• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII TAHUN 1916-1944

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII TAHUN 1916-1944"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra Dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

OLEH:

ACHMADSHOFA

C.0504003

FAKULTAS

SASTRA

DAN

SENI

RUPA

UNIVERSITAS

SEBELAS

MARET

(2)

ii

SISTEM

PENGELOLAAN

PASAR

DI

PRAJA

MANGKUNEGARAN

PADA

MASA

PEMERINTAHAN

MANGKUNEGORO

VII

TAHUN

1916-1944

Disusun Oleh:

Achmad Shofa

C. 0504003

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing,

Drs. Sri Agus, M.Pd

NIP. 195908131986031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum

(3)

iii Disusun oleh

ACHMAD SHOFA

C. 0504003

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal:

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. ---

NIP. 195806011986012001

Sekretaris Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum ---

NIP. 195402231986012001

Penguji I Drs. Sri Agus, M.Pd. ---

NIP. 195908131986031001

Penguji II Dr. Warto, M.Hum ---

NIP. 196109251986031001

Dekan

Fakultas Sastra Dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A

(4)

iv

PERNYATAAN

Nama : ACHMAD SHOFA

NIM : C0504003

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Sistem Pengelolaan Pasar

di Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun

1916-1944 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang

lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan)

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari

skripsi tersebut.

Surakarta, 2010

Yang membuat pernyataan,

(5)

v

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang (Q.S. Al Fatihah: 1)

Seseorang yang makan hasil usahanya sendiri, itu lebih baik.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Ayah dan Bunda tercinta

 Kakak-kakakku tersayang

 Adik-adikku tersayang

(7)

vii

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

karunia, berkah, dan rahmat-Nya sehingga penulis berhasil dalam menyelesaikan

penyusunan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan

Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari dengan segala keterbatasan kemampuan yang dimiliki

penulis, bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan,

bantuan serta dorongan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung

kepada penulis. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah

memberikan kemudahan dan ijin untuk melakukan penelitian.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum, selaku Ketua Jurusan dan Pembimbing

Akademik yang telah memberikan ijin dalam penulisan skripsi ini.

3. Drs. Sri Agus, M. Pd, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan

banyak bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

4. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Sejarah yang telah memberikan banyak ilmu

kepada penulis.

5. Seluruh staf UPT Perpustakaan Pusat UNS yang telah membantu penulis

(8)

viii

6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas

Maret.

7. Seluruh staf Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran.

8. Teman-teman angkatan 2004, Andika, Daryadi, Amin, Imah, Nurus, Ning, dll

yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan selama belajar di

Jurusan Ilmu Sejarah dan selama menyusun skripsi ini.

9. Ayah, Ibu, kakak-kakak ku, Adik-adik ku yang selalu memberi saran,

dorongan dan semangat kepada penulis.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh

dari sempurna. Oleh karena itu penulis menharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna

bagi pembaca.

Surakarta,

(9)

ix A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7 PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII (1916-1944) A. Pasar-Pasar Kabupaten Dalamkota Mangkunegaran ... 18

B. Pasar-Pasar Kabupaten Karanganyar ... 37

(10)

x

BAB III SISTEM PENGELOLAAN PASAR DI PRAJA

MANGKUNEGARAN PADA MASA MANGKUNEGARA VII

(1916-1944)

A. Pengelolaan Pasar ... 51

1. Kabupaten Parimpuna ... 51

2. Peraturan Pasar ... 56

3. Sistem Retribusi ... 62

4. Rarantaman Keluar Masuknya Uang Praja Mangkunegaran ... 65

5. Perawatan dan Perbaikan Pasar ... 66

6. Kasus-Kasus yang Terjadi ... 67

B. Peran Mangkunegara VII dalam Pengelolaaan Pasar ... 68

1. Pembentukan Kabupaten Parimpuna ... 69

2. Pengembangan Pasar ... 69

3. Subsidi Dana ... 71

BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI PASAR BAGI MASYARAKAT MANGKUNEGARAN PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII A. Terjadinya Urbanisasi ... 73

B. Membuka Lapangan Pekerjaan Baru ... 77

C. Meningkatkan Taraf Ekonomi Masyarakat ... 81

BAB V KESIMPULAN ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 89

DAFTAR INFORMAN ... 92

(11)

xi

1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran Tahun 1928-1929 ... 20

2. Susunan Acara Penghargaan Triwindu Tanggal 24-25 Juni 1939 ... 29

3. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Boyolali ... 36

4. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Prambanan ... 37

5. Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Wonogiri ... 50

6. Gaji Inspektur, Ajund Inspektur, dan Punggawa Lainnya ... 55

(12)

xii

DAFTAR GRAFIK

1. Pendapatan Pasar Mangkunegaran Tahun 1918-1926 ... 21

2. Jumlah Pasar Tahun 1928 - 1938 ... 23

(13)

xiii

1. Istilah

Barter : Tukar-menukar.

Cikar : Alat transportasi pada jaman dahulu

Ider : Berjualan dengan cara berkeliling dari satu tempat

ke tempat lain.

Koplakan (Standplaats) : Tempat untuk menaruh gerobak/ binatang tarikan

Kulakan :

Legiun : Pasukan bala tentara

Los : Tempat untuk berdagang..

Lurah : Kepala kalurahan.

Nglaju : perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Padhasaran pasar : Tempat untuk meletakkan barang dagangan.

Palataran pasar : Halaman pasar.

Panewu : Kepala rendahan yang membawahi 1000 cacah

Inspektur Markwezen : Kepala pasar

Villa park : Pemukiman orang-orang Eropa

Vorstenlanden : Kerajaan Jawa

Wedana : Kepala distrik.

2. Singkatan

B.R.M.H : Bendara Raden Mas Harya

H.I.S : Hollands Inlandshe Scholl

K.G.P.A.A : Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati.

K.R.T. : Kanjeng Raden Tumenggung

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Kota Mangkunegaran Tahun 1939 ... 96

2. Denah Pasar Legi Tahun 1939 ... 97

3. Gambar-Gambar Pasar Legi... 98

4. Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun

1928-1929 ... 100

5. Surat – Surat tentang Biaya Untuk Perbaikan Pasar dan Perbaikan Pasar

Legi ... 105

6. Hal: Rencananya Jalannya Lomba Lari 10 Km Sebagai Penghormatan

Triwindu 25 juni 1939 ... 107

7. Berkas Habisnya Uang untuk Begrooting Perayaan Triwindu dan Partinituin

Tahun 1939 ... 109

8. Keluarnya Uang Perjamuan Triwindu Bertahtanya Mangkunegoro VII yang

Dikeluarkan oleh Kabupaten Mandrapura ... 113

9. Rarantaman Keluar Masuknya Uang Praja Mangkunegaran dari Kabupaten

(15)

xv

Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini berjudul Sistem Pengelolaan Pasar di Praja Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Tahun 1916 – 1944. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui (1) Perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII (2) Sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII (3) Pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang bertumpu pada empat tahapan yaitu heuristik atau pengumpulan data, kritik sumber yang terdiri kritik intern dan ekstern, interpretasi atau analisis data, dan historiografi atau penulisan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dan studi pustaka. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, dan sosiologi

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pasar-pasar tradisional milik Mangkunegaran pada masa KGPAA Mangkunegara VII mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari adanya upaya-upaya Mangkunegoro VII dalam pengembangan pasar-pasar tradisional, seperti pendirian pasar-pasar baru, renovasi pasar, perbaikan pasar baik yang rusak ringan ataupun rusak berat dan pengadaan fasilitas-fasilitas untuk kegiatan di pasar. Selain itu Mangkunegara VII juga membuat beberapa perturan pasar yang termuat dalam Rijksblad Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegara VII juga terdapat sistem pengelolaan pasar yang sudah terstruktur dengan baik.

(16)

xvi

ABSTRCT

Achmad Shofa. C0504003. 2010. Market management system in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII government period at 1916 – 1944. Thesis: Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University.

The title of this research is Market management system in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII government period at 1916 – 1944. The purposes of this research are to show the market development in Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII period. The market management system in

Praja Mangkunegaran at Mangkunegara VII period. The social and economic influence for the residents of Mangkunegaran at Mangkunegara VII period.

The method of this research is historic method consist of four steps, there are heuristic, resource critic consist of intern critic and extern critic, interpretation or analytical data, and historiograpic. The collecting data technique is document study and book study. From collecting data, data will be annalistic and interoperated based on the chronological. For annalistic data, another social knowledge approach used as helpful study in history knowledge. The approach used in this research is economic approach and sociologic approach.

From the research we can conclude that traditional markets development belongs to Mangkunegaran in KGPAA Mangkunegara VII period was developed. It can showed by Mangkunegoro VII efforts in developing traditional markets, for example building new markets, renovating market, recycling hard broken market or low broken market, and making facilitation for market activities. Beside that,

Mangkunegara VII also makes some market rules in Rijksblad Mangkunegaran. In

Mangkunegara VII period also any market management system has been constructed

well.

(17)

1

A. Latar Belakang Masalah

Dalam ilmu Ekonomi menurut Baptist Say, teori ekonomi dibagi menjadi

empat kegiatan ekonomi yaitu produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi yang

komuditasnya berupa barang dan jasa.1 Manusia melakukan berbagai kegiatan

ekonomi tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada awalnya untuk

memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perdagangan dengan sistem barter

atau saling menukar barang. Dalam sistem barter, suatu barang tertentu ditukar

dengan barang lain tanpa menggunakan standar alat tukar. Kegiatan tukar itu

muncul karena adanya kebutuhan masyarakat dan itu terjadi dengan berdasarkan

pada suatu persepakatan antar kelompok orang.

Setelah sistem mata uang masuk dalam kehidupan ekonomi masyarakat,

maka kegiatan pertukaran itu kemudian diganti dengan menggunakan uang

sebagai alat tukar yang disebut sistem jual-beli. Pada perkembangan selanjutnya,

seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan ekonomi masyarakat maka

diperlukan suatu tempat tertentu untuk mendapatkan barang kebutuhan mereka.

Selain itu barang-barang produksi setelah dikonsumsi sendiri juga membutuhkan

penyaluran. Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan itulah, diperlukan tempat untuk

bertemu antar orang di berbagai jurusan untuk menjual, membeli atau menukar,

1

(18)

2

maka kemudian terjadilah suatu Pasar.2

Konsep dasar timbulnya pasar karena munculnya kebutuhan ekonomi

masyarakat setempat. Namun, terdapat faktor lain dalam munculnya pasar jika

dilihat dari sekilas sejarah pasar yang dibangun di Mangkunegaran.

Mangkunegaran merupakan daerah Vorstenlanden dan ini di tanah kekuasaan

kolonial Belanda. Munculnya pasar-pasar di daerah Vorstenlanden, terlepas dari

faktor kebutuhan ekonomi masyarakat, yaitu sebagai salah satu dampak dari

industrialisasi di daerah tersebut.

Mangkunegara VII adalah adipati yang memperhatikan rakyat kecil.

Beliau selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebagai

contohnya beliau membina para pedagang kecil dan memberikan kesempatan

berusaha dengan membuka Pasar Triwindu. Selain berdampak positif bagi rakyat

keberadaan pasar juga mempunyai peranan ekonomi bagi pemerintahan Praja

karena merupakan salah satu perusahaan milik praja dan dikelola oleh Praja.

Keberadaan pasar bisa memberikan tambahan pendapatan melalui pajak-pajaknya

bagi sumber dana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Itulah visi

Mangkunegoro VII dalam mendirikan maupun merenovasi pasar. Karena Selain

bisa meningkatkan perekonomian rakyat, pasar juga bisa menghasilkan

keuntungan bagi pemerintahan praja.3

Pasar yang berada di wilayah Mangkunegaran merupakan salah satu

perusahaan milik Praja Mangkunegaran, Praja membangun gedung-gedungnya

2

Soetardjo Kartohadikusumo, 1965, Desa, Jakarta: Sumur Bandung, Hal: 6. 3

(19)

dan menyewakan petak-petaknya.4 Maka segala urusan yang berkaitan dengan

masalah pasar berada di bawah pengawasan Praja, dalam arti peraturan yang

diambil harus sepengatahuan pemerintah kolonial, dalam hal ini Residen

Surakarta.5

Berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No.9 pasar tediri dari

beberapa bagian yaitu los-los atau rumah-rumah yang ada di atas wilayah yang

dijadikan pasar, palataran pasar (halaman pasar) yang digunakan untuk

meletakkan barang dagangan dan untuk jual beli. Halaman pasar tidak boleh

dibangun los-los atau rumah secara permanen kecuali dengan ijin inspektur, dan

koplakan adalah tempat untuk menaruh gerobak atau binatang tarikan. Pasar

tersebut diberi batas yang jelas dari wilayah atau jalan yang ada di dekatnya.

Adapun pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran terbagi menjadi 9 distrik, antara

lain: Distrik Dalamkota, Distrik Wonogiri, Distrik Wuryantoro, Distrik Baturetno,

Distrik Jatisrono, Distrik Purwantoro, Distrik Karanganyar, Distrik

Karangpandan, Distrik Jumapolo. 6

Pada periode pemerintahan Mangkunegara I (1757-1795) sampai akhir

pemerintahan Mangkunegara III (1835-1852) di Mangkunegaran hanya ada empat

pejabat yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di pemerintahan

Mangkunegaran, mereka disebut “Priyayi Punggawa”. Para punggawa ini

mempunyai kewajiban menjalankan pemerintahan Mangkunegaran, seperti

4

(20)

4

menerima pajak tanah dan lain-lain. Dari keempat punggawa ini yang paling

menonjol diangkat menjadi pemimpin dari rekannya dan sekaligus menjadi Patih

di Mangkunegaran.

Struktur organisasi pemerintahan Mangkunegaran mulai mantap kelihatan

pada tanggal 11 Agustus 1867 (Periode Pemerintahan Mangkunegara IV) dengan

terbentuknya 9 (sembilan) Kawadanan (Di luar legiun dan kesentanaan / keluarga

Raja). Kawedanan yang pertama adalah Kawadanan Hamongpraja membawahi

Sastralukita (Sekretariat), Reksapustaka (Arsip) dan Pamong Siswo (Pendidikan).

Kedua adalah Kawadanan Reksapraja membawahi Polisi, Margatama (mengurusi

jalan, jembatan dan bangunan), dan Jaksa. Ketiga adalah Kawadanan Kartapraja

membawahi Kartausaha (urusan perusahaan, terutama perusahaan perkebunan)

dan Martanimpuna (urusan pajak). Keempat adalah Kawadanan Martapraja

membawahi Reksahardana (Bendaharawan/ Keuangan). Kelima adalah

Kawadanan Kartipraja membawahi Kartipura (merawat bangunan kota, urusan

bangunan istana dan urusan kebakaran). Keenam adalah Kawadanan

Reksawibawa membawahi Reksawarasta (urusan persenjataan), Reksawahana

(urusan kendaraan) dan Langenpraja (urusan kesenian). Ketujuh adalah

Kawadanan Mandrapura membawahi Mandrasasana (urusan meubel istana),

Reksapradipta (urusan lampu istana), Subapandaya (urusan perkakas pecah belah

istana) dan Reksasunggata (urusan penyajian segala hidangan di istana).

Kedelapan adalah Kawadanan Purbaksana membawahi Reksabaksana (urusan

persedian dan pembagian bahan makanan istana, seperi beras, teh, gula, dan

(21)

Tanulata (urusan rumput dan padi). Kesembilan adalah Kawadanan Yogiswara

membawahi Ketib, Naib, Mardikan (mengajar agama, shilat dan mengurus

kuburan) dan Ngulama

Pengorganisasian seperti tersebut di atas menjadi panutan dari struktur

organisasi selanjutnya dengan tambahan sesuai dengan perkembangan jaman dan

kebutuhan, termasuk didalamnya penggabungan dan pemecahan menjadi

beberapa unit. Ini bisa terlihat pada struktur organisasi Mangkunegaran tahun

1916, 1924, 1930, 1942, 1945, 1949, dan selanjutnya.

Kawadanan Purbaksana, Reksawibawa, Mandrapura, digabung menjadi

Kawadanan Mandrapura (urusan istana). Hanya urusan Wreksapandaya (urusan

hutan) bagian dari Purbaksana, berdiri sendiri menjadi Kabupaten Wanamarta

(kehutanan). Reksapustaka dipecah menjadi 2: Reksapustaka (perpustakaan) dan

Reksawilapa (arsip). Dalam perkembangan selanjutnya ada urusan beasiswa

(studie fonds) dan urusan pensiun (pensiun fonds). Kemudian ada urusan

Sindumarta (urusan irigasi), tahun 1934 terjadi penggabungan Kartipraja dan

Sindumarta menjadi Sindupraja (pekerjaan umum), kemudian muncul urusan

Pangrehpraja, urusan Parimpuna (urusan pasar), urusan Sanitria (urusan

kesentanaan, keluarga raja), dan urusan Barayawiyat (urusan pendidikan), urusan

Yatnanirmala (urusan kesehatan), urusan Kartausaha (urusan

perusahaan-perusahaan) diperluas lagi dengan adanya “Dana Milik Mangkunegaran”, seperti

Pabrik Gula Colomadu, Tasikmadu, Perusahaan Kopi, Serat, Teh, dan persewaan

rumah. Urusan pertanahan, pajak tanah, ukur tanah, perumahan dan lain-lain

(22)

6

(urusan perekonomian) yang mencakup masalah perekonomian, pengawasan

makanan rakyat, pertanian, kehewanan, pegadaian, dan lain-lain.7

Pembaharuan-pembaharuan dalam organisasi pemerintahan pada masa

Mangkunegara VII ditetapkan dalam Rijksblad No. 37 tahun 1917 yang

kemudian disusul dengan Rijksblad No. 10 tahun 1923. Berdasarkan kedua

pranatan dalam Rijksblad itu, maka ada beberapa perubahan dalam struktur

birokrasi dan jabatan-jabatan yang ada didalamnya.

Rancangan struktur pejabat Martanimpoena dan Parimpoena merupakan

kabupaten yang masih tergolong dalam Pangrehpraja yang berada dalam

pengawasan pemerintahan Hindia-Belanda. Masing-masing kabupaten tersebut

pegawainya merupakan gabungan antara pegawai pribumi dengan pegawai

Belanda. Pada tahun 1942 sampai 1947 Kabupaten Martanimpoena setelah

diubah menjadi Kabupaten Martapraja,8 dimana pecah menjadi dua yakni Kantor

Martanimpoena yang memegang dan mengurusi masalah pajak dan penghasilan

lainnya, sedangkan Kantor Parimpoena yang mengurusi masalah pasar.9 Dalam

struktur organisasi Praja Mangkunegaran Kabupaten Parimpoena terdiri dari

Inspektur Markwezen, Adjun InspekturPasar, Lurah Pasar, DemangParimpuna,

Kontrolir, Kepala Pasar dan beberapa pegawai lainnya.10 Semua orang yang

7

Istana Mangkunegaran dan Badan Arsip Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, Inventaris Arsip Pemerintahan Mangkunegaran IV (1853 - 1881), Surakarta: Reksawilapa Mangkunegaran, Hal: viii – xi.

8

Turunan Surat Keputusan (Kakancingan) tentang Kabupaten Martanimpuna digabung dengan Kabupaten Parimpuna dengan nama Kabupaten Martapraja, Kode Arsip FF. 441, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

10 Rijksblad Mangkenagaran 1917, No. 23 pasal 27

(23)

bertugas dalam dinas kepasaran ini diangkat dengan suatu sumpah juga seperti

pejabat lainnya pada waktu upacara pengangkatan. Inspektur Markwezen

mempunyai kedudukan langsung di bawah pimpinan Assisten Residen. Inspektur

Markwezen ini diangkat oleh Mangkunegara dengan persetujuan residen

Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada masa

Mangkunegara VII?

2. Bagaimana sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada masa

Mangkunegara VII?

3. Bagaimana pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat

Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada

masa Mangkunegara VII.

2. Untuk mengetahui sistem pengelolaan pasar di praja Mangkunegaran pada

masa Mangkunegara VII.

3. Untuk mengetahui pengaruh sosial ekonomi pasar bagi masyarakat

(24)

8

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian

pengetahuan dalam ilmu sejarah khususnya sejarah sosial ekonomi.

2. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan tentang sistem

pengelolaan pasar dan perkembangan pasar pada masa pemerintahan

Mangkunegara VII dan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan

pendidikan dan penelitian lebih lanjut.

E. Tinjauan Pustaka

Beberapa buku digunakan sebagai referensi dalam penulisan ini. Buku-buku

tersebut antara lain berjudul Terbentuknya Masyarakat Ekonomi karya Robert L.

Heirbroner tahun 1982. Robert membedakan jenis pasar dari sudut

pembentukannya yaitu pasar yang timbul dengan sendirinya dan yang disengaja.

Jenis pasar yang pertama biasanya terdapat di tempat-tempat yang letaknya

strategis untuk perdagangan seperti di tepi jalan besar antara dua kota atau desa, di

persimpangan jalan, di tepi sungai atau laut, di samping faktor padat dan

jarangnya penduduk. Sedangkan jenis pasar yang kedua yaitu berhubungan

dengan keinginan penguasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan adanya

pasar. Keadaan ini sering juga berkaitan dengan perpindahan pusat kekuasaan atau

munculnya kekuasaan baru di tingkat kerajaan atau bawahannya. Timbulnya pasar

di pusat kerajaan seperti Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta merupakan contoh

jelas dimana lokasi pasar pusat dalam struktur bangunan kota membuktikan

(25)

ini juga menjelaskan sejarah dari masyarakat pra-pasar sampai masyarakat pasar.

Menurut Robert L. Heirbroner, ada tiga perubahan menyeluruh diperlukan untuk

mengubah masyarakat pra-pasar menjadi suatu masyarakat pasar. Perlu adanya

suatu sikap untuk menggantikan sikap abad pertengahan yang penuh curiga

terhadap usaha mencari untung. Penggunaan uang secara luas dalam kehidupan

perekonomian kuno diperluas sehingga mencapai segala lapisan masyarakat,

dengan begitu maka permintaan dan penawaran akan dapat mengendalikan

seluruh proses produksi dan distribusi. Kekuatan permintaan dan penawaran

dibiarkan menentukan arah kegiatan ekonomi menggantikan intruksi tuan tanah

dan adat kebiasaan.

Sedangkan Clifford Geertz dalam bukunya Penjaja Dan Raja tahun

1977, lebih melihatnya sebagai suatu pranata ekonomi dan cara hidup yang

membuktikan pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang

mencakup semua aspek dari masyarakat. Untuk memahami pasar dalam artinya

yang luas, menurut Geertz harus diiihat dari tiga sudut pandangan. Sebagai arus

barang dan jasa menurut pola tertentu, sebagai rangkaian mekanisme ekonomi

untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa. Dan sebagai sistem sosial

dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam. Dari sudut arus barang dan jasa,

ciri khas pasar yang paling menonjol adalah jenis barang yang diperjualbelikan di

pasar itu: bahan pangan, sandang, dan barang besi kecil-kecil dan sebagainya,

yaitu barang-barang yang tidak besar, mudah diangkut dan mudah disimpan, yang

persediannya mudah ditambah dan dikurangi dengan lambat laun dan sedikit demi

(26)

10

barang dan jasa tersebut ada tiga yang sangat penting: (1) Sistem harga luncur, (2)

neraca yang kompleks dari hubungan kredit yang diselenggarakan dengan

hati-hati, (3) pembagi bagian risiko dan, dengan sendirinya, margin laba yang sangat

ekstensif. Akhirnya sebagai suatu sistem sosial dan kebudayaan maka pasar itu

bercirikan (1) posisi ”terselip” yang tradisionil di dalam masyarakat jawa pada

umumnya, (2) pembagian kerja yang sangat berkembang, (3)pemisahan yang

sangat tajam antara ikatan-ikatan sosial yang khas ekonomis dengan yang non

ekonomis

Cyril S. Belshaw, dalam bukunya yang berjudul Tukar MenukarTradisional

dan Pasar Modern tahun 1981, mempersoalkan bagaimana ciri-ciri sistem tukar

menukar dipandang dari berbagai segi. Misalnya sifat interaksi antara penjual dan

pembeli; sistematisasi dari nilai tukar, berapa jauh pembelian serta penjualan

barang dan jasa tertentu. Juga peranan uang didalam sistem tukar-menukar.

Pembahasan dalam buku ini meliputi empat masalah pokok yakni nilai tukar,

pemasaran dikalangan petani dengan menggunakan uang, pendekatan

tekanan-tekanan dalam ekonomi, dan kondisi pembaharuan dalam pemasaran. Cyril S.

Belshaw juga menyoroti permasalahan mekanisme pasar. Dalam bukunya ini,

menguraikan masalah tukar menukar dan pasar ekonomi dengan memperhatikan

variabel sosial dan antropologi budaya di beberapa negara berkembang dimana

kegiatan ekonomi itu berlangsung. Buku ini menguraikan struktur ekonomi dari

ekonomi tradisional ke ekonomi modern dengan perbedaan-perbedaannya.

Penelitiannya memakai pendekatan antropologi-sosial ekonomi dan prinsip

(27)

untuk membantu pengamatan permasalahan ekonomi struktural Indonesia dan

sebagai bahan untuk mengacu permasalahan sosial ekonomi berkaitan dengan

masalah keberadaan pasar tradisional di Praja Mangkunegaran.

Referensi dari skripsi yang sudah ada sebelumnya yang berkaitan dengan

pasar milik Mangkunegaran adalah Pasar Tradisional di Wilayah Kota Praja

Mangkunegaran Pada Awal Abad XX (Tahun 1900 sampai Tahun 1944), karya

Elies Setyawati tahun 1995, yang menjelaskan sejarah pasar milik

Mangkunegaran pada awal XX (1900-1944). Dalam bab awal skripsi ini

dijelaskan tentang perkembangan ekonomi di wilayah Praja Mangkunegeran sejak

praja berdiri pada tahun 1757 sampai pada masa Mangkunegara VI yaitu tahun

1916. Perekonomian Mangkunegaran mengalami masa kejayaan pada masa

Mangkunegara IV. Kemajuan perekonomian itu berasal dari kebijakan baru

Mangkunegara IV yang merombak sistem perekonomian Mangkunegaran dengan

reorganisasi agraria. Kemudian pada masa Mangkunegara V, praja menghadapi

resesi tahun 1884. Masa sulit ini terus berlanjut sampai pada masa Mangkunegara

VI. Bab ini juga menjelaskan tentang kehidupan rakyat Mangkunegaran dan

sumber eknomi praja. Rakyat Mangkunegaran terdiri dari beberapa golongan

diantaranya petani dan pedagang. Sedangkan sumber ekonomi praja salah satunya

berasal dari laba perusahaan milik praja seperti laba dari usaha pasar. Sumber

ekonomi penduduknya sebagian besar dari pertanian dan sebagian lagi dari

perdagangan. Selanjutnya, pada bab III dijelaskan tentang awal munculnya

pasar-pasar tradisional di Surakarta pada awal abad XX adalah akibat dari industrialisasi

(28)

12

seperti jalan kereta api, dan jalan trem. Bab ini juga menjelaskan tentang

pengaturan pasar praja seperti pengangkatan pegawai pasar, pembangunan pasar

dan sistem retribusi. Dan bab IV beisi pengaruh dan peran keberadaan pasar

tradisional di Surakarta. Pengaruhnya berupa terjadinya mobilitas penduduk dari

desa ke kota. Perannya adalah keuntungan ekonomi bagi penjual, pembeli dan

masyarakat pada umumnya serta pemerintah praja sebagai penambahan

pendapatan melalui pajak-pajaknya.

F. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Praja Mangkunegaran yang

meliputi 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Dalamkota, Kabupaten Karanganyar,

Kabupaten Wonogiri.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai sistem pengelolaan pasar di

Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII tahun

1916-1944. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan dan menganalisis

peristiwa masa lampau, maka metode yang paling tepat adalah metode

historis.11 Metode histories sendiri menurut Nugroho Notosusanto adalah

kumpulan prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis, dimaksudkan untuk

memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan

untuk penulisan sejarah, menilai secara kritis, dan menyajikan suatu sintesa

11

(29)

dalam bentuk tulisan.12

Penelitian sejarah dengan menggunakan metode sejarah yang

meliputi empat tahapan13 yakni:

a. Heuristik

Tahapan pertama dalam metode sejarah adalah heuristik yang

berarti memperoleh data. Heuristik disebut juga teknik pengumpulan

data. Dalam mengumpulkan sumber sejarah diutamakan mencari

sumber primer. Sumber primer yang berupa dokumen-dokumen arsip.

Selain itu digunakan juga sumber sekunder dan buku-buku referensi

sebagai pendukung. Sumber sekunder digunakan sebagi pendukung

sumber primer. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini

adalah arsip-arsip yang dimiliki oleh Perpustakaan Reksapustaka

Mangkunegaran, seperti Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal

27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad

Mangkunegaran 1928 No. 7. Sedangkan sumber sekunder berasal dari

surat kabar, seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan

Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.14

Penelitian ini menggunakan metode wawancara. Metode

wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan keterangan secara

12

Nugroho Notosusanto, 1978, Masalah Penelitian Sejarah, Jakarta: Yayasan Idayu, Hal: 1. 13

Sartono Kartodirdjo, 1993, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal: 60-62.

14

(30)

14

lisan dari seseorang dengan bercakap-cakap berhadapan muka.15

Dengan melakukan wawancara akan diperoleh keterangan dari

beberapa informan. Para informan tersebut antara lain: K.R.T.

Soemarso Pontjo Soetjitro (Staf Kabupaten Mandrapura

Mangkunegaran), K.P. Santodipoero (staf Rekaspustaka

Mangkunegaran), dan para pedagang di pasar-pasar yang hidup sejak

masa Mangkunegoro VII.

b. Kritik Sumber

Setelah sumber sejarah terkumpul dilakukan verifikasi atau kritik

sumber untuk mendapatkan keabsahan sumber. Kritik sumber dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu: krirtik intern dan kritik ekstern. Kritik

ekstern dan intern ini dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad

Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926

No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber

sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan

Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.16 Sehingga

diketahui sumber-sumber tersebut benar-benar asli.

Adapun kritik ekstern ini menyangkut dokumen-dokumennya.

Kritik ekstern merupakan penyelesaian sumber untuk mengetahui

keaslian sumber dengan melihat kapan sumber itu dibuat, lokasi

pembuatan sumber, siapa yang membuat sumber, bahan yang

digunakan, serta bentuk sumber. Sedangkan kritik intern dilakukan

15

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, Halaman 129.

16

(31)

untuk mengetahui kesahihan atau kredibilitas sumber dengan melihat

dari isi dokumen, arsip, surat kabar, meliputi: tulisan, kata-kata, dan

bahasa.

c. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran data yaitu menafsirkan

keterangan-keterangan yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang diperoleh.

Setelah melakukan kritik sumber baik itu kritik intern maupun ekstern,

maka penulis berusaha menjelaskan apa yang telah diperolehnya dari

data dokumen itu dengan pemikiran dan analisa. Dalam penulisan

skripsi ini interpretasi dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad

Mangkunegaran 1917 No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926

No. 1 dan Rijksblad Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber

sekunder seperti ”Pasar Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan

Mangkunegara VII Pernah Berjaya Pada Masa Jepang”.17 Karena

fakta itu terletak pada pikiran seseorang, maka itu menjadi bagian dari

waktu sekarang.18 Sehingga interpretasi masing-masing sejarahwan

berbeda-beda

d. Historiografi

Tahapan terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi.

Historiografi merupakan cara penulisan atau pelaporan hasil penelitian

17

Esti Susilarti, Op. Cit. 18

(32)

16

sejarah yang telah dilakukan.19 Setelah tahapan pertama sampai ketiga

dilakukan pada sumber primer yaitu: Rijksblad Mangkunegaran 1917

No. 23 pasal 27, Rijksblad Mangkunegaran 1926 No. 1 dan Rijksblad

Mangkunegaran 1928 No. 7. Dan sumber sekunder seperti ”Pasar

Triwindu Surakarta – Realisasi Kerakyatan Mangkunegara VII Pernah

Berjaya Pada Masa Jepang”.20 Maka tahapan selanjutnya adalah

penulisan hasil penelitian. Penulisan ini harus dapat memberikan

gambaran yang jelas dari proses penelitian sejak awal sampai akhir.

Penulisan dan penyusunan kisah dengan kata-kata dan gaya bahasa

yang baik bertujuan supaya pembaca mudah memahami maksudnya dan

tidak membosankan. Sehingga penulisan skripsi inilah yang akan

menjadi tahapan historiografi tersebut.

G. Sistimatika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I. Bab ini merupakan bab pendahuluan dalam penelitian ini. Bab ini

berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II. Bab ini berisi tentang perkembangan pasar-pasar di Praja

Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII, pasar-pasar milik Praja

Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro VII, ragam komoditi apa saja yang

banyak dipasarkan di pasar-pasar Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII.

19

Dudung Abdurahman, Op.Cit. Hal: 67. 20

(33)

Bab III. Bab ini berisi tentang sistem pengelolaan pasar di Praja

Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII, kasus-kasus yang terjadi dan

penyelesaiannya dan peran Mangkunegara VII dalam pengelolaan pasar.

Bab IV. Bab ini berisi tentang pengaruh sosial ekonomi pasar bagi

masyarakat Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII.

Bab V. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari

(34)

18

BAB II

PERKEMBANGAN PASAR DI PRAJA MANGKUNEGARAN

PADA MASA PEMERINTAHAN MANGKUNEGARA VII

(1916-1944)

Dalam pembahasan perkembangan pasar di praja Mangkunegaran pada

masa Mangkunegara VII ini akan diberikan gambaran secara umum tentang beberapa

pasar yang dulunya juga merupakan pasar milik praja Mangkunegaran. Berdasarkan

Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1918 No.9 pasar tediri dari beberapa bagian yaitu

los-los atau rumah-rumah yang ada di atas wilayah yang dijadikan pasar, palataran

pasar (halaman pasar) yang digunakan untuk meletakkan barang dagangan dan untuk

jual beli. Halaman pasar tidak boleh dibangun los-los atau rumah secara permanen

kecuali dengan ijin inspektur, dan koplakan adalah tempat untuk menaruh gerobak

atau binatang tarikan. Pasar tersebut diberi batas yang jelas dari wilayah atau jalan

yang ada di dekatnya.

Hari bukanya suatu pasar pada masa Mangkunegoro VII ditentukan oleh

yang namanya hari pasaran.1 Hal ini menyebabkan hari bukanya satu pasar dengan

pasar yang lain berbeda-beda. Tujuannya adalah supaya komoditi yang

perjualbelikan dapat tersalur merata ke berbagai daerah. Ada lima hari dalam

pasaran Jawa yaitu Legi, Kliwon, Paing, Pon, dan Wage. Selain itu ada sebuah

1

(35)

nama lagi yang digunakan untuk menentukan bukanya suatu pasar yaitu Arian,

artinya pasar tersebut buka setiap hari (Wage, Kliwon, Legi, Paing, Pon).2

Pada masa Mangkunegoro VII pasar mempunyai peranan penting baik bagi

masyarakat Mangkunegaran maupun bagi Praja Mangkunegaran sendiri. Salah satu

fungsi pasar pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai pusat kegiatan ekonomi

masyarakat Mangkunegaran. Fungsi yang kedua adalah pasar sebagai roda

perputaran ekonomi, fungsi yang ketiga adalah pasar sebagai sumber pendapatan

praja Mangkunegaran sendiri.3

Pada tahun 1933 terdapat 87 pasar di Praja Mangkunegaran. Dari tahun 1916

sampai 1924 telah dikeluarkan f 800.000 untuk pembangunan pasar yang permanen.

Biaya menyewa petak di pasar-pasar Mangkunegaran hanya separuhnya dari biaya di

pasar-pasar lain seluruh tanah Jawa. Walapun demikian penghasilan dari pasar itu

banyak. Sampainya terjadinya krisis dunia memperlihatkan garis naik pada

pendapatan pasar yaitu:

Staat dari adanja pasar-pasar dan poenggawanja (marktmeester dan ondermarktmeester),

Kode Arsip 1194, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran. 3

Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Staf Kabupaten Mandrapura Mangkunegaran, 22 Februari 2010.

4

(36)

20

Dari penghasilan tersebut digunakan untuk gaji pegawai Kabupaten

Parimpuna dan juga untuk pengembangan Pasar. Adapun penghasilan pasar-pasar

Praja Mangkunegaran pada tahun 1928 sampai tahun awal tahun 1929 adalah:

Tabel. 1

Penghasilan Pasar-pasar Praja Mangkunegaran (Tahun 1928 - Awal Tahun 1929).

Nama - Nama Pasar

PENDAPATAN PADA TAHUN

Tahun 1928 Tahun 1929 (Januari, Februari, Maret)

Sumber : Daftar Banyaknya Hasil Pasar dalam Daerah Mangkunegaran Tahun 1928-1929, Kode Arsip P. 1193, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

Pada tahun 1918 sampai tahun 1926 pendapatan pasar Praja

Mangkunegaran mengalami peningkatan, pendapatan ini didapat dari: hasil

(37)

pendapatan pasar Mangkunegaran pada tahun 1918 sampai tahun 1926 adalah

1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926

PENDAPATAN PASAR MANGKUNEGARAN

Keterangan : Satuan untuk pendapatan Pasar Mangkunegaran diatas dalam f atau rupiah.

Sumber : Rarantaman Lebu Wetuning Praja Mangkunegaran, tahun 1918 sampai 1926. Rijksblad tahun 1918 sampai 1926. Lihat per tahun.

Dari grafik diatas dapat dikemukakan bahwa pendapatan pasar pada setiap

tahun mengalami peningkatan. Hal ini mengakibatkan peningkatan pendapatan pada

kas Praja Mangkunegaran.

Wilayah administrasi Praja Mangkunegaran terbagi menjadi tiga wilayah

yaitu: Kabupaten Kota Mangkunegaran (meliputi Kawedanan Kota Mangkunegaran),

Kabupaten Karanganyar (meliputi Kawedanan Karanganyar, Kawedanan

Karangpandan, Kawedanan Jumapolo) dan Kabupaten Wonogiri (meliputi

Kawedanan Wonogiri, Kawedanan Jatisrono, Kawedanan Wuryantoro, Kawedanan

Baturetno dan Kawedanan Pracimantoro).5

5

(38)

22

Berdasarkan lokasinya, pasar-pasar milik Praja Mangkunegaran

digolongkan menjadi tiga yaitu Pasar Kabupaten, Pasar Kapanewon (Kecamatan),

dan Pasar Desa.6

1. Pasar Kabupaten merupakan pasar yang berada di setiap kabupaten. Pasar ini

buka dua kali dalam sepasaran. Waktu bukanya cukup lama, yaitu mulai pagi

hari sampai siang hari (13.00 wib atau 14.00 wib). Contoh: Pasar Wonogiri

ramai pada hari pasaran Wage dan Legi

2. Pasar Kepanewon (Kecamatan) merupakan pasar yang berada di setiap

kecamatan. Pasar ini buka sekali dalam sepasaran. Waktu bukanya juga

cukup lama seperti Pasar Kabupaten, yaitu mulai pagi hari sampai siang hari

(13.00 wib atau 14.00 wib). Contoh: Pasar Ngadirojo.

3. Pasar Desa merupakan pasar yang berada di setiap pelosok desa. Pasar ini

buka sekali dalam sepasaran. Waktu bukanya cukup pendek, yaitu mulai pagi

hari sampai pukul 10.00 wib.

Pasar-pasar milik Mangkunegaran pada tahun 1928 sampai tahun 1929

berjumlah 91 pasar yang terbagi dalam 9 distrik (Kawedanan) yaitu: Distrik

Dalamkota (10 pasar), Distrik Wonogiri (18 pasar), Distrik Wuryantoro (8 pasar),

Distrik Baturetno (13 pasar), Distrik Jatisrono (13 pasar), Distrik Purwantoro (7

pasar), Distrik Karanganyar (7 pasar), Distrik Karangpandan (10 pasar), Distrik

Jumapolo (5 pasar). Pada tahun 1931 sampai dengan 1938 didirikan 8 pasar baru dan

ada 4 pasar dihapuskan.7

6

Wawancara dengan K.R.T. Soemarso Pontjo Soetjitro, Op.Cit. 7

(39)

Grafik 2.

2. Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

3. Th. M. Metz, 1939. Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Roterrdam: NV Nijgh dan Van Ditmar. Diterjemahkan oleh Moh. Husodo Pringgokusumo, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

A. Pasar-Pasar di Kabupaten Kota Mangkunegaran.

Di wilayah Kabupaten Kota Mangkunegaran hanya terdapat satu distrik saja

yaitu Distrik Dalamkota Mangkunegaran. Pasar-pasar tradisional di distrik

Dalamkota pada masa Mangkunegoro VII adalah sebagai berikut:

1. Pasar Legi

Pasar Legi dibangun pada masa Mangkunegoro I. Pasar Legi terletak di

Jalan Legi (sekarang Jalan S. Parman NO. 23 Kelurahan Stabelan Kecamatan

Banjarsari Solo). Adapun batas-batas Lokasi Pasar Legi adalah sebagai berikut:8

1) Sebelah Utara dibatasi oleh Jalan Villapark (Jalan L. Tobing).

2) Sebelah Selatan dibatasi oleh Jalan Pasar Legi (Jalan Sutan Syahrir).

3) Sebelah Barat dibatasi oleh Jalan Kestalan (Jalan S. Parman).

8

(40)

24

4) Sebelah Timur dibatasi oleh Jalan Djagobayan (Jalan Kusumoyudan).9

Pasar ini merupakan salah satu pasar tertua yang ada di Solo. Pasar Legi

berdiri di wilayah Mangkunegaran. Pada umumnya pasar-pasar di tanah Jawa

menggunakan sistem pasaran, untuk menentukan hari buka suatu pasar. Namun

berbeda dengan pasar-pasar di tanah Jawa yang lain, walaupun pasar ini

dinamakan Pasar Legi, tapi pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari

pasaran.10 Pasar ini terlihat ramai karena orang-orang yang berasal dari desa pada

berdatangan ke Pasar Legi untuk berjualan dan membeli.11

Pada tahun 1930 Pasar Legi masih berupa pasar yang masih sangat

tradisional, dimana para pedagang membuka dasaran di tanah terbuka atau dengan

kata lain masih terdiri dari para pedagang oprokan. Ada juga yang berjualan

dengan menggunakan gubuk, belum ada dinding (tembok). Halaman pasar masih

beraspal. Para pedagang di pasar Legi berasal dari masyarakat sekitar Praja

Mangkunegaran, tetapi ada juga yang berasal dari luar desa atau luar kota.

Di bawah pengelolaan Mangkunegaran pada tahun 1936 yakni pada masa

pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII (1916 - 1944), berdiri sebuah

bangunan pasar permanen tersusun dari tembok berwarna putih yang bila dilihat

9 Ibid. 10

Wawancara dengan KRT. Soemarso Pontjo Tjitro, Op.Cit. Basuki seorang petugas Arsip Reksapustaka Mangkunegaran juga mengatakan kalau Pasar Legi itu dari dulu hingga sekarang buka setiap hari.

11

(41)

dari samping mirip sebuah benteng. Pada tahun inilah (1936) Pasar Legi pertama

kali direnovasi menjadi pasar modern. Adapun renovasi Pasar Legi itu meliputi:12

a. Renovasi di Luar Pasar

1) Rumah-rumah toko secara urut dari pinggir di depan pasar, yang

semula masih terbuat dari kayu dirubah menjadi rumah yang

terbuat dari beton.

2) Tinggi rendahnya bangunan dan kotak-kotaknya (luasnya)

disamaratakan.

3) Semuanya itu ditata sedemikian rupa, diwujudkan dalam bentuk

toko-toko sejajar yang memagari (mengelilingi) pasar. Hal ini

dilakukan supaya terlihat indah dimata.

b. Renovasi di Dlam Pasar.

1) Rumah-rumah warung yang ada di dalam pasar, yang sudah lama

ditata dangan baik.

2) Selokan-selokan pembuangan air diperbaharui.

3) Halaman yang mengelilingi pasar yang dulu terbuat dari aspal

dirubah menjadi lantai yang terbuat dari beton.

c. Tempat untuk meletakkan gerobag13 ditata dan dipindah di belakang

(42)

26

Sejak saat itu Pasar Legi telah mengalami beberapa renovasi lagi sehingga

menjadi bentuknya yang sekarang ini.

Bangunan kios pasar yang berada diluar pasar sudah terbuat dari beton dan

mengelilingi Pasar. Halaman yang mengelilingi pasar terbuat dari beton. Tempat

untuk meletakkan gerobag, ditata dan dipindah di belakang pasar dan ditutup

dengan pagar. Untuk memasuki lokasi Pasar Legi disediakan beberapa pintu yaitu

disebelah Barat terdapat satu pintu masuk, sebelah Utara ada satu pintu masuk dan

sebelah Timur ada dua pintu keluar. Pinggir pasar di bangun beberapa kios yang

dibangun di sebelah Barat bagian Utara dan bagian Selatan.

Pasar ini banyak menggelar dagangan yang bersifat legi atau manis.

Misalnya gula jawa, jagung manis, gula aren, gula batu, hingga minuman legen.

Selain itu barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Legi adalah beras jagung

dan pohong (ketela).14

Untuk menuju ke Pasar Legi, kebanyakan para pedagang yang berasal dari

dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau

Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka

menggunakan Kereta Api Kluthuk turun di Stasiun Balapan atau Stasiun Jebres

dan berganti Gerobak atau Andong menuju ke Pasar Legi.

2. Pasar Pon.

Pasar Pon dinamai demikian karena pada zaman dulu pasar tersebut ramai

pedagang setiap pasaran Pon. Pasar Pon berada di wilayah Mangkunegaran.

14

(43)

Letaknya di perempatan Jalan Poerwosari (sekarang jalan Slamet Riyadi),

Ngarsopuro (sekarang jalan Diponegoro) dan jalan Gatot Subroto.

Sejak tahun 1929 berubah menjadi pertokoan dan kios-kios kecil berjualan

kelontong dan terletak di tepi jalan depan Pura Mangkunegaran. Pasar akan lebih

ramai pada waktu sore sampai malam, para pedagang kebanyakan adalah

pengusaha Tionghoa. Namun kini pasarnya sudah hilang, tetapi nama Pasar Pon

menjadi nama perempatan Pasar Pon yang paling ramai di Solo.15 Barang-barang

yang diperdagangkan di Pasar Pon adalah berbagai macam kebutuhan sehari-hari,

seperti: sayuran, buah-buahan, bumbon16 dan lain-lain.

Untuk menuju ke Pasar Pon, kebanyakan para pedagang yang berasal dari

dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau

Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa

menggunakan Kereta Api Kluthuk turun di depan Pasar Pon, karena Kereta Api

Kluthuk jurusan Boyolali - Wonogiri melewati depan Pasar Pon.

3. Pasar Triwindu

Pasar Triwindu terletak di depan Pura Mangkunegaran di tengah kota Solo.

Pasar ini berada di depan Pasar Pon tepat di jalan Diponegoro. Tanah lokasi pasar

tesebut milik Mangkunegaran yang dulunya dipakai sebagai kandang (Gedogan)

Kuda milik Mangkunegaran. Pasar ini dinamakan Pasar Triwindu karena

bertepatan dengan peringatan Tiga Windu (24 tahun) jumenengan KGPAA

Mangkunegoro VII, tepatnya pada tahun 1939. Tri berarti tiga (3), Windu berarti 8

tahun, jadi Triwindu artinya 24 tahun.

15

Nn, Sesaji.blogspot.com/2009/03/asal-usul-pasar-pasar-di-solo_31.html, 17 Juni 2009, 09.01 wib.

16

(44)

28

Perayaan ulang tahun tahta tersebut dirayakan secara besar-besaran oleh

kerabat (trah) Mangkunegoro dan masyarakat Kota Surakarta pada umumnya serta

dihadiri oleh Ratu Wihelmina dari Negara Belanda. Besarnya perayaan ulang

tahun tahta tersebut ditulis dalam Lelampahanipun (Riwayat) Suwargi Kanjeng

Gusti Pangeran Adipati Ariya Mangkunegara VII Ing Surakarta “Bersamaan

usianya yang ke 56 tahun dengan peringatan naik tahtanya yang genap ke 24 (Tri

Windu) pada tanggal 16 Juni 1939 diadakan penghargaan besar-besaran, serta

didirikan tugu peringatan Triwindu yang didirikan di jalan terusan Tawangmangu

yang ada di desa Bangsri (Karangpandan) juga dikeluarkannya buku peringatan

yang diberi nama buku “ Het Tri Windu Gedenkboek”. Buku ini merupakan

kumpulan kado dari semua sahabatnya yang berupa karangan tulisan, baik prosa,

esay atau poetry, kiriman kado ini mencapai 197 karangan. Buku Het Triwindu

Gedenkboek Mangkunegara VII isinya sangat beragam. Ada kritik, sekedar

ucapan dan doa, pesan kepemerintahan, usul dibidang arsitektur dan tata kota dan

banyak lagi.17

Untuk memperingati Jumenengan KGPAA Mangkunegoro VII yang ke 24

diadakan berbagai acara, perjamuan-perjamuan “Tri Windu” yang dilaksanakan

mulai tanggal 2 Juni 1939 sampai 22 Agustus 1939.18 Untuk acara ini Praja

Mangkunegaran mengeluarkan dana sebesar f 1869, 44 yang dibayar oleh

Kabupaten Mandrapura. Sedangkan acara puncak peringatan Penghargaan “Tri

17

Esti Susilarti, 1 Mei 1988, Pasar Triwindu Surakarta; Realisasi Kerakyatan Mangkunegoro VII Pernah Berjaya pada Jaman Jepang, Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat.

18

(45)

Windu” adalah tanggal 24 Juni 1939 (malam) sampai 25 Juni 1939 yang

dilaksanakan di Partinituin (sekarang Balekambang).

Adapun susunan acaran perjamuan Penghargaan Triwindu tanggal 24 Juni

1939 sampai 25 Juni 1939 adalah sebagai berikut:

Tabel. 2

Susunan Acara Peringatan Penghargaan “Triwindu” (24-25 Juni 1939).

TANGGAL JAM ACARA

Sumber: Berkas Habisnya Uang untuk Begrooting Perayaan Triwindu dan Partinituin Tahun 1939, Kode Arsip L. 405. Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

Adapun besarnya biaya pengeluaran pada acara perjamuan Penghargaan

Triwindu tanggal 24 Juni 1939 sampai 25 Juni 1939 di atas adalah:

(46)

30

Selain diadakan acara perjamuan-perjamuan Penghargaan Triwindu untuk

memperingati Jumenengan Mangkunegara VII yang ke 24 (Tri Windu) juga

diadakan Lomba Lari 10 KM20 yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 1939.

Acara lomba lari ini berlangsung dari 06.30 wib sampai jam 10.00 wib. Lomba

Lari 10 Km itu diikuti oleh 400 orang, yang tidak hanya berasal dari dalam kota

Surakarta saja, tetapi juga berasal dari luar kota Surakarta, seperti: Colomadu,

Karanganyar, Wonogiri, Klaten, Sragen, Yogyakarta, dan lain sebagainya. Lomba

Lari 10 Km itu dimulai (start) dari Pamedan Astana Mangkunegaran dan finish di

Partinituin (sekarang Balekambang). Adapun rute Lomba Lari 10 Km itu adalah:21

Pamedan Mangkunegaran (start)– Pasar Pon (sekarang Jalan Diponegoro) –

Gladag – Gouverneurslaan (sekarang Balaikota) – Purbayan – Muloweg

(sekarang Jl. Sugiyopranoto) – “Dwars Door Astana Mangkunegaran” (Pintu

Barat Astana Mangkunegaran)– Pasar Legi- Villapark (sekarang Banjarsari) –

Stasiun Balapan melalui Perlimaan Banjarsari – Soos Mangkunegaran (Monumen

Pers) – Tumenggungan – Gumuk (sekarang Jl. Dr. Soepomo)– Benda – Jalan

Purwosari (sekarang Jalan Slamet Riyadi) – Perempatan Penumping22 –

Mangkubumen – beatrixlaan memutari race-terrein (sekarang Stadion Manahan) –

Partinituin (Sekarang Balekambang) - (FINISH). Nama-nama jalan di atas yang

digaris bawah, disitu akan ditempatkan orang sebagai pengawas. Setiap tempat

20

Hal: Rencananya Jalannya Lomba Lari 10 Km sebagai penghormatan Triwindu Tanggal 25 Juni 1939, Kode Arsip L. 407, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran.

21

Ibid. Lihat peta wilayah Surakarta tahun 1939, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran. 22

(47)

ada dua orang pengawas. Lomba lari tersebut diawali dengan suara letusan senjata

api yang sudah dipersiapkan oleh komite penyelenggara.

Untuk menjaga tempat-tempat di atas dikerahkan dua buah sepeda motor

dari K’Satriya yang berada di depan gerombolan orang yang mengikuti lomba

lari. Di belakangnya diikuti auto-bus (bus kota) untuk menjaga jika ada peserta

lomba lari yang sudah tidak kuat (melajutkan) lari, kemudian dibawa ke dalam

auto-bus tadi. Para pengawas yang naik sepeda motor berjumlah 10, mereka

mengamati para peserta lomba lari jangan sampai ada yang nyidat (mengambil

jalan pintas). Dan juga ada juru potrek (fotografer), untuk memotret (mengambil

gambar) perlombaan lari.

Dari jam 07.00 wib di Partinituin (Finish) sudah dipersiapkan dan ditata

oleh komite penyelenggara yang akan menerima datangnya peserta lomba lari.

Saat peserta lomba lari datang, kemudian para juri berkumpul untuk menentukan

siapa saja yang mendapatkan hadiah (ada 20 hadiah). Setelah diumumkan,

kemudian komite menunjuk Panjenengan Dhalem Poetra Dhalem B.R.M.H.

Amidjaja Santosa untuk menyerahkan hadiah kepada para pemenang.

Sebagian kios Pasar Triwindu masih asli milik Mangkunegaran (yang

membangun dulu dari Mangkunegaran) dan sebagian dibangun sendiri oleh pedagang atas ijin Pemerintah kota. Semua bangunan kios tersebut masih asli 90%

seperti sejak berdiri. Adapun bangunan (kios) pada Pasar Triwindu pada masa

Mangkunegoro VII memiliki keunikan tersendiri yaitu:

a. Lorong-lorong sempit, namun bersih, kios-kios yang dipenuhi berbagai

(48)

32

b. Kios-kios yang terbuat dari kayu.

c. Lantai yang terbuat dari semen.

d. Adanya daun jendela lebar dari kayu yang mempunyai dwi fungsi, baik

sebagai penutup jendela dan payon.23

e. Suasana adem dan rindang karena payon-payon yang menjadi tudung

dari sengatan matahari siang, cahaya-cahaya terobosan di dalam

kios-kios hanya akan menjadi kenangan para pengunjung setia pasar

tersebut.

Barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Triwindu pada awal

berdirinya Triwindu adalah barang pecah belah (piring, gelas, vas, dll) dan barang

klitikan (besi tua, alat pertukangan, alat-alat sepeda, dll).

Kebanyakan pedagang di Pasar Triwindu berasal dari dalamkota

Mangkunegaran, oleh karena itu mereka kebanyakan menggunakan alat

transportasi tradisional berupa Gerobak, Andong, atau berjalan kaki.

4. Pasar Noesoekan.

Pasar Noesoekan terletak di kampung Noesoekan. Pasar ini menjual

berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII

pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari pasaran.24 Untuk menuju ke Pasar

Noesoekan, para pedagang yang berasal dari dalamkota menggunakan alat

transportasi tradisional berupa Gerobak atau Andong. Bagi pedagang yang berasal

23

Payon berfungsi sebagai pelindung dari sengatan matahari atau hujan. Selain itu Payon juga dapat berfungsi sebagai penutup jendela. Jenis Payon bermacam-macam ada yang terbuat dari kayu, plastik, seng dll.

24

(49)

dari luardesa atau luarkota, mereka menggunakan Kereta Api Kluthuk kemudian

berganti gerobak atau andong.

5. Pasar Totogan

Pasar Totogan berlokasi di sebelah Barat Astana Mangkunegaran dan

sebelah Utara Masjid Al Wustho. Sekarang Pasar Totogan sudah tidak ada dan

digantikan dengan bangunan SD Muhammadiyah 1 Surakarta dan SMA

Muhammadiyah 1 Surakarta.25 Kemudian pasar ini digabung dengan Pasar Legi.

Dahulu pasar ini menjual berbagai macam barang-barang kebutuhan hidup

sehari-hari. Pedagangnya sebagian besar berasal dari wilayah Praja Mangkunegaran.

Untuk menuju ke Pasar Totogan, para pedagang yang berasal dari

dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau

Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa

menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di Stasiun Balapan atau di depan Pasar

Ngapeman, kemudian berganti gerobak atau andong.

6. Pasar Ngapeman.

Pasar Ngapeman berlokasi di perempatan pertemuan antara jalan Slamet

Riyadi dan Jalan Gajahmada. Sekarang pasar ini sudah tidak ada digantikan hotel

megah yang bernama Hotel Novotel. Pasar ini dulu menjual barang-barang

kebutuhan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan, bumbon, dan lain-lain. Selain

25

(50)

34

itu pasar ini juga menjual sepeda dan pakaian bekas.26 Pada masa Mangkunegoro

VII pasar ini buka setiap hari, tidak mengenal hari pasaran.27

Untuk menuju ke Pasar Ngapeman, para pedagang yang berasal dari

dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau

Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa

menggunakan Kereta Api Kluthuk dan turun di depan Pasar Ngapeman, karena

Kereta Api Kluthuk jurusan Wonogiri - Solo Kota - Boyolali melewati Pasar

Ngapeman.

7. Pasar Ngemplak.

Pasar Ngemplak terletak di kampung Ngemplak. Pasar ini terletak kurang

lebih 1,75 KM dari Pasar Ngapeman. Pasar ini menjual berbagai macam

kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap

hari, tidak mengenal hari pasaran.28 Untuk menuju ke Pasar Ngemplak, para

pedagang yang berasal dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional

berupa Gerobak atau Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau

luarkota, mereka bisa menggunakan Kereta Api Kluthuk kemudian berganti

gerobak atau andong.

8. Pasar Toerisari.

Pasar Toerisari berlokasi di sebelah Selatan jalan Hasanudin sedangkan di

sebelah Barat Daya berbatasan dengan jalan R.M. Said, sekarang pasar ini

26

Wawancara dengan K P. Santo Dipoero, Staf Reksapustaka Mangkunegaran. Tanggal 17 April 2010.

27Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.

28

(51)

terkenal dengan Pasar Nongko. Pasar ini menjual barang-barang kebutuhan hidup

sehari-hari seperti pasar tradisional pada umumnya. Pada masa mangkunegoro VII

pasar ini buka setiap hari.29 Untuk menuju ke Pasar Toerisari, para pedagang yang

berasal dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak

atau Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa

menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di depan Pasar Toerisari.

9. Pasar Ngoren.

Pasar Ngoren terletak di desa Colomadu, pasar tersebut menjual berbagai

macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa Mangkunegoro VII pasar ini buka

setiap hari, namun pasar ini ramai dikunjungi para pembeli pada setiap pasaran

Wage dan Paing.30 Untuk menuju ke Pasar Ngoren, para pedagang yang berasal

dari dalamkota menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau

Andong. Bagi pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa

menggunakan Kereta Api Kluthuk, turun di Kampoeng Kartasura kemudian

berganti gerobak atau andong.

10. Pasar Ngasem.

Pasar Ngoren terletak di desa Ngasem, kurang lebih 4,5 KM dari Pasar

Ngoren. Pasar ini menjual berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada

masa Mangkunegoro VII pasar ini buka setiap hari pasaran Kliwon.31 Untuk

menuju ke Pasar Ngasem, para pedagang yang berasal dari dalamkota

menggunakan alat transportasi tradisional berupa Gerobak atau Andong. Bagi

29

Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.

30Daftar Pasar, Masalah Pasar, Serta Datanya di Mangkunegaran, Op.Cit.

31

(52)

36

pedagang yang berasal dari luardesa atau luarkota, mereka bisa menggunakan

Kereta Api Kluthuk turun di desa Ngasem.

Alat transportasi yang digunakan para pedagang di pasar-pasar tradisional di

Kabupaten Dalamkota Mangkunegaran adalah gerobak, andong, sepeda, berjalan

kaki atau naik Kereta Api Klutuk. Kereta Api Kluthuk Kabupaten Dalamkota

mempunyai dua jalur, yaitu Jalur Solo Kota - Prambanan dan Solo Kota Boyolali.

Untuk jalur Solo Kota – Prambanan sampai sekarang masih beroperasi, sedangkan

untuk jurusan Solo Kota - Boyolali sudah tidak beroperasi lagi (hanya sampai

Stasiun Purwosari) karena adanya perkembangan jaman. Adapun tarif Kereta Api

Kluthuk pada masa Mangkunegoro VII untuk jurusan Solo Kota – Prambanan dan

Solo Kota – Boyolali adalah sebagai berikut:

Tabel. 3

Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Boyolali

Dari

Sumber: Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij. Sepeciale Retourkaarten,

(53)

Tabel. 4

Tarif Kereta Api Jurusan Solo Kota – Prambanan

Solo Kota Padjang f 0,15 f 0,12

Sumber: Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij. Sepeciale Retourkaarten,

Kode Arsip P. 2446, Surakarta: Reksapustaka Mangkunegaran

B. Pasar-Pasar Kabupaten Karanganyar

Di wilayah Kabupaten Karanganyar terdapat tiga distrik yaitu Distrik

Karanganyar, Distrik Karangpandan dan Distrik Djomapolo.

1. Distrik Karanganyar

Pasar-pasar tradisional di distrik Karanganyar pada masa Mangkunegoro

VII adalah sebagai berikut:

a. Pasar Karanganyar

Pasar Karanganyar merupakan salah satu pasar yang terbesar di daerah

Kabupaten Karanganyar. Pasar ini terletak di Kecamatan Karanganyar.

(54)

38

Kemudian pasar ini dipindah ke Kecamatan Tegalgede (dekat Terminal Bus

Tegalgede) dan diberi nama Pasar Tegalgede, namun sebagian pedagang

pasar Karanganyar ada yang tidak mau pindah dan tetap berjualan di sekitar

bekas Pasar Karanganyar. Akhirnya didirikan Pasar Jungke di kelurahan

(dekat Terminal Angkutan non Bus Jungke) untuk menampung pedagang

Pasar Karanganyar yang tidak mau pindah ke Pasar Tegalgede. Sebagai

gantinya, bekas kawasan Pasar Karanganyar dibuat sebuah taman, diberi

Taman Pancasila.32

Pasar ini merupakan pasar umum, artinya pasar tradisional yang

menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari, seperti buah-buahan,

sayuran, bumbon, dan lain-lain. Pasar ini juga merupakan pasar Induk, yang

artinya sebagai pusat kulakan33 para pedagang-pedagang pasar lain.

Pedagangnya sebagian besar berasal dari daerah Karanganyar tetapi ada juga

yang berasal dari luar desa atau luar kota. Pada masa Mangkunegoro VII,

Pasar Karanganyar buka setiap hari,34 namun pasar ini ramai dikunjungi para

pembeli pada pasaran Paing, Wage dan Legi.

b. Pasar Modjogedang.

Pasar Modjogedang terletak di Kecamatan Modjogedang. Pasar ini

menjual barang dagangan berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Pada

32

Wawancara dengan Supardi, Staf Reksapustaka Mangkunegaran, Tanggal 24 April 2010. 33

Kulakan adalah membeli suatu barang dengan tujuan untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan laba

34

Gambar

Tabel. 1 Penghasilan Pasar-pasar Praja Mangkunegaran (Tahun 1928 - Awal Tahun 1929).
Grafik 1.
Tabel. 3
Tabel. 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Keadaan ekonomi Mangkunegaran pada masa Mangkunegara V sampai terjadinya krisis ekonomi tahun 1884, (2)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan laboratorium administrasi perkantoran di Sekolah Menengah Kejuruan Widya Praja Ungaran, hambatan pengelolaan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengelolaan Sampah di Pasar Lubuk Buaya di Kota Padang tahun 2014.

lapangan ini tidak diperuntukkan bagi masyarakat umum, tetapi digunakan oleh polisi, Seinendan dan Keibodan, lapangan Tjengklik, pada saat itu kondisi lapangan

Mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan preservasi Naskah Kuno dan Foto Kuno Masa Mangkunegara VII oleh Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dengan partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah di pasar Bauntung Banjarbaru Jenis

Tujuan dalam penelitian ini adalah; (a) untuk mengetahui sistem pengelolaan kinerja keuangan dalam sebuah di kantor pemerintahan, (b) untuk mengetahui sistem

tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Pasar