembagian kerja yang sangat berkembang, (3)pemisahan yang
sangat tajam antara ikatan-ikatan sosial yang khas ekonomis dengan yang non
ekonomis
Cyril S. Belshaw, dalam bukunya yang berjudul Tukar MenukarTradisional
dan Pasar Modern tahun 1981, mempersoalkan bagaimana ciri-ciri sistem tukar
menukar dipandang dari berbagai segi. Misalnya sifat interaksi antara penjual dan
pembeli; sistematisasi dari nilai tukar, berapa jauh pembelian serta penjualan
barang dan jasa tertentu. Juga peranan uang didalam sistem tukar-menukar.
Pembahasan dalam buku ini meliputi empat masalah pokok yakni nilai tukar,
pemasaran dikalangan petani dengan menggunakan uang, pendekatan
tekanan-tekanan dalam ekonomi, dan kondisi pembaharuan dalam pemasaran. Cyril S.
Belshaw juga menyoroti permasalahan mekanisme pasar. Dalam bukunya ini,
menguraikan masalah tukar menukar dan pasar ekonomi dengan memperhatikan
variabel sosial dan antropologi budaya di beberapa negara berkembang dimana
kegiatan ekonomi itu berlangsung. Buku ini menguraikan struktur ekonomi dari
ekonomi tradisional ke ekonomi modern dengan perbedaan-perbedaannya.
Penelitiannya memakai pendekatan antropologi-sosial ekonomi dan prinsip
untuk membantu pengamatan permasalahan ekonomi struktural Indonesia dan
sebagai bahan untuk mengacu permasalahan sosial ekonomi berkaitan dengan
masalah keberadaan pasar tradisional di Praja Mangkunegaran.
Referensi dari skripsi yang sudah ada sebelumnya yang berkaitan dengan
pasar milik Mangkunegaran adalah Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja
Mangkunegaran Pada Awal Abad XX (Tahun 1900 sampai Tahun 1944), karya
Elies Setyawati tahun 1995, yang menjelaskan sejarah pasar milik
Mangkunegaran pada awal XX (1900-1944). Dalam bab awal skripsi ini
dijelaskan tentang perkembangan ekonomi di wilayah Praja Mangkunegeran sejak
praja berdiri pada tahun 1757 sampai pada masa Mangkunegara VI yaitu tahun
1916. Perekonomian Mangkunegaran mengalami masa kejayaan pada masa
Mangkunegara IV. Kemajuan perekonomian itu berasal dari kebijakan baru
Mangkunegara IV yang merombak sistem perekonomian Mangkunegaran dengan
reorganisasi agraria. Kemudian pada masa Mangkunegara V, praja menghadapi
resesi tahun 1884. Masa sulit ini terus berlanjut sampai pada masa Mangkunegara
VI. Bab ini juga menjelaskan tentang kehidupan rakyat Mangkunegaran dan
sumber eknomi praja. Rakyat Mangkunegaran terdiri dari beberapa golongan
diantaranya petani dan pedagang. Sedangkan sumber ekonomi praja salah satunya
berasal dari laba perusahaan milik praja seperti laba dari usaha pasar. Sumber
ekonomi penduduknya sebagian besar dari pertanian dan sebagian lagi dari
perdagangan. Selanjutnya, pada bab III dijelaskan tentang awal munculnya
pasar-pasar tradisional di Surakarta pada awal abad XX adalah akibat dari industrialisasi
12
seperti jalan kereta api, dan jalan trem. Bab ini juga menjelaskan tentang
pengaturan pasar praja seperti pengangkatan pegawai pasar, pembangunan pasar
dan sistem retribusi. Dan bab IV beisi pengaruh dan peran keberadaan pasar
tradisional di Surakarta. Pengaruhnya berupa terjadinya mobilitas penduduk dari
desa ke kota. Perannya adalah keuntungan ekonomi bagi penjual, pembeli dan
masyarakat pada umumnya serta pemerintah praja sebagai penambahan
pendapatan melalui pajak-pajaknya.
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Praja Mangkunegaran yang
meliputi 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Dalamkota, Kabupaten Karanganyar,
Kabupaten Wonogiri.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai sistem pengelolaan pasar di
Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII tahun
1916-1944. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan dan menganalisis
peristiwa masa lampau, maka metode yang paling tepat adalah metode
historis.11 Metode histories sendiri menurut Nugroho Notosusanto adalah
kumpulan prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan
untuk penulisan sejarah, menilai secara kritis, dan menyajikan suatu sintesa
11
dalam bentuk tulisan.12
Penelitian sejarah dengan menggunakan metode sejarah yang
meliputi empat tahapan13 yakni:
a. Heuristik
Tahapan pertama dalam metode sejarah adalah heuristik yang
berarti memperoleh data. Heuristik disebut juga teknik pengumpulan
data. Dalam mengumpulkan sumber sejarah diutamakan mencari
sumber primer. Sumber primer yang berupa dokumen-dokumen arsip.
Selain itu digunakan juga sumber sekunder dan buku-buku referensi
sebagai pendukung. Sumber sekunder digunakan sebagi pendukung
sumber primer. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah arsip-arsip yang dimiliki oleh Perpustakaan Reksapustaka
Mangkunegaran, seperti Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal
27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad
Mangkunegaran 1928 No. 7. Sedangkan sumber sekunder berasal dari
surat kabar, seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan
Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.14
Penelitian ini menggunakan metode wawancara. Metode
wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan keterangan secara
12
Nugroho Notosusanto, 1978, Masalah Penelitian Sejarah, Jakarta: Yayasan Idayu, Hal: 1. 13
Sartono Kartodirdjo, 1993, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal: 60-62.
14
14
lisan dari seseorang dengan bercakap-cakap berhadapan muka.15
Dengan melakukan wawancara akan diperoleh keterangan dari
beberapa informan. Para informan tersebut antara lain: K.R.T.
Soemarso Pontjo Soetjitro (Staf Kabupaten Mandrapura
Mangkunegaran), K.P. Santodipoero (staf Rekaspustaka
Mangkunegaran), dan para pedagang di pasar-pasar yang hidup sejak
masa Mangkunegoro VII.
b. Kritik Sumber
Setelah sumber sejarah terkumpul dilakukan verifikasi atau kritik
sumber untuk mendapatkan keabsahan sumber. Kritik sumber dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu: krirtik intern dan kritik ekstern. Kritik
ekstern dan intern ini dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad
Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926
No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber
sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan
Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.16 Sehingga
diketahui sumber-sumber tersebut benar-benar asli.
Adapun kritik ekstern ini menyangkut dokumen-dokumennya.
Kritik ekstern merupakan penyelesaian sumber untuk mengetahui
keaslian sumber dengan melihat kapan sumber itu dibuat, lokasi
pembuatan sumber, siapa yang membuat sumber, bahan yang
digunakan, serta bentuk sumber. Sedangkan kritik intern dilakukan
15
Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, Halaman 129.
16
untuk mengetahui kesahihan atau kredibilitas sumber dengan melihat
dari isi dokumen, arsip, surat kabar, meliputi: tulisan, kata-kata, dan
bahasa.
c. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran data yaitu menafsirkan
keterangan-keterangan yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang diperoleh.
Setelah melakukan kritik sumber baik itu kritik intern maupun ekstern,
maka penulis berusaha menjelaskan apa yang telah diperolehnya dari
data dokumen itu dengan pemikiran dan analisa. Dalam penulisan
skripsi ini interpretasi dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad
Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926
No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber
sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan
Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.17 Karena
fakta itu terletak pada pikiran seseorang, maka itu menjadi bagian dari
waktu sekarang.18 Sehingga interpretasi masing-masing sejarahwan
berbeda-beda
d. Historiografi
Tahapan terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi.
Historiografi merupakan cara penulisan atau pelaporan hasil penelitian
17
Esti Susilarti, Op. Cit. 18
16
sejarah yang telah dilakukan.19 Setelah tahapan pertama sampai ketiga
dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad Mangkunegaran 1917
No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad
Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber sekunder seperti ”Pasar
Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan Mangkunegara VII Pernah
Berjaya Pada Masa Jepang”.20 Maka tahapan selanjutnya adalah
penulisan hasil penelitian. Penulisan ini harus dapat memberikan
gambaran yang jelas dari proses penelitian sejak awal sampai akhir.
Penulisan dan penyusunan kisah dengan kata-kata dan gaya bahasa
yang baik bertujuan supaya pembaca mudah memahami maksudnya dan
tidak membosankan. Sehingga penulisan skripsi inilah yang akan
menjadi tahapan historiografi tersebut.
G. Sistimatika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I. Bab ini merupakan bab pendahuluan dalam penelitian ini. Bab ini
berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II. Bab ini berisi tentang perkembangan pasar-pasar di Praja
Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII, pasar-pasar milik Praja
Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII, ragam komoditi apa saja yang
banyak dipasarkan di pasar-pasar Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.
19
Dudung Abdurahman, Op.Cit. Hal: 67. 20
Bab III. Bab ini berisi tentang sistem pengelolaan pasar di Praja
Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII, kasus-kasus yang terjadi dan
penyelesaiannya dan peran Mangkunegara VII dalam pengelolaan pasar.
Bab IV. Bab ini berisi tentang pengaruh sosial ekonomi pasar bagi
masyarakat Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII.
Bab V. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari
18
BAB II
PERKEMBANGAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN
PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII
(1916-1944)
Dalam pembahasan perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada
masa Mangkunegara VII ini akan diberikan gambaran secara umum tentang beberapa
pasar yang dulunya juga merupakan pasar milik praja Mangkunegaran. Berdasarkan
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No.9 pasar tediri dari beberapa bagian yaitu
los-los atau rumah-rumah yang ada di atas wilayah yang dijadikan pasar, palataran
pasar (halaman pasar) yang digunakan untuk meletakkan barang dagangan dan untuk
jual beli. Halaman pasar tidak boleh dibangun los-los atau rumah secara permanen
kecuali dengan ijin inspektur, dan koplakan adalah tempat untuk menaruh gerobak
atau binatang tarikan. Pasar tersebut diberi batas yang jelas dari wilayah atau jalan
yang ada di dekatnya.
Hari bukanya suatu pasar pada masa Mangkunegoro VII ditentukan oleh
yang namanya hari pasaran.1 Hal ini menyebabkan hari bukanya satu pasar dengan
pasar yang lain berbeda-beda. Tujuannya adalah supaya komoditi yang
perjualbelikan dapat tersalur merata ke berbagai daerah. Ada lima hari dalam
pasaran Jawa yaitu Legi, Kliwon, Paing, Pon, dan Wage. Selain itu ada sebuah
1
nama lagi yang digunakan untuk menentukan bukanya suatu pasar yaitu Arian,
artinya pasar tersebut buka setiap hari (Wage, Kliwon, Legi, Paing, Pon).2
Pada masa Mangkunegoro VII pasar mempunyai peranan penting baik bagi
masyarakat Mangkunegaran maupun bagi Praja Mangkunegaran sendiri. Salah satu
fungsi pasar pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai pusat kegiatan ekonomi
masyarakat Mangkunegaran. Fungsi yang kedua adalah pasar sebagai roda
perputaran ekonomi, fungsi yang ketiga adalah pasar sebagai sumber pendapatan
praja Mangkunegaran sendiri.3
Pada tahun 1933 terdapat 87 pasar di Praja Mangkunegaran. Dari tahun 1916
sampai 1924 telah dikeluarkan f 800.000 untuk pembangunan pasar yang permanen.
Biaya menyewa petak di pasar-pasar Mangkunegaran hanya separuhnya dari biaya di
pasar-pasar lain seluruh tanah Jawa. Walapun demikian penghasilan dari pasar itu
banyak. Sampainya terjadinya krisis dunia memperlihatkan garis naik pada
pendapatan pasar yaitu:
Staat dari adanja pasar-pasar dan poenggawanja (marktmeester dan ondermarktmeester),
Kode Arsip 1194, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran. 3
Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Staf Kabupaten Mandrapura Mangkunegaran, 22 Februari 2010.
4
20
Dari penghasilan tersebut digunakan untuk gaji pegawai Kabupaten
Parimpuna dan juga untuk pengembangan Pasar. Adapun penghasilan pasar-pasar
Praja Mangkunegaran pada tahun 1928 sampai tahun awal tahun 1929 adalah:
Tabel. 1
Penghasilan Pasar-pasar Praja Mangkunegaran (Tahun 1928 - Awal Tahun 1929).
Nama - Nama Pasar
PENDAPATAN PADA TAHUN
Tahun 1928 Tahun 1929 (Januari, Februari, Maret)
Sumber : Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-1929, Kode Arsip P. 1193, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Pada tahun 1918 sampai tahun 1926 pendapatan pasar Praja
Mangkunegaran mengalami peningkatan, pendapatan ini didapat dari: hasil
pendapatan pasar Mangkunegaran pada tahun 1918 sampai tahun 1926 adalah
1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926
PENDAPATAN PASAR MANGKUNEGARAN
Keterangan : Satuan untuk pendapatan Pasar Mangkunegaran diatas dalam f atau rupiah.
Sumber : Rarantaman Lebu Wetuning Praja Mangkunegaran, tahun 1918 sampai 1926. Rijksblad tahun 1918 sampai 1926. Lihat per tahun.
Dari grafik diatas dapat dikemukakan bahwa pendapatan pasar pada setiap
tahun mengalami peningkatan. Hal ini mengakibatkan peningkatan pendapatan pada
kas Praja Mangkunegaran.
Wilayah administrasi Praja Mangkunegaran terbagi menjadi tiga wilayah
yaitu: Kabupaten Kota Mangkunegaran (meliputi Kawedanan Kota Mangkunegaran),
Kabupaten Karanganyar (meliputi Kawedanan Karanganyar, Kawedanan
Karangpandan, Kawedanan Jumapolo) dan Kabupaten Wonogiri (meliputi
Kawedanan Wonogiri, Kawedanan Jatisrono, Kawedanan Wuryantoro, Kawedanan
Baturetno dan Kawedanan Pracimantoro).5
5
22
Berdasarkan lokasinya, pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran
digolongkan menjadi tiga yaitu Pasar Kabupaten, Pasar Kapanewon (Kecamatan),
dan Pasar Desa.6
1. Pasar Kabupaten merupakan pasar yang berada di setiap kabupaten. Pasar ini
buka dua kali dalam sepasaran. Waktu bukanya cukup lama, yaitu mulai pagi
hari sampai siang hari (13.00 wib atau 14.00 wib). Contoh: Pasar Wonogiri
ramai pada hari pasaran Wage dan Legi
2. Pasar Kepanewon (Kecamatan) merupakan pasar yang berada di setiap
kecamatan. Pasar ini buka sekali dalam sepasaran. Waktu bukanya juga
cukup lama seperti Pasar Kabupaten, yaitu mulai pagi hari sampai siang hari
(13.00 wib atau 14.00 wib). Contoh: Pasar Ngadirojo.
3. Pasar Desa merupakan pasar yang berada di setiap pelosok desa. Pasar ini
buka sekali dalam sepasaran. Waktu bukanya cukup pendek, yaitu mulai pagi
hari sampai pukul 10.00 wib.
Pasar-pasar milik Mangkunegaran pada tahun 1928 sampai tahun 1929
berjumlah 91 pasar yang terbagi dalam 9 distrik (Kawedanan) yaitu: Distrik
Dalamkota (10 pasar), Distrik Wonogiri (18 pasar), Distrik Wuryantoro (8 pasar),
Distrik Baturetno (13 pasar), Distrik Jatisrono (13 pasar), Distrik Purwantoro (7
pasar), Distrik Karanganyar (7 pasar), Distrik Karangpandan (10 pasar), Distrik
Jumapolo (5 pasar). Pada tahun 1931 sampai dengan 1938 didirikan 8 pasar baru dan
ada 4 pasar dihapuskan.7
6
Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Op.Cit. 7
Grafik 2.
2. Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
3. Th. M. Metz, 1939. Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Roterrdam: NV Nijgh dan Van Ditmar. Diterjemahkan oleh Moh. Husodo Pringgokusumo, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
A. Pasar-Pasar di Kabupaten Kota Mangkunegaran.
Di wilayah Kabupaten Kota Mangkunegaran hanya terdapat satu distrik saja
yaitu Distrik Dalamkota Mangkunegaran. Pasar-pasar tradisional di distrik
Dalamkota pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai berikut:
1. Pasar Legi
Pasar Legi dibangun pada masa Mangkunegoro I. Pasar Legi terletak di
Jalan Legi (sekarang Jalan S. Parman NO. 23 Kelurahan Stabelan Kecamatan
Banjarsari Solo). Adapun batas-batas Lokasi Pasar Legi adalah sebagai berikut:8
1) Sebelah Utara dibatasi oleh Jalan Villapark (Jalan L. Tobing).
2) Sebelah Selatan dibatasi oleh Jalan Pasar Legi (Jalan Sutan Syahrir).
3) Sebelah Barat dibatasi oleh Jalan Kestalan (Jalan S. Parman).
8
24
4) Sebelah Timur dibatasi oleh Jalan Djagobayan (Jalan Kusumoyudan).9
Pasar ini merupakan salah satu pasar tertua yang ada di Solo. Pasar Legi
berdiri di wilayah Mangkunegaran. Pada umumnya pasar-pasar di tanah Jawa
menggunakan sistem pasaran, untuk menentukan hari buka suatu pasar. Namun
berbeda dengan pasar-pasar di tanah Jawa yang lain, walaupun pasar ini
dinamakan Pasar Legi, tapi pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari
pasaran.10 Pasar ini terlihat ramai karena orang-orang yang berasal dari desa pada
berdatangan ke Pasar Legi untuk berjualan dan membeli.11
Pada tahun 1930 Pasar Legi masih berupa pasar yang masih sangat
tradisional, dimana para pedagang membuka dasaran di tanah terbuka atau dengan
kata lain masih terdiri dari para pedagang oprokan. Ada juga yang berjualan
dengan menggunakan gubuk, belum ada dinding (tembok). Halaman pasar masih
beraspal. Para pedagang di pasar Legi berasal dari masyarakat sekitar Praja
Mangkunegaran, tetapi ada juga yang berasal dari luar desa atau luar kota.
Di bawah pengelolaan Mangkunegaran pada tahun 1936 yakni pada masa
pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII (1916 - 1944), berdiri sebuah
bangunan pasar permanen tersusun dari tembok berwarna putih yang bila dilihat
9 Ibid. 10
Wawancara dengan KRT. Soemarso Pontjo Tjitro, Op.Cit. Basuki seorang petugas Arsip Reksapustaka Mangkunegaran juga mengatakan kalau Pasar Legi itu dari dulu hingga sekarang buka setiap hari.
11
dari samping mirip sebuah benteng. Pada tahun inilah (1936) Pasar Legi pertama
kali direnovasi menjadi pasar modern. Adapun renovasi Pasar Legi itu meliputi:12
a. Renovasi di Luar Pasar
1) Rumah-rumah toko secara urut dari pinggir di depan pasar, yang
semula masih terbuat dari kayu dirubah menjadi rumah yang
terbuat dari beton.
2) Tinggi rendahnya bangunan dan kotak-kotaknya (luasnya)
disamaratakan.
3) Semuanya itu ditata sedemikian rupa, diwujudkan dalam bentuk
toko-toko sejajar yang memagari (mengelilingi) pasar. Hal ini
dilakukan supaya terlihat indah dimata.
b. Renovasi di Dlam Pasar.
1) Rumah-rumah warung yang ada di dalam pasar, yang sudah lama
ditata dangan baik.
2) Selokan-selokan pembuangan air diperbaharui.
3) Halaman yang mengelilingi pasar yang dulu terbuat dari aspal
dirubah menjadi lantai yang terbuat dari beton.
c. Tempat untuk meletakkan gerobag13 ditata dan dipindah di belakang
26
Sejak saat itu Pasar Legi telah mengalami beberapa renovasi lagi sehingga
menjadi bentuknya yang sekarang ini.
Bangunan kios pasar yang berada diluar pasar sudah terbuat dari beton dan
mengelilingi Pasar. Halaman yang mengelilingi pasar terbuat dari beton. Tempat
untuk meletakkan gerobag, ditata dan dipindah di belakang pasar dan ditutup
dengan pagar. Untuk memasuki lokasi Pasar Legi disediakan beberapa pintu yaitu
disebelah Barat terdapat satu pintu masuk, sebelah Utara ada satu pintu masuk dan
sebelah Timur ada dua pintu keluar. Pinggir pasar di bangun beberapa kios yang
dibangun di sebelah Barat bagian Utara dan bagian Selatan.
Pasar ini banyak menggelar dagangan yang bersifat legi atau manis.
Misalnya gula jawa, jagung manis, gula aren, gula batu, hingga minuman legen.
Selain itu barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Legi adalah beras jagung
dan pohong (ketela).14
Untuk menuju ke Pasar Legi, kebanyakan para pedagang yang berasal dari
dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka
menggunakan Kereta Api Kluthuk turun di Stasiun Balapan atau Stasiun Jebres
dan berganti Gerobak atau Andong menuju ke Pasar Legi.
2. Pasar Pon.
Pasar Pon dinamai demikian karena pada zaman dulu pasar tersebut ramai
pedagang setiap pasaran Pon. Pasar Pon berada di wilayah Mangkunegaran.
14
Letaknya di perempatan Jalan Poerwosari (sekarang jalan Slamet Riyadi),
Ngarsopuro (sekarang jalan Diponegoro) dan jalan Gatot Subroto.
Sejak tahun 1929 berubah menjadi pertokoan dan kios-kios kecil berjualan
kelontong dan terletak di tepi jalan depan Pura Mangkunegaran. Pasar akan lebih
ramai pada waktu sore sampai malam, para pedagang kebanyakan adalah
pengusaha Tionghoa. Namun kini pasarnya sudah hilang, tetapi nama Pasar Pon
menjadi nama perempatan Pasar Pon yang paling ramai di Solo.15 Barang-barang
yang diperdagangkan di Pasar Pon adalah berbagai macam kebutuhan sehari-hari,
seperti: sayuran, buah-buahan, bumbon16 dan lain-lain.
Untuk menuju ke Pasar Pon, kebanyakan para pedagang yang berasal dari
dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk turun di depan Pasar Pon, karena Kereta Api
Kluthuk jurusan Boyolali - Wonogiri melewati depan Pasar Pon.
3. Pasar Triwindu
Pasar Triwindu terletak di depan Pura Mangkunegaran di tengah kota Solo.
Pasar ini berada di depan Pasar Pon tepat di jalan Diponegoro. Tanah lokasi pasar
tesebut milik Mangkunegaran yang dulunya dipakai sebagai kandang (Gedogan)
Kuda milik Mangkunegaran. Pasar ini dinamakan Pasar Triwindu karena
bertepatan dengan peringatan Tiga Windu (24 tahun) jumenengan KGPAA
Mangkunegoro VII, tepatnya pada tahun 1939. Tri berarti tiga (3), Windu berarti 8
tahun, jadi Triwindu artinya 24 tahun.
15
Nn, Sesaji.blogspot.com/2009/03/asal-usul-pasar-pasar-di-solo_31.html, 17 Juni 2009, 09.01 wib.
16
28
Perayaan ulang tahun tahta tersebut dirayakan secara besar-besaran oleh
kerabat (trah) Mangkunegoro dan masyarakat Kota Surakarta pada umumnya serta
dihadiri oleh Ratu Wihelmina dari Negara Belanda. Besarnya perayaan ulang
tahun tahta tersebut ditulis dalam Lelampahanipun (Riwayat) Suwargi Kanjeng
Gusti Pangeran Adipati Ariya Mangkunegara VII Ing Surakarta “Bersamaan
usianya yang ke 56 tahun dengan peringatan naik tahtanya yang genap ke 24 (Tri
Windu) pada tanggal 16 Juni 1939 diadakan penghargaan besar-besaran, serta
didirikan tugu peringatan Triwindu yang didirikan di jalan terusan Tawangmangu
yang ada di desa Bangsri (Karangpandan) juga dikeluarkannya buku peringatan
yang diberi nama buku “ Het Tri Windu Gedenkboek”. Buku ini merupakan
kumpulan kado dari semua sahabatnya yang berupa karangan tulisan, baik prosa,
esay atau poetry, kiriman kado ini mencapai 197 karangan. Buku Het Triwindu
Gedenkboek Mangkunegara VII isinya sangat beragam. Ada kritik, sekedar
ucapan dan doa, pesan kepemerintahan, usul dibidang arsitektur dan tata kota dan
banyak lagi.17
Untuk memperingati Jumenengan KGPAA Mangkunegoro VII yang ke 24
diadakan berbagai acara, perjamuan-perjamuan “Tri Windu” yang dilaksanakan
mulai tanggal 2 Juni 1939 sampai 22 Agustus 1939.18 Untuk acara ini Praja
Mangkunegaran mengeluarkan dana sebesar f 1869, 44 yang dibayar oleh
Kabupaten Mandrapura. Sedangkan acara puncak peringatan Penghargaan “Tri
17
Esti Susilarti, 1 Mei 1988, Pasar Triwindu Surakarta; Realisasi Kerakyatan Mangkunegoro VII Pernah Berjaya pada Jaman Jepang, Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat.
18
Windu” adalah tanggal 24 Juni 1939 (malam) sampai 25 Juni 1939 yang
dilaksanakan di Partinituin (sekarang Balekambang).
Adapun susunan acaran perjamuan Penghargaan Triwindu tanggal 24 Juni
1939 sampai 25 Juni 1939 adalah sebagai berikut:
Tabel. 2
Susunan Acara Peringatan Penghargaan “Triwindu” (24-25 Juni 1939).
TANGGAL JAM ACARA
Sumber: Berkas Habisnya Uang untuk Begrooting Perayaan Triwindu dan Partinituin Tahun 1939, Kode Arsip L. 405. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
Adapun besarnya biaya pengeluaran pada acara perjamuan Penghargaan
Triwindu tanggal 24 Juni 1939 sampai 25 Juni 1939 di atas adalah:
30
Selain diadakan acara perjamuan-perjamuan Penghargaan Triwindu untuk
memperingati Jumenengan Mangkunegara VII yang ke 24 (Tri Windu) juga
diadakan Lomba Lari 10 KM20 yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 1939.
Acara lomba lari ini berlangsung dari 06.30 wib sampai jam 10.00 wib. Lomba
Lari 10 Km itu diikuti oleh 400 orang, yang tidak hanya berasal dari dalam kota
Surakarta saja, tetapi juga berasal dari luar kota Surakarta, seperti: Colomadu,
Karanganyar, Wonogiri, Klaten, Sragen, Yogyakarta, dan lain sebagainya. Lomba
Lari 10 Km itu dimulai (start) dari Pamedan Astana Mangkunegaran dan finish di
Partinituin (sekarang Balekambang). Adapun rute Lomba Lari 10 Km itu adalah:21
Pamedan Mangkunegaran (start)– Pasar Pon (sekarang Jalan Diponegoro) –
Gladag – Gouverneurslaan (sekarang Balaikota) – Purbayan – Muloweg
(sekarang Jl. Sugiyopranoto) – “Dwars Door Astana Mangkunegaran” (Pintu
Barat Astana Mangkunegaran)– Pasar Legi- Villapark (sekarang Banjarsari) –
Stasiun Balapan melalui Perlimaan Banjarsari – Soos Mangkunegaran (Monumen
Pers) – Tumenggungan – Gumuk (sekarang Jl. Dr. Soepomo)– Benda – Jalan
Purwosari (sekarang Jalan Slamet Riyadi) – Perempatan Penumping22 –
Mangkubumen – beatrixlaan memutari race-terrein (sekarang Stadion Manahan) –
Partinituin (Sekarang Balekambang) - (FINISH). Nama-nama jalan di atas yang
digaris bawah, disitu akan ditempatkan orang sebagai pengawas. Setiap tempat
20
Hal: Rencananya Jalannya Lomba Lari 10 Km sebagai penghormatan Triwindu Tanggal 25 Juni 1939, Kode Arsip L. 407, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.
21
Ibid. Lihat peta wilayah Surakarta tahun 1939, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran. 22
ada dua orang pengawas. Lomba lari tersebut diawali dengan suara letusan senjata
api yang sudah dipersiapkan oleh komite penyelenggara.
Untuk menjaga tempat-tempat di atas dikerahkan dua buah sepeda motor
dari K’Satriya yang berada di depan gerombolan orang yang mengikuti lomba
lari. Di belakangnya diikuti auto-bus (bus kota) untuk menjaga jika ada peserta
lomba lari yang sudah tidak kuat (melajutkan) lari, kemudian dibawa ke dalam
auto-bus tadi. Para pengawas yang naik sepeda motor berjumlah 10, mereka
mengamati para peserta lomba lari jangan sampai ada yang nyidat (mengambil
jalan pintas). Dan juga ada juru potrek (fotografer), untuk memotret (mengambil
gambar) perlombaan lari.
Dari jam 07.00 wib di Partinituin (Finish) sudah dipersiapkan dan ditata
oleh komite penyelenggara yang akan menerima datangnya peserta lomba lari.
Saat peserta lomba lari datang, kemudian para juri berkumpul untuk menentukan
siapa saja yang mendapatkan hadiah (ada 20 hadiah). Setelah diumumkan,
kemudian komite menunjuk Panjenengan Dhalem Poetra Dhalem B.R.M.H.
Amidjaja Santosa untuk menyerahkan hadiah kepada para pemenang.
Sebagian kios Pasar Triwindu masih asli milik Mangkunegaran (yang
membangun dulu dari Mangkunegaran) dan sebagian dibangun sendiri oleh pedagang atas ijin Pemerintah kota. Semua bangunan kios tersebut masih asli 90%
seperti sejak berdiri. Adapun bangunan (kios) pada Pasar Triwindu pada masa
Mangkunegoro VII memiliki keunikan tersendiri yaitu:
a. Lorong-lorong sempit, namun bersih, kios-kios yang dipenuhi berbagai
32
b. Kios-kios yang terbuat dari kayu.
c. Lantai yang terbuat dari semen.
d. Adanya daun jendela lebar dari kayu yang mempunyai dwi fungsi, baik
sebagai penutup jendela dan payon.23
e. Suasana adem dan rindang karena payon-payon yang menjadi tudung
dari sengatan matahari siang, cahaya-cahaya terobosan di dalam
kios-kios hanya akan menjadi kenangan para pengunjung setia pasar
tersebut.
Barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Triwindu pada awal
berdirinya Triwindu adalah barang pecah belah (piring, gelas, vas, dll) dan barang
klitikan (besi tua, alat pertukangan, alat-alat sepeda, dll).
Kebanyakan pedagang di Pasar Triwindu berasal dari dalamkota
Mangkunegaran, oleh karena itu mereka kebanyakan menggunakan alat
transportasi tradisional berupa Gerobak, Andong, atau berjalan kaki.
4. Pasar Noesoekan.
Pasar Noesoekan terletak di kampung Noesoekan. Pasar ini menjual
berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII
pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari pasaran.24 Untuk menuju ke Pasar
Noesoekan, para pedagang yang berasal dari dalamkota menggunakan alat
transportasi tradisional berupa Gerobak atau Andong. Bagi pedagang yang berasal
23
Payon berfungsi sebagai pelindung dari sengatan matahari atau hujan. Selain itu Payon juga dapat berfungsi sebagai penutup jendela. Jenis Payon bermacam-macam ada yang terbuat dari kayu, plastik, seng dll.
24
dari luardesa atau luarkota, mereka menggunakan Kereta Api Kluthuk kemudian
berganti gerobak atau andong.
5. Pasar Totogan
Pasar Totogan berlokasi di sebelah Barat Astana Mangkunegaran dan
sebelah Utara Masjid Al Wustho. Sekarang Pasar Totogan sudah tidak ada dan
digantikan dengan bangunan SD Muhammadiyah 1 Surakarta dan SMA
Muhammadiyah 1 Surakarta.25 Kemudian pasar ini digabung dengan Pasar Legi.
Dahulu pasar ini menjual berbagai macam barang-barang kebutuhan hidup
sehari-hari. Pedagangnya sebagian besar berasal dari wilayah Praja Mangkunegaran.
Untuk menuju ke Pasar Totogan, para pedagang yang berasal dari
dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di Stasiun Balapan atau di depan Pasar
Ngapeman, kemudian berganti gerobak atau andong.
6. Pasar Ngapeman.
Pasar Ngapeman berlokasi di perempatan pertemuan antara jalan Slamet
Riyadi dan Jalan Gajahmada. Sekarang pasar ini sudah tidak ada digantikan hotel
megah yang bernama Hotel Novotel. Pasar ini dulu menjual barang-barang
kebutuhan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan, bumbon, dan lain-lain. Selain
25
34
itu pasar ini juga menjual sepeda dan pakaian bekas.26 Pada masa Mangkunegoro
VII pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari pasaran.27
Untuk menuju ke Pasar Ngapeman, para pedagang yang berasal dari
dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk dan turun di depan Pasar Ngapeman, karena
Kereta Api Kluthuk jurusan Wonogiri - Solo Kota - Boyolali melewati Pasar
Ngapeman.
7. Pasar Ngemplak.
Pasar Ngemplak terletak di kampung Ngemplak. Pasar ini terletak kurang
lebih 1,75 KM dari Pasar Ngapeman. Pasar ini menjual berbagai macam
kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap
hari, tidak mengenal hari pasaran.28 Untuk menuju ke Pasar Ngemplak, para
pedagang yang berasal dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional
berupa Gerobak atau Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau
luarkota, mereka bisa menggunakan Kereta Api Kluthuk kemudian berganti
gerobak atau andong.
8. Pasar Toerisari.
Pasar Toerisari berlokasi di sebelah Selatan jalan Hasanudin sedangkan di
sebelah Barat Daya berbatasan dengan jalan R.M. Said, sekarang pasar ini
26
Wawancara dengan K P. Santo Dipoero, Staf Reksapustaka Mangkunegaran. Tanggal 17 April 2010.
27Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
28
terkenal dengan Pasar Nongko. Pasar ini menjual barang-barang kebutuhan hidup
sehari-hari seperti pasar tradisional pada umumnya. Pada masa mangkunegoro VII
pasar ini buka setiap hari.29 Untuk menuju ke Pasar Toerisari, para pedagang yang
berasal dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak
atau Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di depan Pasar Toerisari.
9. Pasar Ngoren.
Pasar Ngoren terletak di desa Colomadu, pasar tersebut menjual berbagai
macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka
setiap hari, namun pasar ini ramai dikunjungi para pembeli pada setiap pasaran
Wage dan Paing.30 Untuk menuju ke Pasar Ngoren, para pedagang yang berasal
dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau
Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa
menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di Kampoeng Kartasura kemudian
berganti gerobak atau andong.
10. Pasar Ngasem.
Pasar Ngoren terletak di desa Ngasem, kurang lebih 4,5 KM dari Pasar
Ngoren. Pasar ini menjual berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada
masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Kliwon.31 Untuk
menuju ke Pasar Ngasem, para pedagang yang berasal dari dalamkota
menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau Andong. Bagi
29
Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
30Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.
31
36
pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa menggunakan
Kereta Api Kluthuk turun di desa Ngasem.
Alat transportasi yang digunakan para pedagang di pasar-pasar tradisional di
Kabupaten Dalamkota Mangkunegaran adalah gerobak, andong, sepeda, berjalan
kaki atau naik Kereta Api Klutuk. Kereta Api Kluthuk Kabupaten Dalamkota
mempunyai dua jalur, yaitu Jalur Solo Kota - Prambanan dan Solo Kota Boyolali.
Untuk jalur Solo Kota – Prambanan sampai sekarang masih beroperasi, sedangkan
untuk jurusan Solo Kota - Boyolali sudah tidak beroperasi lagi (hanya sampai
Stasiun Purwosari) karena adanya perkembangan jaman. Adapun tarif Kereta Api
Kluthuk pada masa Mangkunegoro VII untuk jurusan Solo Kota – Prambanan dan
Solo Kota – Boyolali adalah sebagai berikut:
Tabel. 3
Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Boyolali
Dari
Sumber: Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij. Sepeciale Retourkaarten,
Tabel. 4
Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Prambanan
Solo Kota Padjang f 0,15 f 0,12
Sumber: Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij. Sepeciale Retourkaarten,
Kode Arsip P. 2446, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran
B. Pasar-Pasar Kabupaten Karanganyar
Di wilayah Kabupaten Karanganyar terdapat tiga distrik yaitu Distrik
Karanganyar, Distrik Karangpandan dan Distrik Djomapolo.
1. Distrik Karanganyar
Pasar-pasar tradisional di distrik Karanganyar pada masa Mangkunegoro
VII adalah sebagai berikut:
a. Pasar Karanganyar
Pasar Karanganyar merupakan salah satu pasar yang terbesar di daerah
Kabupaten Karanganyar. Pasar ini terletak di Kecamatan Karanganyar.
38
Kemudian pasar ini dipindah ke Kecamatan Tegalgede (dekat Terminal Bus
Tegalgede) dan diberi nama Pasar Tegalgede, namun sebagian pedagang
pasar Karanganyar ada yang tidak mau pindah dan tetap berjualan di sekitar
bekas Pasar Karanganyar. Akhirnya didirikan Pasar Jungke di kelurahan
(dekat Terminal Angkutan non Bus Jungke) untuk menampung pedagang
Pasar Karanganyar yang tidak mau pindah ke Pasar Tegalgede. Sebagai
gantinya, bekas kawasan Pasar Karanganyar dibuat sebuah taman, diberi
Taman Pancasila.32
Pasar ini merupakan pasar umum, artinya pasar tradisional yang
menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari, seperti buah-buahan,
sayuran, bumbon, dan lain-lain. Pasar ini juga merupakan pasar Induk, yang
artinya sebagai pusat kulakan33 para pedagang-pedagang pasar lain.
Pedagangnya sebagian besar berasal dari daerah Karanganyar tetapi ada juga
yang berasal dari luar desa atau luar kota. Pada masa Mangkunegoro VII,
Pasar Karanganyar buka setiap hari,34 namun pasar ini ramai dikunjungi para
pembeli pada pasaran Paing, Wage dan Legi.
b. Pasar Modjogedang.
Pasar Modjogedang terletak di Kecamatan Modjogedang. Pasar ini
menjual barang dagangan berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada
32
Wawancara dengan Supardi, Staf Reksapustaka Mangkunegaran, Tanggal 24 April 2010. 33
Kulakan adalah membeli suatu barang dengan tujuan untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan laba
34